Selasa, 15 Oktober 2013

PERILAKU SAKIT

Dr. Suparyanto, M.Kes


PERILAKU SAKIT

1.3. Perilaku Sakit
2.4.1. Definisi Perilaku Sakit
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya,mendefinisika dan menginterpretasikan gejala yang dialami, melakukan upaya penyembuhan, dan penggunaan system pelayanan kesehatan.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit, perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme koping.
Menurut Parsons, perilaku spesifik yang tampak bila seseorang memilih peran sebagai orang sakit, yaitu orang sakit tidak dapat disalahkan sejak mulai sakit, dikecualikan dari tanggungjawab pekerjaan, social dan pribadi, kemudian orang sakit dan keluarganya diharapkan mencari pertolongan agar cepat sembuh.
Menurut Cockerham, meskipun konsep Parsons tersebut tidak berguna untuk memahami peran sebagai orang sakit, namun tidak terlalu tepat untuk :menerangkan variasi perilaku sakit, dipakai pada penyakit kronis, keadaan dan situasi yang mempengaruhi hubungan pasien-dokter, atau untuk menerangkan perilaku sakit masyarakat kelas bawah. Juga menurut Meile, konsep Parsons tersebut tidak cocok dipakai pada orang sakit jiwa.

2.4.2. Penyebab Perilaku Sakit
Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh Solito Sarwono (1993) bahwa penyebab perilaku sakit itu sebagai berikut :
*        Dikenal dan dirasakan nyata tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan normal.
*        Anggapan dan gejala serius yang dapat menimbulkan bahaya.
*        Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.
*        Frekuensidanpersisten (terus-menerus, menetap) tandadangejala yang dapatdilihat.
*        Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.
*        Adanya informasi, pengetahuan, dan anggapan budaya tentang penyakit.
*        Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.
*        Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.
*        Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti: fasilitas ,tenaga, obat-obatan, biaya, dan transportasi.
Menurut Sri KusmiyatidanDesmaniarti (1990), terdapat 7 perilaku orang sakit yang dapatdiamati, yaitu:
*        Fearfullness (merasa ketakutan), umumnya individu yang sedang sakit memilik perasaan takut. Bentuk ketakutannya, meliputi takut penyakitnya tidak sembuh, takut mati, takut mengalami kecacatan, dan takut tidak mendapat pengakuan dari lingkungan sehingga merasa diisolasi.
*        Regresi, salah satu perasaan yang timbul pada orang sakit adalah ansietas (kecemasan). Untuk mengatasi kecemasan tersebut, salah satu caranya adalah dengan regresi (menarikdiri) dari lingkungannya.
*        Egosentris, mengandung arti bahwa perilaku individu yang sakit banyak mempersoalkan tentang dirinya sendiri. Perilaku ego sentris, ditandai dengan hal hal berikut : Hanya ingin menceritakan penyakitnya yang sedang diderita, Tidak ingin mendengarkan persoalan orang lain, hanya memikirkan penyakitnya sendiri, Senang mengisolasi dirinya baik dari keluarga, lingkungan maupun kegiatan.
*        Terlalu memperhatikan persoalan kecil, yaitu perilaku individu yang sakit dengan melebih lebihkan persoalan kecil. Akibatnya pasien menjadi cerewet, banyak menuntut, dan banyak mengeluh tentang masalah sepele. Reaksi emosional tinggi, yaitu perilaku individu yang sakit ditandai dengan sangat sensitive terhadap halhal remeh sehingga menyebabkan reaksi emosional tinggi.
*        Perubahan persepsi terhadap orang lain, karena beberapa factor diatas, seorang penderita sering mengalami perubahan persepsi terhadap orang lain.
*        Berkurangnya minat,  individu yang menderita sakit di samping memiliki rasa cemas juga kadang kadang timbul stress. Faktor psikologis inilah salah satu sebab berkurangnya minat sehingga ia tidak mempunyai perhatian terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungannya.

2.4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
a.     Faktor Internal
*        Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami.
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.
Misalnya: Tukang Kayu yang menderita sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
*        Asal atau Jenis penyakit
Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasanya berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada.

b.     Faktor Eksternal
*        Gejala yang Dapat Dilihat
Gejala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.

*        Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendiskusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari pengobatan  untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny.B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.

*        Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar  belakang budaya yang dimiliki klien.

*        Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.



*        Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar  dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.

*        Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan.

2.4.4. Tahap-tahap Perilaku Sakit
1. Tahap I (Mengalami Gejala)
Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu. Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi:
*        Kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll);
*        Evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu gejala penyakit;
*        Respon emosional.
Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.

2.  Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)
Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat. Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.
Menimbulkan perubahan emosional seperti: menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung  beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.
Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan kesehatan  akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.

3.  Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)
Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab  penyakit, dan implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang.
Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. Klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa tersebut.
Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencana pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah ditetapkan.
Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan
Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain  untuk meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter  sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.

4.  Tahap IV (Peran Klien Dependen)
Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada. Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya.
Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya, semakin parah sakitnya, semakin bebas.
Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikan dengan perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat.

5.  Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)
Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya penurunan demam.
Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.
Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan kecepatan atau dengan sikap yang sama.  Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat  dalam mengidentifikasi perubahan perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana perawatan yang efektif.

2.4.5. Dampak Sakit
1.     Terhadap Perilaku dan Emosi Klien
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.
Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarikdiri.
Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.

2.     Terhadap Peran Keluarga
Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan.
Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaptasi dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.
Perubahan jangka pendek : klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan. Akan tetapi pada perubahan jangka panjang : Klien memerlukan proses penyesuaian yang sama dengan ’Tahap Berduka’.
Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana keperawatan.
3.     Terhadap Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut. Reaksi klien/keluarga terhadap perubahan gambaran tubuh itu tergantung pada:
*      Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)
*      Kapasitas adaptasi
*      Kecepatan perubahan
*      Dukungan yang tersedia.

4.     Terhadap Konsep Diri
Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri. Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran.
Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri  karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan  keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya anggota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.

5.     Terhadap Dinamika Keluarga
Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. “Ilmu Perilaku Kesehatan”. Jakarta. Rineka Cipta.
  2. Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
  3. Ekasari, Mia Fatma, dkk. 2008. Keperawatan Komunitas Upaya Memandirikan Masyarakat untuk Hidup Sehat. Jakarta: Trans Info Media.
  4. Go Nursing. 2008.  Keperawatan Keluarga Sebuah Pengantar. http://ilmukeperawatan.wordpress.com/2008/04/07/keperawatan-keluarga-sebuah-pengantar/.
  5. Slamet, Juli Soemirat. 2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  6. Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek.(Family nursing teori and practice). Edisi 3. Alih bahasa Ina debora R. L. Jakarta: EGC
  7. Tri Kurniawati, Irma. 2008. “ Gambaran Pemanfaatan-Literatur”. www.lontar.ui.ac.id.
  8. http://andhablog.blogspot.com/2009/04/perilaku-sakit.html
  9. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3747/1/fkm-juanita5.pdf)
  10. http://www.scribd.com/doc/75657031/DINAMIKA-KELUARGA
  11. http://hikmatpembaharuan.wordpress.com/
  12. http://rizkipkip.blogspot.com/2013/05/perilaku-pencarian-pelayanan-kesehatan.html
  13. http://g00dlucky.blogspot.com/2013/04/perilaku-pencarian-pelayanan-kesehatan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar