Selasa, 03 Mei 2011

HIV/AIDS

Dr. Suparyanto, M.Kes

HIV/AIDS

PENGERTIAN HIV/AIDS
  • HIV (Human Immuno Deficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS yang menyerang system kekebalan tubuh manusia sehingga tidak mampu melindungi dari serangan penyakit lain (Dinkes Nganjuk, 2009:18)).
  • HIV yaitu virus yang merusak system kekebalan tubuh manusia (Dinkes Jatim, 2008: 31).
  • AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah kumpulan dari beberapa gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV (Dinkes Nganjuk, 2009:18).
  • AIDS adalah sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh menurunya system kekebalan tubuh manusia karena terinfeksi HIV (Dinkes Jatim, 2008:31).
  • AIDS adalah suatu sindrom penyakit defisiensi imunitas selular yang didapat, yang pada penderitannya tidak dapat ditemukan penyebab defisiensi tersebut (Unandar B, 1999: 401).
  • AIDS merupakan gangguan immunodefisiensi yang sekunder yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang telah terisolasi dalam cairan tubuh orang yang terinfeksi (C.Long Barbara, 1996: 572).

GAMBARAN KLINIS
  • Infeksi oleh HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala pada stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Dua minggu setelah penularan beberapa penderita terjadi demam, nyeri tenggorok, keringat pada malam hari, diare. Gejala-gejala ini hilang sendiri, dan setelah itu 6 bulan sampai 8 tahun akan lebih tidak memberi gejala. Pada tahap selanjutnya sistim kekebalan tubuh mulai terganggu dan timbul gejala-gejala dari AIDS related complex berupa demam, berat badan turun lebih dari 10%, diare yang lama atau berulang-ulang, keringat pada malam hari dan perasaan lelah yang berlangsung lebih dari satu bulan. Pada tingkat akhir yang dinamakan AIDS, kekebalan tubuh sudah sangat menurun dan terjadi infeksi berat yang lama atau timbul beberapa jenis kanker dan akhirnya penderita meninggal (Tjahyo D, 2000: 76).

CARA PENULARAN
  • HIV hanya bisa ditularkan oleh orang yang telah terinfeksi HIV melalui :
  1. Hubungan seks berganti-ganti pasangan. Penampilan seseorang tidak menjamin orang tersebut bebas dari HIV. Makin banyak pasangan seks, makin berisiko. Risiko semakin besar jika pasangannya terkena IMS (Infeksi Menular Seksual) karena luka dan jaringan tubuh yang terbuka akibat IMS merupakan pintu masuk HIV.
  2. Pengunaan jarum suntik narkoba, tindik dan tatto yang tidak steril/bergantian. Sisa darah yang tertinggal pada jarum sangat potensial menularkan HIV jika tanpa disterilkan.
  3. Ibu ke bayinya, Bisa terjadi selama proses kehamilan, melahirkan, dan menyusui. Penelitian menyatakan bahwa risiko penularan dari ibu yang terinfeksi kebayinya rata-rata 30%.
  4. Transfusi darah tanpa screening. Penularan HIV melalui transfuse darah akan terjadi bila :
  • Darah yang didonorkan tidak discreening terlebih dahulu sebelum ditransfusikan.
  • Pendonor yang terinfeksi HIV pada periode jendela bisa jadi belum terdeteksi kebenaran virus HIV-nya. Maka darahnya berpotensi menularkan HIV (Dinkes Nganjuk, 2009: 19)

KELOMPOK YANG BERESIKO TINGGI TERKENA HIV/AIDS
  • Sesuai dengan sifat-sifat AIDS maka kelompok risiko tinggi ini harus mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
  1. Aktif dalam perilaku seksual menyimpang. Makin aktif, makin tinggi risikonya. Golongan yang sangat aktif adalah WTS (Wanita Tuna Susila), PTS (Pria Tuna Susila), dan pencari kepuasan seksual (pelanggan WTS atau PTS). Ditinjau dari usianya yang mempunyai kemungkinan tertinggi untuk berperilaku seksual aktif adalah orang remaja keatas.
  2. Kaum biseksual maupun homoseksual
  3. Mereka yang suka/pernah melakukan hubungan seksual dengan orang yang berasal dari daerah-daerah dimana insiden AIDS tinggi. Mereka tinggal di daerah tujuan wisata atau yang senang melayani wisatawan mempunyai peluang yang lebih besar (Depkes RI, 2002: 62).

PREVALENSI
  • Ratio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Cara penularan kasus AIDS kumulatif yang dilaporkan melalui Heteroseksual 48,8%, IDU (Injecting Drug User) 41,5%, dan Homoseksual 3,3%. Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (50,07%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (29,63%) dan kelompok umur 40-49 tahun (8,49%) (Dinkes Nganjuk, 2009: 18).

TAHAP / FASE HIV/AIDS
  1. Tahap 1 (tahap Window), infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologis ketika antibody terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif. Lama periode jendela yaitu 1-3 bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan (Nursalam, 2007: 47).
  2. Tahap 2 : Asimptomatik (tanpa gejala), belum ada gejala khas. Keadaan ini dapat berlangsung rerata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain (Nursalam, 2007 : 47).
  3. Tahap 3, keringat berlebihan pada waktu malam hari, diare terus menerus, berat badan terus menurun, pembengkakan kelenjar getah bening, Flu (Dinkes Jatim, 2008 : 31).
  4. Tahap 4 (tahap AIDS), system kekebalan tubuh sangat lemah, mulai muncul gejala-gejala infeksi oportunistik (Infeksi yang muncul karena system kekebalan tubuh lemah) diantaranya : infeksi paru (TBC), Infeksi jamur pada mulut (sariawan yang parah), kanker kulit (sarcoma Kaposi), dll (Dinkes Jatim, 2008 : 31).

PENCEGAHAN
  1. Puasa seks yaitu tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.
  2. Setia pada pasangan seks yang sah, tidak berganti-ganti pasangan seks.
  3. Pemakaina kondom pada setiap melakukan hubungan seks yang berisiko tertular virus HIV atau penyakit menular seksual lainnya.
  4. Tidak menggunakan jarum suntik narkoba secara bergantian. (Tjahyo D, 2000 : 77)

DIAGNOSIS HIV/AIDS
  • Dengan tes darah standart (serologi), laboratorium pertama kali melakukan enzyme-linked immunoassay (ELISA atau EIA). Hasil elisa yang negatif berarti tidak terinfeksi. Bila hasilnya positif, laboratorium secara otomatis melakukan tes kedua yang disebut Western blot (WB). Bila kedua tes hasilnya positif, berarti orang tersebut terinfeksi HIV (Joel Gallant, 2010 : 30)

PENATALAKSANAAN 

1.Pengobatan medis
  • Sampai saat ini belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obatan yang telah ditemukan hanya menghambat proses pertumbuhan virus, sehingga jumlah virus dapat ditekan (Safri I, 2005 :5).
2.Pengobatan alternatif
  • Berbagai bentuk pengobatan alternatif untuk menangani gejala atau mengubah arah perkembangan penyakit. Akupuntur telah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri, namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.
  • Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek samping negatif yang serius.
  • Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian akan berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi baik.
  • Jadi pengobatan alternatif memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap AIDS (Wikipedia, 2011: 10)
3.Psikoterapi
  • Begitu besar dampak psikososial bagi penderita HIV/AIDS terhadap stigma / hukuman sosial dari masyarakat sehingga perlu penguatan psikologis bagi penderita (Depkes RI, 2002: 62).

RESPON SOSIAL TERHADAP HIV/AIDS
  • Ketakutan masyarakat terhadap AIDS tidak proporsional dengan ancaman yang sesungguhnya. AIDS merupakan penyakit orang dewasa yang hubungan seksnya sembarangan atau para pemakai obat yang menggunakan jarum bergantian. Ketakutan sementara orang berdasarkan kekurangan informasi atau informasi yang salah cerna sehingga ketakutan menjadi mendalam oleh AIDS. Bila dilandasi takut mati penyembuhan AIDS akan semakin sukar. Sebagaian orang yang berisiko tinggi seperti yang homoseksual merasa dikucilkan dan kehilangan mata pencaharian atau asuransi. Anak-anak penderita HIV/AIDS dilarang bersekolah, walaupun HIV/AIDS belum terbukti bisa ditularkan melalui kontak perorangan atau tempat duduk toilet. Yang sudah terbukti adalah perubahan perilaku pada orang homoseksual dan orang biseksual, kebanyakan memperhatikan kesehatan dan menjaga bahaya seksual (C. Long Barbara, 2006 : 573)
  • Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang – kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) (Wikipedia, 2011 : 1).
  • Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat diberbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV, diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu perlindungan kerahasiannya, dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV (Wikipedia, 2011 : 11-12).

DAFTAR PUSTAKA

  1. Amril Amarullah.(2009), Kasus HIV/AIDS di Jatim Memprihatinkan. http://nasional.vivanews.com. Diakses tanggal 4 Pebruari 2011
  2. Arikunto, Suharsimi. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta : Jakarta
  3. Azwar, S. (2009), Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Ed. 2. Pustaka Belajar Offset : Yogyakarta
  4. C. Long Barbara. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan IAPK Padjajaran : Bandung
  5. Effendi N. (1998), Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC : Jakarta
  6. Fahiyah Wardah. (2010), Jumlah Perempuan Indonesia Penderita HIV/AIDS Meningkat. http://www.voanews.com. Diakses tanggal 2 Pebruari 2011
  7. Joel Gallant. (2010), Tanya Jawab Mengenai HIV dan AIDS. PT. Indeks : Jakarta
  8. Notoatmodjo, Soekidjo (2003) Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. PT. Rineka Cipta : Jakarta
  9. Notoatmodjo, Soekidjo (2005) Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
  10. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
  11. Nursalam dan Pariani (2001). Pendekatan Praktis Metode Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.
  12. Nursalam., dan Ninuk D. (2007), Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Ed.2. Salemba Medika : Jakarta
  13. Safri Ishmayana. (2005), Adakah Obat untuk HIV/AIDS Saat Ini. http://www.chem-is-try.org. Diakses Tanggal 4 Pebruari 2011
  14. Sugiyono. (2007), Statistik Untuk Penelitian. CV. Alfabeta : Bandung
  15. Sunaryo. (2004), Psikologi Untuk Keperawatan. EGC : Jakarta
  16. Tjahyo D., dan Ign Susanto. (2000). Materi Penyuluhan Remaja. Biro Penyuluhan Remaja Komisi Keluarga Keuskupan Surabaya : Surabaya
  17. Unandar B. (1999). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI : Jakarta
  18. Unandar B. (2002). Pengenalan Masalah Psikososial. Depkes RI Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat : Jakarta.
  19. Dinkes Prov Jatim, (2008), Info Remaja Gaul dan Sehat. Dinkes Provinsi Jatim : Surabaya
  20. Dinkes Nganjuk, (2009). Informasi Umum IMS dan HIV. Dinkes : Nganjuk
  21. (2009), Save Papua Save Lost Generation. Interaksi : Jakarta
  22. Dinkes Nganjuk, (2010), Laporan Kasus HIV/AIDS Kabupaten Nganjuk Tahun 2002-2010. Klinik VCT Adenium : Puskesmas Bagor


Tidak ada komentar:

Posting Komentar