Rabu, 22 Februari 2012

KONSEP DEPRESI

Dr. Suparyanto, M.Kes


KONSEP DEPRESI
1.    Pengertian Depresi
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), perilaku  dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2006).
Selain itu depresi dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (afektif  mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.
Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih, merasa sendirian, rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda–tanda retardasi psikomotor atau kadang-kadang agitasi, menarik diri dan terdapat gangguan vegetatif seperti insomnia dan anoreksia (Kaplan Sadock,2003).
Bermacam-macam gangguan psikiatrik, dapat dialami penderita stroke, hal
ini sudah lama diketahui oleh para ahli. Emil Kraeplin mengatakan bahwa penyakit serebrovaskuler bisa menyertai gangguan manik depresif (Bipolar I) atau menyebabkan keadaan depresi (Kaplan Sadock,2003).

2.    Penggolongan Depresi
            Klasifikasi depresi menurut DSM IV (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorders) yaitu  :
1. Gangguan depresi mayor unipolar dan bipolar
2. Gangguan mood spesifik lainnya
Ø  Gangguan distimik depresi minor
Ø  Gangguan siklotimik depresi dan hipomanik saat ini atau baru saja berlalu
Ø  (secara terus-menerus selama 2 tahun).
Ø  Gangguan depresi atipik
Ø  Depresi postpartum
Ø  Depresi menurut musim
3. Gangguan depresi akibat kondisi medik umum dan gangguan depresi akibat zat.
4.Gangguan penyesuaian dengan mood : depresi disebabkan oleh stresor psikososial (Amir, 2005).

3.    Tanda dan Gejala Depresi
Menurut  Lumbantobing (2004), gejala-gejala depresi meliputi :
1.        Gangguan tidur
2.        Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), rasa nyeri, pandangan kabur, gangguan saluran cerna,gangguan nafsu makan (meningkat atau menurun), konstipasi, perubahan berat badan (menurun atau bertambah).
3.        Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi atau hiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian di sekitarnya, fungsi seksual berubah (mencakup libido menurun), variasi diurnal dari suasana hati dan gejala biasanya lebih buruk di pagi hari.
4.        Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak bahagia, letupan menangis), kognisi yang negatif, gampang tersinggung, marah, frustasi, toleransi rendah, emosi meledak, menarik diri dari kegiatan sosial, kehilangan kenikmatan & perhatian terhadap kegiatan yang biasa dilakukan, banyak memikirkan kematian & bunuh diri, perasaan negatif terhadap diri sendiri, persahabatan serta hubungan sosial.

4.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Depresi
            Faktor yang diduga menjadi penyebab depresi secara garis besar dibedakan menjadi faktor biologis dan faktor psikososial. Faktor tersebut berinteraksi satu sama lain. Sebagai contoh faktor psikososial dapat mempengaruhi faktor biologis (contoh,konsentrasi neurotransmiter tertentu). Faktor biologis dapat mempengaruhi respon seseorang terhadap stresor psikososial (Amir,2005).
            Faktor yang diduga sebagai penyebab depresi dapat saling berinteraksi adalah :
1.    Faktor biologi, meliputi genetik/ keturunan dan proses penuaan, abnormalitas tidur, kerusakan syaraf atau penurunan neurotransmiter, norefeneprin, serotonin, dan dopamin; hiperaktifitas aksis sistem limbik-hipotalamus-adrenal (Kaplan & Sadock, 2003).
2.    Faktor psikososial meliputi faktor ekstrinsik yaitu : peristiwa kehidupan yang dapat menyebabkan harga diri rendah dan tidak dapat dihadapi dengan efektif, kehilangan seseorang atau dukungan, tekanan sosial; dan faktor intrinsik meliputi sifat kepribadian yaitu narcissistic, obsessive – compluse, dan dependen personality, konflik dari diri sendiri yang tidak terselesaikan, perasaan bersalah, evaluasi diri yang negatif, pemikiran pesimis, kurang pertolongan, penyakit fisik serta penggunaan obat – obatan dan pendekatan/ persepsi terhadap kematian (Faisal,2007). Faktor intrinsik lainnya ketidakmampuan dalam melakukan Activity Daily Living (Auryn,2007).

5.    Teori Terjadinya Depresi
Teori penyebab depresi meliputi :
1.            Teori biologi yang menerangkan bahwa depresi berhubungan dengan gangguan pada ritme sirkandian, disfungsi otak, aktifitas kejang limbik, disfungsi neuroendokrin, defisiensi biogenik amine, cacat pada sistem imun, dan genetik.
2.            Teori psikoanalitical yang menjelaskan depresi berasal dari respon kehilangan,kekecewaan atau kegagalan,rasa marah dipindahkan & dikembalikan pada diri sendiri, ketidakmampuan berduka cita karena adanya kehilangan.
3.            Teori behavioral yang menjelaskan kegagalan untuk menerima reinforcement positif dari orang lain dan dari lingkungan merupakan predisposisi bagi sesorang untuk mengalami depresi.
4.            Teori Kognitif yang menjelaskan konsep negatif dari diri, pengalaman, orang lain & dunia, kepercayaan bahwa seseorang tidak dapat mengontrol situasi memberikan konstibusi terjadinya depresi.
5.            Teori sosiological yang menjelaskan kehilangan kekuasaan, status, identitas, nilai & tujuan untuk menciptakan eksistensi yang tepet akan menyebabkan depresi .
6.            Teori holism yang menjelaskan depresi adalah hasil dari genetik,biologi, psikoanalisa, tingkah laku, kognitif,m dan pengalaman sosiologis (Intansari,2002).

6.    Depresi Pada Stroke
1. Pengertian Stroke
Menurut WHO stroke adalah tanda–tanda klinis mengenai gangguan fungsi serebral secara fokal ataupun global, yang berkembang dengan cepat, dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam ataupun lebih, atau mengarah ke kematian tanpa penyebab yang kelihatan, selain tanda-tanda yang berkenaan dengan aliran darah di otak. Namun dalam bahasa yang lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa stroke adalah suatu serangan mendadak yang ter­jadi di otak yang melibatkan pembuluh darah di otak (tersumbat atau pecah), dan kelumpuhan, bicara pelo, gangguan menelan, dan sebagainya (Iskandar J.2004).
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (Ginsberg, 2007).
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Bila dapat diselamatkan, kadang-kadang si penderita mengalami kelumpuhan pada anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan bicaranya (Farida, 2009).
Stroke adalah penyakit dengan manifestasi gejala/defisit fungsi saraf akibat terjadinya interupsi aliran darah otak secara mendadak atau pecahnya pembuluh darah otak. Atau dengan kata lain, stroke terjadi bila pembuluh darah yang mengangkut oksigen dan bahan makanan ke otak dan di dalam otak tersumbat atau pecah (Dyah, 2010).
Salah satu gejala dari stroke adalah hemiparesis, dimana lengan dan tungkai sesisi lumpuh sama beratnya ataupun hemiparesis dimana lengan sesisi lebih lumpuh dari tungkai atau sebaliknya dan kelemahan otot (hemiplegia) (Farida, 2009).
2. Teori Terjadinya Depresi Pada Stroke
Menurut Dharmady (2009) teori yang menerangkan terjadinya depresi pada pasien stroke adalah :
1.        Depresi merupakan reaksi psikologis sebagai konsekuensi klinis akibat stroke.
2.        Depresi timbul sebagai akibat lesi pada daerah otak tertentu yang menyebabkan terjadinya perubahan neurotransmiter.
Sedangkan menurut Auryn (2007) depresi pada pasien stroke terjadi akibat karena adanya ketidakmampuan dalam melakukan Activity Daily Living yang biasanya dapat dikerjakan sebelum terkena stroke.
3. Prevalensi Depresi Pada  Stroke
            Ditaksir 65% penderita stroke menunjukkan gejala klinis depresi dan sebanyak 60% menunjukkan depresi sewaktu rehabilitasi (Lumbantobing,2004). Menurut penelitian epidemiologi, hampir 79% pasien stroke mengalami depresi, baik di awal atau pada tahap akhir setelah stroke (Steffano,2008).

4. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis depresi pada stroke dapat berupa depresi ringan sampai
berat. Gejala utama adalah gangguan afek (mood) yang disertai kriteria “ B “ dari
episode depresi atau episode manik
Kriteria “ B “ dari episode depresi adalah:
1. Mood terdepresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan oleh laporan subyektif dan pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misal tampak sedih).
2.   Hilangnya minat atau kesenangan secara jelas dalam semua atau hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh keterangan atau pengamatan yang dilakukan orang lain).
3. Kurang nafsu makan atau penurunan berat badan yang cukup berarti (apabila tidak sedang diet) atau penambahan napsu makan atau kenaikan berat badan yang cukup berarti.
4.   Insomnia atau hipersomnia.
5.   Agitasi atau retardasi psikomotor, hampir setiap hari.
6.   Rasa letih, hilang semangat.
7.   Perasaan tidak berguna, menyalahkan diri sendiri atau perasaan bersalah berlebihan atau tidak tepat.
8.   Keluhan atau tanda–tanda berkurangnya kemampuan berfikir atau konsentrasi seperti perlambatan proses pikir atau tidak mampu mengambil keputusan yang berkaitan dengan pelonggaran asosiasi yang jelas atau inkoherensi.
9. Pikiran berulang tentang kematian, gagasan bunuh diri, keinginan mati atau usaha bunuh diri (American Phychiatric Association,2004).

5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Depresi Pada Stroke
Faktor yang bisa mempengaruhi depresi pada pasien stroke adalah :
·        Usia
               Makin muda usia penderita, kecenderungan mengalami depresi lebih besar, meskipun sebenarnya mereka yang berusia lanjut mungkin lebih besar risikonya mengalami depresi. Depresi terjadi sebagai dampak dari gangguan fungsional, institusionalisasi dan tidak adanya dukungan sosial. Penelitian Burvil dkk didapatkan, bahwa setelah stroke, pada penderita pria persentase yang mengalami depresi diantara mereka yang berusia dibawah 60 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan berusia diatas 60 tahun (48% : 20%), sementara pada wanitasebaliknya (23% : 31%)(Riwanti,2006).
·           Jenis Kelamin
               Berdasarkan jenis kelamin, pada beberapa penelitian, didapatkan bahwa depresi pada stroke, sedikit lebih banyak diantara penderita wanita dibandingkan penderita pria (Riwanti,2006). Pada penelitian Paradiso dan Robinson, didapatkan bahwa depresi berat post stroke terjadi dua kali lebih banyak panderita wanita dibandingkan penderita pria. Pada penderita wanita beratnya depresi berkaitan dengan lesi di hemisfer kiri, gangguan fungsi kognitif dan riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya, sementara pada penderita pria beratnya depresi berkaitan dengan gangguan kemampuan melakukan kehidupan sehari-hari dan gangguan fungsi sosial (Riwanti,2006).
·        Status Marital
               Pada penelitian Burvill, didapatkan bahwa persentase depresi pada stroke yang tertinggi adalah diantara penderita yang bercerai (40%), lalu yang hidup berpisah (33%), yang menduda - menjanda karena kematian pasangan hidup (28%), sedangkan diantara mereka yang bujangan atau yang masih terikat pernikahan, persentasenya lebih rendah masing-masing 21% dan 20% (Riwanti,2006).

·        Tempat tinggal
               Beberapa peneliti mengatakan bahwa pada evaluasi 4 bulan post stroke, diantara penderita yang tinggal sendiri, kejadian depresi adalah paling rendah (17%), dibandingkan dengan mereka yang dirawat di rumah sakit untuk rehabilitasi (25%), dan tinggal dengan suami / istri atau saudara (31%) atau tinggal di nursing home(45%)(Riwanti,2006).
·        Gangguan fungsi kognifif
               Stroke sering menyebabkan gangguan fungsi kognitif, dialami oleh sekita 27% - 35% penderita dalam 3 bulan stroke. Biasanya yang terganggu adalah daya ingat, orientasi, kemampuan berbahasa, daya perhatian serta fungsi konstruksional dan visuospasial. Depresi pada penderita yang selain mengalami depresi juga mengalami gangguan fungsi kognitif berlangsung lebih lama bila dibandingkan dengan penderita yang mengalami depresi, tapi tidak mengalami gangguan fungsi kognitif(Riwanti,2006)
·        Afasia
               Afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa yang didapat dimana penderita sebelumnya normal. Afasia merupakan salah satu akibat stroke yang sering terjadi, dialami oleh sekitar sepertiga penderita pada fase akut. Meskipun secara klinis jelas bahwa gangguan kemampuan berkomunikasi sangat berperan terhadap berat dan berkepanjangannya gangguan depresi, evaluasi psikiatrik terhadap dampak afasia pada depresi (pada stroke) sangat terbatas, antara lain oleh karena biasanya penderita yang mengalami afasia terkena kriteria eksklusi (Riwanti,2006).
·        Status sosial
               Burvill dkk pada evaluasi 4 bulan stroke mendapatkan depresi sedikit   lebih tinggi diantara penderita dari tingkat sosial yang lebih rendah (36%), dibandingkan mereka dengan tingkat sosial lebih tinggi (25%)(Riwanti,2006).
·        Fungsi seksual
               Banyak penelitian melaporkan tentang rendahnya kualitas kehidupan seseorang setelah mengalami stroke. Penelitian yang dilakukan Kauhanen terhadap dampak stroke terhadap fungsi seksual didapatkan bahwa pada evaluasi 2 bulan stroke, penderita yang mengatakan libidonya tidak berubah dibandingkan sebelum stroke, hampir dua kali lebih banyak dari penderita yang mengaku libidonya berkurang (60% : 38%), sedangkan pada 6 bulan stroke tidak banyak berbeda antara penderita yang libidonya berkurang dengan yang libidonya tidak berubah (51% : 49%). Penyebab utama penurunan aktifitas seksual stroke adalah hemiplegi, spastisitas, penurunan libido, impotensi, defisit sensorik dan afasia (Riwanti, 2006).
·        Gangguan psikiatrik sebelum stroke
               Beberapa penelitian menunjukkan bahwa para penderita stroke yang mengalami depresi cenderung sudah mempunyai riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya atau mempunyai keluarga yang mempunyai gangguan psikiatrik. Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pernah menderita gangguan jiwa sebelumnya merupakan faktor risiko penderita depresi stroke pada penderita wanita saja (Riwanti,2006).
·        Tingkat ADL
               Penelitian yang dilakukan terhadap pasien setelah mengalami stroke didapatkan bahwa tingkat kemampuan pasien dalam melakukan Activity Daily Living mempengaruhi tingkat depresi yang dialaminya (Indriyati,2009). Menurut Auryn (2007) depresi pada pasien stroke terjadi akibat karena adanya ketidakmampuan dalam melakukan Activity Daily Living yang biasanya dapat dikerjakan sebelum terkena stroke.
·        Lokasi dan sisi lesi
               Penelitian terhadap pasien setelah mengalami stroke didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan kejadian depresi yang bermakna antara lesi korteks dan  subkorteks. Tetapi prevalensi depresi lebih tinggi pada lesi di hemisfer kiri dibandingkan dengan lesi di hemisfer kanan. Pasien dengan lesi korteks frontal kiri anterior lebih sering mengalami depresi jika dibandingkan dengan pasien dengan lesi korteks frontal kiri posterior. Disebutkan depresi akan lebih berat jika lesi lebih dekat ke kutub frontal.  Penelitian yang dilakukan Pohjasvaara tidak menemukan pengaruh lokasi lesi terhadap kejadian depresi. Lesi hemisfer kiri berpengaruh pada kejadian depresi yang dievaluasi 3 bulan setelah stroke. Hal ini berhubungan dengan ketergantungan penderita terhadap orang lain (Riwanti,2006).

5. Dampak Depresi Stroke
Beberapa penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa depresi  dikaitkan dengan cacat meningkat, dan hasil fungsional dan kognitif miskin di penderita stroke. Depresi pada pasien stroke memiliki dampak negatif pada proses rehabilitasi. Selain itu juga mempengaruhi pemulihan fungsional, fungsi kognitif, kualitas hidup dan kesehatan penggunaan penderita stroke (Carod-Artal FJ,2010). Berdasarkan studi kasus yang dilakukan Riwanti Yuliami di bangsal saraf RS.Kariadi Semarang selama periode Januari-Desember 2005, didapatkan suatu kesimpulan bahwa penderita stroke dengan depresi membutuhkan waktu lama untuk terjadinya perbaikan defisit neurologis dibandingkan penderita tanpa depresi.
Gangguan emosional dapat diamati, tidak hanya pada pasien stroke cacat , tetapi juga pada mereka yang dianggap fungsional mandiri dalam kegiatan mereka sehari-hari. Depresi pada pasien stroke juga meningkatkan risiko jatuh pada penderita stroke Depresi stroke dikaitkan dengan peningkatan risiko bunuh diri, dan sekitar 7-10% pasien memiliki keinginan bunuh diri setelah stroke. Selain itu, depresi stroke juga dikaitkan dengan peningkatan angka kematian keseluruhan setelah stroke iskemik. Gejala mood pada skala penilaian yang dilaporkan terjadi 12 - 24 bulan stroke, setelah penyesuaian untuk faktor-faktor yang berhubungan dengan keparahan stroke. Selain itu, pasien stroke dengan depresi memiliki posting lebih dari 12 bulan untuk memulihkan kesehatan daripada penderita stroke non depresi (Carod-Artal FJ,2010).

6. Ukuran Skala Depresi
HDRS atau Hamilton Rating Scale for Depression merupakan salah satu dari berbagai intrumen untuk menilai depresi. Penelitian yang membandingkan HDRS dengan skor depresi lain didapatkan konsistensi. Reliabilitas antara pemeriksa pada umumnya cukup tinggi. Demikian juga halnya reliabilitas oleh satu pemeriksa yang dilakukan pada waktu yang berbeda (Riwanti,2006).
Adapun untuk mengukur tingkat depresi seseorang menggunakan Hamilton Rating Scale for Depression (A.Aziz,2007) :
1.        Keadaan perasaan sedih (sedih,putus asa,tak berdaya,tak berguna)
         Perasaan ini ada hanya bila ditanya; perasaan ini dinyatakan secara verbal spontan; perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekspresi muka, bentuk, suara, dan kecenderungan menangis; pasien menyatakan perasaan yang sesungguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun nonverbal secara spontan.
2.    Perasaan bersalah
Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai penyebab penderitaan orang lain; ada ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan-kesalahan masa lalu; sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah dan berdosa; ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan halusinasi penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya
3.        Bunuh diri
merasa hidup tak ada gunanya, mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain kearah itu, ada ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke arah itu.

4.        Gangguan pola tidur (initial insomnia)
Ada keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur misalnya, lebih dari setengah jam baru masuk tidur; ada keluhan tiap malam sukar masuk tidur
5.        Gangguan pola tidur (middle insomnia)
pasien mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang malam, terjadi sepanjang malam (bangun dari tempat tidur kecuali buang air kecil)
6.        Gangguan pola tidur (late insomnia)
bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi, bangun saat dini hari tetapi tidak dapat tidur lagi
7.        Kerja dan kegiatan-kegiatannya
pikiran perasaan ketidakmampuan keletihan/kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan kerja atau hobi; hilangnya minat terhadap pekerjaan/hobi atau kegiatan lainnya baik langsung atau tidak pasien menyatakan kelesuan, keragu-raguan dan rasa bimbang; berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari atau produktivitas menurun. Bila pasien tidak sanggup beraktivitas, sekurang-kurangnya 3 jam sehari dalam kegiatan sehari-hari; tidak bekerja karena sakitnya sekarang (dirumah sakit) bila pasien tidak bekerja sama sekali, kecuali tugas-tugas di bangsal atau jika pasien gagal melaksanakan; kegiatan-kegiatan di bangsal tanpa bantuan
8.        Kelambanan (lambat dalam berpikir , berbicara gagal berkonsentrasi, dan aktivitas motorik menurun )
sedikit lamban dalam wawancara; jelas lamban dalam wawancara; sukar diwawancarai; stupor (diam sama sekali)

9.        Kegelisahan (agitasi)
kegelisahan ringan; memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-lain; bergerak terus tidak dapat duduk dengan tenang; meremas-remas tangan, menggigit-gigit kuku, menarik-narik rambut, menggigit-gigit bibir
10.     Kecemasan (ansietas somatik)
sakit nyeri di otot-otot, kaku, dan keduten otot; gigi gemerutuk; suara tidak stabil; tinitus (telinga berdenging); penglihatan kabur; muka merah atau pucat, lemas; perasaan ditusuk-tusuk
11.     Kecemasan (ansietas psikis)
ketegangan subyektif dan mudah tersinggung; mengkhawatirkan hal-hal kecil; sikap kekhawatiaran yang tercermin di wajah atau pembicaraannya; ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya
12.     Gejala somatik (pencernaan)
nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan teman, merasa perutnya penuh; sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan pencahar untuk buang air besar atau obat-obatan untuk saluran pencernaan
13.     Gejala somatik (umum)
anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat; sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan
14.     Kotamil (genital)
sering buang air kecil terutama malam hari dikala tidur; tidak haid, darah haid sedikit sekali; tidak ada gairah seksual dingin (firgid); ereksi hilang; impotensi

15.     Hipokondriasis (keluahan somatik, fisik yang berpindah-pindah)
dihayati sendiri, preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehatan sendiri, sering mengeluh membutuhkan pertolongan orang lain, delusi hipokondriasi
16.     Kehilangan berat badan (A dan B)
A. Bila hanya dari anamnesis (wawancara)
berat badan berkurang berhubungan dengan penyakitnya sekarang,jelas penurunan berat badan,tak terjelaskan lagi penurunan berat badan
B. Di bawah pengawasan dokter bangsal secara mingguan bila jelas berat badan berkurang menurut ukuran, kurang dari 0,5 kg seminggu, lebih dari 0,5 kg seminggu, tidak ternyatakan lagi kehilangan berat badan
17.     Insight (pemahaman diri)
mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab-penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, virus, perlu istirahat, dan lain-lain
18.     Variasi Harian
adakah perubahan atau keadaan yang memburuk pada waktu malam atau pagi
19.     Depersonalisasi (perasaan diri berubah) dan derealisasi (perasaan tidak nyata tidak  realistis)
20.     Gejala-gejala paranoid
Kecurigaan; pikiran dirinya menjadi pusat perhatian, atau peristiwa kejadian diluar tertuju pada dirinya (ideas refence); waham kejaran
21.     Gejala-gejala obsesi dan kompulsi
Adapun cara penilaian masing-masing gejala adalah sebagai berikut (A.Aziz,2007) :
0 :           Tidak ada       (tidak ada gejala sama sekali)
1 :           Ringan                       (satu gejala dari pilihan yang ada)
2 :           sedang                       (separuh dari gejala yang ada)
3 :           berat               (lebih dari separuh dari gejala yang ada)
4 :           sangat berat  (semua gejala ada)
Untuk penilaian skornya yaitu (A.Aziz,2007) :
Kurang dari 17            :           tidak ada depresi
18 – 24              :           depresi ringan
25 – 34              :           depresi sedang
35 – 51              :           depresi berat
52 – 68              :           depresi berat sekali


DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2007. Riset Keperawatan Dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika

American Psychiatric. 2004. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders Fouth Edition. Washington DC: American Psychiatric Association

Amir. 2005. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Depresi Pasca Stroke. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran

Auryn.2007. Mengenal Dan Memahami Stroke. Yogyakarta: Ar Ruzz Media

Bethesda Stroke. 2005. Stroke Depression. Portugal : Journal of Psychiatry Neuroscience Vol.31(6)

BJ, Sadock VA. 2009. Comprehensive Textbook Of Psychiatry, 7th ed, Philadelphia: Williams & Wilkins

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Volume 1.Jakarta:EGC
Carod-Artal FJ. 2010. Depresi Pasca Stroke : Bias Prediksi Bantu Pencegahan? Cerebrovas Dis 28. http://www.medscape.com/viewarticle/727042.Diakses tanggal 01 November 2011, jam 18.30 WIB.

Dharmady, Agus. 2009. Stroke dan Depresi Pasca Stroke Majalah Kedokteran Damianus Vol.8 No.1. Jakarta : FK Unika Atma Jaya


Faisal, Idrus. 2007. Depresi Pada Penyakit Parkinson Cermin Dunia Kedokteran No.156. Makassar : FK Hasanuddin

Farida, Ida. 2009. Mengantisipasi Stroke. Yogjakarta: Buku Biru.

Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Neurologi. Jakarta: Erlangga

Hardywinoto, Setiabudi. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta : Gramedia.

Hawari, Dadang. 2006. Manajemen Stress, Cemas, Dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru

Hidayat. 2003. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, A. Aziz A . 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika
Hidayat. 2007. Metodologi Penelitian keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, A. Aziz A. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Surabaya : Health Books Publishing
Indriyati. 2009. Hubungan Tingkat Activity Daily Living (ADL) Dengan Tingkat Depresi Pada Pasien Stroke Di Bangsal Anggrek 1 Rs.Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta : UMS.
Intansari.2002.Perubahan Tingkat Depresi Setelah Electroconvulsive Therapy (ECT) Di RSUP DR Sardjito Berita Kedokteran Masyarakat XVII(2).Yogyakarta : UGM
Iskandar J.2004. Panduan Praktis Pencegahan & Pengobatan Stroke. Jakarta: PT.Bhuana Ilmu Populer

Kaplan, Saddock. 2003. Sinopsis Psikiatry, Ilmu Pngetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara

Kapplan, Sadock, BJ. 2005. Comprehensive Textbook Of Psychiatry,6th Ed. USA : Lippincott.

Lumbantobing. 2004. Neurogeriatri. Jakarta:FKUI

Mardi Susanto. 2008. Tatalaksana Depresi Pasca Stroke Majalah Kedokteran Indonesia Volum: 58, nomor: 3, Maret. Jakarta : Departemen Psikiatry RS Persahabatan

Mickey,Stanley. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.Jakarta : EGC

Misbach J. 2007. Stroke Aspek Diagnosis Patofisiologi Dan Manajemen. Jakarta: FKUI

Nasir, Moh. 2005. Metodologi Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Nursalam. 2003. Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Paolucci, Steffano. 2008. Epidemiologi Dan Pengobatan Depresi Pasca Stroke Neuropsychiatr Disorder. Roma : Fondazione Santa Lucia


 
PDSKJI. 2007. Penanganan Depresi Pasca Stroke. Palembang : Simposia Edisi Agustus (Vol.7 no.1)

Rekam Medik RSUD Jombang Periode Januari-September 2011

Riwanti Yuliami. 2006. Pengaruh Depresi Pada Awal Stroke
(Minggu I) Terhadap Waktu Perbaikan Deficit Neurologi Penderita Stroke Non Hemoragik Di RSUP Dr. Kariadi Semara
ng. Semarang : UNDIP.

Sugiarto, Andi. 2005. Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari Pada Lansia Dip Anti Werdha Pelkris Elim Semarang Dengan Menggunakan Berg Balance Scale Dan Indeks Barthel. Semarang : UNDIP.

Wahyudi,Nugroho.2008.Keperawatan Geontik & Geriatric.Jakarta:EGC



1 komentar:

  1. maaf mengganggu saya hanya ingin berbagi artikel yang berkaitan tentang depresi
    berikut linknya :
    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2672/1/Psi-10.pdf
    semoga bermanfaat :)

    BalasHapus