SEKILAS
TENTANG KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1.
Definisi
komunikasi terapeutik
Menurut
Nursalam (2011) Komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran dan perasaan dan
pendapat dalam memberikan nasehat dimana terjadi antara dua orang atau lebih
bekerjasama.
Menurut
Stuart & Sundeen (1985) Terapeutik berarti seseorang mampu melakukan atau
mengkomunikasikan perkataan, perbuatan atau ekspresi yang memfasilitasi proses
penyembuhan.
Menurut
Supriyanto (2010) Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Jadi,
komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang di rencanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
2.
Komponen
Komunikasi
Menurut
Potter dan Perry (2009) Komunikasi mempunyai 6 komponen yaitu :
a.
Komunikator
: penyampai informs atau sumber informasi
b.
Komunikan:
penerima informasi atau memberi respon tehadap stimulus yang disampaikan oleh
komunikator.
c.
Pesan
: gagasan atau pendapat, fakta, informasi atau stimulus yang disampaikan.
d.
Media
komunikasi : saliran yang dipakai untuk menyampaikan pesan
e.
Kegiatan
“encoding” : yaitu perumusan pesan oleh komunikator sebelum disampaikan kepada
komunikan.
f.
Kegiatan
“ decoding” : penafsiran pesan oleh komunikan pada saat menerima pesan.
3.
Tingkat
Hubungan Komunikasi
Arwani
(2009), mengatakan bahwa dalam dalam menjalin hubungan dengan klien diperlukan
komunikasi, karena komunikasi adalah hubungan itu sendiri, dimana tanpa
komunikasi tersebut hubungan tidak mungkin terjadi. Hubungan yang baik antara
perawat dan klien sehingga pasien puas dengan pelayan yang diberikan. Hubungan
yang terapeutik akan terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik antara
keduanya.
Menurut
Potter dan Perry( 2009) tingkat hubungan komunikasi dibagi menjadi 3 :
a.Komunikasi
Intrapersonal
Komunikasi
intrapersonal ini terjadi dalam diri individu sendiri. Komunikasi ini akan
membantu agar seseorang atau individu tetap sadar akan kejadian di sekitarnya.
Kalau anda melamun maka anda sedang melakukan komunikasi intrapersonal.
b.Komunikasi
Interpersonal
Komunikasi
interpersonal adalah interaksi antara dua orang atau kelompok kecil. Komunikasi
Intepersonal ini merupakan inti dari praktek keperawatan karena dapat terjadi
antara perawat dan klien serta keluarga, perawat dengan perawat, dan perawat
dengan tim kesehatan lain.
c.Komunikasi
Massa
Komunikasi
masa adalah interaksi yang terjadi dalam kelompok besar. Ceramah yang diberikan
pada mahasiswa, kampanye, merupakan contoh komunikasi massa.
4.
Faktor
Yang Mempengaruhi Proses Komunikasi
Proses
Komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a.Perkembangan
Agar
dapat berkomunikasi efektif dengan sesorang perawat harus mengerti pengaruh
perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir dari orang
tersebut. Adalah berbeda cara berkomunikasi anak usia remaja dengan anak usia
balita, kepada remaja, anda barang kali perlu belajar bahasa “gaul” mereka
sehingga remaja yang kita ajak bicara akan merasa kita mengerti mereka dan
komunikasi diharapkan lancer (Potter dan Perry, 2009).
b.Pesepsi
Persepsi
adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa.
Persepsi ini dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat
mengakibatkan terhambatnya komunikasi (Potter dan Perry 2009).
c.Nilai
Nilai
adalah standart yang memenuhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk
menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk mengetahui dan
mengklarifikasikan nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang
tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak
terpengaruh oleh nilai pribadinya (Potter dan Perry 2009).
d.Latar
Belakang Budaya
Bahasa
dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga
akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi.( Potter dan Perry 2009).
e.Emosi
Emosi
merupakan peranan subjektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah,
sedih, senang akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang
lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat juga perlu
mengevaluasi emosi, yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan
keperawatan tidak terpengaruh emosi bawah sadarnya (Potter dan Perry 2009).
f.Jenis
Kelamin
Setiap
jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda- beda (Tanned 2009) dalam
Intansari (2010) menyebutkan bahwa wanita dan laki laki mepunyai perbedaan gaya
komunikasi (Potter dan Perry).
g.Pengetahuan
Tingkat
pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan seseorang yang tingkat
pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa
verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi (Potter dan Perry 2009).
h.Peran
dan hubungan
Peran
adalah pola sikap, perilaku nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya dimasyarakat (Keliat,2009).
i.Lingkungan
Lingkungan
interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana yang bising, tidak
ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidak
nyamanan (Potter dan Perry 2009).
j.Jarak
Jarak
dapat dipengaruhi komunikasi, jarak tertentu menyediakan rasa aman dan kontrol
(Potter dan Perry 2009).
k.Lama
Bekerja
Merupakan
waktu dimana seseorang mulai bekerja ditempat kerja. Makin lama sesorang
bekerja semakin banyak pengalaman yang dimilikinya sehingga akan terasa baik
komunikasinya ( Potter dan Perry 2009).
l.Pendidikan
Kemampuan
komunikasi dari perawat telah didapatkan pada saat pendidikan keperawatan
maupun pelatihan- pelatihan dalam bidang keperawatan, tetapi masih ada perawat
yang komunikasinya kurang baik (Barjaniartha, 2010).
5.
Tujuan
Komunikasi Terapeutik
Tujuan
komunikasi terapeutik adalah dengan memiliki ketrampilan berkomunikasi terapeutik,
perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien,
sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah
diterapkan, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan
akan meningkatkan profesi. Komunikasi terapeutik dalam arti luas bertujuan
untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan
diarahkan pada pertumbuhan klien yang
meliputi:
a.Realisasi
diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang
menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima
keberadaan dirinya, mengalami gangguan
gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada
akhirnya merasa putus asa dan depresi.
b.Kemampuan
membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain.
Melalui
komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang
lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya,
perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2011). Rogers
(2009) dalam Abraham dan Shanley (2009)
mengemukakan bahwa hubungan mendalam
yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan
area untuk mengekspresikan kebutuhan,
memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan
koping.
c.Peningkatan
fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis.
Terkadang
klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (2011) mengemukakan bahwa individu yang
merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi
sedangkan individu yang merasa kenyataan
hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.
d.Rasa
identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Klien
yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya diri dan mengalami harga diri
rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien
meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
Sedangkan
Menurut Supriyanto (2010) tujuan komunikasi terapeutik adalah:
- Membantu pasien dalam memperbaiki dan mengendalikan emosi sehingga membantu percepatan penyembuhan dari upaya medis.
- Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
- Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya
- Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendirinya sendiri.
e.
Komunikasi
terapeutik memberikan pelayanan prima (survey excellence atau tanpa cacat),
sehingga dicapai kesembuhan kesembuhan dan kepuasan pasien.
Tujuan
komunikasi terapeutik (Purwanto, 2011) adalah:
- Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
- Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
- Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.
6.
Unsur-unsur
Komunikasi Terapeutik
Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya bahwa komunikasi mempunyai lima komponen, demikian
pula dalam komunikasi terapeutik. Proses terjadinya sebuah komunikasi
terapeutik antara perawat dan klien dimulai dari penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan baik secara verbal maupun non verbal, dengan
menggunakan media atau tidak. Pesan yang diterima oleh komunikan kemudian akan
diproses oleh komunikan, proses ini disebut dengan decoding.
Setelah
komunikan memahami pesan yang diterimanya, ia pun melakukan proses encoding
(transformasi informasi menjadi sebuah bentuk pesan yang dapat disampaikan
kepada orang lain) dalam dirinya untuk menyampaikan umpan balik (feedback)
terhadap pesan yang diterimanya. Demikian proses ini akan terus berulang sampai
pada akhirnya tujuan dari komunikasi yang dilakukan tercapai oleh keduanya.
7.
Prinsip
Dasar Komunikasi Terapeutik
Komunikasi
terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif
diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi
terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan
dalam asuhan keperawatan.
Oleh
karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi
terapeutik berikut ini;
a.
Hubungan
perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses
and clients’. Hubungan ini tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi
hubungan antara manusia yang bermartabat
(Dult-Battey,2011).
b.
Perawat
harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter, memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan
keunikan setiap individu.
c.
Semua
komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat
harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
d.
Komunikasi
yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah (Stuart, 2009).
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi
terapeutik.
8.
Hubungan
Perawat dan Klien/Helping Relationship
Salah
satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara
keduanya, selain itu komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah
yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping
relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu
maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.
Pada
konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan
klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai
penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan,
untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.
Menurut
Roger dalam Stuart G.W (2009), ada beberapa karakteristik seorang helper
(perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
a.Kejujuran
Kejujuran
sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan
saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang
terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan
berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering
menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang
tidak jujur (Rahmat, J, 2009 dalam Suryani, 2009). Sangat penting bagi perawat
untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal
tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi,
membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
b.Tidak
membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam
berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit.
Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya
karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
c.Bersikap
positif
Bersikap
positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun
dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan
dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk
mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak
memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien
akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan
diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard, P dan Morrison
P, 2010) dalam Suryani, 2010).
d.Empati
bukan simpati
Sikap
empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini
perawat akan mampu merasakan dan
memikirkan permasalahan klien seperti
yang dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer, 2010 dalam Suryani, 2009). Dengan
bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena
perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak
berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian
masalah secara objektif.
e.Mampu
melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam
memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor,
Lilis dan Le Mone, 2009), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat
permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu
melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan
dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi
(kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan
pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian
menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau
menyampaikan perasaannya.
f.Menerima
klien apa adanya
Seorang
helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan
interpersonal (Sullivan, 2009 dalam Antai Ontong, 2010 dalam Suryani, 2009).
Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat
diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan
sikap menerima klien apa adanya.
g.Sensitif
terhadap perasaan klien
Seorang
perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan terapeutik
yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitif terhadap perasaan
klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang
menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
h.Tidak
mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat
harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat
ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
9.
Tahapan
Komunikasi Terapeutik
Telah
disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan.
Stuart
G. W, 2009 menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi
menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap
perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
a.Tahap
Persiapan/Pra-interaksi
Dalam
tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat
mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini
dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien.
Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau
kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi
terapeutik dengan klien.
Kecemasan
yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain
(Ellis, Gates dan Kenworthy, 20011 dalam Suryani, 2009). Hal ini disebabkan
oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan
bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa
yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 2007 dalam Suryani, 2009)
sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan
penuh perhatian).
Tugas
perawat dalam tahapan ini adalah:
- Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan.
- Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
- Mengumpulkan data tentang klien.
- Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
b.Tahap
Perkenalan/Orientasi
Tahap
perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan
dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah
dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan
yang telah lalu (Stuart. G. W, 2009).
Tugas
perawat dalam tahapan ini adalah:
- Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.
- Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.
- Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
- Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
- Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.
c.Tahap
Kerja
Tahap
kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.
W, 2009). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi
terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung
klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons
ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien.
Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh
perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang
sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
Dibagian
akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan
klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan
hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki
pikiran dan ide yang sama (Murray, B. & Judith, P, 2011 dalam Suryani,
2010). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat
merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima
dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.
d.Tahap
Terminasi
Terminasi
merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua
yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G. W, 2009). Terminasi
sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini
dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda
sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi
akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Tugas
perawat dalam tahap ini adalah:
- Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (2009) menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.
- Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
- Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.
10. Sikap Dalam Melakukan
Komunikasi Terapeutik
Egan
(2009) dalam Kozier, et. al (2011), telah menggambarkan lima cara yang spesifik
untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi
terapeutik, yang ia definisikan sebagai
sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika
sedang berada dengan orang lain.
Berikut
adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika menunjukkan kehadiran secara
fisik :
- Berhadapan dengan lawan bicara. Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).
- Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan). Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi.
- Menunduk/memposisikan tubuh kearah/ lebih dekat dengan lawan bicara. Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar).
- Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural. Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan komunikasi.
- Bersikap tenang. Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/ bahasa tubuh yang natural.
11. Syarat- syarat
komunikasi terapeutik
Stuart
dan Sundeen (dalam Christina, dkk., 2009) mengatakan ada dua persyaratan dasar
untuk komunikasi terapeutik efektif :
- Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
- Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memberikan sarana, informasi maupun masukan.
Persyaratan-
persyaratan untuk komunikasi terapeutik ini di butuhkan untuk membentuk
hubungan perawat- klien sehingga klien memungkinkan untuk mengimplementasikan
proses keperawatan. Komunikasi terapeutik ini akan efektif bila melalui
penggunaan dan latihan yang sering.
Perbedaan
komunikasi terapeutik dengan komunikasi sosial
Perbedaan
komunikasi terapeutik dengan komunikasi sosial (Purwanta, 2009) adalah :
a.Komunikasi
terapeutik:
- Terjadi antara perawat dengan pasien atau anggota tim kesehatan lainnya.
- Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus kepada pasien yang membutuhkan bantuan.
- Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada pasien dengan cara menunujukkan sikap mau menerima dan mau memahami tentang dirinya. Selain itu membantu pasien untuk melihat dan memperhatikan apa yang tidak disadari sebelumnya.
b.Komunikasi
sosial
- Terjadi setiap hari antar- orang per orang baik dalam pergaulan maupun lingkungan kerja.
- Komunikasi bersifat dangkal karena tidak mempunyai tujuan.
- Lebih banyak terjadi dalam pekerjaan, aktivitas sosial, dan lain- lain.
- Pembicara tidak mempunyai focus tertentu tetapi lebih mengarah kebersamaan dan rasa senang.
12. Prinsip- prinsip
Komunikasi Terapeutik
Prinsip-
prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers (dalam Purwanto, 2010) adalah:
- Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
- Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
- Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
- Perawat harus menciptakan susasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.
- Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah- masalah yang di hadapi.
- Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
- Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
- Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
- Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
- Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya hidup.
- Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.
- Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
- Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
- Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
13. Teknik- teknik
Komunikasi Terapeutik
Beberapa
teknik komunikasi terapeutik menurut Wilson dan Kneist (2009) serta Stuart dan
Sundeen (2009) antara lain:
a.Mendengarkan
dengan penuh perhatian.
Dalam
hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang
disampaikan klien. Satu satunya orang yang dapat menceritakan kepada perawat
tentang perasaan, pikiran dan persepsi klien adalah klien sendiri. Sikap yang
dibutuhkan untuk menjadi pendengar yang baik adalah: pandangan saat bicara,
tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari tindakan yang tidak perlu, anggukan
kepala jika klien membicarakan hal yang penting atau memerlukan umpan balik,
condongkan tubuh kea rah lawan bicara. Mendengar ada dua macam:
b.Mendengar
pasif;
Kegiatan
mendengar dengan kegiatan non verbal unuk klien misalnya dengan kontak mata,
menganggukkan kepala dan juga keikut sertaan secara verbal misalnya”uh huuuuh”,
“mmmmhhuumm”, “yeah”, “saya dengar kamu”. Mendengar pasif akan dapat
memperdayakan diri kita saat kita mendengar dengan pasif karena kita kurang
memahami perasaan orang lain.
Cara
menjadi pendengar yang efektif menurut Elli dalam Intansari Nurjannah adalah
sebagai berikut:
- Berfokus pada pemahaman apa yang dikatakan seseorang.
- Memelihara kontak mata
- Melihat sekeliling dan melakukan tugas lain serta sering merubah
- posisi menunjukkan anda mendengarkan.
- Menempatkan diri/ posisi pada level yang sama.
- Duduk jika memungkinkan.
- Memberi waktu klien untuk bicara.
- Bersikap kalem ketika klien sedang berfikir untuk menjawab.
- Sering merespon baik secara verbal/ non verbal.
- Sedikit membungkukkan badan kea rah depan pada waktu tertentu.
- Rileks.
- Postur terbuka, tangan dan kaki tidak menyilang.
- Mendengar dengan empati.
- Meninggalkan emosi dan perasaan kita dengan cara menyisihkan
- perhatian.
- Mendengarkan apa yang tidak terucap oleh klien.
- Mendengarkan bagaimana cara mengucapkan sesuatu.
- Control reaksi diri terhadap kata-kata yang emosional.
c.Mendengar
aktif;
Kegiatan
mendengar yang menyediakan pengetahuan bahwa kita tahu perasaan orang lain dan
mengerti mengapa dia merasakan hal tersebut.
d.Menunjukkan
Penerimaan.
Menerima
tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang
lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidak setujuan. Perawat harus waspada
terhadap ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggeleng yang menyatakn tidak percaya. Berikut ini
adalah sikap perawat yang menyatak penerimaan: Mendengarkan tanpa memutuskan
pembicaraan, memberikan umpan balik verbal yang menyatakan pengertian,
memastikan bahwa isyarat non verbal cocok dengan komunikasi verbal, menghindari
perdebatan ekspresi keraguan atau usaha untuk mengubah pikiran klien.
e.Menayakan
pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan
perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa
yang disampaikan oleh klien. Oleh karena itu, pertanyaan sebaiknya dikaitkan
dengan topic yang dibicarakan dan gunakan kata- kata yang sesuai dengan konteks
social budaya klien.
Contoh
:
Perawat:
“Tadi anda katakan anda memiliki 3 orang saudara, siapa yang anda rasakan
paling dekat dengan anda?”
f.Pertanyaan
terbuka (Open- Ended Question).
Pertanyaan
yang tidak memerlukan jawaban “ya” dan “mungkin”, tetapi pertanyaan memerlukan
jawaban yang luas, sehingga pasien dapat mengemukakan masalahnya, perasaan
dengan kata-kata sendiri, atau dapat memberikan informasi yang diperlukan.
Contoh:
Perawat:
“Coba ibu ceritakan apa yang biasanya dilakukan bila ibu sakit perut?” atau
“Coba ibu ceritakan tentang riwayat penyakit ibu?”
g.Mengulang
ucapan klien dengan menggunakan kata- kata sendiri.
Melalui
pengulangan kembali kata- kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa ia
mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
Contoh
:
Klien:
“ Saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga.”
Perawat:
“ Saudara mengalami untuk kesulitan tidur”.
h.Mengklarifikasi.
Klarifikasi
terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata- kata, ide atau
pikiran (implicit maupun eksplisit) yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyamakan pengertian.
Contoh:
Perawat:
“Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”. Atau “apa yang anda
maksudkan dengan…..?”
i.Memfokuskan.
Metode
ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi
lebih spesifik dan mudah di mengerti. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan
metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien
menyampaikan masalah yang penting.
Contoh:
Perawat:
“Hal ini tampaknya lebih penting, mari kita bicarakan lebih dalam lagi”. Atau “
apa yang sudah kita sepakati untuk dibicarakan?”.
j.Menyatakan
hasil observasi.
Perawat
harus memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya
sehingga klien dapat mengetahui apakah pesannya diterima dengan benar atau
tidak. Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat
non verbal klien. Teknik ini sering kali membuat klien berkomunikasi lebih
jelas tanpa perawat harus bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasikan pesan.
Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak malu atau marah.
Contoh:
Perawat:
“Anda tampak tegang”
“Anda
tampak tidak tenang apabila anda……”
k.Menawarkan
informasi.
Memberikan
tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Perawat
tidak di benarkan memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan informasi,
karena tujuan dari tindakan ini adalah memfasilitasi lien untuk mengambil
keputusan. Penahanan informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan
mengakibatkan klien menjadi tidak percaya.
l.Diam
(memelihara ketenangan).
Diam
akan memberikan kesempatan kepada perawat dank lien untuk mengorganisir
pikirannya. Pengguanaan metode ini memerlukan ketrampilan dan ketepatan waktu,
jika tidak akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk
berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses
informasi. Diam sangat berguna terutama pada saat klien harus mengambil
keputusan. Diam tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lama karena akan
mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam juga dapat diartikan sebagai mengerti,
atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti
orang lain agar punya kesempatan berfikir, mesti pun begitu, diam yang tidak
tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas. Diam digunakan pada saat klien
perlu mengekspresikan ide tapi tidak tahu bagaimana melakukan atau menyampaikan
hal tersebut (Boyd dan Nihart, 1998).
Misalnya
:
Klien:
“Saya Marah!!!!”
Perawat:
(diam)
Klien:
“Istri saya tidak perhatian lagi terhadapku”.
DAFTAR
PUSTAKA
- Arikunto, 2007. Prosedur Penelitian Pendekatan Proses. Rineka Cipta: Jakarta.
- Aziz, Louis. 2012. Http. // Aziz Louis. Prenadamedia. Com /2011/ 03/ Praktika Komunikasi Terapeutik. Html, diakses tanggal 12/ 02/ 2012 10: 20
- Budi Ana Keliath, 1996. Komunikasi Terapeutik Perawat. EGC: Jakarta.
- Duffy, K. G. & Wong, F. Y. 2000. Community Psychology (2nd ed). Boston: Pearson Education.
- Herry Zain Pieter, S. Psi., Bethsaida Janiwarti, S. Psi., 2011. Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan. Kencana: Jakarta.
- Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Salemba Medika: Jakarta :.
- Mukhripah, Damaiyanti, S. Kep., Ns 2011. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.
- Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta:Jakarta.
- Notoatmodjo, Soekidjo 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
- Nursalam, 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
- Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.. PT Rineka Cipta: Jakarta.
- Nasir, Abdul dan Abdul Muhith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar Dan Teori. Salemba Medika: Jakarta.
- Nazir, Mohoammad. 2009. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta .
- Neil, Niven. 2002. Psikologi kesehatan. EGC: Jakarta.
- Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
- Sumantri, Bambang. 2012. Http: // Sumantri Bambang. Medicastore. Com/ 2012/ 02/ Komunikasi Terapeutik. Html, diakses tanggal 10/ 03/ 2012 15: 51.
- Suparyanto, 2012. Konsep pengetahuan. Http :// dr. Suparyanto. Blogspot. Com / 2012/ 02/ konsep. Pengetahuan. Html, diakses tanggal 12/ 03/ 2012 16: 46.
- Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama: Bandung.