SEKILAS
TENTANG FAKTOR RISIKO ISPA
1.
Faktor Resiko ISPA
Menurut
Nastiti, (2008). Terdapat banyak faktor yang mendasari perjalanan penyakit ISPA
pada anak. Hal ini berhubungan dengan host, agent penyakit dan environment.
Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan kejadian ISPA antara lain :
1.
Ventilasi Rumah
Ventilasi
adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara alamiah
atau mekanis (Keman, 2004). Ventilasi disamping berfungsi sebagai lubang
pertukaran udara juga dapat berfungsi sebagai lubang masuknya cahaya alami atau
matahari ke dalam ruangan. Kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan
dan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan resiko kejadian ISPA.
Adanya pemasangan ventilasi rumah merupakan salah satu upaya untuk mencegah
terjadinya penyakit ISPA (Nindya dan Sulistyorini, 2005). Ventilasi merupakan
determinan dari kejadian ISPA pada anak balita. Adapun besarnya risiko untuk
terjadinya ISPA pada anak balita yang menempati rumah dengan ventilasi yang
tidak memenuhi syarat sebesar 2,789 kali lebih besar dari pada anak balita yang
menempati rumah dengan ventilasi yang memenuhi syarat (Chandra, 2007).
2.
Kepadatan Hunian
Luas
lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya. Artinya,
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya
agar tidak menyebabkan overload . Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya oksigen juga bila salah
satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah
biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif
bergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah
sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai
minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan jarak antara
tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak
di bawah 2 tahun (Yusuf, 2008).
3.
Pencahayaan
Untuk
memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela minimum
20% luas lantai. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri
patogen di dalam rumah misanya, basil TB. Oleh karena itu, rumah yang sehat
harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum
yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux. Semua jenis cahaya
dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman
untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak
berwarna dapat membunuh kuman dalam
waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan kaca berwarna (Suryo, 2010).
4.
Kebiasaan merokok
Merokok
diketahui mempunyai hubungan dalam meningkatkan resiko untuk terkena penyakit
kanker paru-paru, jantung koroner dan bronkitis kronis. Dalam satu batang rokok
yang dihisap akan dikeluarkan sekitar
4.000 bahan kimia berbahaya, di antaranya yang paling berbahaya adalah
Nikotin, Tar, dan Carbon Monoksida (CO). Asap rokok merupakan zat iritan yang
dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan. Asap rokok mengandung ribuan
bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen).
Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan
kesehatan pada orang yang merokok, namun juga kepada orang-orang di sekitarnya
yang tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang
terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di
rumah. Kebiasaan merokok di dalam rumah dapat meningkatkan resiko terjadinya
ISPA sebanyak 2,2 kali (Suryo, 2010).
5.
Berat badan lahir rendah (BBLR)
Berat
badan lahir memiliki peran penting terhadap kematian akibat ISPA. Di negara
berkembang, kematian akibat pneumonia berhubungan dengan BBLR. Sebanyak 22%
kematian pada pneumonia di perkirakan terjadi pada BBLR. Meta-analisis
menunjukkan bahwa BBLR mempunyai RR kematian 6,4 pada bayi yang berusia di
bawah 6 bulan, dan 2,9 pada bayi berusia 6-11 bulan.
6.
Imunisasi
Campak,
pertusis dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan resiko terkena ISPA dan
memperberat ISPA itu sendiri, tetapi sebetulnya hal ini dapat di cegah. Di
india, anak yang baru sembuh dari campak, selama 6 bulan berikutnya dapat
mengalami ISPA enam kali lebih sering dari pada anak yang tidak terkena campak.
Campak, pertusis, dan difteri bersama-sama dapat menyebabkan 15-25% dari
seluruh kematian yang berkaitan dengan ISPA. Vaksin campak cukup efektif dan
dapat mencegah kematian hingga 25% usaha global dalam meningkatkan cakupan
imunisasi campak dan pertusis telah mengurangi angka kematian ISPA akibat kedua
penyakit ini. Vaksin pneomokokus dan H. Influenzae type B saat ini sudah di berikan pada anak
anak dengan efektivitas yang cukup baik.
7.
Status gizi
Status
gizi anak merupakan faktor resiko penting timbulnya pneumonia. Gizi buruk
merupakan faktor predisposisi terjadinya ISPA pada anak. Hal ini di karenakan
adanya gangguan respon imun. Vitamin A sangat berhubungan dengan beratnya
infeksi. Grant melaporkan bahwa anak dengan defisiensi vitamin A yang ringan
mengalami ISPA dua kali lebih banyak daripada anak yang tidak mengalami
defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, selain perbaikan gizi dan perbaikan ASI,
harus di lakukan pula perbaikan terhadap defisiensi vitamin A untuk mencegah
ISPA.
2.
Penyakit yang timbul akibat ISPA
Beberapa
penyakit yang merupakan infeksi pada saluran pernafasan atas akut yaitu
influenza, otitis media, dan faringitis (Erlien, 2008).
A.
Influenza
Influenza
sering juga disebut flu, merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan
gejala-gejala yang di timbulkan mengakibatkan terganggunya sistem pernafasan.
Influensa berbeda dengan pilek (common cold). Perbedaan ini terdapat pada
penyebab terjangkitnya penyakit maupun gejala-gejala yang ditimbulkannya.
1.
Penyebab influenza
Influenza
di sebabkan oleh tiga tipe virus influenza yang terdiri atas virus influensa A,
B, dan C. Virus influenza tipe A dan tipe B dapat berubah secara konstan yang
akan menimbulkan strain baru. Penularan virus influenza biasanya terjadi karena
adanya kontak langsung dengan penderita. Selain itu penularan juga dapat
terjadi jika menghirup virus flu secara langsung atau terkena virus dari
benda-benda yang sebelumnya telah digunakan penderita flu. Penularan virus ini
tidak hanya melalui alat pernafasan saja tetapi juga dapat disebarkan melalui
mata atau mulut.
2.
Gejala influenza
1)
Demam
kadang-kadang lebih dari 38oC. Pada anak-anak demam ini cenderung lebih tinggi
dari pada orang yang telah dewasa yaitu sekitar 40 oC.
2)
Gemetar
dan berkeringat
3)
Sakit
kepala dan sering bertambah parah jika berada ditempat yang terang
4)
Gangguan
pada saluran pernafasan
5)
Nyeri
dan sakit otot terutama pada daerah punggung, lengan dan kaki.
6)
Kelelahan
dan merasa lemas
7)
Hilang
nafsu makan
8)
Pada
anak-anak sering disertai dengan diare dan muntah.
3.
Pengobatan dan perawatan influenza
Seperti
halnya penyakit yang di sebabkan virus, influenza juga tidak memiliki
antibiotik maupun obat yang dapat mematikan virus. Akan tetapi orang yang
terserang flu akan segera membentuk zat yang melawan virus yang masuk.
Zat
tersebut merupakan sejenis protein yang di bentuk oleh tubuh dan disebut
antibodi. Pembentukan maupun keampuhan antibodi dalam melawan virus yang masuk
sangat tergantung daya tahan serta vitalitas tubuh. Apabila daya tahan tubuh
masih baik, biasanya flu lebih cenderung cepat reda. Oleh karena itu, penderita
flu sangat di sarankan untuk beristirahat yang baik serta mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung gizi yang diperlukan tubuh. Selain itu di sarankan pula untuk
lebih banyak minum terutama air putih untuk mengganti cairan yang keluar dari
hidung.
Apabila
gejala yang di rasakan menjadi lebih berat dapat diberikan obat-obatan seperti
asetaminofen, aspirin, ibuprofen, atau naproksen. Tidak jarang, infeksi
influenza di sertai dengan infeksi sekunder. Infeksi sekunder ini berupa
masuknya kuman lain seperti bakteri. Apabila muncul infeksi sekunder ini,
pengobatan dilakukan dengan menggunakan antibiotik.
Selain
pengobatan, penanggulangan influenza dapat di lakukan melalui pencegahan.
Pencegahan influenza dapat dilakukan dengan memberikan vaksin. Akan tetapi
virus influenza selalu bermutasi (berubah-ubah), sangat sulit di temukan vaksin
yang dapat di gunakan untuk menanggulangi serangan influenza seumur hidup.
Biasanya orang yang sudah di beri vaksin virus influenza tipe tertentu masih
dapat terinfeksi virus influenza tipe lain. Sama halnya orang yang telah sembuh
dari virus influenza dan tubuhnya sudah membentuk antibodi untuk virus
influenza tipe tertentu juga dapat di serang oleh virus influenza tipe lain.
Oleh karena itu, pengobatan dan pencegahan flu yang paling efektif yaitu menjaga kebugaran, kesehatan, dan
vitalitas tubuh dengan makan makanan yang bergizi, istirahat yang teratur serta
mengembangkan pola hidup sehat sehingga dapat memiliki kekebalan tubuh yang
baik.
B.
Sinusitis
Sinusitis
merupakan salah satu peradangan pada daerah sinus yang terjadi karena adanya
infeksi virus, misalnya karena komplikasi influenza maupun karena alergi. Sinus
terdapat di daerah daerah sekitar wajah, manusia mempunyai empat buah sinus
yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus sfenoidalis, sinus etmoidalis.
Sinusitis dapat terjadi pada salah satu ke empat sinus tersebut.
1.
Penyebab sinusitis
Berdasarkan
penyebabnya sinusitis dapat di kelompokkan menjadi dua yaitu sinusitis akut dan
sinusitis kronis. Sinusitis akut berlangsung sampai tiga minggu atau kurang,
sedangkan sinusitis kronis berlangsung selama tiga sampai delapan minggu,
tetapi dapat berlanjut hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Sinusitis
akut dapat di sebabkan oleh hal-hal berikut
a).
Infeksi virus
Sinusitis
yang di sebabkan oleh infeksi biasanya terjadi setelah adanya infeksi saluran
pernafasan atas terlebih dahulu misalnya pilek atau influenza.
b).
Bakteri
Pada
dasarnya dalam tubuh manusia terdapat bakteri yang dalam keadaan normal tidak
menimbulkan penyakit. Bakteri-bakteri tersebut sering disebut flora normal
tubuh. Bakteri-bakteri tersebut antara lain Streptococcus pneomonia dan
Haemophilus influenza. Apabilah sistem pertahanan tubuh menurun, atau sistem
pada sinus tersumbat akibat pilek atau virus lain. Bakteri yang sebelumnya
tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup dalam sinus, sehingga terjadi
infeksi sinus akut.
c).
Infeksi jamur
Jamur
yang dapat menyebabkan sinusitis akut misalnya aspergillus. Aspergillus dapat
menyebabkan sinusitis pada orang yang menderita gangguan pada sistem
kekebalannya. Pada orang tertentu, sinusitis yang di sebabkan oleh infeksi
jamur menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan pada gilirannya dapat
menyebabkan sinusitis.
d).
Peradangan menahun pada saluran hidung
Orang-orang
tertentu mempunyai reaksi alergi pada saluran pernafasannya terutama saluran
hidung. Alergi ini bisa di sebabkan berbagai macam misalnya : debu, udara
dingin, karena bau-bauan tertentu yang sangat menyengat. Gangguan pernafasan
yang berupa alergi ini disebut rinitis alergi. Apabila orang terus-menerus
mengalami gangguan pada saluran penafasannya yang di sebabkan oleh alergi, lama
kelamaan dapat menimbulkan sinusitis akut.
e).
Penyakit keturunan
Penyakit
maupun gangguan saluran pernafasan juga disebabkan oleh faktor keturunan
(genetis). Pada umumnya orang yang lebih sering terkena sinusitis akut yaitu
orang yang menderita suatu penyakit keturunan yang di sebut kristik fibrosis.
Kristik fibrosis merupakan suatu gangguan maupun kelainan pada sistem
pembuangan lendir (sekresi).
Sementara
itu, sinusitis kronis (menahun) dapat di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut
:
1)
Asma
2)
Penyakit
alergi
3)
Penyakit
alergi misalnya rinitis alergi juga dapat menyebabkan sinusitis kronis
4)
Orang
yang mengalami gangguan sistem kekebalan dan gangguan pada sistem pembuangan
lendir.
5)
Gejala
sinusitis
Orang
yang menderita sinusitis baik akut maupun kronis mempunyai gejala yang berupa
gangguan yang khas. Gangguan-gangguan pada penderita sinusitis akut maupun
kronis sebagai berikut :
1)
Sakit
kepala yang dirasakan pada waktu pagi hari.
2)
Pembengkakan
pada daerah sinus yang mengalami peradangan.
3)
Nyeri
tekan pada daerah sinusitis yang mengalami peradangan.
Rasa
nyeri tersebut berbeda-beda tergantung daerah sinus yang mengalami peradangan.
Berdasarkan daerah sinus yang mengalami peradangan, gejala yang di rasakan
penderita sebagai berikut.
1)
Peradangan
yang terjadi pada sinus maksilaris menyebabkan nyeri tepat pada daerah bawah
mata, timbul sakit gigi, dan sakit kepala.
2)
Peradangan
pada sinus frontalis menimbulkan sakit kepala pada daerah dahi.
3)
Peradangan
pada sinus etmoidalis menimbulkan rasa nyeri pada daerah belakang kepala dan
sakit di antara kedua mata serta sakit kepala di dahi. Peradangan sinus
etmoidalis juga dapat menyebabkan nyeri apabila pinggir hidung ditekan.
Peradangan pada daerah ini juga menimbulkan berkurangnya kemampuan indra
penciuman dan hidung tersumbat.
4)
Peradangan
pada sinus sfenoidalis menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang lokasinya tidak
dapat di pastikan. Nyeri dapat di rasakan pada puncak kepala bagian depan atau
belakang, atau bahkan dapat menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.
Pada
penderita diabetes yang kadar gula darahnya kurang terkendali dengan baik, atau
pada orang yang menderita gangguan pada sistem kekebalannya. Serangan jamur
dapat menyebabkan timbulnya sinusitis yang sangat parah bahkan dapat berakibat
fatal. Infeksi jamur pada daerah sinusitis pada orang yang menderita diabetes
disebut mukormikosis atau fikomikosis.
Penderita
diabetes yang mengalami serangan infeksi jamur pada daerah sinus akan
menimbulkan adanya jaringan yang mati dan berwarna hitam pada rongga hidung.
Jaringan ini dapat menyumbat aliran darah ke otak sehingga terjadi kerusakan
pada sel-sel sarafnya (gangguan neurologis) misalnya kebutaan.
Sementara
itu, pada orang yang mempunyai gangguan pada sistem kekebalannya, sering
terserang oleh jamur aspergillosis atau kandidiasis. Jamur-jamur ini dapat
menyerang sinus dan menimbulkan infeksi yang parah, infeksi ini dapat berakibat
fatal pada orang yang penderita AIDS, leukimia (kanker darah), limfoma (kanker
limfa), dan mieloma (kanker kulit). Infeksi jamur aspergillosis pada daerah
rongga hidung sinus dapat menimbulkan polip. Polip yaitu pembengkakan kelenjar
limfe pada saluran pernafasan sehingga menimbulkan gangguan pada sistem
pernafasan.
C.
Faringitis (radang tenggorokan)
Seperti
halnya peradangan pada umumnya faringitis yaitu munculnya peradangan (infeksi)
pada daerah tenggorokan (faring).
1.
Penyebab faring
Faringitis
dapat di sebabkan oleh virus atau bakteri. Akan tetapi faringitis pada umumnya
disebabkan oleh virus. Virus yang menimbulkan peradangan tenggorokan ini
(faringitis) termasuk virus yang menyebabkan pilek (common cold ), influenza.
Sementara
itu bakteri yang dapat menyebabkan faringitis yaitu Streptococcus,
Corinebacterium, Arcanobacterium, Neisseria gonorhoeae atau Chlamydia
pneomonia. Masuknya infeksi ini menimbulkan peradangan pada selaput lendir yang
melapisi tenggorokan (faring).
2.
Gejala faringitis
Gejala
pada faringitis umumnya sama meskipun penyebabnya dapat berupa virus maupun
bakteri. Gejala faringitis sebagai berikut.
1)
Nyeri
tenggorokan.
2)
Rasa
nyeri ketika menelan.
3)
Munculnya
selaput yang berwarna keputihan atau mengeluarkan nanah pada daerah faring.
Berdasarkan
gejala yang muncul sebagai akibat adanya infeksi oleh virus maupun bakteri, faringitis
dapat di bedakan menjadi dua jenis sebagai berikut.
A.
Faringitis virus
Faringitis
yang di sebabkan oleh virus memiliki gejala-gejala sebagai berikut.
1)
Biasanya
tidak di temukan adanya nanah di tenggorokan (faring).
2)
Demam
ringan atau tanpa demam sekali.
3)
Jumlah
sel darah putih normal atau jika ada peningkatan hanya sedikit.
4)
Kelenjar
getah bening normal atau jika membesar hanya mengalami pembesaran yang tidak
signifikan.
B.
Faringitis bakteri
Faringitis
yang di sebabkan oleh bakteri menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut.
1)
Sering
di temukan nanah pada daerah tenggorokan.
2)
Demam
ringan hingga sedang (lebih kurang 380 C)
3)
Jumlah
sel darah putih meningkat sebagai penanda dan reaksi tubuh karena masuknya
kuman ke dalam tubuh.
4)
Muncul
pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening di daerah
tenggorokan.
3.
Pengobatan dan pencegahan
Pada
faring yang di sebabkan virus tidak ada obatnya maupun anti biotik yang dapat
membunuh virus. Sementara itu, pada faring yang di sebabkan oleh bakteri dapat
diberikan antibiotik untuk membunuh kuman yang masuk.
Rasa
nyeri yang menimbulkan dapat di antisipasi dengan di berikan obat pereda nyeri
(analgesik) berupa obat yang ditelan.
A.Otitis
Media
Otitis
media merupakan infeksi atau peradangan pada telinga tengah, peradangan yang
terjadi biasanya diawali oleh infeksi yang terjadi pada saluran pernafasan
misalnya radang tenggorokan dan flu atau pilek.
Seperti
halnya penyakit infeksi pada saluran pernafasan bagian atas yang lain, otitis
media juga salah satu penyakit yang banyak menyerang pada anak-anak. Anak-anak
lebih mudah terserang otitis media akut karena hal-hal berikut.
1)
Anak-anak
yang belum mempunyai sistem kekebalan tubuh yang sempurna. Sistem kekebalan
anak-anak masih dalam tahap perkembangan.
2)
Anak-anak
memiliki saluran eustachius yang lebih lurus dan cenderung lebih horisontal.
Saluran eustachieus pada anak-anak juga lebih pendek. Oleh karena itu, infeksi
yang terjadi pada saluran pernafasan lebih muda menyebar ke telinga tengah.
3)
Anak-anak
memiliki adenoid yang lebih besar di bandingkan orang dewasa. Adenoid merupakan
salah satu organ di daerah tenggorokan bagian atas. Organ ini berperan dalam
mempertahankan kekebalan tubuh. Posisi adenoid berdekatan dengan muara
eustachius sehingga muara adenoid yang besar pada anak-anak ini dapat
mengganggu terbukanya saluran eustachius. Selain itu adenoid juga dapat
terinfeksi sehingga infeksi yang terjadi pada adenoid akan menyebar ke telinga
tengah melalui saluran eustachius.
1.
Penyebab otitis media
Otitis
media sering di awali oleh infeksi pada saluran pernafasan misalnya radang
tenggorokan (faringitis). Otitis media terjadi ketika bakteri yang menyerang
saluran pernafasan masuk ke dalam saluran eustachius. Otitis media dapat
disebabkan oleh virus atau bakteri.
Virus
yang sering menyebabkan otitis media yaitu Haemophilus influenza dan Moraxella
cattarhalis, sedangkan bakteri yang dapat menyebabkan otitis media yaitu
Strecoccus pneomonia. Pada saat bakteri melalui saluran eustachius,
bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan infeksi pada saluran eustachius.
Infeksi yang terjadi dapat terjadi munculnya pembengkakan jaringan di sekitar
saluran tersebut.
Infeksi
yang terjadi pada saluran eustachius menyebabkan banyak sel-sel darah putih
menuju tempat tersebut untuk melawan bakteri yang ada. Akibatnya, banyak timbul
nanah yang bersumber dari sel-sel darah putih yang telah mati. Selain
menghasilkan nanah, pembengkakan yang terjadi menyebabkan munculnya lendir yang
akan terkumpul di daerah belakang telinga.
Apabila
lendir dan darah bertambah banyak. Dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Hal
ini karena gendang telinga dan organ-organ pendengaran yang lain tidak dapat
bergerak bebas. Semakin banyak cairan yang mengumpul menyebabkan gangguan
pendengaran semakin bertambah parah. Bahkan hingga mencapai kisaran 45 desibell
(kisaran bicara normal). Selain gangguan pendengaran, gangguan yang lain berupa
munculnya rasa nyeri. Apabila gangguan ini terus menerus terjadi dan cairan
semakin banyak dapat menyebabkan robeknya gendang telinga.
2.
Gejala otitis media
Otitis
media biasanya bersifat akut (secara tiba-tiba) oleh karena itu dikenal sebagai
otitis media akut. Otitits media mempunyai gejala sebagai berikut.
a.
Gejala peradangan telinga tengah tanda-tanda nya meliputi:
1)
Kemerahan
pada gendang telinga.
2)
Nyeri
telinga.
b.
Menunjukkan gejala efusi. Efusi yaitu pengumpulan cairan dalam rongga tubuh.
Efusi pada otitis media terjadi dalam telinga tengah. Tanda-tanda munculnya
efusi meliputi:
1)
Gendang
telinga menggembung.
2)
Gerakan
gendang telinga terbatas atau tidak ada sama sekali.
3)
Terdapat
bayangan cairan dibelakang gendang telinga.
4)
Adanya
cairan yang keluar dari telinga.
Tanda-tanda
terjadinya otitis media pada telinga anak-anak diantaranya muncul gerakan
menarik-narik daun telinga, keluarnya cairan pada daun telinga, demam, sulit
makan, serta muntah. Pada umumnya munculnya tanda-tanda tersebut di sertai
dengan berkurangnya kemampuan mendengar.
Komplikasi
yang terjadi dan disebabkan oleh virus otitis media berupa keluarnya berupa
cairan dari satu atau kedua telinga yang berlangsung secara terus-menerus.
Dapat pula di sertai dengan pecahnya gendang telinga. Apabila gendang telinga
telah pecah, akan meningkatkan resiko infeksi. Apabila tidak di lakukan
pengobatan kondisi ini akan menyebar ke otak. Selain itu otitis media yang
tidak diobati dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran (tuli) permanen.
Adanya cairan pada telinga tengah terutama pada usia anak-anak, selain itu
dapat mengurangi kemampuan indra pendengaran juga mempengaruhi kemampuan
berbicara.
3.
Pengobatan dan perawatan
Pada
kasus yang tidak terlalu parah, biasanya dapat sembuh dengan sendirinya.
Sekitar 80% penderita dapat sembuh dalam tiga hari tanpa pengobatan menggunakan
antibiotik. Akan tetapi penderita yang telah parah, memerlukan antibiotik.
Penggunaan antibiotik dapat mengurangi munculnya gejala agar tidak semakin
bertambah parah. Biasanya gejala dapat membaik dalam waktu 48-72 jam.
Pada
anak yang berusia kurang dari dua tahun antibiotik diberikan selama sepuluh
hari. Pada anak yang berusia enam tahun ke atas, antibiotik cukup diberikan
selama lima hingga tujuh hari. Hal ini antara lain karena pada anak yang
berusia kurang dari dua tahun belum cukup memiliki kekebalan tubuh melawan
serangan bakteri. Selain menggunakan antibiotik penggobatan terhadap otitis
media juga disertai dengan pereda nyeri (analgesik).
Pada
penderita otitis media yang berat serta telah disertai komplikasi, pengobatan
dapat dilakukan dengan myringotomi. Myringotomi yaitu melubangi gendang telinga
untuk mengeluarkan cairan yang menumpuk dibelakang gendang telinga.
Selain
dilakukan pengobatan, hal yang tidak kalah pentingnya yaitu dilakukan upaya
pencegahan. Pencegahan ini dilakukan untuk mengurangi risiko terjangkitnya
otitis media akut. Beberapa hal yang dapat mengurangi risiko terjangkitnya
otitis media sebagai berikut.
1)
Banyak
melakukan kegiatan berolahraga terutama berenang.
2)
Pemberian
ASI pada bayi minimal hingga berusia enam bulan.
3)
Mencegah
terjangkiti ISPA terutama pada bayi dan anak.
Sedangkan
beberapa penyakit yang merupakan infeksi pada saluran pernafasan bawah akut
yaitu bronkitis, laringitis, dan tonsilitis (Erlien, 2008).
A.
Laringitis
Laringitis
adalah peradangan pada daerah laring. Laring terletak pada ujung saluran
pernafasan yang menuju paru-paru (trakea). Pada daerah ini terdapat pita suara.
Oleh karena itu, laringitis juga kadang-kadang disebut sebagai radang pita
suara.
1.
Penyebab laringitis
Laringitis
merupakan salah satu penyakit peradangan pada saluran pernafasan. Pada umumnya
peradangan disebabkan infeksi oleh kuman penyakit. Akan tetapi laringitis juga
dapat di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.
1)
Penggunaan
suara yang berlebihan (berteriak-teriak).
2)
Reaksi
alergi.
3)
Menghirup
zat-zat yang dapat mengiritasi, misalnya asap rokok.
Laringitis
paling sering di sebabkan oleh infeksi virus pada saluran pernafasan bagian
atas misalnya pilek (common cold ). Selain pilek, laringitis juga dapat
menyertai bronkitis, pneomonia, influenza, pertusis, campak, dan difteri.
2.
Gejala laringitis
Seperti
pada kasus peradangan pada umumnya, peradangan pada daerah laring juga
menimbulkan demam dan rasa tidak enak badan. Oleh karena laring berada pada
daerah tenggorokan, peradangan pada daerah laring juga menimbulkan rasa gatal
dan tidak nyaman di daerah tenggorokan. Semakin lama tidak nyaman di daerah
tenggorokan tersebut berubah menjadi rasa sakit di tenggorokan apabila
peradangan semakin parah. Akibatnya penderita mengalami kesulitan ketika
menelan.
3.
Pengobatan dan perawatan
Laringitis
disebabkan oleh virus dan tergantung pada gejala yang muncul. Hal ini karena
virus tidak dapat dimatikan oleh obat-obatan. Hingga saat ini belum di temukan
obat yang dapat membunuh dan mematikan virus. Apabila laringitis disebabkan
oleh bakteri, pengobatan dilakukan menggunakan antibiotik.
Akan
tetapi, pada dasarnya cara yang paling efektif untuk menyembuhkan laringitis
yaitu dengan mengistirahatkan pita suaranya. Salah satu mengistirahatkan pita
suara yaitu dengan meminimalkan suara yang keluar (mengurangi bicara). Selain
itu hindari berbicara berbisik. Menghirup uap dapat meringankan gejala yang
muncul dan dapat menyembuhkan daerah yang mengalami peradangan.
B.
Bronkitis
Bronkitis
adalah peradangan yang terjadi didaerah bronkus. Bronkus merupakan salah satu
sistem pernafasan yang menuju paru-paru. Peradangan ini biasanya bersifat
ringan dan pada akhirnya dapat mengalami penyembuhan dengan sempurna. Akan
tetapi, bronkitis dapat berubah menjadi penyakit yang serius pada orang yang
memiliki penyakit menahun, misalnya penderita penyakit jantung atau penyakit
paru-paru. Selain itu bronkitis juga dapat menjadi penyakit yang parah pada
orang yang telah berusia lanjut.
1.
Penyebab bronkitis
Bronkitis
dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut.
1)
Bronkitis
yang disebabkan oleh virus, bakteri, organisme yang menyerupai bakteri
misalnya: Mycoplasma pneomonia, Chlamydia. Bronkitis yang di sebabkan oleh
virus, bakteri, maupun organisme yang menyerupai bakteri ini dinamakan
bronkitis infeksiosa.
2)
Bronkitis
yang disebabkan oleh berbagai partikel antara lain:
a.
Berbagai
jenis debu misalnya debu yang berupa partikel tanah yang terbawah angin.
b.
Asap
dari bahan yang bersifat asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik.
c.
Partikel
yang berasal dari polusi udara
d.
Asap
rokok
2.
Gejala bronkitis
Tanda
awal pada seseorang ditandai dengan batuk. Pada awalnya batuk tidak berdahak,
tetapi setelah satu sampai dua hari kemudian batuk akan disertai dahak. Pada
awalnya dahak berwarna putih kekuningan. Semakin lama dahak akan semakin
bertambah banyak dan menjadi berwarna kuning atau hijau. Apabila bronkitis
telah semaki parah, dahaknya bewarna kemerahan. Hal ini menandakan telah
terjadi iritasi pada daerah saluran pernafasan terutama pada daerah bronkus.
Penderita
bronkitis cenderung sangat mudah terjangkit menderita infeksi pada saluran
pernafasan misalnya flu, bahkan muncul gejala seperti flu, yaitu hidung meler,
lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam dan nyeri tenggorokan.
3.
Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
pada penderita bronkitis tergantung pada penyebabnya. Apabila penyebabnya
berupa infeksi bakteri, yang ditunjukkan oleh dahak yang berwarna kuning atau
hijau dan demam yang terus menerus tinggi, diberikan antibiotik.
Pemberian
antibiotik juga dilakukan pada penderita yang telah atau sebelumnya pernah
menderita penyakit paru-paru. Apabila penyebabnya virus atau partikel-partikel
polusi, tidak dapat diberikan antibiotik.
Obat-obatan
pengurang rasa sakit, demam dan tidak enak badan dapat pula diberikan, akan
tetapi hal yang dianjurkan untuk perawatan penderita bronkitis yaitu banyak
beristirahat dan minum banyak cairan terutama air putih. Hindari minuman yang
mengandung kafein dan alkohol. Menjaga lingkungan di dalam ruangan agar tetap
bersih dan terhindar dari debu serta partikel-partikel yang dapat memperparah
kondisi tubuh. Perawatan yang teratur dan berkelanjutan dapat menyembuhkan
bronkitis.
C.
Pneumonia
Pneumonia
adalah infeksi akut pada jaringan paru-paru (alveoli). Pneumonia dalam bahasa
sehari-hari sering disebut radang paru-paru. Pneumonia merupakan infeksi pada
saluran pernafasan yang tergolong serius. Terjadinya pneumonia pada anak-anak
seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus (biasa
disebut broncopneumonia).
Pada
dasarnya pneumonia dapat menyerang siapa saja dan semua kelompok umur. Akan
tetapi, pada bayi dan balita merupakan kelompok yang paling rentang dan paling
mudah terserang penyakit ini. Hal ini karena daya tahan bayi dan balita relatif
masih rendah. Oleh karena itu, pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada
bayi dan balita.
1.
Penyebab pneumonia
Pneumonia
bukan merupakan penyakit infeksi tunggal. Penyebabnya bermacam-macam. Sampai
saat ini diketahui 30 sumber infeksi dengan sumber utama berupa bakteri, virus,
mikoplasma, jamur, dan berbagai jenis senyawa kimia maupun partikel.
a.
Pneumonia disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae.
Sebenarnya,
bakteri ini secara alami telah terdapat dalam kerongkongan manusia. Bakteri ini
baru menimbulkan pneumonia apabila kondisi tubuh orang yang bersangkutan
menurun atau berada pada usia lanjut, sakit, terlalu lelah, dan malnutrisi
sehingga daya tahan tubuhnya melemah.
b.
Pneumonia yang disebabkan oleh virus
Pneumonia
umumnya yang ditimbulkan oleh serangan virus. Pada dasarnya virus-virus yang menyerang saluran
pernafasan bagian atas dapat memicu terjadinya pneumonia. Oleh karena itu,
sampai saat ini belum dapat di pastikan jenis virus yang dapat menimbulkan
pneumonia. Pada dasarnya pneumonia yang di sebabkan oleh infeksi virus tidak menimbulkan
pneumonia parah sehingga dapat dengan mudah di sembuhkan. Akan tetapi apabila
infeksi pneumonia terjadi bersamaan dengan infeksi virus influenza, gangguan
yang timbul dapat menjadi berat dan parah, bahkan menyebabkan kematian. Virus
yang menginfeksi paru-paru akan terus berkembang biak meskipun hal ini tidak
dapat di amati secara pasti. Akibatnya, tiba-tiba diketahui bahwa jaringan
paru-paru telah dipenuhi cairan.
c.
Pneumonia yang di sebabkan oleh mikoplasma
Pneumonia
mikoplasma mulai diidentifikasi ketika perang dunia kedua. Mikoplasma merupakan
agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma
tidak dapat di klasifikasikan sebagai bakteri maupun virus, meskipun mikoplasma
memiliki sifat-sifat bakteri maupun virus.
Pneumonia
yang disebabkan oleh mikoplasma memiliki ciri-ciri yang berbeda di bandingkan
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri maupun virus. Oleh karena itu, pneumonia
yang disebabkan oleh mikoplasma disebut pneumonia yang tidak tipikal (atypical
pneumonia)
Pneumonia
jenis ini pada dasarnya menyerang segala lapisan usia, namun anehnya pneumonia
ini justru menyerang laki-laki usia remaja maupun menjelang usia dewasa.
Pneumonia ini cenderung tidak berbahaya dan dapat sembuh dengan sendirinya
meskipun tanpa dilakukan pengobatan.
d.
Pneumonia jenis lain
Pneumonia
jenis ini diduga disebabkan oleh jamur. Pneumonia jenis ini biasanya menjadi
awal serangan penyakit bagi pengidap HIV/AIDS. Pneumonia jenis ini disebut
pneumocystis carinii pneumonia. Oleh karena itu, pneumonia jenis ini sering
hanya disebut PCP saja. Sebenarnya jamur penyebab PCP terdapat dalam tubuh
setiap orang. Orang dengan sistem kekebalan yang sehat dapat mengendalikan
jamur ini. Akan tetapi orang yang memiliki daya tahan tubuh yang rendah seperti
halnya penderita HIV/AIDS, sangat mudah terjangkit jamur ini.
2.
Gejala pneumonia
Gejala
yang ditimbulkan pneumonia tergantung penyebabnya. Gejala-gejala pneumonia
sebagai berikut.
a.
Pneumonia oleh bakteri
Gejala
pneumonia yang timbul akibat serangan bakteri sebagai berikut
1)
Suhu
badan tinggi dan berkeringat.
2)
Bibir
dan kuku lama kelamaan akan membiru karena kekurangan oksigen.
3)
Denyut
jantung meningkat karena dengan cepat disertai sakit pada dada.
4)
Mengeluarkan
lendir berwarna hijau ketika batuk.
5)
Apabila
pneumonia telah parah, penderita akan menggigil dengan gigi bergemeletuk.
b.
Pneumonia oleh virus
Gejala
pneumonia yang disebabkan oleh virus sama dengan gejala pada influenza. Gejala
pneumonia yang timbul akibat serangan virus sebagai berikut.
1)
Demam
tinggi kadang disertai dengan bibir yang membiru.
2)
Batuk
kering disertai nafas sesak.
3)
Badan
terasa letih dan lesu disertai ngilu diseluruh tubuh.
4)
Semakin
lama batuk, semakin hebat disertai keluarnya lendir.
c.
Pneumonia oleh mikoplasma
Pneumonia
yang disebabkan oleh infeksi mikoplasma menunjukkan gejala sebagai berikut .
1)
Gejala
yang paling sering berupa batuk berat, namun lendir yang dikeluarkan hanya sedikit.
2)
Demam
dengan tubuh menggigil, akan tetapi gejala ini hanya muncul pada awal
terjangkitnya pneumonia.
3)
Kadang-kadang
disertai mual dan muntah.
4)
Tubuh
merasa lemah dalam waktu lama.
3.
Pengobatan dan pencegahan pneumonia
Meskipun
pneumonia menyebabkan kematian yang relatif tinggi, akan tetapi pneumonia masih
dapat diobati. Pengobatan cenderung lebih mudah apabilah penderita masih
berusia muda dan mempunyai sistem kekebalan tubuh yang baik. Selain itu
pengobatan yang dilakukan juga semakin
manjur apabila pengobatan dilakukan secepatnya. Pengobatan dapat secepatnya
dilakukan apabila penyakit dapat di deteksi sedini mungkin.
Pengobatan
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri dapat dilakukan menggunakan antibiotik.
Selain pneumonia yang disebabkan oleh bakteri, antibiotik juga dapat digunakan
untuk mengobati pneumonia yang disebabkan oleh mikoplasma, dan jamur pada
penderita HIV/AID (PCP).
Pneumonia
yang disebabkan virus belum terdapat obat khusus yang dapat mematikan virus.
Akan tetapi saat ini sudah terdapat beberapa antivirus yang dapat digunakan.
Meskipun penderita telah membaik dan sembuh namun tetap memerlukan pengobatan
lanjutan untuk mencegah pneumonia kambuh kembali.
DAFTAR
PUSTAKA
- Almasri (2011). Mycoplasma Pneumoniae Respiratory Tract Infections Among Greek Children. Hippokratia : 147–152.
- Arikunto, Suharsimin (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
- Aziz, Hidayat (2010). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Surabaya : Health Books Publishing.
- Calvo C. (2007). Role of rhinovirus in hospitalized infants with respiratory tract infections in Spain. Pediatric Infection Dis J; 26: 904-8.
- Cartamil S. (2008). Estudio de dos nuevos virus respiratorios en poblacion pediatrica con infeccion respiratoria aguda: el metapneumovirus (hMPV)y el bocavirus (hBoV). Revista Argentina Microbiologia; 40 Supl: 78.
- Chandra Budiman, (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Chandra Budiman, (2009). Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Corwin, Elizabeth (2008). Buku Saku Patofisiologi, ed. 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Debora N. (2012). Rhinovirus detection by real-time RT-PCR in children with acute respiratory infection in Buenos Aires, Argentina. Revista Argentina de Microbiologia; 44: 259-265
- Depkes RI. (2000). Informasi tentang ISPA pada Balita. Jakarta: Pusat Kesehatan Masyarakat Depkes RI.
- Depkes RI. (2004). Pedoman Program Pemberantasan Peneumonia Pada Balita. Jakarta : Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Pemukiman.
- Depkes RI. (2012). Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita. Jakarta : Depkes RI.
- Dinkes Kab. Jombang. (2010). Kondisi Geografis Kecamatan Mancar Tahun 2010. Jombang : Bidang Yankesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
- Djaja S, dan Afifah T. (2001). Determinan Prilaku Pencarian Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita. Buletin Penelitian Kesehatan. 29:1-10.
- Erlien (2008). Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta : Sunda Kelapa Pustaka.
- Kartasasmita CB. (2010). Morbiditas dan Faktor Risiko ISPA pada Balita di Indonesia. Majalah Kedokteran Jakarta. 25:135-142.
- Keman S. (2004). Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 1: 30-43.
- Narbuko, Cholid (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Bumi Aksara
- Nastiti Rahajoe, dkk. (2008). Buku Ajar Respirologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
- Nindya TS dan Sulistyorini L. (2005). Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2:43-52.
- Notoadmodjo, Soekidjo (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
- Notoadmodjo, Soekidjo (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
- Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
- Nursalam (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrument Penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.
- Nursalam dan Siti pariani (2008). Pendekatan Riset Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
- Ranuh IGN. (1997). Masalah ISPA dan Kelangsungan Hidup Anak. Surabaya: Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak.
- Saryono (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia.
- Savolainen C. (2003). Human rhinoviruses. Pediatric Respiratory. Rev 2003; 4: 91-8.
- Setiadi (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
- Sugiono (2000). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabet.
- Sugiyono (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
- Suryo, Joko (2010). Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernafasan. Yogyakarta : PT Bentang Pustaka.
- Sylvia, Price A. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis proses – proses Penyakit ; Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Tambayong Jan (1999). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC.
- Wasis (2008). Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Yusuf NA dan Sulistyorini L. (2008). Hubungan sanitasi rumah secara fisik dengan kejadian ISPA pada anak Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan.1:110-119.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar