PERINGATAN

Dilarang meng-copy materi dari blog ini, tanpa mencantumkan nama penulis dan alamat web (URL). Terima Kasih

Rabu, 29 Januari 2014

KONSEP MENARIK DIRI

Dr. Suparyanto, M.Kes



KONSEP MENARIK DIRI

1.    Pengertian
Isolasi Sosial Menarik diri merupakan Suatu sikap di mana individu menghidari diri dari interaksi dengan orang lain.individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007).
Menarik diri juga dapat diartikan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins, 2011).
Merupakan upaya untuk menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karna merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan denga mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2009).
Jadi menarik diri merupakan satu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptive, dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosialnya.

2.    Tanda dan gejala Isolasi Sosial
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial.
a.  Kurang spontan.
b.  Apatis (acuh terhadap lingkungan ).
c.   Ekspresi wajah kurang berseri.
d.  Tidak merawat diri dan tidak memperhatian kebersihan diri.
e.  Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
f.    Mengisolasi diri.
g.  Tidak atau kurang sadar terhadap sekitarnya.
h.  Asupan makanan dan minuman terganggu.
i.    Retensi urine dan feses.
j.    Aktivitas menurun.
k.   Kurang energy(tenaga)
l.    Rendah diri. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur).

3.    Penyebab Menarik Diri
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya perkembangan dan social budaya. Kegagalan dapar mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari- hari terabaikan.

4.    Rentang Respons
a.  Respon Adaptif
b.  Respon Maladaptif
c.  Menyendiri
d.  Otonomi
e.  Bekerja sama
f.   Interdependen
g.  Merasa sendiri
h.  Depedensi
i.    Curiga
j.    Menarik diri
k.  Ketergantungan
l.    Manipulasi
m.Curiga

5.    Respons yang terjadi pada isolasi sosial.
a.  Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut Ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif.
1.  Menyendiri, respons yang dibutuhkan untuk ,merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
2.  Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
3.  Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
4.  Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
b.  Respons maladaptive
Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptive.
1.  Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2.  Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
3.  Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
4.  Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

5.    Penyebab Isolasi Sosial
a.  Faktor Predisposisi
1.  Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
2.  Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dengan keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
3.  Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung tejadinya gangguan dalam berhubungan sosial.hal ini di sebabkan oleh norma-norma yang salah dianut keluarga,dimana setip anggota keluarga produktif seperti usia lajut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.

4.  Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan merupakan salah satu factor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak,serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal .
b.  Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh factor internal dan eksternal seseoranng.faktor stressorprespitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
1.  Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya,yaitu stress yang ditimbulkan oleh factor sosial budaya seperti keluarga. Contohnya adalah stresor psikologis,yaitu stress terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan indavidu untuk mengatasinya.ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan induvidu.

DAFTAR PUSTAKA

2.    Arikunto, 2007. Prosedur Penelitian Pendekatan Proses. Rineka Cipta: Jakarta.
3.    Aziz, Louis. 2012. Http. // Aziz Louis. Prenadamedia. Com /2011/ 03/ Praktika Komunikasi Terapeutik. Html, diakses tanggal 12/ 02/ 2012 10: 20
4.    Budi Ana Keliath, 1996. Komunikasi Terapeutik Perawat. EGC: Jakarta.
5.    Duffy, K. G. & Wong, F. Y. 2000. Community Psychology (2nd ed). Boston: Pearson Education.
6.    Herry Zain Pieter, S. Psi., Bethsaida Janiwarti, S. Psi., 2011. Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan . Kencana: Jakarta.
7.    Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Salemba Medika: Jakarta :.
8.    Mukhripah, Damaiyanti, S. Kep., Ns 2011. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.
9.    Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta:Jakarta.
10. Notoatmodjo, Soekidjo 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
11. Nursalam , 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
12. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.. PT Rineka Cipta: Jakarta.
13. Nasir, Abdul dan Abdul Muhith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar Dan Teori. Salemba Medika: Jakarta.
14. Nazir, Mohoammad. 2009. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta . 
15. Neil, Niven. 2002. Psikologi kesehatan. EGC: Jakarta.
16. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
17. Sumantri, Bambang. 2012. Http: // Sumantri Bambang. Medicastore.  Com/ 2012/ 02/ Komunikasi Terapeutik. Html, diakses tanggal 10/ 03/ 2012 15: 51.
18. Suparyanto, 2012. Konsep pengetahuan.  Http :// dr. Suparyanto. Blogspot. Com / 2012/ 02/ konsep. Pengetahuan. Html, diakses tanggal 12/ 03/ 2012 16: 46.
19. Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama: Bandung.


 

TAHAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Dr. Suparyanto, M.Kes



TAHAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G. W, 2009 menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.

a.  Tahap Persiapan/Pra-interaksi
Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 20011 dalam Suryani, 2009). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 2007 dalam Suryani, 2009) sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian). Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1.  Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan.
2.  Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
3.  Mengumpulkan data tentang klien.
4.  Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

b.  Tahap Perkenalan/Orientasi
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart. G. W, 2009). Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1.  Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.
2.  Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.
3.  Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
4.  Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.

c.   Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G. W, 2009). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B. & Judith, P, 2011 dalam Suryani, 2010). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.

d.  Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G. W, 2009). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan. Tugas perawat dalam tahap ini adalah:
1.  Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (2009) menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.
2.  Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
3.  Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang  akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1.    Arikunto, 2007. Prosedur Penelitian Pendekatan Proses. Rineka Cipta: Jakarta.
2.    Aziz, Louis. 2012. Http. // Aziz Louis. Prenadamedia. Com /2011/ 03/ Praktika Komunikasi Terapeutik. Html, diakses tanggal 12/ 02/ 2012 10: 20
3.    Budi Ana Keliath, 1996. Komunikasi Terapeutik Perawat. EGC: Jakarta.
4.    Duffy, K. G. & Wong, F. Y. 2000. Community Psychology (2nd ed). Boston: Pearson Education.
5.    Herry Zain Pieter, S. Psi., Bethsaida Janiwarti, S. Psi., 2011. Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan . Kencana: Jakarta.
6.    Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Salemba Medika: Jakarta :.
7.    Mukhripah, Damaiyanti, S. Kep., Ns 2011. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.
8.    Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta:Jakarta.
9.    Notoatmodjo, Soekidjo 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
10. Nursalam , 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
11. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.. PT Rineka Cipta: Jakarta.
12. Nasir, Abdul dan Abdul Muhith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar Dan Teori. Salemba Medika: Jakarta.
13. Nazir, Mohoammad. 2009. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta . 
14. Neil, Niven. 2002. Psikologi kesehatan. EGC: Jakarta.
15. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
16. Sumantri, Bambang. 2012. Http: // Sumantri Bambang. Medicastore.  Com/ 2012/ 02/ Komunikasi Terapeutik. Html, diakses tanggal 10/ 03/ 2012 15: 51.
17. Suparyanto, 2012. Konsep pengetahuan.  Http :// dr. Suparyanto. Blogspot. Com / 2012/ 02/ konsep. Pengetahuan. Html, diakses tanggal 12/ 03/ 2012 16: 46.
18. Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama: Bandung.