Senin, 26 Oktober 2020

PAKAIAN, SURGA DAN NERAKA

PAKAIAN, SURGA DAN NERAKA

 

Oleh:

Yan Karta sakamira

26 Oktober 2020

 

Pakaian, surga dan neraka merupakan hal yang berbeda tetapi sangat berkaitan, seseorang bias masuk surge karena pakaian, begitu juga pakaian bias membuat seseorang masuk neraka. Semua itu tergantung dari model pakaian yang dipakai serta niat saat memakai pakaian.

 

MODEL PAKAIAN

 

Pakaian merupakan sarana untuk menutup aurat baik wanita maupun laki-laki, jika seseorang memakai pakaian yang dapat menutup aurat, maka pakaian itu dapat mengantarkannya ke surga.

 

Allah berfirman:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

 

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS: Al Ahzab, 59)

 

Model pakaian yang disyariatkan adalah model pakaian yang bias menutup seluruh aurat, jika seseorang memakai pakaian tetapi sebagaian auratnya masih terlihat, berarti cara berkaiannya belum sempurna, dan ini berkontribusi untuk memasukan kita kedalam neraka.

 

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

 

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَ

 

“Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat, satu kaum yang selalu bersama cambuk bagaikan ekor-ekor sapi, dengannya mereka memukul manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, berjalan dengan melenggak-lenggok menimbulkan fitnah (godaan). Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga dan tidak pula mencium baunya, dan sungguh bau surga itu bisa tercium dari jarak demikian dan demikian”. [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

 

Maksud dari berpakaian tetapi telanjang adalah model pakaian yang masih memperlihatkan aurat, misalkan rok mini, pakaian ketat, pakaian tembus pandang, karena model pakaian seperti itu akan memperlihatkan lekuk tubuh serta kulit mereka, seakan-akan mereka telanjang. Rasulullah mengingatkan seseorang yang berpakaian tetapi telanjang, tempatnya di neraka.

 

NIAT BERPAKAIAN

Segala perbuatan (amalan) kita, dikatakan baik atau tidak baik tergantung dari niat kita.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

 

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]

 

Biasakan untuk memakai pakaian dengan niat untuk menutup aurat karena taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jangan berpakaian dengan niat, supaya kelihatan cantik, supaya dikatakan pejabat, supaya dikatakan orang kaya, supaya dikatakan ahli agama, supaya tidak dikatakan miskin, supaya tidak dikatakan orang kampungan. Jika kita berpakaian dengan niat seperti itu, berarti kita termasuk orang yang sombong, orang yang suka menunjukan kelebihan atau ujub.

 

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 

ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

 

“Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikui dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri” (HR at-Thobroni dalam Al-Awshoth no 5452 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1802).

 

Demikian pula sabda beliau :

 

لَوْ لَمْ تَكُوْنُوا تُذْنِبُوْنَ خَشِيْتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ الْعُجْبَ الْعُجْبَ

 

“Jika kalian tidak berdosa maka aku takut kalian ditimpa dengan perkara yang lebih besar darinya (yaitu) ujub ! ujub !” (HR Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no 6868, hadits ini dinyatakan oleh Al-Munaawi bahwasanya isnadnya jayyid (baik) dalam at-Taisiir, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no 5303).

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

“Barangsiapa menganggap besar dirinya dan bersikap sombong dalam berjalan, ia akan menemui Allah dalam keadaan Allah murka kepadanya.” (HR. Hakim)

 

Berpakaian dengan perasaan bangga pada dirinya sendiri, bangga karena cantiK, bangga karena jadi pejabat, bangga karena jadi ahli agama, bangga jadi orang yang pintar, semua itu artinya ada sifat sombang atau ujub pada diri kita, dan semua itu akan mengantarkan kita kedalam neraka.

 

PAKAIAN TERBAIK

 

Berpakaian yang disyariatkan adalah berpakaian dengan model yang dapat menutup seluruh aurat, dan tidak berpakaian tetapi telanjang, serta tidak berpakaian dengan sifat sombong atau ujub.

 

Allah berfirman:

 

يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَٰرِى سَوْءَٰتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

 

 

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”. (QS: Al Araf, 26)

 

Pakaian terbaik adalah pakaian taqwa, artinya yang perlu kita tunjukan kepada orang lain adalah akhlak kita (akhlakul karimah), tawadhu, sopan dan santun kepada semua orang yang kita jumpai, bukan dengan memamerkan pakaian kita.

 

Semoga bermanfaat. Aamiin


 

 

 

 

Kamis, 08 Oktober 2020

MEREKA SAUDARA KITA: HORMATI DAN SAYANGILAH

MEREKA SAUDARA KITA: HORMATI DAN SAYANGILAH

 

Oleh:

Yan Karta Sakamira

8 Oktober 2020

 

Saudaraku sesama muslim, jika kita bisa toleran kepada kaum non muslim, seharunya kita harus lebih bisa toleran kepada saudara sesama muslim, kenapa?

 

Allah berfirman:

 

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

 

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah, menjadilah kamu orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS: Ali Imrân, 103)

 

Allah memerintahkan kepada kita sesama muslim untuk bersatu (jangan bercerai-berai), saling menghormati, karena kita bersaudara, jika kita bermusuhan dengan saudara kita (sesama muslim), berarti kita tidak taat kepada Allah.

 

Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

 

 وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

 

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (QS: Ali Imrân, 105)

 

Imam ath-Thabari rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya: “Yang dimaksudkan oleh Allah Azza wa Jalla ialah: Wahai orang-orang yang beriman! janganlah menjadi seperti orang-orang Ahli Kitab, yang berpecah belah dan berselisih dalam agama, perintah dan larangan Allah Azza wa Jalla , sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang jelas berupa bukti-bukti dari Allah Azza wa Jalla . Mereka berselisih di dalamnya. Mereka memahami kebenaran tetapi mereka sengaja menentangnya, menyelisihi perintah Allah Azza wa Jalla dan membatalkan ikatan perjanjian yang dibuat oleh Allah Azza wa Jalla dengan lancang.

 

Jika kita saling bermusuhan, saling berdebat, saling menyalahkan terhadap saudara kita sesama muslim, itu artinya kita akan mengulang kesalahan yang telah dilakukan oleh ahli kitab.

 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

 اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ. اَلتَّقْوَى هَهُنَا. يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ : بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

 

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh tidak menzaliminya, merendahkannya dan tidak pula meremehkannya. Taqwa adalah di sini. – Beliau menunjuk dadanya sampai tiga kali-. (kemudian beliau bersabda lagi:) Cukuplah seseorang dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama muslim. Seorang Muslim terhadap Muslim lain; haram darahnya, kehormatannya dan hartanya. (HR. Muslim)

 

Hadist diatas sangat jelas memerintahkan kepada kita untuk saling toleran, saling menghormati kepada saudara kita sesama muslim, kita dilarang saling menghujat, saling merendahkan, saling meremehkan kepada sesama saudara kita muslim, jika kita melakukannya, berarti kita tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

 

 لاَتَبَاغَضُوْا وَلاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

 

“Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki dan saling membelakangi. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (Muttafaq ‘Alaih)

 

Jika saudara kita sesama muslim melakukan suatu kesalahan (dalam beribadah), maka tunjukan (koreksilah) dengan cara yang santun, artinya jangan sampai membuat mereka tersinggung, marah atau merasa direndahkan (diremehkan).

 

Allah berfirman:

 

 وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ

 

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah kepada kedua orangtua, kerabat, anak-anak yatim, dan orangorang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.” (QS: Al-Baqarah, 83)

 

Allah berfirman,

 

فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا

 

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut.” (QS: Ath Thaha, 44)

 

Nabi Musa diperintah Allah untuk mengingatkan Fir’aun dengan cara yang santun dan lemah lembut. Mengingatkan kepada orang yang arogan seperti Fir’aun saja harus santun, apalagi kepada saudara kita sesama muslim.

 

Salah satu perkataan yang kurang santun adalah suka mengolok-olok kepada saudara kita sesama muslim yang menurut kita keliru (kalau kita tidak mau dikatakan merasa paling benar). Padahal Allah memerintahkan kepada kita agar tidak suka mengolok-olok orang (kuatir orang yang diolok-olok ternyata lebih baik).

 

Allah berfirman:

 

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

 

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan Bertaqwalah (takutlah) terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. (QS: Al Hujurat, 10)

 

 

Allah juga berfirman:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS: Al Hujurat, 11)

 

Selain mengolok-olok, hal lain yang perlu kita hindari adalah mencari-cari kesalahan orang lain, seharusnya kita sibuk mencari kekurangan kita sendiri, bukan mencari kesalahan orang lain.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا

 

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (QS: Al-Hujurat, 12)

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 

إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا

 

“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”(HR: Bukhari 6064, Muslim 2563)

 

Sekali lagi mengingatkan, jika kita suka mencari-cari kesalahan orang lain (terutama dalam beribadah) berarti kita tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

 

Sesama muslim bersaudara, jadi sudah seharusnya kita saling menghormati dan saling toleran, jangan berdebat, jangan bermusuhan. Biasakan toleransi terhadap perbedaan masalah furu’ yang didasari oleh dalil

 

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa: Ibnu Mas’ud mendengar seorang laki-laki yang membaca sebuah ayat, namun bacaan tersebut lain dengan apa yang ia dengar dari Nabi. Maka Ibnu Mas’ud membawa laki-laki tersebut kepada Rasulullah, dan mengadukannya. Melihat ulah Ibnu Mas’ud, wajah Rasulullah saw mengisyaratkan ketidaksenangan, seraya bersabda: “Kalian berdua betul. Bacalah dan jangan berselisih, karena kaum sebelum kalian berselisih, maka mereka binasa.” (HR: Bukhari)

 

Hadist diatas sangat jelas memerintahkan kepada kita untuk saling menghormati, jangan berselisih, jaga toleransi. Kalau kita bisa toleransi kepada non muslim, kepada saudara sesama muslim harus lebih bisa.

 

Semoga bermanfaat. Aamiin


 

 

Selasa, 06 Oktober 2020

KALAU REZEKI SUDAH DIJAMIN, UNTUK APA KITA BEKERJA


KALAU REZEKI SUDAH DIJAMIN, UNTUK APA KITA BEKERJA

 

Oleh:

Yan Karta sakamira

12 Februari 2019

 

Saudaraku sesama muslim, rezeki memang sudah dijamin oleh Allah bagi semua makhluknya.

 

Allah berfirman:

 

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

 

“Dan tidak ada satupun makhluk yang berjalan di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya”. (QS, Huud: 6)

 

 

Jika ada pertanyaan, untuk apa kita bekerja?

 

Tujuan kita hidup didunia ini bukan untuk bekerja, namun untuk beribadah kepada Allah, dan selama manusia beribadah, Allah yang akan menjamin rezekinya. Selanjutnya yang dinilai oleh Allah, bukan banyak sedikitnya harta yang kita kumpulkan, namun ketakwaan kita. Semakin tinggi tingkat ketakwaan seseorang, semakin mulia dihadapan Allah.

 

Tujuan Hidup Manusia:

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

 

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

 

Semakin Takwa, Semakin Mulia:

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

 

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)

 

 

Bertakwa kepada Allah artinya, melaksanakan perintah Allah, dan menjauhi larangan Allah. Jadi bisa dikatakan bahwa tujuan kita hidup di dunia adalah untuk menjadi mutaqqin (orang bertakwa).

 

Kembali ke pertanyaan di awal, kalau rezeki sudah dijamin, untuk apa bekerja? Jawabannya, karena bekerja mencari nafkah adalah perintah Allah:

 

Allah berfirman:

 

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاَةُ فَانْتَشِرُوا فِي اْلأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

 

“Maka apabila shalat telah selesai dikerjakan, bertebaranlah kamu sekalian di muka bumi dan carilah rezeki karunia Allah”. (QS, Al Jumu’ah : 10)

 

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اْلأَرْضَ ذَلُولاً فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

 

“Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekiNya. Dan hanya kepadaNya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. (QS, Al Mulk : 15)

 

Jadi kita bekerja mencari nafkah itu, karena melaksanakan perintah Allah, sedang banyak sedikitnya rezeki yang kita dapat, Allah yang tentukan. Tidak ada hubungan antara rezeki dan bekerja, artinya bukan berarti yang kerjanya lebih lama, rezekinya lebih banyak, karena rezeki itu bukan ditentukan oleh bekerja, tetapi ditentukan oleh Allah. Kadangkala seseorang itu bekerja sedikit tetapi rezekinya banyak.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ

 

“Dan Allah melebihkan sebahagian kalian dari sebagian yang lain dalam hal rezeki” (QS, An-Nahl: 71).

 

اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

 

“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS, Al-‘Ankabuut: 62).

 

 

Kalau begitu kita tidak perlu bekerja mencari nafkah? Jawabanya tidak boleh, karena jika seseorang tidak bekerja, maka dia akan berdosa karena tidak melaksanakan perintah Allah.

 

Apakah rezeki harus diperoleh dengan bekerja? Jawabanya tidak harus? Karena rezeki itu Allah yang tentukan, walaupun tidak bekerja, Allah tetap akan memberikan rezekinya, contohnya adalah anak kecil, walaupun mereka tidak (belum) bekerja, mereka tetap mendapat rezeki melalui Orang-tuanya.

 

Kesimpulannya, bekerja itu menjalankan perintah Allah, sedangkan rezeki Allah yang tentukan, tidak ada hubungannya antara bekerja dan rezeki. Bekerja tidak harus jadi kaya, karena kaya miskin itu ketetapan Allah (takdir).

 

Allah akan memberikan rezeki kepada semua orang yang telah Allah takdirkan untuknya, sehingga ketika Allah mencabut nyawanya, ia dalam keadaan telah memperoleh rezekinya secara penuh, tidak terkurangi sedikitpun.

 

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ

 

“Wahai manusia bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, karena tidaklah suatu jiwa akan mati hingga terpenuhi rezekinya, walau lambat rezeki tersebut sampai kepadanya, maka bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, ambillah rezeki yang halal dan tinggalkanlah rezeki yang haram” (HR. Ibnu Majah).

 

 

Semoga bermanfaat. Aamiin.