Sabtu, 02 April 2011

DETEKSI KANKER SERVIK DENGAN METODE IVA (INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT)

Dr. Suparyanto, M.Kes

DETEKSI KANKER SERVIK DENGAN METODE IVA (INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT)

PENGERTIAN IVA
  • IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani, 2009)
  • IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5% (Wijaya Delia, 2010).
  • Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat pra kanker (high-Grade Precanceraus Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive predective value) dan nilai prediksi negatif (negative predective value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97% (Wijaya Delia, 2010).
  • Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan skrining alternatife dari pap smear karena biasanya murah, praktis, sangat mudah untuk dilaksanakan dan peralatan sederhana serta dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan selain dokter ginekologi.
  • Pada pemeriksaan ini, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat serviks yang telah diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. Dibutuhkan waktu satu sampai dua menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada jaringan epitel.
  • Serviks yang diberi larutan asam asetat 5% akan merespon lebih cepat daripada larutan 3%. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapat hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih (displasia) (Novel S Sinta,dkk,2010).

TUJUAN IVA
  • Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim.

KEUNTUNGAN IVA
  • Menurut (Nugroho. 2010:65) keuntungan IVA dibandingkan tes-tes diagnosa lainnya adalah :
  1. Mudah, praktis, mampu laksana
  2. Dapat dilaksanakan oleh seluruh tenaga kesehatan
  3. Alat-alat yang dibutuhkan sederhana
  4. Sesuai untuk pusat pelayanan sederhana

  • Menurut (Emilia. 2010 :53) keuntungan IVA
  1. Kinerja tes sama dengan tes lain
  2. Memberikan hasil segera sehingga dapat diambil keputusan mengenai penatalaksanaannya

JADWAL IVA
  • Program Skrining Oleh WHO :
  1. Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
  2. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
  3. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun (Nugroho Taufan, dr. 2010:66)
  4. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
  5. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.
  6. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun

SYARAT MENGIKUTI TEST IVA
  1. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
  2. Tidak sedang datang bulan/haid
  3. Tidak sedang hamil
  4. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

PELAKSANAAN SKRINING IVA
  • Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut:
  1. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
  2. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi.
  3. Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks
  4. Spekulum vagina
  5. Asam asetat (3-5%)
  6. Swab-lidi berkapas
  7. Sarung tangan

CARA KERJA IVA
  1. Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien akan mendapat penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalankan. Privasi dan kenyamanan sangat penting dalam pemeriksaan ini.
  2. Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi (berbaring dengan dengkul ditekuk dan kaki melebar).
  3. Vagina akan dilihat secara visual apakah ada kelainan dengan bantuan pencahayaan yang cukup.
  4. Spekulum (alat pelebar) akan dibasuh dengan air hangat dan dimasukkan ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat leher rahim.
  5. Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah untuk menyerapnya.
  6. Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam asetat 3-5% diteteskan ke leher rahim. Dalam waktu kurang lebih satu menit, reaksinya pada leher rahim sudah dapat dilihat.
  7. Bila warna leher rahim berubah menjadi keputih-putihan, kemungkinan positif terdapat kanker. Asam asetat berfungsi menimbulkan dehidrasi sel yang membuat penggumpalan protein, sehingga sel kanker yang berkepadatan protein tinggi berubah warna menjadi putih.
  8. Bila tidak didapatkan gambaran epitel putih padadaerah transformasi bearti hasilnya negative.

KATEGORI IVA
  • Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
  1. IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
  2. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).
  3. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
  4. IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).

PENATALAKSANAAN IVA
  • Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
  • Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
  • Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati dan luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat (Samadi Priyanto. H, 2010)
  • Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.

TEMPAT PELAYANAN
  • IVA bisa dilakukan di tempat-tempat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pemeriksaan dan yang bisa melakukan pemeriksaan IVA diantaranya oleh :
  1. Perawat terlatih
  2. Bidan
  3. Dokter Umum
  4. Dokter Spesialis Obgyn.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alimul Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: PT Rineka Cipta
  2. Azwar. 2007. Perilaku dan Sikap Manusia. Bandung : ALFABETA
  3. Azwar. 2009. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
  4. Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC
  5. Febri. 2010. Kesehatan Reproduksi. (http://bidanshop.blogspot.com. Diakses 20 januari 2011)
  6. Melianti Mira. 2011. Skining Kanker Serviks dengan Metode Inspeksi Visual deang Asam Asetat (IVA) test. (http://stikesdhb.ac.id/kebidanan/91-skrining-kanker-serviks.html. Diakses 20 Januari 2011 jam 09.13 wib)
  7. Kartono. 2006. Perilaku Manusia. Jakarta : EGC
  8. Nasir. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
  9. Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
  10. Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Rineka Cipta
  11. Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
  12. Notoatmodjo. 2003. Pengantar Perilaku dan Pendidikan Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
  13. Novel S.Sinta dkk. 2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Pappilomavirus (HPV). Jakarta : Javamedia Network
  14. Samadi Priyanto .H. 2010. Yes, I Know Everything Abaut KANKER SERVIK. Yogyakarta : Tiga Kelana
  15. Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1, S2. Yogyakarta : Nuha Medika
  16. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : ALFABETA
  17. Sukaca E. Bertiani. 2009. Cara Cerdas Menghadapi KANKER SERVIK (Leher Rahim). Yogyakarta: Genius Printika
  18. Wijaya Delia. 2010. Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Servik. Yogyakarta : Sinar Kejora

1 komentar:

  1. permisi, kalau boleh tahu, apakah skrining IVA ini sudah dilaksanakan para bidan di INdonesia?

    BalasHapus