Jumat, 16 September 2011

KONSEP DASAR AKDR (ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM) / IUD (INTRA UTERINE DEVICE)

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP DASAR AKDR (ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM) / IUD (INTRA UTERINE DEVICE)

1. DEFINISI AKDR
  1. AKDR atau IUD atau spiral adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan dimasukkan kedalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang (Handayani, 2010).
  2. AKDR adalah suatu usahah pencegahan kehamilan dengan menggulungkan secarik kertas yang terbuat dari secarik kertas, diikat dengan benang lalu dimasukkan kedalam rongga rahim (Handayani, 2010).
  3. AKDR adalah suatu alat atau benda yang dimasukkan kedalam rahim yang sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua wanita usia reproduktif (Handayani, 2010).
  4. AKDR atau spiral adalah suatu alat yang dimasukkan kedalam rahim wanita untuk tujuan kontrasepsi (Handayani, 2010).
  5. AKDR atau IUD adalah suatu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya), diletakkan dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi, menghalangi fertilisasi, dan menyulitkan telur berimplantasi dalam uterus (Hidayati, 2009).
  6. Intra Uterine Device (IUD) merupakan alat kontrasepsi yang digunakan dalam rahim sebagai pencegah kehamilan. Cara kerjanya sebagai benda asing dalam rahim dapat menimbulkan reaksi peradangan setempat. Tembaga yang terdapat di dalam IUD mempengaruhi reaksi biokimia dalam rahim yang menyebabkan disfungsi sperma sehingga tidak mampu melakukan pembuahan. Intra uterine device (IUD) relatif aman dan efektif dalam mencegah kehamilan (Hidayati , 2009).

2. JENIS AKDR

1. AKDR Non-hormonal
  • Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4. Karena itu berpuluh-puluh macam AKDR telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai generasi plastik (polietilen) baik yang ditambah obat atau tidak.
a. Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi 2:
  1. Bentuk terbuka (Open Device): Misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu-7.Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.
  2. Bentuk tertutup (Closed Device): Misalnya: Ota-Ring, Altigon, dan Graten Ber Ring.
b.Menurut Tambahan atau Metal
  1. Medicated IUD: Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun). Pada jenis Medicated IUD angka yang tertera dibelakang IUD menunjukkan luasnya kawat halus tembaga yang ditambahkan, misalnya Cu T 220 berarti tembaga adalah 220 mm2. Cara insersi: Withdrawal.
  2. Un Medicated IUD: Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon. Cara insersi Lippes Loop: Push Out. Lippes Loop dapat dibiarkan in-utero unuk selama-lamanya sampai menopause, sepanjang tidak ada keluhanan persoalan bagi akseptornya. IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis Un Medicated yaitu Lippes Loop dan yang dari jenis Medicated Cu T, Cu-7, Multiload dan Nova-T.

2. IUD yang mengandung hormonal

a. Progestasert –T = Alza T
  1. Panjang 36 mm, labar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam.
  2. Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 µg progesteron setiap hari.
  3. Tabung insersinya berbentuk lengkung.
  4. Daya kerja 18 bulan.
  5. Tekhnik insersi: Plunging (modified withdrawal)
b.LNG 20
  1. Mengandung 46-60 mg Levonolgestrel, dengan pelepasan 20µg per hari.
  2. Sedang diteliti di Finlandia.
  3. Angka kegagalan /kehamilan angka terendah: <0,5 per 100 wanita per tahun.
  4. Penghentian pemakaian oleh karena persoalan-persoalan perdarahan ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainnya, karena 25% mengalami amenore atau perdarahan haid yang sangat sedikit (Handayani, 2010).

3. MEKANISME KERJA AKDR/IUD
  • Mekanisme kerja AKDR menimbulkan reaksi radang di endometrium, disertai peningkatan produksi prostaglandin dan infiltrasi leukosit. Reaksi ini ditingkatakan oleh tembaga, yang mempengaruhi enzim-enzim di endometrium, metabolisme glikogen, dan penyerapan estrogen serta menghambat transportsi sperma. Pada pemakai AKDR yang mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai saliran genetalia atas berkurang. Perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu viabilitas gamet, baik sperma atau ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang mengandung tembaga memeperlihatkan degerasi mencolok (WHO, 1997).
  • Pengawasan hormon secara dini memperlihatkan bahwa tidak terjadi kehamilan pada pemakai AKDR modern yang mengandung tembaga. Dengan demikian, pencegahan implantasi bukan merupakan mekanisme kerja terpenting kecuali apabila AKDR yang mengandung tembaga digunakan untuk kontrasepsi pasca coitus. LNG-IUS menginduksi atrofi dan produksi mukus serviks antagonis, yang akan meningkatkan efektifitasnya (Anna dan Ailsa: 2006).
  • Rincian mekanisme kerja AKDR adalah sebagai berikut:
  1. Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum diketahui secara pasti, ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan serbukan leukosit yang dapat melarutkan blastokist atau sperma.
  2. Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami perubahan-perubahan pada pemakaian AKDR yang menyebabkan blastokist tidak dapat hidup dalam uterus.
  3. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan sering adanya kontraksi uterus pada pemakaian AKDR yang dapat menghalangi nidasi.
  4. Pergerakan ovum yang bertambah cepat dalam tuba fallopii.
  5. AKDR yang mengeluarkan hormon akan mengentalkan lendir serviks sehingga menghalangi pergerakan sperma untuk melewati kavum uteri.
  6. Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan seksual terjadi) AKDR mengubah transportasi tuba dalam rahim dan memepengaruhi sel telur dan sperma sehingga pembuahan tidak terjadi. Sebagai kontrasepsi darurat (dipasang setelah hubungan suksual terjadi) dalam beberapa kasus mungkin memiliki mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan mencegah terjadinya implantasi atau penyerangan sel telur yang telah dibuahi.
  7. Dari penelitian-penelitian terakhir, didangka bahwa IUD juga mencegah spermatozoa membuahi sel telur (mencegah fertilitas). Ini terbukti dari penelitian di Chili: a.Diambil ovum dari 14 wanita pemakai IUD dan 20 wanita tanpa menggunakanan kontrasepsi. Semua wanita telah melakukan senggama sekitar waktu ovulasi.; b.Ternyata ovum dari wanita akseptor IUD tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda fertilitas maupun perkembangan embrionik normal, sedangkan setengah jumlah ovum pada wanita ynag tidak menggunakan kontrasepsi menunjukkan tanda-tanda fertilisasi dan perkembangan embrionik normal.; c.Penelitian ini menunjukkan bahwa IUD antara lain bekerja dengan cara mencegah terjadinya fertilisasi.
  8. Untuk IUD yang mengandung Cu: a.Antagonisme kationic yang spesifik terhadap Zn yang terdapat dalam enzim carboniyc anhydrase yaitu salah satu enzim dalam traktus genitalia wanita, dimana Cu menghambat reaksi carboniyc anhydrase sehingga tidak memungkinkan terjadinya implantasi dan juga mugkin menghambat aktivasi alkali phosphatase.; b.Mengganggu pengambilan estrogen endogeneuse oleh mukosa uterus.; c.Menganggu jumlah DNA dalm sel Endometrium.; d.Mengganggu metabolisme glikogen.
  9. Untuk IUD yang mengandung hormon progesteron. a.Gangguan proses pematangan proliferatif sekretoir sehingga timbul penekenan terhadap endometrium dan terganggunya proses implantasi endometrium tetap berada dalam fase decidual/progestational.; b.Lendir serviks yang menjadi lebih kental/tebal karena pengaruh progestin (Handayani:2010).

4. EFEKTIVITAS IUD
  1. Efektivitas IUD dinyatakan dalam angka kontinuitas (continuation rate) yaitu berapa lama IUD tetap tinggal in-utero tanpa: Ekspulsi spontan, terjadinya kehamilan dan pengangkatan/pengeluaran karena alasan-alasan medis atau pribadi.
  2. Efektivitas dari bermacam-macam IUD tergantung pada : a.IUD-nya : Bentuk, Ukuran, dan mengandung CU atau progesteron. b.Akseptor (1). Umur : makin tua usia, makin rendah angka kehamilan, makin rendah angka ekspulsi dan pengangkatan/pengeluaran IUD. 2). Paritas : makin muda usia, terutama pada nuligravida, makin tinggi angka ekspulsi dan pengangkatan/pengeluaran IUD. 3). Frekuensi senggama.
  3. Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam satu tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan). (Handayani:2010)

5. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENGGUNAAN IUD

A. KEUNTUNGAN
  1. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.
  2. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-308A dan tidak perlu diganti).
  3. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.
  4. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
  5. Meningkatkan kenyamanan seksual, karena tidak perlu takut hamil.
  6. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A).
  7. Tidak mempengaruhi kualitas ASI.
  8. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak ada infeksi).
  9. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir).
  10. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
  11. Membantu mencegah kehamilan ektopik (Handayani:2010).
  12. AKDR modern bersifat efektif dan bekerja lama, sementara AKDR tembaga harganya sangat murah. Alat ini menghasilkan kontrsepsi sampai 10 tahun sehingga sangat efisien dari segi biaya (Anna dan Ailsa:2006).
  13. LNG-IUS memiliki manfaat tambahan selain kontrasepsi dan semakin sering digunakan untuk penatalaksanaan masalah-masalah ginekologis (Sturridge dan Guilebaud: 1997). Alat ini mengurangi secara nyata jumlah darah menstruasi dan dismenore serta dapat bermanfaat dalam terapi menorargia (Anderson dan Rybo: 1990). Namun bercak darah yang berulang sering mendahuluinya oligomenore, terutama selama 3 bulan pertama pemakaian (Anna dan Ailsa, 2006)
  14. AKDR umumnya sangat mudah dikeluarkan dan pemulihan kesuburan berlangsung cepat (angka konsepsi 78-88% setelah 12 bulan dan 92-97% pada 3 tahun setelah pengeluaran). Kesuburan cepat pulih setelah pengeluaran LNG-IUS (Anna dan Ailsa, 2006).

B. KERUGIAN

  1. Efek samping yang umum terjadi: a.Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan). b.Haid lebih lama dan banyak. c.Perdarahan (spotting) antar menstruasi. d.Saat haid lebih sakit (disminorea).
  2. Komplikasi lain: a.Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan. b.Perdarahan hebat diwaktu haid atau diantaranya dapat memungkinkan penyebab anemia. c.Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar).
  3. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
  4. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.
  5. Penyakit radang panggul dapat terjadi setelah wanita dengan IMS memakai AKDR. PRP dapat memicu infertilitas.
  6. Prosedur medis termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan.
  7. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang selama 1-2 hari.
  8. Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus melepas AKDR.
  9. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang sesudah melahirkan).
  10. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal.
  11. Perempuan harus memeriksakan posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya ke dalam vagina , sebagian perempuan tidak mau melakuakan ini.

6. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI IUD

1.Indikasi
  1. Usia reproduksi.
  2. Keadaan nulipara.
  3. Mengiginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
  4. Perempuan menyusui yang menginnginkan kontrasepsi.
  5. Setelah menyusui dan tidak ingin menyusui bayinya.
  6. Setelah abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.
  7. Perempuan dengan risiko rendah IMS.
  8. Tidak menghendaki metode hormonal.
  9. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari.
  10. Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama (Handayani, 2010).

AKDR dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan, misalnya :
  1. Perokok.
  2. Pasca abortus.
  3. Sedang memakai obat antibiotik dan anti kejang.
  4. Pasien obesitas/kurus.
  5. Penderita tumor jinak payudara.
  6. Penderita Ca payudara.
  7. Pusing-pusing atau nyeri kepala.
  8. Varises kaki dan vulva.
  9. Pernah menderita penyaikit seperti stroke, DM, liver dan empedu.
  10. Menderita hipertensi, jantung, malaria, skistomiasis (tanpa anemia), penyakit tiroid, epilepsi, atau TBC non pelvis.
  11. Pasca KET.
  12. Pasca pembedahan pelvis (Hidayati, 2009).

2.Kontraindikasi

a). Kontraindikasi Mutlak
  1. Diketahui atau dicurigai hamil.
  2. Alergi terhadap tembaga.
  3. Memiliki IMS yang aktif atau baru terjadi dalam tiga bulan terakhir.
  4. Perdarhan vaginal abnormal yang belum didiagnosis.
  5. Rongga uterus mengalami distorsi hebat sehingga pemasangan atau penempatan sulit dilakukan, fibroid besar (Uliyah, 2010).
  6. Penyakit trofoblas ganas.
  7. TBC pelvis (Hidayati, 2009).

b)Kontraindikasi Relatif
  1. Usia pemakai yang masih muda dan sangat rawan terjangkit IMS, karena tingkat aktivitas seksual yang masih sangat tinggi.
  2. Memiliki banyak pasangan seksual.
  3. Menorargia dan anemia. ini adalah kontraindikasi relatif untik spiral tembaga tetapi indikasi untuk LNG-IUS.
  4. Baru mendapat terapi untuk infeksi panggul.
  5. Penderita penyakit katup jantung memiliki risiko endokarditis bakterialis subakut terutama saat pemasangan spiral.
  6. Perempuan yang menderita katup jantung prostetik harus diberikan antibiotik disaat pemasangan.
  7. Baru mengidap penyakit trofoblas jinak. Perdarahan yang tidak teratur bisa mempersulit tindak lanjut dan penatalaksanaan penyakit ini.
  8. Sedang mendapat terapi koagulan. Pemakaian spiral dari tembaga bisa memperparah perdarahan. Yang cocok untuk penderita penyakit ini adalah (spiral) LNG-IUS (Uliyah, 2010).
  9. Kelainan uterus (mioma, polip, jaringan parut bekas SC).
  10. Insufisiensi serviks.
  11. Tumor ovarium.
  12. Gonorea.
  13. Dismenore.
  14. Stenosis kanalis servikalis.
  15. TFU < 6,5 cm (Indonesia < 5 cm), (Hidayati, 2009).

7. INSERSI/PEMASANGAN IUD

1. Insersi yang tidak baik dari IUD dapat menyabakan:
  • Ekspulsi
  • Kerja kontrasepsi tidak efektif
  • Perforasi uterus
2. Untuk sukses/berhasilnya insersi IUD tergantung pada beberapa hal, yaitu:
  • Ukuran dan macam IUD beserta tabung inserternya.
  • Makin kecil IUD, makin mudah insersinya, makin tinggi ekspulsinya.
  • Makin besar IUD makin sukar insersinya, makin rendah ekspulsinya.
3.Waktu atau saat insersi.

a. Insersi Interval
  1. Kebijakaan (policy) lama: Insersi IUD dilakukan selama atau segera sesudah haid. Alasan: Ostium uteri lebih terbuka, kanalis servikalis lunak, perdarahan perdarahan yang timbul karena prosedur insersi tertutup oleh perdarahan haid yang normal, wanita pasti tidak hamil. Tetapi akhirnya ini ditinggalkan karena: Infeksi dan ekspulsi lebih tinggi bila insersi dilakukan saat haid, dilatasi kanalis servikalis adalah sama pada saat haid maupun saat mid-siklus, memudahkan calon akseptor pada setiap ia datang ke klinik KB.
  2. Kebijakan (policy) sekarang: Insersi IUD dapat dilakukan setiap saat dari siklus haid asal kita yakin seyakin-yakinnya bahwa calon akseptor tidak dalam keadaan hamil.
b. Insersi Post-Partum
  • Inseri IUD adalah aman dalam beberapa hari post-partum, hanya kerugian paling besar adalah angka kejadian ekspulsi sangat tinggi. Tetapi menurut penyelidikan di Singapura, saat yang terbaik adalah delapan minggu post-partum. Alasannya karena antara empat dan delapan minggu post-partum bahaya perforasi tinggi sekali.
c. Insersi Post-Abortus
  • Karena konsepsi sudah dapat terjadi 10 hari setelah abortus, maka IUD dapat segera dipasang sesudah:
  1. Abortus trimester I: Ekspulsi, infeksi, perforasi, dan lain-lain sama seperti pada insersi interval.
  2. Abortus trimester II: Ekspulsi 5-10 kali ebih besar daripada abortus setelah trimester I.
d.Insersi Post-Coital
  • Dipasang maksimal 5 hari setelah senggama tidak terlindungi.
4. Tekhnik Insersi, ada tiga cara:
  • Tekhnik Push-Out (mendorong Lippes Loop, bahay perforasi lebih besar).
  • Tekhnik Withdrawal (menarik Cu IUD).
  • Tekhnik Plunging (mencelupkan progestasert-T).
5.Langkah-langkah pemasangan AKDR 

a). Langkah 1
  1. Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilakan klien mengajukan pertanyaan.
  2. Sampaikan kepada klien kemungkinan akan merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti apabila akan diberitahu bila sampai pada langkah tersebut.
  3. Pastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya.
b). Langkah 2
  1. Periksa genitalia eksterna untuk memeriksa adanya ulkus, pembengkakan kelenjar getah bening (bubo), pembengkakan kelenjar bartholini dan kelenjar skene.
  2. Lakukan pemereiksaan spekulum untuk memeriksa adanya cairan vagina, servisitis, dan pemeriksaan mikroskopis bila diperlukan.
  3. Lakukan pemeriksaan panggul untuk menetukan besar, posisi uterus, konsistensi dan mobilitas uterus. Untuk memeriksa adanya nyeri goyang serviks dan tumor pada adneksa atau pada kavum douglasi.
c). Lagkah 3
  • Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan ada indikasi untuk memeriksa adanya jamur, trikomonas, bakterial vaginosis (preparat basah Saline dan KOH serta pemeriksaan pH) untuk memeriksa adanya gonorea atau klamidia.
d). Langkah 4
  • Masukkan lengan AKDR Copper T-380 A di dalam kemasan sterilnya.
e). Langkah 5
  • akan tenakulum untuk menjepit serviks poada posisi jam 1 atau jam 11.
f). Langkah 6
  • Masukkan sonde uterus untuk menentukan posisi uterus dan kedalaman kavum uteri. Memasukkan sonde sekali masuk dengan tekhnik tanpa sentuh (no touch) dimaksudkan untuk mengurangi risiko infeksi.
g). Langkah 7
  • Atur letak leher biru pada tabung inserter sesuai dengan kedalaman kavum uteri.
  • Tarik tenakulum (yang masih menjepit serviks sesudah melakukan sonde uterus) sehingga kavum uteri, kanalis servikalis dan vagina berada dalam satu garis lurus.
  • Masukkan dengan pelan dan hati-hati tabung inserter yang sudah berisi AKDR kedalam kanalis servikalis dengan mempertahankan posisi leher biru dalam arah horizontal.
  • Sesuai dengan arah dan posisi kavum uteri, dorong tabung inserter sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai terasa ada tahanan dari fundus uteri. Pastikan leher biru tetap dalam posisi horizontal.
  • Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan, sedang tangan lain menarik tabung inserter sampai pangkal pendorong. Dengan cara ini lengan AKDR akan berada tepat di fundus (puncak kavum uteri).
  • Keluarkan pendorong dengan tetap memegang dan menahan tabung inserter, dorong kembali tabung inserter dengan pelan dan hati-hati sampai terasa ada tahanan fundus. Langkah ini menjamin bahwa lengan AKDR akan berada tetap di tempat yang setinggi mungkin dalam kavum uteri.
  • Keluarkan sebagian tabung inserter dari kanalis servikalis. Pada waktu benang tampak tersembul keluar dari lubang serviks sepanjang 3-4 cm, potong benang tersebut degan menggunakan gunting mayo yang tajam.
  • Lepas tenakulum. Bila ada perdarahan banyak dati tempat bekas jepitan tenakulum, tekan dengan kasa sampai perdarahn terhenti.
h). Langkah 8
  • Buang bahan-bahan habis pakai yang terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan. Bersihkan permukaan yang terkontaminasi.
i). Langkah 9
  • Lakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan dengan segera setelah selesai dipakai.
j). Langkah 10
  • Ajarkan pada klien bagaimana cara memeriksa benang AKDR (dengan model bila tersedia).
  • Minta klien menunggu di klinik selam 15-30 menit setelah pemasangan AKDR.

6. Langkah-langkah pencabutan AKDR

a). Langkah 1
  • Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan persilakan klien untuk bertanya.
b). Langkah 2
  • Memasukkan spukulum untuk melihat serviks dan benang AKDR.
c). Langkah 3
  • Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali.
d). Langkah 4
  • Mengatakan kepada klien bahwa sekarang akan dilakukan pencabutan. Meminta klien untuk tenang dan menarik napas panjang. Memberitahu mungkin timbul sakit tapi itu normal.
  • Pencabutan normal. Jepit benang di dekat serviks dengan menggunakan klem lurus atau lengkung (ekstraktor) yang sudah didisinfeksi tingkat tinggi atau steril dan tarik benang pelan-pelan, tidak boleh menarik dengan kuat. AKDR biasanya dapat dicabut dengan mudah. Untuk mencegah benangnya putus, tarik dengan kekuatan tetap dan cabut AKDR dengan pelan-pelan. Bila benang putus saat ditarik tetapi ujung AKDR masih dapat dilihat maka jepit ujung AKDR tersebut dan tarik keluar.
  • Pencabutan sulit. Bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada kanalis servikalis dengan menggunakan klem lurus atau lengkung. Bila tidak ditemukan pada kanalis servikalis, masukkan klem atau alat pencabut AKDR kedalam kavum uteri untuk menjepit benang atau AKDR itu sendiri
  • Bila sebagian AKDR sudah tertarik keluar tetapi kemudian mengalami kesulitan menarik seluruhnya dari kanalis servikalis, putar pelan-pelan sambil tetap menarik selama klien tidak mengeluh sakit. Bola dari pemeriksaan bimanual didapatkan sudut antara uterus dengan kanalis servikalis yang sangat tajam, gunakan tenakulum untuk menjepit serviks dan lakukan tarikan ke bawah dan ke atas dengan pelan-pelan dan hati-hati, sambil memutar klem. Jangan menggunakan tenaga besar (YBPSP, 2006).

8. PENANGANAN EFEK SAMPING IUD

1. Amenorea
  • Pastikan hamil atau tidak. Bila klien tidak hamil, AKDR tidak perlu dicabut cukup konseling saja. Salah satu efek samping menggunakan AKDR yang mengandung hormon adalah amenorea (20-50%). Jika terjadi kehamilan kurang dari 13 minggu dan benang AKDR terlihat, cabut AKDR. Nasihatkan agar kembali ke klinik jika terjadi perdarahan, kram, cairan berbau atau demam. Jangan mencabut AKDR jika benang tidak kelihatan dan kehamilannya kurang dari 13 minggu. Jika klien hamil dan ingin meneruskan kehamilannya tanpa mencaut AKDR-nya, jelaskan kepadanya tentang meningkatnya resiko keguguran, kehamilan preterm, infeksi, dan kehamilannya harus diawasi ketat.

2. Kram/kejang
  • Pikirkan kemungkinan terjadi infeksi dan beri pengobatan yang sesuai. Jika kramnya tidak parah dan tidak ditemukan penyebabnya, cukup diberi analgetik saja. Jika penyebabnya tidak dapat ditemukan dan menderita kram berat, cabut AKDR atau cari metode kontrasepsi lain.

3. Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur
  • Pastikan dan tegaskan adanya infeksi pelvik dan kehamilan ektopik, rujuk klien bila dianggap perlu. Bila tidak ditemukan kelainan patologik dan perdarahan masih terjadi, dapat diberi ibuprofen 3 x 800 mg untuk satu minggu, atau pil kombinasi satu siklus saja. Bila perdarahan banyak beri 2 tablet pil kombinasi untukk 3-7 hari saja, atau boleh juga diberi 1,25 mg estrogen equin konyugasi selama 14-21 hari. Bila perdarahan terus berlanjut sampai klien anemia, cabut AKDR dan bantu klien memilih metode kontrasepsi lain.

4. Benang hilang
  • Periksa apakah klien hamil. Bila tidak hamil dan AKDR masih ditempat, tidak ada tindakan yang perlu dilakukan. Bila tidak yakin AKDR masih berada di dalam rahim dan klien tidak hamil, maka klien dirujuk untuk dilakukan rontgen/USG. Bila tidak ditemukan, pasang kembali AKDR sewaktu dating haid. Jika ditemukan kehamilan dan benang AKDR tidak kelihatan, lihat penanganan amenorea.

5. Cairan vagina/dugaan penyakit radang panggul
  • Pastikan pemeriksaan untuk IMS. Bila penyebabnya kuman gonokukus atau klamidia, cabut AKDR dan berikan pengobatan yang sesuai. Bila klien dengan penyakit radang panggul, berikan antibiotika selama 2 hari dan baru kemudian AKDR dicabut dan bantu klien untuk memilih kontrasepsi lain.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alimul, A. Aziz Hidayat. 2010. Metode Penelitian Kebidanan Dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.
  2. Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
  3. Glassier, Anna dan Gebbie Ailsa. 2006. Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC.
  4. Hadyani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Pustaka Rihanna.
  5. Hanafi, Hartanto. 2004. Keluarga Berencana Dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
  6. Hidayati, Ratna. 2009. Metode Dan Tekhnik Penggunaan Alat Kontrasepsi. Jakarta : salemba Medika,
  7. Hurlock, B. Elizabeth. 1999. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga.
  8. Junaidi, Wawan. 2009. Pengertian-minat. http://mathedu-unila.blogspot.com. (diakses 6 februari 2011).
  9. Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
  10. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
  11. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
  12. Nursalam. 2009. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
  13. Pendit, U. Brahm. 2007. Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta : EGC.
  14. Rahim, Abdullah. 2011. Detail Rubrik. http://www.bkkbn.go.id/Webs. (diakses 6 februari 2011).
  15. Sutjipto. 2009. Jurnal. http.www.depdiknas.go.id. (diakses tanggal 24 februari 2011).
  16. Sutjipto. 2009. Jurnal. http://www1.bpkpenabur.or.id. (diakses 6 februari 2011).
  17. Qym. 2009. Pengertian-minat. http://qym7882.blogspot.com. (diakses 6 februari 2011).
  18. Qym. 2010. Konsep-minat. http://creasoft.wordpress.com. (diakses 6 februari 2011).
  19. Sinclair, Constance. 2009. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC.
  20. Uliyah, Mar’atul. 2010. Panduan Aman Dan Sehat Memilih Alat KB. Yogyakarta : Insania.
  21. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontra Sepsi. Jakarta : Tridasa Printer.





3 komentar:

  1. kapan boleh berhubungan setelah pemasangan iud, dokter?

    BalasHapus
  2. @Anonim: tidak ada batasan pasti, selama tidak ada keluhan, satu atau dua hari setelah pemasangan boleh berhubungan, cuma hati2. Trims

    BalasHapus
  3. Hati2 ny gmn dok? Mohon di jelaskan..

    BalasHapus