Jumat, 03 September 2010

IMUNISASI ANJURAN

Dr. Suparyanto, M.Kes

IMUNISASI ANJURAN

Pengertian imunisasi

  • Sistem imunisasi dapat mencegah antigen menginfeksi tubuh. Sistem imunitas ini bersifat alami dan artificial. Imunisasi bersifat spesifik dan non spesifik. Saat antigen menginfeksi tubuh, imunitas non spesifik yang terdiri dari sel komplemen dan makrofag akan bertarung dengan cara memakan zat antigen tersebut. Setelah itu baru imunitas spesifik yang menyempurnakan perlawanan dari imunitas kata. Imunitas spesifik terdiri dari imunitas humoral dan imunitas seluler.

  • Sistem pertahanan humoral menghasilkan imonoglobulin (IgM, IgA, IgD, IgG, IgE), sedangkan sistem pertahanan seluler terdiri dari sel limfosit B dan sel limfosit T (sel Th1, Th2, Tc). Pada tahap selanjutnya, imunitas spesifik menghasilkan suatu sistem memori. Pada masa anak-anak imunitas seluler akan berkembang spesifik setelah 2-3 tahun, sedangkan imunitas humoral harus menunggu sampai 6-9 tahun. (Proverawati A dan Andhini CSD, 2010)

  • Imunitas antifecial, bekerja secara aktif dan pasif, bekerja secara aktif bila sesuatu zat diinduksikan ke dalam tubuh yang bertujuan untuk merangsang sistem imun mengeluarkan antibodi , sebagai contoh adalah imunisasi. Bekerja secara pasif jika menyuntikan serum yang berisi antibodi kedalam tubuh, sebagai contoh serum bisa ular. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti resisten atau kebal. (Proverawati A dan Andhini CSD, 2010)

  • Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merasngsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk ke dalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sabagai suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antingen yang sama dengan vaksin maka antibodi akan tercipta lebih cepat dan banyak walaupun antigen bersifat lebih kuat dari vaksin yang pernah dihadapi sebelumnya. Oleh karena itu imunisasi efektif mencegah penyakit infeksius. (Proverawati A dan Andhini CSD, 2010)

  • Imunisasi dapat dilakukan pada orang dewasa ataupun anak – anak, pada anak–anak karena sistem imun belum sempurna. Sedangkan pada usia 60 tahun terjadi penurunan sistem imun nonspesific seperti produksi air mata menurun, mekanisme batuk tidak efektif, gangguan pengaturan susu, dan perubahan fungsi sel sistem imun, baik seluler maupun humoral. Dengan demikian usia lanjut lebih rentan terhadap infeksi, penyakit autoimun dan keganasan. Namun usia lanjut masih menunjukkan respon yang baik terhadap polisakarida bakteri, sehingga pemberian vaksin dapat meningkatkan antibodi dengan efektif. (Proverawati A dan Andhini CSD, 2010)


Tujuan imunisasi anjuran
  • Kebanyakan imunisasi bertujuan untuk memberi perlindungan menyeluruh terhadap penyakit-penyakit yang berbahaya dan sering terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan seorang anak. Walaupun pengalaman sewaktu mendapatkan vaksinasi tidak menyenangkan untuk bayi (karena biasanya disuntik), tapi rasa sakit yang sementara akibat suntikan ini demi untuk kesehatan anak dalam jangka waktu panjang. (Aminah MS, 2009)

  • Tujuan imunisasi anjuran sama dengan tujuan imunisasi pada umumnya yaitu untuk melindungi dan mencegah terhadap penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak. Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi, yang diwajibkan ada 6 macam penyakit: tuberkolosis (TBC), difteri, pertusis (batuk rejan atau batuk 100 hari), tetanus, poliomielitis, dan campak. Sedangkan imunisasi yang di anjurkan seperti penyakit radang hati (hepatitis), penyakit gondongn (mums), penyakit campak jerman (rubella), penyakit tifes paratifes, penyakit kolera (Aminah MS, 2009).

Jenis – jenis Imunisasi
Menurut Proverawati A dan Andhini CSD (2010) imunisasi ada 2 macam, yaitu:
1.Imunisasi aktif
  • Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah iminisasi polio atau campak.

2.Imunisasi pasif
  • Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara memberikan zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta ) atau binantang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh Imunisasi pasif adalah penyuntikkan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah terdapat pada bayi yang baru lahir diman bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

Pelayanan imunisasi
Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan operasional rutin dan khusus. Kegiatan tersebut adalah:
1.Kegiatan imunisasi rutin
  • Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus menerus harus dilakukan pada periode waktu yang telah ditentukan. Kegiatan ini terdiri atas;
Imunisasi dasar pada bayi
  1. Imunisasi ini dilakukan pada bayi umur 0-11 bulan, meliputi: BCG, DPT, Polio, Hepatitis, Campak. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar yang lengkap, terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, Hepatitis 3 kali dan Campak 1 kali. Untuk menilai kelengkapan status imunisasi dasar bayi, dapat dilihat dari cakupan imunisasi campak, karena pemberian imunisasi campak dilakukan paling akhir, setelah keempat imunisasi dasar pada bayi yang lain telah dilakukan.
  2. Imunisasi pada wanita usia subur (WUS)
  3. Imunisasi pada anak sekolah dasar

2.Imunisasi tambahan
  • Merupakan kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini tidak rutin dilakukan, karena hanya ditujukan untuk penanggulangan penyakit tertentu. Berikut beberapa kegiatan imunisasi tambahan:

Backlog fighting
  • Merupakan upaya aktif dalam melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur 1-3 tahun. Sasaran utama dari backlog fihgting adalah desa atau kelurahan yang belum mencapai desa UCI selama dua tahun berturut-turut. Universal child imunization (UCI) adalah tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan), ibu hamil, wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BC, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 3 dosis Hepatitis B, 1 dosis Campak. Pada ibu hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis DT, 1 dosis campak dan 2 dosis TT (hristopher, yayan A. 2009).

Crash program
  • Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB (kejadian luar biasa). Pemilihan lokasi crash program didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu: Angka kematian bayi tinggi dan angka PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) tinggi, infrastruktur (tenaga, sarana, dana kurang) dan desa selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai target UCI (Universal Child Imunization).

3.Imunisasi dalam penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)
4.Kegiatan imunisasi khusus, seperti:
  • Pekan imunisasi nasional (PIN)
  • Sub pekan imunisasi nasional
  • Cactch-up campaign campak
Walaupun imunisasi merupakan suatu hal yang lazim dilakukan, tetapi perlu kehati-hatian dalam melakukannya.

Kontra indikasi pemberian imunisasi
Kontra indikasi dalam pemberian ada 3, yaitu:
  1. Analvilaksis atau reaksi hipersensitiva (reaksi tubuh yang terlalu sensitif) yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 380C merupakan kontraindikasi pemberian DPT atau HB1 dan campak.
  2. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lainnya sebaiknya diberikan.
  3. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat.

Penanganan bagi bayi yang mengalami kondisi sakit, sebaiknya tetap diberikan imunisasi:
  1. Pada bayi yang mengalami alergi atau asma imunisasi masih bisa diberikan. Kecuali jika alergi pada komponen khusus dari vaksin yang diberikan.
  2. Sakit ringan seperti infeksi saluran pernafasan atau diare dengan suhu dibawah 38,50C.
  3. Riwayat keluarga tentang peristiwa yang membahayakan setelah imunisasi. Riwayat yang belum tentu benar ini membuat keengganan bagi ibu untuk memberikan imunisasi pada anaknya, akan tetapi hal ini bukan masalah besar, jadi imunisasi masih tetap diberikan.
  4. Pengobatan antibiotik, masih biasa diberikan bersamaan dengan pemberian munisasi.
  5. Dugaan infeksi HIV atau positif terinfeksi HIV dengan tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS, jika menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS kecuali imunisasi BCG, imunisasi yang lain tetap berlaku.
  6. Anak diberi ASI, bukan masalah pemberian ASi jika disertai pemberian imunisasi.
  7. Pemberian imunisasi juga dapat dilakukan pada bayi yang sakit kronis, seperti penyakit jantung kronis, paru-paru, ginjal atau liver.
  8. Pada penderita down’s syndrome atau pada anak dengan kondisi saraf yang stabil seperti kelumpuhan otak yang disebabkan karena luka, imunisasi boleh saja diberikan.
  9. Bayi yang lahir sebelum waktunya (prematur) atau berat bayi saat lahir rendah.
  10. Sebelum atau pasca operasi.
  11. Kurang gizi.
  12. Riwayat sakit kuning pada kelahiran.



Macam2 imunisasi anjuran
  • Imunisasi anjuran merupakan imunisasi non program seperti MMR (Mumps Measles Rubella), Hib (Hemophilus Influenzae tipe B), menginitis, influenza, IPD (Invasive Pneumococcal Disease), tifoid dan hepatitis A (Sostroasmoro, 2007).

1.Imunisasi HIB
a.Fungsi
  • Imunisasi HIB, tergolong imunisasi yang dianjurkan. Imunisasi diberikan agar tubuh mempunyai kekebalan terhadap bakteri Haemophilus Influenza Type B. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit yang tergolong berat, seperti meningitis (radang selaput otak). Pada menginitis bakteri tersebut menginfeksi selaput pelindung otak dan saraf otak, menyebabkan radang pada tempat-tempat tersebut. Bila bakteri ini menginfeksi paru-paru menyebabkan radang paru-paru (pnemonia). Bakteri Haemophilus Influenza Type B dapat menyebabkan septisemia (keracunan darah dan merupakan infeksi yang lebih tersebar luas keseluruh tubuh).

  • Penyakit HIB adalah penyebab paling umum infeksi mematikan pada anak berusia di bawah 5 tahun sebelum ditemukannya vaksinasi HIB rutin pada tahun 1993. Kasus infeksi HIB sebelum tersedianya vaksin paling sering terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun dan jarang terjadi setelah usia 5 tahun. Meskipun kemiripan namanya, penyakit ini tidak ada hubungannya dengan influenza.

  • Haemophilus Influenzae adalah bakteri yang biasa hidup dijalur pernafasan bagian atas. Penyakit HIB dapat menyebabkan:
  1. Meningitis, infeksi pada selaput yang melindungi otak.
  2. Epiglotitis, bengkaknya tenggorokan yang dapat menghambat pernafasan.
  3. Septic arthritis, infeksi pada sendi
  4. Cellulitis, infeksi pada jaringan dibawah kulit biasanya dimuka.
  5. Radang paru-paru

  • Gejala tersebut dapat berkembang cepat dan bila dibiarkan tanpa perawatan, dapat cepat menyebabkan kematian.
b.Penularan
  • Penyakit HIB menular melalui bersin atau batuk dari penderita secara langsung. Penularan juga dapat disebabkan, karena penggunaan barang-barang yang terkontaminasi oleh bakteri Haemophilus Influenza Type B dan secara tidak sengaja menjangkit tubuh kita melalui mulut. Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi. Anak-anak yang minum ASI masih bisa terlindungi, akan tetapi lebih baik jika diberikan imunisasi.
c.Cara pemberian dan dosis
  • Imunisasi HIB diberikan pada bayi berumur 2,3 dan 5 bulan. Imunisasi ini diberikan 3 kali. Yang pertama ketika berumur 2 bulan, yang kedua 3 bulan dan yang ke tiga berumur 5 bulan. Imunisasi Hib diberikan secara suntikan dibagian otot paha. Imunisasi ini diberikan dalam satu suntikan bersama DPT. Juga boleh diberikan bersama imunisasi hepatitis B.
d.Efek samping
  • Setelah pemberian imunisasi ini, biasanya sakit, bengkak dan kemerahan berlaku ditempat suntikan. Biasanya berlaku sampai 3 hari. Kadang demam juga bisa terjadi. Efek samping ini tergolong ringan, jika dibandingkan dengan penyakit Hepatitis B.

2.Imunisasi meningitis
a.Fungsi
  • Menginitis merupakan penyakit akut radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri Nesseria meningitidis. Meningitis penyebab kematian dan kesakitan diseluruh dunia, CFR melebihi 50%, tetapi dengan diagnosis dini, terapi modern dan suportif CFR menjadi 5-15%. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan kemoprofilaksis untuk orang-orang yang kontak dengan menginitis dan karier.
  • Meningitis meningokokus adalah penyakit radang selaput otak dan selaput sumsum tulang yang terjadi secara akut dan cepat menular. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Nesseria meningitidis, gejala klinis penyakit ini adalah demam (panas tinggi) mendadak, nyeri kepala, mual, muntah, kaku kuduk, ketahanan fisik melemah, dan kemerahan dikulit. Pada keadaan lanjut, kesadaran menurun sampai koma serta terjadi perdarahan echimosis. Berkumpulnya populasi dalam jumlah besar dari berbagai negara, seperti pada musim haji, berpotensi terhadap penyebaran kuman dan penyakit meningitis.
b.Manfaat
  • Mencegah infeksi meningitis atau radang selaput otak, yang disebabkan bakteri.
c.Pemberian
  • Pada ibu hamil, sebaiknya imunisasi meningitis diberikan setelah trimester pertama. Pemberian imunisasi ini juga boleh diberikan bagi ibu hamil yang akan berpergian ke daerah yang epidemik dan endemik meningitis seperti afrika. Jadi, ibu hamil yang akan pergi haji boleh mendapatkan imunisasi ini dari pada terkena meningitis. Jemaah haji dan umroh maupun yang akan berpergian ke arab saudi juga mendapatkan imunisasi sejenis meningitis tersebut.

3.Imunisasi pneumokokus
a. Fungsi
  • Imunisasi pneumokokus sangat penting dalam melindungi anak-anak dari penyakit radang paru, yang mengacu pada berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan bakteri streptokokus pneumonia, yang juga dikenal sebagai pneumokokus. Infeksi pneumokokus merupakan infeksi bakteri yang menyerang berbagai bagian tubuh. Misalnya:
  1. Bakteri pneumokokus masuk kealiran darah, dikenal sebagai bakteremia
  2. Bagian otak tertentu yang terserang, dikenal sebagai meningitis
  3. Bakteri pneumokokus menyerang paru-paru, dikenal sebagai pneumonia
  4. Telinga tengah terinfeksi, dikenal sebagai otitis media
b. Penularan
  • Pneumokokus sangat mudah menular. Bakteri pneumokokus biasanya terdapat di dalam hidung dan tenggorokan. Oleh karena itu, orang berisiko tertular jika ada kontak langsung dengan penderita. Bakteri ini menular melalui tetesan lendir atau ludah, seperti bersin, batuk.

c. Pemberian imunisasi
  • Imunisasi diberikan pada usia 2, 4, 6, 12 bulan. Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah merekomendasikan pencantuman prioritas vaksin konjugat radang paru 7-valent (PCV7) dalam program imunisasi pada masa kanak-kanak nasional di seluruh dunia sejak tahun 2007. Meskipun PCV7 tidak termasuk dalam program imunisasi pada masa kanak-kanak, vaksin ini sangat mudah diperoleh dari dokter. Vaksin yang dikenal sebagai prevenar, telah terbukti hampir 100% efektif terhadap penyakit pneumokokus. Vaksin ini berisi gula dari tujuh jenis bakteri pneumokokus yang berlainan, yang disambung secara individual dengan protein toksoid difteri yang tidak aktif. Vaksin ini juga berisi konsentrasi kecil bahan tambahan yaitu aluminium fosfat, garam dan air.

d. Efek samping
  1. Sedikit bengkak, merah dan sakit ditempat suntikan.
  2. Demam rendah
  3. Reaksi yang kurang biasa mungkin termasuk muntah, kurang nafsu makan, diare
  4. Reaksi parah jarang terjadi

e. Penanganan efek samping
  • Jika reaksi yang ditimbulkan setelah imunisasi ringan, maka dapat dilakukan beberapa penanganan, seperti:
  1. Membubuhkan kain basah yang dingin di tempat suntikan yang sakit.
  2. Anak jangan berpakaian terlalu hangat.
  3. Memberi parasetamol untuk mengurangi demam (perhatian dosis yang dianjurkan menurut usia anak).
  4. Memberi anak lebih banyak minuman. (Proferawati A dan Andhini CSD, 2010)


4. Imunisasi MMR
  • Memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit Mumps (gondongan/parotitis), Measles (campak), dan Rubella (campak Jerman). Terutama buat anak perempuan, vaksinasi MMR sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya rubela pada saat hamil. Sementara pada anak lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah agar tak terserang rubela dan menulari sang istri yang mungkin sedang hamil. Penting diketahui, rubela dapat menyebabkan kecacatan pada janin.
  • Sayangnya, kini banyak orangtua ragu mengimunisasikan anaknya lantaran tersebar berita bahwa imunisasi MMR menyebabkan autisme pada anak. Padahal, sampai saat ini belum ada pembuktian secara ilmiah mengenai keterkaitan antara MMR dan autisme. Jadi, mengapa harus takut?
a. Gondongan
  • Penyakit infeksi akut akibat virus mumps ini sering menyerang anak-anak, terutama usia 2 tahun ke atas sampai kurang lebih 15 tahun. Ada beberapa lokasi yang diserang seperti kelenjar ludah di bawah lidah, di bawah rahang, dan di bawah telinga (parotitis). Masa inkubasi sekitar 14-24 hari setelah penularan yang terjadi lewat droplet. Awalnya muncul demam (bisa sampai 39,50C), disertai pusing, mual, nyeri otot atau pegal terutama di daerah leher, lesu dan lemah. Sehari kemudian tampak bengkak di bawah telinga sebelah kanan dan kemudian menjalar ke sebelahnya.
  • Karena gondongan bersifat self-limiting disease (sembuh sendiri tanpa diobati), pengobatan dilakukan sesuai gejala simptomatik. Disamping meningkatkan daya tahan tubuh dengan asupan makanan bergizi dan cukup istirahat. Biasanya dokter juga akan memberi antibiotik untuk mencegah terjadi infeksi kuman lain. Sebenarnya, jika daya tahan tubuh bagus, anak tak akan tertular. Dan jika sudah sekali terkena, gondongan tak akan berulang.
b. Campak
  • Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
c. Campak Jerman
  • Campak Jerman atau rubella berbeda dari campak biasa. Pada anak, campak Jerman jarang terjadi dan dampaknya tak sampai fatal. Kalaupun ada biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, sekitar usia 5-14 tahun. Hanya gejalanya yang hampir sama seperti flu, batuk, pilek dan demam tinggi. Nafsu makan penderita juga biasanya menurun karena terjadi pembengkakan limpa. Namun, bercak merah yang timbul tak sampai parah dan cepat menghilang dalam waktu 3 hari.
1). Pemberian imunisasi MMR
  • Diberikan 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan 6 tahun. Jika belum mendapat imunisasi campak di usia 9 bulan, maka MMR dapat diberikan di usia 12 bulan, dan diulangi pada umur 6 tahun.
Catatan:
  • Bila orangtua khawatir atau anak menunjukkan keterlambatan bicara dan perkembangan lainnya, pemberian imunisasi MMR dapat ditunda hingga anak berusia 3 tahun. Bila semua proses tumbuh kembangnya tak ada masalah alias normal, vaksin MMR dapat diberikan kepada anak.
2). Efek samping
  • Beberapa hari setelah diimunisasi, biasanya anak mengalami demam, timbul ruam atau bercak merah, serta terjadi pembengkakan di lokasi penyuntikan. Namun tak perlu khawatir karena gejala tersebut berlangsung sementara saja. Demamnya pun dapat diatasi dengan obat penurun panas yang dosis pemakaiannya sesuai anjuran dokter.

5. Imunisasi tipoid
  • Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal demam tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, dan makanan-minuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna.
  • Gejala khas terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang berangsur-angsur meningkat setiap hari, bisa sampai 400c. Biasanya di pagi hari demam akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam. Gejala lainnya adalah mencret, mual berat, muntah, lidah kotor, lemas, pusing, dan sakit perut, terkesan acuh tak acuh bahkan bengong, dan tidur pasif (tak banyak gerak). Pada tingkat ringan atau disebut paratifus (gejala tifus), cukup dirawat di rumah. Anak harus banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan bergizi, dan minum antibiotik yang diresepkan dokter. Tapi kalau berat, harus dirawat di rumah sakit. Penyakit ini, baik ringan maupun berat, harus diobati hingga tuntas untuk mencegah kekambuhan. Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi karena dapat berakibat fatal.
  • Namun pencegahan tetaplah yang terbaik, terlebih Indonesia merupakan negara endemik penyakit tifus.
1). Pemberian imunisasi
  • Vaksin suntikan diberikan satu kali kepada anak umur 2 tahun dan diulang setiap 3 tahun. Pengulangan ini perlu mengingat serangan penyakit tifus bisa berulang, ditambah banyaknya lingkungan yang tidak higienis dan kurang terjaminnya makanan yang dikonsumsi anak.
  • Sementara vaksin oral diberikan kepada anak umur 6 tahun atau lebih.
2). Efek samping
  • Kemerahan di tempat suntikan. Juga bisa muncul demam, nyeri kepala/pusing, nyeri sendi, nyeri otot, nausea (mual), dan nyeri perut Umumnya berupa bengkak, nyeri, ruam kulit, dan (jarang dijumpai). Efek tersebut akan hilang dengan sendirinya.

6. Imunisasi hepatitis A
  • Penyebaran virus hepatitis A (VHA) sangat mudah. Penderita akan mengeluarkan virus ini saat meludah, bersin, atau batuk. Bila virus ini menempel di makanan, minuman, atau peralatan makan, kemudian dimakan atau digunakan oleh anak lain maka dia akan tertular. Namun, untuk memastikan apakah anak mengidap VHA atau tidak, harus dilakukan tes darah.
  • Masa inkubasi berlangsung 18-50 hari dengan rata-rata kurang lebih 28 hari. Setelah itu barulah muncul gejala seperti lesu, lelah, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, rasa tak enak di bagian kanan atas perut, demam, merasa dingin, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan batuk. Biasanya berlangsung 4-7 hari. Selanjutnya, urine mulai berwarna lebih gelap seperti teh. Biasanya kuning ini menghilang.

  • Tak ada pengobatan khusus untuk hepatitis A, karena sesungguhnya penyakit ini dapat sembuh sendiri. Pengobatan dilakukan hanya untuk mengatasi gejala seperti demam dan mual. Selebihnya, anak harus banyak istirahat dan mengonsumsi makanan bergizi.
  • Meski tak separah hepatitis B, bukan berarti kita boleh menganggap remeh hepatitis A. Pasalnya, penyakit yang kerap disebut penyakit kuning ini, bisa menjadi berat bila terjadi komplikasi. Jadi, pencegahan tetap diperlukan, yakni dengan pemberian imunisasi hepatitis A. Disamping, menjaga lingkungan agar selalu bersih dan sehat, termasuk kebersihan makanan dan minuman.
a. Pemberian imunisasi
  • Dapat diberikan saat anak berusia 2 tahun, sebanyak 2 kali dengan interval pemberian 6-12 bulan.
b. Efek samping
  • Umumnya, tak menimbulkan reaksi. Namun, meski sangat jarang, dapat muncul rasa sakit pada bekas suntikan, gatal, dan merah, disertai demam ringan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari.
c. Tingkat kekebalan
  • Efektif mencekal hingga 90%.

7. Imunisasi varicella
  • Memberikan kekebalan terhadap cacar air atau chicken pox, penyakit yang disebabkan virus varicella zooster. Termasuk penyakit akut dan menular, yang ditandai dengan vesikel (lesi/bintik berisi air) pada kulit maupun selaput lendir. Penularannya sangat mudah karena virusnya bisa menyebar lewat udara yang keluar saat penderita meludah, bersin, atau batuk. Namun yang paling potensial menularkan adalah kontak langsung dengan vesikel, yaitu ketika mulai muncul bintik dengan cairan yang jernih. Setelah bintik-bintik itu berubah jadi hitam, maka tidak menular lagi.

  • Awalnya, anak mengalami demam sekitar 3-7 hari tapi tidak tinggi. Barulah kemudian muncul bintik-bintik. Meski dapat sembuh sendiri, anak tetap perlu dibawa ke dokter. Selain untuk mencegah bintik-bintik tidak meluas ke seluruh tubuh, juga agar tak terjadi komplikasi yang bisa berakibat fatal. Sebaiknya penderita dipisahkan dari anggota keluarga lainnya untuk mencegah penularan. Minta anak untuk tidak menggaruk agar tak menimbulkan bekas luka. Atasi rasa gatalnya dengan bedak yang mengandung kalamin. Tingkatkan daya tahan tubuhnya dengan asupan makanan bergizi.
a. Pemberian imunisasi
  • Diberikan sebanyak 1 kali yakni pada usia antara 10-12 tahun.
b. Efek samping
  • Umumnya tak terjadi reaksi. Hanya sekitar 1% yang mengalami demam.
c. Tingkat kekebalan
  • Efektivitasnya bisa mencapai 97%. Dari penelitian terhadap 100 anak yang diimunisasi varisela, hanya 3 di antaranya yang tetap terkena cacar air, itu pun tergolong ringan. (Khasanah N, 2008)


REFERENSI


  1. Aminah mia s, 2009. Baby’s corner. Jakarta : luxim
  2. Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
  3. Chistopher, Yayan A dan Israr, 2009. Universal Chile Immunization. ttp://yayanakhyar.files.wordpress.cm/2009/02/ tanggal 14 April : 2010
  4. Harsono, Salimo, 2009.Peran Imunisasi untuk Menunjang Tumbuh Kembang Balita Anak Indonesia Berkualitas.http://pustaka.uns.ac.id. Akses 08 April 2010
  5. Proverawati Atikah, dkk, 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Jogyakarta : Nuha offset
  6. Ranuh, 2005. Anak Balita from http://www.bukukita.cm. Akses 13 April 2010
  7. Rekmendasi IDADI. Periode 2006
  8. Hadinoegoro S.R.SpA(K), 2008. Imunisasi itu Penting from http://www.balita.com. Akses 14 April 2010
  9. Mubarak husnul, 2008. Varicella from http://centrione.blogspot.com. Akses 25 Juni 2010
  10. Kusumawati SW , 2000. Waspadai Demam Tifoid from http://www.mail-archive.com/balita-anda@indoglobal.com. Akses 27 Juni 2010
  11. Sammy,2008.Masyarakat diminta mewaspadai virus Hepatitis A from http://jarumsuntik.com. Akses 27 Jini 2010
  12. Sostroasmoro, 2007. Pedoman imunisasi from http://www.parenting.co.id. Akses 11 April 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar