Minggu, 20 Februari 2011

KONSEP SERAT

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP SERAT

PENGERTIAN SERAT
  • Serat merupakan komponen dinding sel tanaman yang tak dapat dicerna oleh sistem pencernaan manusia (Pekik, 2007).
  • Serat adalah jenis karbohidrat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, tidak dapat dicerna oleh tubuh dengan sedikit atau tidak menghasilkan kalori tetapi dapat meningkatkan volume feses (Trisa, 2008).
  • Serat makanan adalah karbohidrat kompleks yang tidak bisa dicerna dan diserap. Menurut situs Diet Site, karena tidak bisa diserap oleh tubuh, maka serat makanan tidak mengandung kalori (Arief, 2008).

JENIS SERAT
  • Menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya terhadap tubuh serat pangan dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Serat pangan yang larut air (soluble dietary fiber)
  • Yaitu serat yang terdapat pada sayuran, buah-buahan, padi-padian dan rumput laut. Berfungsi memperlambat pengosongan lambung sehingga pemasukan makanan ke usus berjalan lambat.
b. Serat pangan tidak larut air (insoluble dietary fiber)
  • Yaitu serat yang terdapat pada biji-bijian dan kacang-kacangan. Berfungsi memberi volume atau isi dalam lambung sehingga menimbulkan rasa kenyang yang lama. Di samping itu juga dapat memperbesar massa feses sehingga mempermudah buang air besar (Budi, 2008).

MANFAAT SERAT
  1. Memperlancar buang air besar, mencegah atau mengurangi sembelit.
  2. Menurunkan kolesterol, mencegah pengerasan pembuluh darah jantung. Meningkatkan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) adalah unsur penyebab pengerasan pembuluh darah. Konsumsi serat tinggi bukan saja bisa mengeluarkan kolesterol dari dalam darah dan menurunkan tingkat kepekatan lemak di dalam darah, juga mencegah terserapnya lemak dari dalam makanan.
  3. Mempertahankan berat badan, mencegah kegemukan. Kegemukan adalah salah satu pemicu utama penyakit jantung dan hipertensi.
  4. Mencegah kanker usus besar.
  5. Memperbaiki sensitifitas jaringan ujung saraf terhadap insulin, mengurangi kebutuhan akan insulin, dengan demikian tercapai efek pengaturan tingkat gula darah penderita diabetes (Tianshi, 2008).

PERANAN SERAT
  • Serat larut dan tidak larut mempunyai peranan yang berbeda tetapi keduanya bekerja saling melengkapi. Di dalam lambung, serat yang larut air akan menimbulkan rasa kenyang dan menyebabkan makanan tinggal lebih lama. Sedangkan serat tidak larut air, selain menimbulkan rasa kenyang, juga berperan menjaga kesehatan usus besar, serta mencegah timbulnya tumor dan kanker (Tanty, 2008).

SUMBER SERAT

a. Sereal/biji-bijian utuh
  • Semua produk bekatul (bran) umumnya mengandung serat tidak larut seperti roti bekatul/whole grain bread, beras merah, beras tumbuk, havermount, jagung, kacang hijau.
b. Buah-buahan
  • Sebagian besar buah mengandung serat larut dan tidak larut seperti buah-buahan yang bisa dimakan bersama kulitnya seperti apel, peach, belimbing, jambu.
c. Sayuran
  • Semua sayuran kaya akan serat makanan baik serat larut maupun tidak larut, tetapi bayam, labu siam, lobak, oyong/gambas, pare, terong dan wortel lebih banyak mengandung serat larut sedangkan sayuran daun seperti kangkung, daun papaya dan daun ketela banyak mengandung serat tak larut.
d. Lain-lain
  • Bahan makanan lain juga banyak mengandung serat seperti agar-agar, cincau, kolang-kaling, nata de coco, rumput laut, selasih dan psylium (Hartono, 2000).

SERAT YANG DIPERLUKAN TUBUH
  • Menurut acuan yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Internasional, kebutuhan orang dewasa terhadap serat per hari adalah 25-30 gram. Sedangkan batas tertinggi mengkonsumsi makanan berserat per hari sampai saat ini tidak dikeluarkan karena mengkonsumsi banyak makanan berserat tidak memiliki efek samping.

EFEK FISIOLOGIS DAN KESEHATAN SERAT

a. Menaikkan viskositas digesta (hasil pencernaan yang belum diekskresikan)
  1. Menunda pengosongan perut.
  2. Mempercepat waktu transit.
  3. Mengurangi absorpsi (gula, kolesterol) di usus besar.

b. Memiliki kapasitas pengikat air
  1. Kadar air digesta tinggi.
  2. Mengurangi waktu transit di usus besar.

c. Terfermentasi di dalam usus besar (kolon)
  1. Menghasilkan energi.
  2. Menaikkan jumlah feses.
  3. Mempermudah laksasi, sehingga memperbesar volume feses.

d. Mempunyai kemampuan absorbsi molekul organik
  1. Mengikat asam empedu sehingga dapat menurunkan kolesterol darah.
  2. Mengikat hasil/sisa pencernaan empedu yang bersifat kokarsinogen, sehingga mencegah kanker kolon (Arief, 2008).

e. Bersifat penukar ion, sehingga menghambat absorpsi mineral.

DIET TINGGI SERAT
  • Diet tinggi adalah modifikasi dari susunan makanan biasa dengan menambah bahan pangan yang banyak mengandung serat pangan.
a. Tujuan diet
  • Tujuan diet serat tinggi adalah untuk memberi makanan sesuai kebutuhan gizi yang tinggi serat sehingga dapat merangsang peristaltik usus agar defekasi berjalan normal.
b. Syarat diet
  • Syarat-syarat diet serat tinggi:
  1. Energi cukup sesuai dengan umur, gender, dan aktifitas.
  2. Protein cukup yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total.
  3. Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total.
  4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
  5. Vitamin dan mineral tinggi, terutama vitamin B untuk memelihara kekuatan otot saluran cerna.
  6. Cairan tinggi, yaitu 2-2,5 liter untuk membantu memperlancar defekasi. Pemberian minum sebelum makan akan membantu merangsang peristaltik usus.
  7. Serat tinggi, yaitu 30-50 gram/hari terutama serat tidak larut air yang berasal dari beras tumbuk, beras merah, roti whole wheat, sayuran, dan buah.

c. Indikasi pemberian
  • Diet serat tinggi diberikan kepada pasien konstipasi kronis dan penyakit divertikulosis. Lama pemberian diet disesuaikan dengan perkembangan penyakit (Almatsier, 2002).

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alimul, Azis. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika
  2. Almatsier, Sunita (2004). Penuntut Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
  3. Arief, Irfan (2008). Serat si Pencegah Konstipasi. http://id.wikipedia.org.
  4. Diakses: Tanggal 26 Oktober 2008. Jam 11.00 WIB
  5. Arikunto, Suharsimi (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.Asdi Mahasatya
  6. Arisman (2004). Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
  7. Beck, Mary (2000). Ilmu Gizi dan Diet. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica
  8. Bustan (2000). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA
  9. Corwin, Elizabeth (2000). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
  10. Dianawuri (2009). Arti Defekasi. http://dianawuri.multiply.com/journal.
  11. Diakses: Tanggal 22 Januari 2009. Jam 12.49 WIB
  12. Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
  13. Hartono, Andri (1999). Asuhan Nutrisi Rumah Sakit. Jakarta: EGC
  14. Hutapea, Ronald (2005). Sehat&Ceria di Usia Senja. Jakarta: PT. Asdi Makasatya
  15. Irianto, Djoko P. (2007). Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta: ANDI
  16. Mansjoer, Arief (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
  17. Minarno, Eko B. (2008). Gizi dan Kesehatan Persfektif Al-Quran dan Sains. Yogyakarta: SUKSES Offset
  18. Moore, Mary C. (1997). Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi. Jakarta: Hipokrates
  19. Nri (2004). Mengatasi Konstipasi pada Usia Lanjut. http://www.republika.co.id.
  20. Diakses: Tanggal 18 Desember 2008. Jam 10.00 WIB
  21. Nugroho, Wahjudi (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
  22. Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
  23. Oenzil, Fadil (1995). Ilmu Gizi, Pencernaan, Penyerapan dan Detoksikasi Zat Gizi. Jakarta: Hipokrates
  24. Pearce, Evelyn C. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia
  25. Sediaoetama, Achmad D (2000). Buku Ilmu Gizi bagi Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta: DIAN RAKYAT
  26. Siregar, Cholina T. (2008). Nutrisi. http://id.wikipedia.org.
  27. Diakses: Tanggal 22 Desember 2008. Jam 10.00 WIB
  28. Stolte, Karen M. (2003). Diagnosa Keperawatan Sejahtera. Jakarta: EGC
  29. Tanty (2007). Serat Pangan. http://halalijournal.com.
  30. Diakses: Tanggal 20 Oktober 2008. Jam 08.00 WIB
  31. Uri (2008). Apa Itu Nutrisi. http://vershescha.blogstik.com.
  32. Diakses: Tanggal 22 Desember 2008. Jam 10.30 WIB
  33. Tianshi (2008). Gaya Hidup Sehat Sejahtera. Yogyakarta: Amadeus
  34. Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC


PERNIKAHAN DINI

Dr. Suparyanto, M.Kes

PERNIKAHAN DINI

PENGERTIAN PERNIKAHAN
  • Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
  • Batas usia yang diizinkan dalam suatu perkawinan menurut UU Pernikahan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) yaitu, jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Jika ada penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1) ini, dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita (pasal 7 ayat 2).
  • Pernikahan dalam islam ialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan sukarela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara diridhoi Allah SWT. (Ihsan, 2008).
  • Pernikahan adalah hubungan (akad) antara laki-laki dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain (istimtaa’) dan untuk membentuk keluarga yang sakinah dan membangun masyarakat yang bersih (Utsaimin, 2009).

TUJUAN PERNIKAHAN
  • Untuk memenuhi tuntunan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawinan untuk membentuk keluarga yang tenteram (sakinah), cinta kasih (mawaddah) dan penuh rahmat, agar dapat melahirkan keturunan yang sholeh dan berkualitas menuju terwujudnya rumah tangga bahagia (Ihsan, 2008).

MANFAAT PERNIKAHAN MENURUT ISLAM
  1. Melaksanakan perkawinan merupakan salah satu ibadah bagi umat islam.
  2. Dapat terpelihara dari perbuatan maksiat.
  3. Dapat terbentuk suatu rumah tangga yang bahagia, damai, tentram serta kekal disertai rasa kasih sayang antar suami istri.
  4. Dapat diperoleh garis keturunan yang syah, jelas dan bersih, demi kelangsungan hidup dalam keluarga dan masyarakat.
  5. Dapat terlaksakannya pergaulan hidup antara seseorang atau kelompok secara teratur, terhormat dan halal, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat diantara makhluk-makhluk Allah yang lain (Ihsan, 2008).

PENGERTIAN PERNIKAHAN DINI
  • Pernikahan dini yaitu merupakan intitusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga (Lutfiati, 2008).
  • Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Nukman, 2009).

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN DINI
  • Ada dua faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada kalangan remaja, yaitu sebab dari anak dan dari luar anak.
1. Sebab dari Anak. 

a. Faktor Pendidikan.
  • Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri.
  • Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.
b. Faktor telah melakukan hubungan biologis.
  • Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib.
  • Tanpa mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orang tua, hal ini sebuah solusi yang kemungkinan di kemudian hari akan menyesatkan anak-anak. Ibarat anak sudah melakukan suatu kesalahan yang besar, bukan memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi orang tua justru membawa anak pada suatu kondisi yang rentan terhadap masalah. Karena sangat besar di kemudian hari perkawinan anak-anak tersebut akan dipenuhi konflik.
c. Hamil sebelum menikah
  • Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Bahkan ada beberapa kasus, walau pada dasarnya orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut.
  • Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada dasarnya tidak mencintai calon suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan sangat terpaksa mengajukan permohonan dispensasi kawin.
  • Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan. Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan sebagaimana yang diamanatkan UU bahkan agama. Karena sudah terbayang di hadapan mata, kelak rona perkawinan anak gadis ini kelak. Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari bisa goyah, apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan.

2. Sebab dari luar Anak

a. Faktor Pemahaman Agama.
  • Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut.
  • Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan satu: “perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelis hakim menanyakan anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada dasarnya tidak keberatan jika menunggu dampai usia 16 tahun yang tinggal beberapa bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap bersikukuh bahwa pernikahan harus segera dilaksanaka. Bahwa perbuatan anak yang saling suka sama suka dengan anak laki-laki adalah merupakan “zina”. Dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab membiarkan anak tetap berzina
b. Faktor ekonomi.
  • Kita masih banyak menemui kasus-kasus dimana orang tua terlilit hutang yang sudah tidak mampu dibayarkan. Dan jika si orang tua yang terlilit hutang tadi mempunyai anak gadis, maka anak gadis tersebut akan diserahkan sebagai “alat pembayaran” kepada si piutang. Dan setelah anak tersebut dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang melilit orang tua si anak.
c. Faktor adat dan budaya.
  • Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU. (Ahmad, 2009)

DAMPAK PERNIKAHAN DINI
  • Resiko pernikahan dini berkait erat dengan beberapa aspek, sebagai berikut :
1. Segi kesehatan
  • Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak.
  • Menurut ilmu kesehatan, bahwa usia yang kecil resikonya dalam melahirkan adalah antara usia 20-35 tahun, artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami prematuritas (lahir sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik maupun mental , kebutaan dan ketulian.
2. Segi fisik
  • Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan keterampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan dalam kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. Generasi muda tidak boleh berspekulasi apa kata nanti, utamanya bagi pria, rasa ketergantungan kepada orang tua harus dihindari.
3. Segi mental/jiwa
  • Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap apa saja yang merupakan tanggung jawabnya. Mereka sering mengalami kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum matang emosinya.
4. Segi pendidikan
  • Pendewasaan usia kawin ada kaitannya dengan usaha memperoleh tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan persiapan yang sempurna dalam mengarungi bahtera hidup.
5. Segi kependudukan
  • Perkawinan usia muda di tinjau dari segi kependudukan mempunyai tingkat fertilitas (kesuburan) yang tinggi, sehingga kurang mendukung pembangunan di bidang kesejahteraan.
6. Segi kelangsungan rumah tangga
  • Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum stabil, tingkat kemandiriannya masih rendah serta menyebabkan banyak terjadinya perceraian (Ihsan, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alimul, Aziz. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Rineka Cipta.
  2. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
  3. Ahmad. (2009). Pernikahan Dini Masalah Kita Bersama. http://pa-bantul.net. Diakses 29 Maret 2010.
  4. Alfiyah. (2010). Faktor-faktor Pernikahan Dini. http://alfiyah23.student.um.ac.id. Diakses 28 Maret 2010.
  5. Budiarto, Eko (2003) Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC.
  6. Effendy, N. (2004). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:EGC.
  7. Ihsan. (2008). Tuntunan Praktis Rumah Tangga Bahagia. Surabaya. BP-4 Jatim.
  8. Lutfiati. (2008). Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 tahun). http://nyna0626.blogspot.com. Diakses 4 April 2010.
  9. Lany. (2008). Mengatasi Masalah Pernikahan Dini. http://www.solutionexchange.or.id. Diakses 5 April 2010.
  10. Lubis. (2008). Keputusan Menikah Dini. http://wargasos08yess.blogspot.com. Diakses 3 April 2010.
  11. Mubarok. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta. Graha Ilmu.
  12. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
  13. Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
  14. Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta. EGC.
  15. Nukman. (2009). Yang Dimaksud Pernikahan Dini. http://www.ilhamuddin.co.cc. Akses 28 Maret 2010.
  16. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.
  17. Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta : Bandung.
  18. Utsaimin. (2009). Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Surabaya. Risalah Hati. 


KONSEP ORANG TUA

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP ORANG TUA

PENGERTIAN ORANG TUA
  • Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.
  • Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Secara tradisional, keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian darah, perkawinan atau adopsi (hukum) yang memiliki tempat tinggal bersama.

PERANAN ORANG TUA 

a. Peranan ayah
  • Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperanan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Ayah juga berperan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga.
b. Peranan ibu
  • Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. (Effendy, 2004).

FUNGSI POKOK ORANG TUA 

a. Asih
  • Adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
b. Asuh
  • Adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
c. Asah
  • Adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya. (Effendy, 2004).

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alimul, Aziz. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Rineka Cipta.
  2. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
  3. Ahmad. (2009). Pernikahan Dini Masalah Kita Bersama. http://pa-bantul.net. Diakses 29 Maret 2010.
  4. Alfiyah. (2010). Faktor-faktor Pernikahan Dini. http://alfiyah23.student.um.ac.id. Diakses 28 Maret 2010.
  5. Budiarto, Eko (2003) Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC.
  6. Effendy, N. (2004). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:EGC.
  7. Ihsan. (2008). Tuntunan Praktis Rumah Tangga Bahagia. Surabaya. BP-4 Jatim.
  8. Lutfiati. (2008). Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 tahun). http://nyna0626.blogspot.com. Diakses 4 April 2010.
  9. Lany. (2008). Mengatasi Masalah Pernikahan Dini. http://www.solutionexchange.or.id. Diakses 5 April 2010.
  10. Lubis. (2008). Keputusan Menikah Dini. http://wargasos08yess.blogspot.com. Diakses 3 April 2010.
  11. Mubarok. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta. Graha Ilmu.
  12. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
  13. Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
  14. Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta. EGC.
  15. Nukman. (2009). Yang Dimaksud Pernikahan Dini. http://www.ilhamuddin.co.cc. Akses 28 Maret 2010.
  16. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.
  17. Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta : Bandung.
  18. Utsaimin. (2009). Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Surabaya. Risalah Hati.


KONSEP NUTRISI

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP NUTRISI

PENGERTIAN NUTRISI
  • Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting (Nuwer, 2008).
  • Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan (Wikipedia, 2008).
  • Nutrisi berbeda dengan makanan, makanan adalah segala sesuatu yang kita makan sedangkan nutrisi adalah apa yang terkandung dalam makanan tersebut (Uri, 2008).

JENIS NUTRISI

a. Karbohidrat
  • Karbohidrat adalah komposisi yang terdiri dari elemen karbon, hydrogen dan oksigen, terdapat dalam tumbuhan seperti beras, jagung, gandum, umbi-umbian, dan terbentuk melalui proses asimilasi dalam tumbuhan (Pekik, 2007).
  • Fungsi karbohidrat:
  1. Sumber energi utama yang diperlukan untuk gerak.
  2. Memberi rasa kenyang.
  3. Pembentukan cadangan sumber energi, kelebihan karbohidrat dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan sumber energi yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan.

  • Berdasarkan susunan kimianya karbohidrat dibagi menjadi tiga golongan:
1). Monosakarida (gula sederhana)
  • Monosakarida adalah karbohidrat paling sederhana yang merupakan molekul terkecil karbohidrat. Dalam tubuh monosakarida langsung diserap oleh dinding-dinding usus halus dan masuk ke dalam peredaran darah.
  • Monosakarida dikelompokkan menjadi tiga golongan:
  1. Glukosa: disebut juga dekstrosa yang terdapat dalam buah-buahan dan sayur-sayuran. Semua jenis karbohidrat akhirnya akan diubah menjadi glukosa.
  2. Fruktosa: disebut juga levulosa, zat ini bersama-sama glukosa terdapat dalam buah-buahan dan sayuran, terutama dalam madu, yang menyebabkan rasa manis.
  3. Glaktosa: berasal dari pemecahan disakarida.

2). Disakarida (gula ganda)
  • Glisakarida adalah gabungan dari dua macam monosakarida. Dalam proses metabolisme, disakarida akan dipecah menjadi dua molekul monosakarida oleh enzim dalam tubuh.
  • Disakarida dikelompokkan menjadi tiga golongan:
  1. Sukrosa: terdapat dalam gula tebu, gula aren. Dalam proses pencernaan, sukrosa akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa.
  2. Maltosa: hasil pecahan zat tepung (pati), yang selanjutnya dipecah menjadi dua molekul glukosa.
  3. Laktosa (gula susu): banyak terdapat pada susu, dalam tubuh laktosa agak sulit dicerna jika dibanding dengan sukrosa dan maltosa. Dalam proses pencernaan laktosa akan dipecah menjadi 1 molekul glukosa dan 1 molekul galaktosa.

3). Polisakarida (karbohidrat kompleks)
  • Polisakarida merupkan gabungan beberapa molekul monosakarida. Disebut oligosakarida jika tersusun atas 3-6 molekul monosakarida dan disebut polisakarida jika tersusun atas lebih dari 6 molekul monosakarida (Pekik, 2007). 
  • Polisakarida dikelompokkan menjadi tiga golongan:
  1. Pati: merupakan sumber kalori yang sangat penting karena sebagian besar karbohidrat dalam makanan terdapat dalam bentuk pati.
  2. Glikogen: disebut juga pati binatang, adalah jenis karbohidrat semacam gula yang disimpan di hati dan otot dalam bentuk cadangan karbohidrat.
  3. Serat

b. Lemak
  • Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak terdiri atas gabungan gliserol dan asam-asam lemak.
  • Fungsi lemak:
  1. Sebagai sumber energi.
  2. Membangun jaringan tubuh.
  3. Fungsi perlindungan.
  4. Penyekatan/isolasi, lemak akan mencegah kehilangan panas dari tubuh
  5. Perasaan kenyang, lemak dapat menunda waktu pengosongan lambung dan mencegah timbulnya rasa lapar.
  6. Vitamin larut dalam lemak.

c. Protein
  • Protein merupakan konstituen penting pada semua sel, jenis nutrien ini berupa struktur nutrien kompleks yang terdiri dari asam-asam amino.
  • Fungsi protein:
  1. Menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang normal dan proses pengausan yang normal.
  2. Menghasilkan jaringan baru.
  3. Diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang baru dengan fungsi khusus dalam tubuh yaitu enzim, hormon dan hemoglobin.
  4. Sebagai sumber energi (Trisa, 2008).

  • Berdasarkan sumbernya protein diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
  1. Protein hewani: Yaitu protein dalam bahan makanan yang berasal dari binatang seperti protein dari daging, protein dari susu.
  2. Protein nabati: Yaitu protein yang berasal dari bahan makanan tumbuhan, seperti protein dari jagung, protein dari terigu.

  • Berdasarkan fungsi fisiologiknya protein diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
  1. Protein sempurna: Bila protein ini sanggup mendukung pertumbuhan badan dan pemeliharaannya.
  2. Protein setengah sempurna: Bila protein ini sanggup mendukung pemeliharaan jaringan, tetapi tidak dapat mendukung pertumbuhan badan.
  3. Protein tidak sempurna: Bila tidak sanggup menyokong pertumbuhan badan maupun pemeliharaan jaringan (Djaeni, 2000).

d. Vitamin
  • Vitamin adalah bahan organik yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan berfungsi sebagai katalisator proses metabolisme tubuh.
  • Ada dua jenis vitamin:
  1. Vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D, E, dan K.
  2. Vitamin larut air yaitu vitamin B dan C (tidak disimpan dalam tubuh).

e. Mineral
  • Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian enzim, dan sangat penting dalam pengendalian sistem cairan tubuh. Mineral merupakan konstituen esensial pada jaringan lunak, cairan dan rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat mensintesis sehingga harus disediakan lewat makanan.
  • Fungsi mineral:
  1. Konstituen tulang dan gigi.
  2. Pembentukan garam-garam yang larut dan mengendalikan komposisi cairan tubuh.
  3. Bahan dasar enzim dan protein (Trisa, 2008).

f. Air
  • Air merupakan komponen terbesar dalam struktur tubuh manusia. Kurang lebih 60-70% berat badan orang dewasa berupa air sehingga air sangat diperlukan oleh tubuh, terutama bagi mereka yang melakukan olahraga atau kegiatan berat.
  • Fungsi air:
  1. Sebagai media transportasi zat-zat gizi, membuang sisa-sisa metabolisme, hormon ke organ sasaran (target organ).
  2. Mengatur temperatur tubuh terutama selama aktivitas fisik.
  3. Mempertahankan keseimbangan volume darah (Pekik, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alimul, Azis. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika
  2. Almatsier, Sunita (2004). Penuntut Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
  3. Arief, Irfan (2008). Serat si Pencegah Konstipasi. http://id.wikipedia.org.
  4. Diakses: Tanggal 26 Oktober 2008. Jam 11.00 WIB
  5. Arikunto, Suharsimi (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.Asdi Mahasatya
  6. Arisman (2004). Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
  7. Beck, Mary (2000). Ilmu Gizi dan Diet. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica
  8. Bustan (2000). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA
  9. Corwin, Elizabeth (2000). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

  10. Dianawuri (2009). Arti Defekasi. http://dianawuri.multiply.com/journal.
  11. Diakses: Tanggal 22 Januari 2009. Jam 12.49 WIB
  12. Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
  13. Hartono, Andri (1999). Asuhan Nutrisi Rumah Sakit. Jakarta: EGC
  14. Hutapea, Ronald (2005). Sehat&Ceria di Usia Senja. Jakarta: PT. Asdi Makasatya
  15. Irianto, Djoko P. (2007). Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta: ANDI
  16. Mansjoer, Arief (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
  17. Minarno, Eko B. (2008). Gizi dan Kesehatan Persfektif Al-Quran dan Sains. Yogyakarta: SUKSES Offset
  18. Moore, Mary C. (1997). Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi. Jakarta: Hipokrates
  19. Nri (2004). Mengatasi Konstipasi pada Usia Lanjut. http://www.republika.co.id.
  20. Diakses: Tanggal 18 Desember 2008. Jam 10.00 WIB
  21. Nugroho, Wahjudi (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
  22. Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
  23. Oenzil, Fadil (1995). Ilmu Gizi, Pencernaan, Penyerapan dan Detoksikasi Zat Gizi. Jakarta: Hipokrates
  24. Pearce, Evelyn C. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia
  25. Sediaoetama, Achmad D (2000). Buku Ilmu Gizi bagi Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta: DIAN RAKYAT
  26. Siregar, Cholina T. (2008). Nutrisi. http://id.wikipedia.org.
  27. Diakses: Tanggal 22 Desember 2008. Jam 10.00 WIB
  28. Stolte, Karen M. (2003). Diagnosa Keperawatan Sejahtera. Jakarta: EGC
  29. Tanty (2007). Serat Pangan. http://halalijournal.com.
  30. Diakses: Tanggal 20 Oktober 2008. Jam 08.00 WIB
  31. Uri (2008). Apa Itu Nutrisi. http://vershescha.blogstik.com.
  32. Diakses: Tanggal 22 Desember 2008. Jam 10.30 WIB
  33. Tianshi (2008). Gaya Hidup Sehat Sejahtera. Yogyakarta: Amadeus
  34. Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC



KONSEP LANJUT USIA

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP LANJUT USIA

PENGERTIAN LANJUT USIA
  • Usia lanjut adalah golongan penduduk atau populasi berumur 60 tahun atau lebih (Bustan, 2000).
  • Usia lanjut adalah masa yang dimulai sekitar usia 60 hingga 65 tahun dan berlanjut hingga akhir kehidupan (Stolte, 2003).
  • Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETUAAN
  • Hereditas, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan stress.

BATASAN LANJUT USIA
  • Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
  1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
  2. Lanjut usia (elderly age) antara 60 sampai 74 tahun.
  3. Lanjut usia tua (old age) antara 75 tahun sampai 90 tahun.
  4. Usia sangat tua, di atas 90 tahun.

TIPE LANJUT USIA

a. Tipe arif bijaksana
  • Kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri
  • Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas
  • Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayanginya, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.

d. Tipe pasrah
  • Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap datang terang, mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.

e. Tipe bingung
  • Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2000).

PERUBAHAN PADA PROSES MENUA

a. Perubahan fisik
  1. Sistem kekebalan atau imunologi, dimana tubuh kita menjadi rentan terhadap penyakit dan alergi.
  2. Basal Metabolic Rate (BMR) pada lansia turun sebesar 20% pada usia 90 tahun dibandingkan usia 30 tahun.
  3. Konsumsi energik turun secara nyata dibarengi menurunnya jumlah energi yang dikeluarkan tubuh.
  4. Air tubuh turun secara signifikan karena bertambah banyaknya sel-sel mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif.
  5. Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta menyerapnya menjadi lamban dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering konstipasi.
  6. Sistem metabolik, yang menyebabkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Akibat timbunan lemak.
  7. Sistem saraf menurun: rabun dekat, kepekaan bau dan rasa berkurang, kepekaan sentuhan berkurang, pendengaran berkurang, reaksi (refleks) menjadi lambat, fungsi mental menurun, ingatan visual berkurang.
  8. Sistem pernapasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru yang mempersulit pernapasan (sesak), tingkat istirahat jantung meningkat dan tekanan darah meningkat.
  9. Kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian, tulang mulai keropos (Hutapea, 2005).

b. Perubahan mental-emosional/jiwa
  1. Daya ingat menurun, terutama peristiwa yang baru saja terjadi.
  2. Sering pelupa/pikun.
  3. Emosi mudah berubah, sering marah-marah, mudah tersinggung (Bustan, 2000).

c. Perubahan psikososial
  1. Pensiun.
  2. Merasa sadar akan kematian.
  3. Perubahan dalam cara hidup.
  4. Ekonomi, akibat pemberhentian dari jabatan.
  5. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
  6. Gangguan saraf panca indera.
  7. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
  8. Kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family (Nugroho, 2000).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN GIZI PADA LANJUT USIA
  1. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan (akibat keruskan gigi atau ompong).
  2. Berkurangnya cita rasa (rasa dan buah).
  3. Berkurangnya koordinasi otot-otot saraf.
  4. Keadaan fisik yang kurang baik.
  5. Faktor ekonomi dan sosial.
  6. Faktor penyerapan makanan (daya absorpsi) (Nugroho, 2000).

MASALAH GIZI YANG SERING TIMBUL PADA LANSIA

a. Gizi berlebih
  • Gizi berlebih pada lanjut usia banyak terdapat di negara barat dan kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan berlebihan, apalagi pada lanjut usia penggunaan kalori berkurang karena kurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan tersebut sukar untuk diubah walaupun disadari untuk mengurangi makan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung, diabetes mellitus, penyempitan pembuluh darah, dan tekanan darah tinggi.

b. Gizi kurang
  • Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah sosial ekonomi dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan berkurang dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena infeksi pada organ-organ tubuh vital.

c. Kekurangan vitamin
  • Bila konsumsi buah dan sayur-sayuran dalam makanan kurang, apabila ditambah dengan kekurangan protein dalam makanan, akibatnya nafsu makan berkurang, penglihatan mundur, kulit kering, lesu dan tidak semangat (Nugroho, 2000).

SYARAT MENU SEIMBANG UNTUK LANJUT USIA
  1. Mengandung zat gizi dari beraneka ragam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga, zat pembangun, zat pengatur.
  2. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh lanjut usia adalah 50% dari hidrat arang kompleks (sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian).
  3. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total kalori.
  4. Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lanjut usia, yaitu 8-10% total kalori.
  5. Dianjurkan mengandung tinggi serat yang bersumber pada buah, sayur, dan bermacam-macam pati, yang dikonsumsi dalam jumlah secara bertahap.
  6. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt dan ikan.
  7. Makanan mengandung tinggi zat besi (Fe), seperti kacang-kacangan, hati, daging, bayam, atau sayuran hijau.
  8. Membatasi penggunaan garam.
  9. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan makanan yang segar dan mudah dicerna.
  10. Hindari bahan makanan yang mengandung tinggi alkohol.
  11. Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah seperti makanan lembek (Nugroho, 2000).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LANJUT USIA DALAM MENGKONSUMSI SERAT

a. Tingkat pendapatan
  • Semakin tinggi tingkat pendapatan, maka tingkat konsumsi bahan-bahan hewani seperti daging, ikan, telur semakin meningkat, sedangkan konsumsi bahan makanan yang mengandung serat seperti jagung, sayur, buah cenderung berkurang. Jadi hal itulah yang menyebabkan jumlah konsumsi serat makanan menurun.

b. Tingkat pendidikan
  • Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pengetahuan tentang serat pangan.

c. Motivasi
  • Motivasi sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumsi serat seseorang. Semakin besar motivasi yang didapatkan maka semakin besar pula keinginan seseorang dalam mengkonsumsi kebutuhan akan serat pangan.

d. Faktor lingkungan
  • Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumsi serat seseorang. Penduduk pegunungan dan pedesaan lebih sering mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah bila dibandingkan dengan penduduk kota.

e. Petugas kesehatan
  • Petugas kesehatan seperti dokter, bidan, perawat kesehatan sangat berperan dalam jumlah konsumsi serat seseorang. Semakin banyak petugas kesehatan di suatu daerah maka semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang serat pangan di daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alimul, Azis. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika
  2. Almatsier, Sunita (2004). Penuntut Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
  3. Arief, Irfan (2008). Serat si Pencegah Konstipasi. http://id.wikipedia.org.
  4. Diakses: Tanggal 26 Oktober 2008. Jam 11.00 WIB
  5. Arikunto, Suharsimi (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.Asdi Mahasatya
  6. Arisman (2004). Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
  7. Beck, Mary (2000). Ilmu Gizi dan Diet. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica
  8. Bustan (2000). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA
  9. Corwin, Elizabeth (2000). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
  10. Dianawuri (2009). Arti Defekasi. http://dianawuri.multiply.com/journal.
  11. Diakses: Tanggal 22 Januari 2009. Jam 12.49 WIB
  12. Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
  13. Hartono, Andri (1999). Asuhan Nutrisi Rumah Sakit. Jakarta: EGC
  14. Hutapea, Ronald (2005). Sehat&Ceria di Usia Senja. Jakarta: PT. Asdi Makasatya
  15. Irianto, Djoko P. (2007). Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta: ANDI
  16. Mansjoer, Arief (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
  17. Minarno, Eko B. (2008). Gizi dan Kesehatan Persfektif Al-Quran dan Sains. Yogyakarta: SUKSES Offset
  18. Moore, Mary C. (1997). Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi. Jakarta: Hipokrates
  19. Nri (2004). Mengatasi Konstipasi pada Usia Lanjut. http://www.republika.co.id.
  20. Diakses: Tanggal 18 Desember 2008. Jam 10.00 WIB
  21. Nugroho, Wahjudi (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
  22. Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
  23. Oenzil, Fadil (1995). Ilmu Gizi, Pencernaan, Penyerapan dan Detoksikasi Zat Gizi. Jakarta: Hipokrates
  24. Pearce, Evelyn C. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia
  25. Sediaoetama, Achmad D (2000). Buku Ilmu Gizi bagi Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta: DIAN RAKYAT
  26. Siregar, Cholina T. (2008). Nutrisi. http://id.wikipedia.org.
  27. Diakses: Tanggal 22 Desember 2008. Jam 10.00 WIB
  28. Stolte, Karen M. (2003). Diagnosa Keperawatan Sejahtera. Jakarta: EGC
  29. Tanty (2007). Serat Pangan. http://halalijournal.com.
  30. Diakses: Tanggal 20 Oktober 2008. Jam 08.00 WIB
  31. Uri (2008). Apa Itu Nutrisi. http://vershescha.blogstik.com.
  32. Diakses: Tanggal 22 Desember 2008. Jam 10.30 WIB
  33. Tianshi (2008). Gaya Hidup Sehat Sejahtera. Yogyakarta: Amadeus
  34. Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC


KONSEP DASAR PENGETAHUAN

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP DASAR PENGETAHUAN

PENGERTIAN
  • Pengetahuan merupakan hasil dari “Tahu” dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu obyek. Penginderaan terjadi melalui panca indera yaitu : penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Namun sebagian besar pengetahuan seseorang didapat melalui panca indera mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).
  • Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Pengetahuan juga merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarok, 2007).

TINGKAT PENGETAHUAN
  • Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (over behavior) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
1. Know (Tahu)
  • Yaitu mengingat, menghafal suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Comprehension (Pemahaman)
  • Yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan atau menginterprestasikan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat diinterpretasi dengan benar.
3. Application (Penerapan)
  • Yaitu kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip dan prosedur materi yang telah dipelajari pada waktu, situasi atau kondisi sesungguhnya.
4. Analysis (Analisis)
  • Yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek dalam bentuk komponen-komponen. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan/membuat bagan, membedakan atau memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya.
5. Synthesis (Sintesis)
  • Yaitu kemampuan untuk melakukan/menghubungkan bagian-bagian kedalam satu bentuk keselarasan yang baru dengan kata lain. Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulir baru dengan formasi yang ada.
6. Evaluasi
  • Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keselarasan yang baru dengan kata lain evaluasi adalah kemampuan untuk menilai dan menyusun formulir dari formula-formula yang ada.
  • Berdasarkan hal tersebut diatas disebutkan bahwa pengetahuan adalah suatu proses mulai dari mengingat, memahami, selanjutnya mampu melanjutkan ,menjabarkan dan mampu untuk menilai dari suatu objek atau stimulus tertentu (Notoadmojo, 2003).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN
  • Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Mubarok (2007):
1. Pendidikan
  • Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2. Pekerjaan
  • Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Umur
  • Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan dan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir semakin matang dan dewasa.
4. Minat
  • Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
  • Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusahan untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
6. Kebudayaan lingkungan sekitar
  • Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
7. Informasi
  • Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

CARA MEMPEROLEH PENGETAHUAN
  • Menurut Notoatmodjo (2005) cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua :
1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
  • Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperolah kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah, atau metode penemuan sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini meliputi :
1). Cara coba salah (trial and error)
  • Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba-salah/coba-coba.
2). Cara kekuasaan atau otoritas
  • Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telur dan sebagainya.
  • Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3). Berdasarkan pengalaman pribadi
  • Pengalaman adalah guru yang baik, yang bermakna bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
4). Melalui jalan pikiran
  • Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya melalui induksi atau deduksi. Induksi yaitu : proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Deduksi yaitu : pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum kepada khusus.

2. Cara modern
  • Cara baru atau cara modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis dan alamiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian yaitu dengan mengembangkan metode berfikir induktif. Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya dikumpulkan dan diklasifikasikan, akhirnya diambil kesimpulan umum.
  • Memperoleh kesimpulan dilakukan dengan observasi langsung dan membuat pencatatan. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni :
  1. Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.
  2. Gejala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan.
  3. Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi tertentu.
  • Berdasarkan hasil pencatatan-pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri-ciri atau unsur-unsur yang pasti pada suatu gejala. Selanjutnya hal tersebut dijadikan dasar pengambilan kesimpulan atau generalisasi. Prinsip-prinsip umum yang dikembangkan sebagai dasar untuk mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis. Selanjutnya diadakan penggabungan antara proses berfikir deduktif-induktif.Venvikatif sehingga melahirkan suatu cara penelitian yang dikenal dengan metode penelitian ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alimul, Aziz. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Rineka Cipta.
  2. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
  3. Ahmad. (2009). Pernikahan Dini Masalah Kita Bersama. http://pa-bantul.net. Diakses 29 Maret 2010.
  4. Alfiyah. (2010). Faktor-faktor Pernikahan Dini. http://alfiyah23.student.um.ac.id. Diakses 28 Maret 2010.
  5. Budiarto, Eko (2003) Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC.
  6. Effendy, N. (2004). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:EGC.
  7. Ihsan. (2008). Tuntunan Praktis Rumah Tangga Bahagia. Surabaya. BP-4 Jatim.
  8. Lutfiati. (2008). Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 tahun). http://nyna0626.blogspot.com. Diakses 4 April 2010.
  9. Lany. (2008). Mengatasi Masalah Pernikahan Dini. http://www.solutionexchange.or.id. Diakses 5 April 2010.
  10. Lubis. (2008). Keputusan Menikah Dini. http://wargasos08yess.blogspot.com. Diakses 3 April 2010.
  11. Mubarok. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta. Graha Ilmu.
  12. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
  13. Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
  14. Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta. EGC.
  15. Nukman. (2009). Yang Dimaksud Pernikahan Dini. http://www.ilhamuddin.co.cc. Akses 28 Maret 2010.
  16. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.
  17. Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta : Bandung.
  18. Utsaimin. (2009). Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Surabaya. Risalah Hati.

Jumat, 18 Februari 2011

KONSEP PERAN SUAMI

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP PERAN SUAMI

PENGERTIAN
  • Peran adalah harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh keluarga, komunitas dan kultur. Perilaku didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi dimulai tepat setelah lahir. Peran diri adalah pola sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Kurniawan, 2008).

  • Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban suami terhadap istrinya ialah mendidik, mengarahkan serta mengertikan istri kepada kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni dengan baik (Harymawan, 2007).
  • Berkenaan dengan peran suami tersebut dapat dijelaskan berdasarkan teori peran suami dari Gottlieb adalah informasi verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya (Wijayakusuma, 2008).
  • Peran suami dapat diterjemahkan sebagai sikap-sikap penuh pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerja sama yang positif, ikut membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus anak-anak serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karir atau pekerjaan istrinya.
  • Di Indonesia, iklim paternalistik dan otoritarian yang sangat kuat, turut menjadi faktor yang membebani peran ibu bekerja, karena masih terdapat pemahaman bahwa pria tidak boleh mengerjakan pekerjaan wanita, apalagi ikut mengurus masalah rumah tangga. Masalah rumah tangga adalah kewajiban sepenuhnya seorang istri. Masalah yang kemudian timbul akibat bekerjanya sang istri, sepenuhnya merupakan kesalahan dari istri dan untuk itu ia harus bertanggung jawab menyelesaikannya sendiri (Wijayakusuma, 2008).

BENTUK PERAN SUAMI 

a. Menyimak Informasi tentang kehamilan
  • Menyimak informasi tentang kehamilan dapat membantu suami dalam mengontrol perubahan fisik dan psikologis ibu selama hamil. Jika suami menginginkan jenis perawatan yang diinginkan selama hamil, suami perlu mencari informasi dan mendiskusikan kehamilan dengan tenaga kesehatan. Berbagai informasi mengenai kehamilan bisa didapat dari buku, majalah, koran, tabloid, tenaga kesehatan, atau situs kehamilan di internet. Dengan mengetahui akar masalah yang terjadi maka ibu bisa lebih tenang dalam menjalani kehamilan yang sehat. Ibu jadi tahu mana yang sesuai dengan kondisinya atau tidak. Sebaliknya, jika tidak berusaha mencari tahu tentang kehamilan, tidak mustahil akan timbul berbagai perasaan yang mungkin saja sangat mengganggu kondisi psikis (Nolan, 2004).

b. Kontrol
  • Kontrol bisa dilakukan pada dokter atau bidan. Saat konsultasi, ibu bisa menanyakan tentang kondisi dirinya dan bayi dalam kandungan. Biasanya, bila ibu perlu penanganan lebih serius, dokter atau bidan akan menganjurkan ibu untuk menemui psikolog atau psikiater yang dapat membantu kestabilan emosi. Mengantar ibu kontrol ke dokter, ini penting karena suami harus tahu apa yang terjadi pada istri. Kalau ada keluhan-keluhan dan informasi-informasi penting seputar kehamilan suami juga harus tahu, agar lebih memahami apa yang dirasakan oleh sang istri. Antenatal care merupakan salah satu tindakan skrining pada ibu hamil untuk mencegah komplikasi selama kehamilan dan persalinan nanti (Yohana, 2008).

c. Perhatian Suami
  • Perhatian yang diberikan oleh suami bisa membangun kestabilan emosi ibu. Misalnya, ibu bisa saja meminta suami untuk menemaninya berkonsultasi ke dokter atau bidan agar merasa lebih nyaman karena ada perhatian dari pasangan. Suami dapat memberikan perhatian terhadap keluhan-keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil. Perhatian suami dapat dilihat dari membantu ibu dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, mengelus dan memijat punggung ibu. Mengelus perut yang menunjukkan perhatian pada ibu dan bayi yang dapat membangun kestabilan emosi (Yohana, 2008).

d. Jalin Komunikasi
  • Komunikasi sangat dibutuhkan untuk membantu hubungan dengan ibu hamil. Komunikasi yang baik yaitu dengan dua arah dimana suami tidak mendominan semua pembicaraan. Setiap ada masalah suami meminta pendapat ibu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jangan pernah menutupi perubahan dan keluhan yang terjadi pada saat kehamilan, tetapi komunikasikan dengan suami. Dengan begitu diharapkan suami bisa berempati dan mampu memberi dukungan psikologis yang dibutuhkan. Dukungan dari lingkungan, terutama suami, sangat berpengaruh terhadap kekhawatiran ibu dalam menjalani kehamilan. Sebaliknya, perasaan ibu yang dipendam sendiri tidak akan membawa perubahan. Suami tetap tidak acuh dan masalah ibu jadi berkepanjangan (Nolan, 2004).

e. Perhatikan Kesehatan
  • Tubuh yang sehat akan lebih kuat menghadapi berbagai perubahan, termasuk perubahan psikis. Kondisi ini bisa terwujud dengan berolahraga ringan dan memperhatikan asupan gizi. Suami siaga harus siap ketika sewaktu-waktu istri mengalami keluhan sehubungan dengan kehamilannya. Suami yang tenang bisa membuat istri jadi ikut tenang. Suami siaga harus lebih perhatian mengingatkan dan membantu istrinya untuk kontrol teratur, mengingatkan waktu untuk kunjungan ulang.(Yohana, 2008)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PERAN SUAMI
  • Menurut Kurniawan (2008) menyangkut struktur kekuasaan keluarga, ada faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan peran suami meliputi:
a. Kelas sosial
  • Fungsi dari peran suami tentu dipengaruhi oleh tuntutan kepentingan dan kebutuhan yang ada dalam keluarga suami sebagai kepala rumah tangga diwajibkan harus siap dengan tanggung jawab yang di embannya.

b. Bentuk keluarga
  • Keluarga dengan orang tua tunggal jelas berbeda dengan orang yang masih lengkap, demikian juga antara keluarga inti dengan keluarga besar yang beragam dalam pengambilan keputusan dan kepentingan akan rawan konflik peran, semakin banyak keluarga semakin banyak pula yang membantu kita dalm berfikir, keputusan keluarga lebih baik dari keputusan individu.

c. Latar belakang keluarga
1). Kesadaran dan kebiasaan keluarga
  • Kesadaran merupakan titik temu atau equilibrium dari berbagai pertimbangan dan perbandingan yang menghasilkan keyakinan. Kebiasaan yang meningkatkan kesehatan yaitu : tidur teratur, sarapan setiap hari, tidak merokok, tidak minum-minuman keras, tidak makan sembarangan, olah raga, pengontrolan berat badan, segala bentuk kegiatan keluarga dimulai dan dikat oleh suatu kebiasaan dan tradisi oleh pendahulunya .
2). Sumber daya keluarga
  • Sumber daya atau pendapatan keluarga merupakan penerimaan seseorang sebagai imbalan atas semua yang telah dilakukan dengan tenaga atau pikiran seseorang terhadap orang lain atau organisasi lain. Dalam pendapatan ada 2 metode yang dilakukan yaitu : KFM (Kebutuhan Fisik Minimum) dan KHM (Kebutuhan Hidup Minimum), segala sesuatu dalam keluarga akan dihargai jika semua pelaksanaanya dimumulai dengan niat dan kerja keras demi keluarganya pula.

3). Siklus keluarga
  • Sesuai dengan fungsi keluarga yang sedang dialami juga merupakan hal yang dapat mempengaruhi peran karena perbedaan kebutuhan dan kepentingan. Di dalam siklus keluarga peran anggota berbeda misalnya ibu berperan sebagai asah, asuh dan asih, ayah sebagai pencari nafkah dan anak tugasnya adalah belajar dan menuntut ilmu.

CARA PENGUKURAN PERAN
  • Menurut Azwar (2005), pengukuran peran dapat dilakukan dengan menggunakan Skala Likert, dengan kategori sebagai berikut:

Pernyataan Positif/Pernyataan Negatif Nilai
Sangat Setuju : SS 4
Setuju : S 3
Tidak Setuju :TS 2
Sangat Tidak Setuju :STS 1

  • Cara untuk memberi interpretasi terhadap skor individual adalah membandingkan skor tersebut dengan harga rata-rata skor kelompok dimana responden tersebut termasuk. Perbandingan relatif ini menghasilkan interpretasi skor individual sebagai lebih atau kurang favorabel dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya. Perbandingan tersebut harus dinyatakan dalam satuan deviasi standar kelompok, artinya mengubah skor individual menjadi skor standar atau baku. hasil interpretasi digunakan untuk mengelompokkan peran responden termasuk dalam berperan bila nilai skor :Tresponden > Mean T dan tidak berperan apabila nilai skor : Tresponden ≤ Mean T (Azwar, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

  1. Ananta. 2009. Permasalah Pada Kehamilan Muda. Jakarta : Rineka Cipta
  2. Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
  3. Azwar. 2005. Sikap Manusia. Jakarta : EGC
  4. Dinkes Jatim. 2009. Standar Pelayanan Minimal. http://www.dinkes-jatim.com. Diakses tanggal 15 Maret 2010
  5. Dinkes Jombang. 2009. Standar Pelayanan Minimal Kabupaten Jombang. http://www.dinkes.jombang.go.id. Diakses tanggal 15 Maret 2010
  6. Firdaus. 2006. Tingginya Angka Kematian Di Dunia. http://www.nakita.com.id diakses tanggal 15 Maret 2010
  7. Hamilton. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC
  8. Harymawan. 2007. Mandeteksi Tanda Bahaya Kehamilan. http://www.info-pult.com.id diakses tanggal 10 Maret 2010
  9. Hidayat. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika
  10. Hidayat. 2009. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika
  11. Kurniawan. 2008. Bahaya Yang Sering Terjadi Pada Kehamilan Muda. http://www.info-cyber-neth.com.id diakses tanggal 15 Maret 2010
  12. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
  13. Nolan. 2004. Kehamilan Dan Melahirkan. Jakarta : EGC
  14. Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta PT. Rineka Cipta
  15. Nursalam, 2008. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
  16. Putriazka. 2007. Kesehatan Reproduksi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.
  17. Rachmat. 2007. Komplikasi Kehamilan Risiko Tinggi (High Risk). http://www.info-wikipedia.com.id diakses pada tangal 4 Maret 2010
  18. Rusmi, 2006. Perilaku Manusia. Jakarta : PT. Rineka Cipta
  19. Rochjati. 2003. Skrining Antenatal Care Dan Komplikasi Kehamilan. Surabaya : Unair Press
  20. Sugiyono. 2008. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
  21. Suririnah. 2008. Tanda Bahaya Pada Kehamilan Trimester I. http://www.kes-pro.com.id diakses tanggal 15 Maret 2010
  22. Tiran. 2007. Kehamilan Dan Permasalahannya. Jakarta : EGC
  23. Utami. 2008. Panduan Kehamilan Sehat. Yogyakarta : Dian Press
  24. Wijayakusuma. 2008. Peran Suami Dalam Mendeteksi Tanda Kehamilan. http://www.ciberindo-aditama. Diakses tyanggal 19 Maret 2010
  25. Yohana. 2008. Peran Suami Dalam Membantu Istri. http://www.info-sehat.com diakses tanggal 02 April 2010

KONSEP NIFAS / POST PARTUM / PUERPURIUM 2

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP NIFAS

PENGERTIAN NIFAS
  1. Masa Nifas (puerpurium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 2001:115)
  2. Masa Nifas (puerpurium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil,berlangsung selama kira – kira 6 minggu (Prawirohardjo, 2009:237)
  3. Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar enam minggu (Farrer, 2001:36).

PEMBAGIAN MASA POST PARTUM (NIFAS)
  • Menurut referensi dari Prawirohardjo (2009:238), pembagian nifas di bagi 3 bagian, yaitu :
1. Puerperium Dini
  • Yaitu kepulihan dimana ibu di perbolehkan berdiri dan berjalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2. Puerperium Intermedial
  • Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3. Remote Puerperium
  • Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu, bulan atau tahunan.

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI SELAMA POST PARTUM (NIFAS) 

1. Uterus
  • Involusi uterus melibatkan peng-reorganisasian dan pengguguran decidua atau endometrium serta pengelupasan situs placenta sebagaimana diperlihatkan (Varney, 2004:252).
  • Segera setelah kelahiran bayi, placenta dan membran, beratnya adalah kira-kira 1100 gram dengan panjang kira-kira 15 cm, lebar 12 cm, serta 8 sampai 10 cm tebalnya. Ukuran itu adalah kira-kira dua atau tiga kali ukuran uterus non hamil, multipara. Uterus berkurang beratnya sampai menjadi kira-kira 500 gram pada akhir minggu pertama post partum, 300 gram sampai 350 gram pada akhir minggu kedua, 100 gram pada akhir minggu keenam, dan mencapai berat biasa non hamil 70 gram pada akhir minggu kedelapan post partum. Segera setelah kelahiran, bagian puncak dari fundus akan berada kira-kira dua pertiga sampai tiga perempat tingginya diantara shympisis pubis dan umbilicus. Fundus ini kemudian akan naik ketingkat umbilicus dalam tempo beberapa jam. Ia akan tetap berada pada kira-kira setinggi (atau satu jari lebarnya di bawah) umbilicus selama satu, dua hari dan kemudian secara berangsur-angsur turun ke pinggul, kemudian menjadi tidak dapat dipalpasi lagi bila di atas symhisis pubis setelah hari ke sepuluh (Varney, 2004:252).

2. Involusi tempat plasenta
  • Ekstrusi lengkap tempat plasenta perlu waktu sampai 6 minggu. Proses ini mempunyai kepentingan klinik yang amat besar, karena kalau proses ini terganggu, mungkin terjadi pendarahan nifas yang lama. Segera setelah kelahiran, tempat plasenta kira-kira berukuran sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya mengecil. Pada akhir minggu kedua, diameternya 3 sampai 4 cm. Segera setelah berakhirnya persalinan, tempat plasenta normalnya terdiri dari banyak pembuluh darah yang mengalami trombosis yang selanjutnya mengalami organisasi trombus secara khusus.

3. Pembuluh darah uterus
  • Di dalam uterus sebagian besar pembuluh darah mengalami obliterasi dengan perubahan hialain, dan pembuluh yang lebih kecil tumbuh ditempat mereka. Reasorbsi residu yang mengalami hialinisasi diselesaikan dengan proses yang serupa dengan yang di temukan di ovarium setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Tetapi sisa-sisa kecil tetap ada selama bertahun-tahun, yang dibawah mikroskop memberikan cara untuk membedakan antara uterus wanita multipara dan nullipara.

4. Lochia
  • Lochia adalah nama yang diberikan pada pengeluaran dari uterus yang terlepas melalui vagina selama masa nifas (Varney, 2004:253).
  • Pengeluaran Lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya sebagai berikut :
1). Lochia Rubra
  • 1 sampai 3 hari berwarna merah dan hitam
  • Terdiri dari sel decidua, verniks kaseosa, rambut, sisa mekonium, sisa darah

2). Lochia Sanguinolenta
  • 3 sampai 7 hari
  • Berwarna putih bercampur merah

3). Lochia Serosa
  • 7 sampai 14 hari
  • Berwarna kekuningan

4). Lochia Alba
  • Setelah hari ke 14
  • Berwarna putih

5. Vagina dan Perineum
  • Segera setelah persalinan, vagina dalam keadaan menegang dengan disertai adanya edema dan memar, dengan keadaan masih terbuka. Dalam satu atau dua hari edema vagina akan berkurang. Dinding vagina akan kembali halus, dengan ukuran yang lebih luas dari biasanya. Ukurannya akan mengecil dengan terbentuk kembalinya rugae, pada 3 minggu setelah persalinan. Vagina tersebut akan berukuran sedikit lebih besar dari ukuran vagina sebelum melahirkan pertama kali. Meskipun demikian latihan untuk mengencangkan otot perineum akan memulihkan tonusnya (Varney, 2004:254).

6. Payudara
  • Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil, (estrogen, progesteron, human chorionic gonadotropin, prolaktin, kortisol, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon-hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.

7. Tanda-Tanda Vital
  • Tekanan darah biasanya stabil dan normal, temperatur biasanya kembali normal dari kenaikannya yang sedikit selama periode melahirkan dan menjadi stabil dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. Denyut nadi biasanya normal kecuali bila ada keluhan persalinan yang lama dan sulit atau kehilangan banyak darah (Varney, 2004:254).

8. Perubahan Sistem Ginjal
  • Pelvis ginjal dan ureter yang berdilatasi selama kehamilan, kembali normal pada akhir minggu setelah melahirkan. Segera setelah melahirkan kandung kemih tampak bengkak, sedikit terbendung, dapat hipotonik, dimana hal ini dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tidak sempurna dan adanya sisa urin yang berlebihan kecuali bila diambil langkah-langkah yang mempengaruhi ibu untuk melakukan buang air kecil secara teratur meskipun pada saat wanita itu tidak mempunyai keinginan untuk buang air kecil. Efek dari trauma selama persalinan pada kandung kemih dan ureter akan menghilang dalam 24 jam pertama setelah melahirkan (Varney, 2004:255).

9. Kehilangan Berat Badan
  • Seorang wanita akan kehilangan berat badannya sekitar 5 kg pada saat melahirkan. Kehilangan ini berhubungan dengan berat bayi, placenta dan cairan ketuban. Pada minggu pertama post partum seorang wanita akan kehilangan berat badannya sebesar 2 kg akibat kehilangan cairan (Varney, 2004:255).

10. Dinding Abdomen
  • Striae abdominal tidak bisa dilenyapkan sama sekali akan tetapi mereka bisa berubah menjadi garis-garis yang halus berwarna putih perak (Varney, 2004:255).
  • Ketika miometrium berkontraksi dan berektrasi setelah kelahiran dan beberapa hari sesudahnya, peritonium yang membungkus sebagian besar uterus dibentuk menjadi lipatan-lipatan dan kerutan-kerutan. Ligamentum latum dan rotundum jauh lebih kendor daripada kondisi tidak hamil, dan mereka memerlukan waktu cukup lama untuk kembali dari peregangan dan pengendoran yang telah dialaminya selama kehamilan tersebut.

11. Perubahan Hematologis
  • Leukositosis yang meningkatkan jumlah sel-sel darah putih sampai sebanyak 15.000 semasa persalinan, akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama dari masa post partum. Jumlah sel-sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi lebih tinggi sampai 25.000 atau 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobin, hematokrit dan erytrocyte akan sangat bervariasi pada awal-awal masa nifas sebagai akibat dari volume darah, volume plasma dan tingkat volume sel darah yang berubah-ubah (Varney, 2004:256).

12. Sistem Endokrin
1). Hormon Plasenta
  • Selama periode pascapartum, terjadi perubahan hormon yang besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon Human Placcental Lactogen (HPL), estrogen dan kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium.

2). Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium
  • Waktu dimulainya ovarium dan menstruasi pada wanita menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar Follicle-Stimulating Hormone (FSH) terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, dismpulkan ovarium tidak berespons terhadap stimulasi FSH kadar prolaktin meningkat.

13. Sistem Urinarius
  • Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperkirakan 2 sampai 8 minggu mengalami hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.

14. Sistem Cerna
1). Nafsu Makan
  • Ibu biasanya setelah melahirkan diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan ringan dan setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering-sering ditemukan.
2). Motilitas
  • Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anesthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3). Defekasi
  • Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, ibu biasanya merasakan nyeri diperinium akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan buang air besar yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.

15. Sistem Kardiovaskuler
1). Volume Darah
  • Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis).
2). Curah jantung
  • Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintas sirkuit etoroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.

16. Varises
  • Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil. Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama masa hamil. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan (Varney, 2004:156).

TUJUAN ASUHAN MASA NIFAS
  1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya.
  2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayi.
  3. Memberi pendidikan kesehatan tentang : 1)Perawatan kesehatan diri; 2)Nutrisi; 3)KB; 4)Menyusui; 5)Pemberian imunisasi pada bayinya dan perawatan bayi sehat

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN :
  1. Pengawasan kesehatan ibu nifas.
  2. Mendeteksi komplikasi
  3. Mengevaluasi kebutuhan eliminasi
  4. Menfasilitasi hubungan & ikatan batin ibu bayi
  5. Memulai & mendorong pemberian asi
  6. Memberikan pendidikan kesehatan (Sofyan, 2006:22).

PROGRAM DAN KEBIJAKSANAAN TEKNIS
  • Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
PROGRAM DAN KEBIJAKSANAAN TEKNIK MASA NIFAS MENURUT SAIFUDDIN (2002:123)

Kunjungan: 1
  • Waktu: 6-8 jam setelah persalinan
  • Tujuan:
  1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
  2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan : rujuk bila perdarahan berlanjut.
  3. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
  4. Pemberian ASI awal.
  5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
  6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal bersama ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.

Kunjungan: 2
  • Waktu: 6 hari setelah persalinan
  • Tujuan:
  1. Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
  2.  Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
  3. Memastikan mendapatkan cukup makanan, cairan dan istiharat.
  4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

Kunjungan: 3
  • Waktu: 2 minggu setelah persalinan
  • Tujuan:
  1. Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
  2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
  3. Memastikan mendapatkan cukup makanan, cairan dan istiharat.
  4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

Kunjungan: 4
  • Waktu: 6 minggu setelah persalinan
  • Tujuan:
  1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia alami dan bayi alami
  2. Memberikan konseling KB secara dini

Sumber: Saifudin (2002:123)

PERAWATAN DALAM POST PARTUM (NIFAS) 

1.Pengawasan Kala IV
  • 1 jam pertama dari nifas meliputi pemeriksaan plasenta supaya tidak ada bagian-bagian plasenta yang tertinggal, pengawasan tingginya fundus uteri, pengawasan perdarahan dari vagina, pengawasan konsistensi rahim, pengawasan keadaan umum ibu.
2.Early ambulation
  • Kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin untuk berjalan.
  • Karena lelah habis persalinan, ibu harus istirahat, tidur terlentang, selama 8 jam pasca persalinan, kemudian boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosi dan tromboemboli. Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan, dan hari ke-4 atau ke-5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi tersebut bervariasi bergantung pada komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka-luka. Kini perawatan perenium lebih aktif dengan dianjurkan “ Mobilisasi Dini ” (early mobilitation), perawatan ini mempunyai keuntungan:
  1. Memperlancar pengeluaran lochea, mengurangi infeksi nifas.
  2. Mempercepat involusi alat kandungan.
  3. Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.

3.Diet
  • Diet harus sangat mendapat perhatian dalam nifas karena makanan yang baik mempercepat penyembuhan ibu, lagi pula makanan ibu sangat mempengaruhi susunan air susu.
  • Ibu nifas harus mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari. Makan dengan diet berimbang untuk mendapat protein, mineral, vitamin yang cukup. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat besi setidaknya 40 hari setelah persalinan. Minum kapsul vitamin A (200.000) agar bisa memberikan vitamin A pada bayi lewat ASI nyaMakanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori, sebaiknya yang banyak mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Kebutuhan nutrisi selama laktasi didasarkan pada kandungan nutrisi ASI dan jumlah nutrisi penghasil susu.
1). Kalori
  • Kebutuhan kalori selama menyusui proporsional dengan jumlah air susu ibu yang dihasilkan dan lebih tinggi selama menyusui dibanding selama hamil. Rata-rata kandungan kalori ASI yang dihasilkan oleh ibu dengan nutrisi baik adalah 70 kalori/100 ml, dari kira-kira 85 kalori diperlukan oleh ibu untuk tiap 100 ml yang dihasilkan, rata-rata ibu menggunakan  640 kalori/hari untuk 6 bulan kedua untuk menghasilkan jumlah susu normal.
2). Protein
  • Ibu memerlukan tambahan 20 gram protein di atas kebutuhan normal ketika menyusui, jumlah ini hanya 16% dari tambahan 500 kalori yang dianjurkan.
3). Cairan
  • Dianjurkan ibu menyusui minum 2-3 liter cairan/hari baik dalam bentuk air, susu, jus buah-buahan minuman ringan, sirup dan minuman yang tidak mengandung kafein.
4). Vitamin dan Mineral
  • Vitamin dan mineral selama hamil lebih tinggi nutrien yang paling mungkin dikonsumsi dalam jumlah tidak adekuat oleh ibu menyusui adalah kalsium, magnesium, zink, vitamin B6 dan folat.

Total Kebutuhan Nutrisi Ibu (19-30 tahun) Selama Menyusui

No Nutrien Jumlah

1 Kalori + 500
2 Protein 65 gr
3 Vitamin A 1.300 mg
4 Vitamin D 5,0 mg
5 Vitamin E 19 mg
6 Vitamin K 65 mg
7 Vitamin C 120 mg
8 Tiamin 1,5 mg
9 Niasin 17 mg
10 Vitamin B6 2,0 mg
11 Folat 500 mg
12 Vitamin B12 28 mg
13 Asam Panto Tenat 7 mg
14 Biotin 35 mg
15 Kalsium 1.000 mg
16 Fosfor 700 mg
17 Magnesium 310 mg
18 Zat Besi 15 mg
19 Zink 19 mg
20 Yodium 200 mg
21 Selenium 70 mg

4. Suhu
  • Harus diawasi terutama dalam minggu pertama dari masa nifas karena kenaikan suhu adalah tanda pertama dari infeksi.

5. Miksi
  • Hendaknya kencing untuk dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing, karena spinkter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme selama persalinan. Apabila kandung kemih penuh dan wanita mengalami sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.

6. Defekasi
  • Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi clysma air sabun atau gliserin.

7. Puting susu 
  • Puting susu harus diperhatikan kebersihannya dan rhagade (luka pecah) harus segera diobati, karena kerusakan puting susu merupakan porte d’ entrĂ©e dan menimbulkan mastitis.

8. Datangnya haid kembali
  • Ibu yang tidak menyusukan anaknya, haid datang lebih cepat dari ibu yang menyusukan anaknya. Pada ibu golongan pertama biasanya haid datang 8 minggu setelah persalinan. Pada ibu golongan kedua haid seringkali tidak datang selama ia menyusukan anaknya, tetapi kebanyakan haid datang lagi pada bulan keempat.

9. Lamanya perawatan di rumah sakit
  • Lamanya perawatan di rumah sakit bagi ibu-ibu yang bersalin di Indonesia sering ditentukan oleh keadaan sosial ekonomi. Maka pada umumnya ibu-ibu dengan persalinan biasa tidak lama tinggal di rumah sakit kira-kira 3-5 hari.

10. Follow up
  • Enam minggu setelah persalinan ibu hendaknya memeriksakan diri kembali.

11. Pakaian
  • Pakaian agak longgar terutama di daerah dada sehingga payudara tidak tertekan, daerah perut diikat kencang tidak akan mempengaruhi involusi.

12. Perawatan Payudara pada Ibu Nifas
  • Menjaga payudara tetap bersih dan kering.
  • Menggunakan BH yang menyokong payudara.
  • Apabila puting susu lecet, oleskan ASI yang keluar di sekitarnya setelah selesai menyusui.
  • Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI dilakukan:
  1. Pengompresan payudara
  2. Lakukan pengurutan payudara
  3. Susukan bayi setiap 2-3 jam sekali apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI dikeluarkan dengan tangan.
  4. Keringkan payudara
  5. Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.

13. Keluarga Berencana (Varney, 2005:258)

PERUBAHAN PSIKOLOGIS PADA IBU NIFAS
  • Menerima peran sebagai orang tua adalah suatu proses terjadi dalam 3 tahap yang meliputi:
1. Fase Taking In
  • Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung hari 1-2 setelah melahirkan, pada saat itu fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.
2. Fase Taking Hold
  • Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam perawatan bayi, ibu menjadi sangat sensitif dan mudah tersinggung.
3. Fase Letting Go
  • Fase untuk menerima tanggung jawab akan peran yang berlangsung 10 hari, setelah melahirkan, sudah beradaptasi dengan bayinya. (Fitramaya, 2008:124)

DAFTAR PUSTAKA

  1. Almatsier, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Rineka Cipta
  2. Azwar, 2007. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Jakarta : PT. Rineka Cipta
  3. BKKBN. 2006. Deteksi Dini Komplikasi Persalinan. Jakarta : BKKBN
  4. Bobak, 2000. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC
  5. Degresi. 2005. Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta : PT. Rineka Cipta
  6. Depkes RI, 2004. Penilaian K I dan K IV. Jakarta : Depkes RI
  7. Depkes RI. 2007. Perawatan Kehamilan (ANC). http://www.depkes.go.id diakses pada tanggal 15 Maret 2010
  8. Depkes RI. 2008. Panduan Pelayanan Antenatal. Jakarta : Depkes RI
  9. Dinkes Jatim. 2009. Standar Pelayanan Minimal. http://www.dinkes-jatim.go.id. diakses tanggal 15 Maret 2010
  10. Effendy. 2005. Keperawatan Keluarga. JAKARTA : EGC
  11. Farrer, 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC
  12. Fitramaya, 2008. Asuhan Ibu Hamil. Yogyakarta : Dian Press
  13. Friedman, 2004. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC
  14. Harymawan. 2007. Dukungan Suami Dan Keluarga. http://www.infowikipedia.com. diakses pada tanggal 15 Maret 2010
  15. Hiudayat. 2009. Metode Persalinan Normal dan Komplikasi Bayi Baru Lahir. Jakarta : JNPK-KR
  16. Mandriwati. 2007. Setiap Jam Dua Ibu Hamil Meninggal. http://www. Indoskripsi.com., diakses pada tanggal 15 Maret 2010-07-22
  17. Manuaba. 2008. Ilmu Kebidanan, Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
  18. Monika. 2009. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku. http://www.infowikipedia.com. diakses pada tanggal 15 Maret 2010
  19. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
  20. Niven. 2008. Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional. Jakarta : EGC
  21. Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
  22. Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan Ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta
  23. Nursalam. 2008. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Dan Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
  24. Pranoto. 2007. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
  25. Pudjiadi, 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta
  26. Putriazka. 2007. Angka Kematian Ibu Dan Bayi Tertinggi Di ASEAN. Hidayat. 2006. Metode Penelitian Kebidanan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
  27. Rustam. 2005. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC
  28. Saifudin. 2005. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Pustaka Sarwono Prawirohardjo
  29. Sakinah. 2005. Antenatal Care. http://www.info-wikipedia.com. Diakses tanggal 25 April 2010
  30. Sarafino. 2003. Dukungan Keluarga. Jakarta : Salemba Medika
  31. Siregar, 2004. Psikologi Keperawatan Dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika
  32. Slamet B. 2007. Psikologi Umum. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
  33. Sofyan, 2006. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : Salemba Madika
  34. Sugiono. 2008. Statistik Untuk Penelitian. Jakarta : PT. Rineka cipta
  35. Suririnah. 2008. Tanda Bahaya Pada Kehamilan Trimester I. http://www.kes-pro.coom.id diakses tanggal 15 Maret 2010
  36. Verney. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta. EGC. Hal : 36-39
  37. WHO. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal. Jakarta : Media Aesclapius Press