Minggu, 07 Agustus 2011

INVOLUSI UTERI

Dr. Suparyanto, M.Kes

INVOLUSI UTERI

PENGERTIAN INVOLUSI UTERI
  • Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu organ setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan. (Hincliff, 1999)
  • Involusi uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah persalinan kembali kebentuk asal. (Ramali, 2003)

PROSES INVOLUSI UTERUS

1. Ischemi pada miometrium disebut juga lokal ischemia
  • Yaitu kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah yang pergi ke uterus di dalam masa hamil, karena uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus dapat mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa. Dan aliran darah dialirkan ke buah dada sehingga peredaran darah ke buah dada menjadi lebih baik.
  • Demikianlah dengan adanya hal-hal diatas, uterus akan mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami otropi kembali kepada ukuran semula.
2. Autolisis
  • Adalah penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena adanya hyperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang 10 kali dan menjadi 5 kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil, akan susut kembali mencapai keadaan semula.
  • Faktor yang menyebabkan terjadinya autolisis apakah merupakan hormon atau enzim sampai sekarang belum diketahui, tetapi telah diketahui adanya penghancuran protoplasma dan jaringan yang diserap oleh darah kemudian di keluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari setelah melahirkan ibu mengalami beser air kemih atau sering buang air kemih.
3. Aktifitas otot-otot
  • Adalah adanya retraksi dan kontrksi dari otot-otot setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembulu darah yang pecah karena adanya kontraksi dan retraksi yang terus-menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah di dalam uterus yang mengakibatkan jaringan-jaringan otot-otot tersebut menjadi lebih kecil.
  • Mekanisme terjadinya kontraksi pada uterus adalah melalui 2 cara yaitu :
(1) Kontraksi oleh ion kalsium
  • Sebagai pengganti troponin, sel-sel otot polos mengandung sejumlah besar protein pengaturan yang lain yang disebut kamodulin. Terjadinya kontraksi diawali dengan ion kalsium berkaitan dengan kalmoduli. Kombinasi kalmodulin ion kalsium kemudian bergabung dengan sekaligus mengaktifkan myosin kinase yaitu enzim yang melakukan fosforilase sebagai respon terhadap myosin kinase. Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus perlekatan-pelepasan kepala myosin dengan filament aktin tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan mengalami fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk berikatan secara berulang dengan filament aktin dan bekerja melalui seluruh proses siklus tarikan berkala sehingga mengghasilkan kontraksi otot uterus
(2) Kontraksi yang disebabkan oleh hormon
  • Ada beberapa hormon yang mempengaruhi adalah epinefrin, norepinefrin, angiotensin, endhothelin, vasoperin, oksitonin serotinin, dan histamine. Beberapa reseptor hormon pada membran otot polos akan membuka kanal ion kalsium dan natrium serta menimbulkan depolarisasi membran. Kadang timbul potensial aksi yang telah terjadi. Pada keadaan lain, terjadi depolarisasi tanpa disertai dengan potensial aksi dan depolarisasi ini membuat ion kalsium masuk kedalam sel sehingga terjadi kontraksi pada otot uterus. (Guyton, 2007)
  • Dengan faktor-faktor diatas dimana antara 3 faktor itu saling mempengaruhi satu dengan yang lain, sehingga memberikan akibat besar terhadap jaringan otot-otot uterus, yaitu hancurnya jaringan otot yang baru, dan mengecilnya jaringan otot yang membesar. Dengan demikian proses involusi terjadi sehingga uterus kembali pada ukuran dan tempat semula.
  • Adapun kembalinya keadaan uterus tersebut secara gradual artinya, tidak sekaligus tetapi setingkat. Sehari atau 24 jam setelah persalinan, fundus uteri agak tinggi sedikit disebabkan oleh adanya pelemasan uterus segmen atas dan uterus bagian bawah terlalu lemah dalam meningkatkan tonusnya kembali. Tetapi setelah tonus otot-otot kembali fundus uterus akan turun sedikit demi sedikit. (Christian, 1996)
  • Williams menjelaskan involusi sebagai berikut :
  • Involusi tidak dipengaruhi oleh absorbsi insitu, namun oleh suatu proses eksfoliasi yang sebagian besar ditimbulkan oleh berkurangnya tempat implantasi plasenta karena pertumbuhan jaringan endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh perluasan dan pertumbuhan kebawah endometrium dari tepi-tepi tempat plasenta dan sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium dari kelenjar dan stoma yang tersisa di bagian dalam desidua basalis setelah pelepasan plasenta.
  • Proses semacam itu akan dianggap sebagai konservatif, dan sebagai suatu ketetapan yang bijaksana sebagai bagian dari alam. Sebaiknya kesulitan besar akan dialami dalam pembuangan arteri yang mengalami obliterasi dan trombin yang mengalami organisasi, kalau mereka tetap insitu, akan segera mengubah banyak bagian dari mukosa uterus dan endometrium dibawah menjadi suatu masa jaringan parut dengan akibat bahwa setelah beberapa kehamilan tidak akan mungkin lagi untuk melaksanakan siklus perubahan yang biasa, dan karier reproduksi berakhir.

INVOLUSI ALAT-ALAT KANDUNGAN

1. Uterus
  • Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. (Sarwono, 2002). Pada hari pertama ibu post partum tinggi fundus uteri kira-kira satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari kelima post partum uterus menjadi 1/3 jarak antara symphisis ke pusat. Dan hari ke 10 fundus sukar diraba di atas symphisis. (Prawirohardjo, 2002). tinggi fundus uteri menurun 1 cm tiap hari. (Reader, 1997). Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

Tabel Tinggi Fundus Uterus Dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi

Involusi Tinggi fundus uteri Berat uterus
  1. Bayi lahir setinggi pusat 1000gr
  2. Uri lahir 2 jari bawah pusat 750gr
  3. 1 minggu Pertengahan symphisis pusat 500gr
  4. 2 minggu Tidak teraba diatas symphisis 350gr
  5. 6 minggu bertambah kecil 50gr
  6. 8 minggu Sebesar normal 30gr
Sumber : Mochtar, 1998

2. Bekas implantasi uteri
  • Plasenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke ovum uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm. Pada minggu ke 6 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Mochtar, 1998)
  • Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir. Bagian bekas plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut dengan diameter 7,5 sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal, setelah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Sarwono, 2002)
3. Lokia
  • Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. (Mochtar, 1998)
  • Menurut Rustam Mochtar (1998) pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warna sebagai berikut :
  1. Lokia rubra berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa. Lanugo dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan.
  2. Lokia sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.
  3. Lokia serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
  4. Lokia alba cairan putih, setelah 2 minggu
  5. Lokia purulenta terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
  6. Lokia astastis lokia tidak lancar keluarnya.

Tabel Pengeluaran Lokia Menurut Masa Involusi

Involusi uteri Pengeluaran lokia
  1. Hari 1 Rubra
  2. Hari 2 Rubra
  3. Hari 3 Sanguinolenta
  4. Hari 4 Sanguinolenta
  5. Hari 5 Sanguinolenta
  6. Hari 6 Sanguinolenta
  7. Hari 7 Sanguinolenta
Sumber : Mochtar, 1998

4. Servik
  • Setelah persalinan, bentuk servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengandakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada berbatasan antara korpus dan servik uteri berbentuk, semacam cincin. Warna servik sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah, konsistensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan. Tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum uteri. (Sarwono, 2002)
5. Ligamen-ligamen
  • Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang mereggang sewaktu kehamilan dan persalinan setelah jalan lahir berangsur-angsur mengecil kembali seperti sedia kala tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor mengakibatkan uterus jatuh kebelakang, untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia tersebut juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada hari ke 2 post partum sudah dapat diberikan fisioterapi. (Sarwono, 2002)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVOLUSI
  • Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, faktor yang mempengaruhi involusi uterus antara lain :
1. Mobilisasi dini
  • Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak diperlukan, dengan adanya kontraksi dan retraksi yang terus menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah dalam uterus yang mengakibatkan jaringan otot kekurangan zat-zat yang diperlukan, sehingga ukuran jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil.
2. Status gizi
  • Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu post partum maka pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri dari kelompok infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk menghilangkan jaringan nefrotik, pada ibu post partum dengan status gizi yang baik akan mampu menghindari serangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat proses involusi uterus.
3. Menyusui
  • Pada proses menyusui ada reflek let down dari isapan bayi merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormon oxytosin yang oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus berkontraksi sehingga proses involusi uterus terjadi.
4. Usia
  • Pada ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan menghambat involusi uterus.
5. Parietas
  • Parietas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering tereggang memerlukan waktu yang lama.
(Sarwono, 2002)

PENGUKURAN INVOLUSI UTERUS
  • Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan juga dengan pengeluaran lokia. (Manuaba, 1998)
  • Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan desidua dan pengelupasan kulit pada situs plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat, perubahan lokasi uterus, warna dan jumlah lochea. (Varney, 2004: 594)

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alimul, A. (2007), Metode Penelitian Penulisan Ilmiah, Jakarta: Salemba Medika.
  2. Alimul, H. A, dan Musrifatul, U. (2004), Buku Saku Pratikan Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: EGC.
  3. Arikunto, S. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta.
  4. Cambridge, C. L. (1998) Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia dan System Reproduksi, Jakarta: EGC.
  5. Desiyati, D. (2008) Fisiologi Nifas, from Http://we-littlefairy. blogspot.com
  6. Fizari, S. (2009) Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From Http://sekuracity/blogspot.com
  7. Hincliff, S. (1999) Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC.
  8. Ibrahim, C.S. (1996) Perawatan Kebidanan, Jakarta: Bhratara.
  9. Manuaba, I. B. G. (1998) Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.
  10. Mochtar, R. (1998) Sinopsis Obstetric, Jakarta: EGC.
  11. Notoadmodjo, S. (2005) Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
  12. Nursalam, (2003) Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
  13. Nursalam, dan Pariani, S. (2001) Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, CV, Info Medika.
  14. Prawirohardjo, S. (2002) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
  15. ___________, (2002) Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
  16. Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO. (2001) Post Partum, Jakarta: MNH
  17. Ramali, A. (2003) Kamus Kedokteran, Jakarta: Djambatan.
  18. Rambey, R. (2008) Tetap Sehat Setelah Bersalin, from Http:// nursingwear/wordpress.
  19. Roper, N. (2002) Prinsip-Prinsip Keperawatan, Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika.
  20. Sinsin, L. (2009). Masa Kehamilan dan Persalinan. PT. Elex Media Komputindo, from Http:// www.elexmedia.co.id, 118-119.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar