Selasa, 11 Maret 2014

MASALAH HIV/AIDS

Dr. Suparyanto, M.Kes

MASALAH HIV/AIDS



BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
            Manusia adalah makhluk sosial yang artinya makhluk yang tidak mampu hidup sendiri atau selalu membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Dalam kehidupan sosial masyarakat dikenal berbagai gejal-gejala sosial seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan. Tidak semua gejala sosial tersebut berjalan secara normal, kadang-kadang-kadang timbul gejala sosial yang tidak dikehendaki yang kemudian sering disebut masalah sosial.
Masalah sosial merupakan persoalan, karena menyangkut tata kelakuan immoral, berlawanan dengan hukum serta bersifat merusak. Sebab itu masalah-masalah sosial tidak akan mungkin ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk (Soerjono Soekamto.1990). Masalah tersebut bersifat sosial karena bersangkut paut dengan hubungan antar manusia dan di dalam kerangka bagian-bagian kebudayaan yang normatif. Hal ini dinamakan masalah sosial karena bersangkut paut dengan dengan gejala-gejala yang mengganggu kelanggengan dalam masyarakat.
Masalah-masalah sosial umum yang terjadi di masyarakat misalnya kemiskinan, kejahatan, disorganisasi keluarga, masalah generasi muda dalam masyarakat modern, kenakalan remaja, pelacuran, homoseksualitas dan masalah lingkungan hidup. Masalah sosial-masalah sosial yang sedang marak terjadi saat ini adalah pergaulan bebas remaja dan pelacuran yang berujung pada terinfeksinya seseorang virus HIV. Kasus-kasus HIV tidak hanya terjadi di kota-kota besar tetapi di desa-desa juga sudah ditemukan penderita HIV/AIDS.
Kasus HIV/AIDS merupakan masalah sosial karena adanya perlakuan di skriminasi terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). ODHA dianggap orang-orang yang patut dikucilkan karena telah menyalahi norma-norma yang berlaku di masyarakat, padahal mereka adalah orang-orang yang seharusnya mendapatkan motivasi dan semangat hidup dari orang-orang di sekitarnya. Anggapan orang tentang HIV/AIDS yang dapat menular dengan mudah adalah salah karena sesungguhnya penularan HIV/AIDS dapat dicegah. Hal inilah yang mendasari penulis dalam menyusun makalah ini.
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Isu-Isu yang berkembang di masyarakat tentang HIV/AIDS
Bagi masyarakat awam keberadaan penyakit HIV dan AIDS dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya. Bagi masyarakat istilah HIV dan AIDS biasanya tergambar sebagai masalah medis yang timbul akibat suatu perilaku negative dalam pergaulannya. Penderitanya yang di sebut ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) sering dijauhi dalam pergaulan karena dianggap perilaku negatifnya dapat menimbulkan HIV dan AIDS.
Banyak masyarakat menganggap penularan HIV dapat terjadi dengan mudah. Isu yang berkembang di masyarakat mengenai penularan HIV adalah sebagai berikut:
  1. Penularan HIV dapat terjadi karena bersalaman, berpelukan, atau berciuman dengan penderita HIV dan AIDS
  2. Kontak langsung seperti terpapar batuk atau bersin oleh penderita HIV dan AIDS
  3. Memakai fasilitas umum bersama-sama dengan penderita HIV dan AIDS misalnya toilet
  4. HIV dan AIDS dapat menular pada tempat pemandian umum misalnya memakai kolam renang bersama-sama
  5. Hidup bersama, berbagi makanan atau menggunakan alat makan secara bersama dengan ODHA
  6. HIV dan AIDS dapat menular akibat gigitan serangga misalnya nyamuk
Berdasarkan isu yang berkembang pada masyarat mengenai penularan HIV kita akan cenderung mengganggap bahwa HIV itu adalah virus mematikan yang dapat menular dengan mudahnya kapanpun, dimanapun, dan kepada siapapun. Padahal dalam kenyataannya tidak seperti yang masyarakat bayangkan.


2.2 Apa itu HIV/AIDS
Masyarakat sering mendengar nama penyakit tersebut dan merasa takut akan hadirnya penyakit tersebut. Tetapi sebenarnya masyarakat belum mengetahui secara jelas apa itu HIV dan apa itu AIDS. HIV (Human Imunodeficiensi Virus) adalah virus penyebab AIDS. Terdapat dalam cairan tubuh pengidapnya seperti darah, air mani atau cairan vagina. Pengidap HIV akan tampak sehat sampai HIV menjadi AIDS dalam waktu 5-10 tahun kemudian. Walaupun tampak sehat mereka dapat menularkan HIV pada orang lain. AIDS (Aquired immune Deficiency Syndrome) atau sindroma menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan HIV sehingga tubuh tidak dapat memerangi penyakit.
Pengertian HIV sendiri adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudan menyebabkan AIDS.
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia yang didapat (bukan karena keturunan), tetapi disebabkan oleh virus HIV.
Seperti isu yang telah berkembang di masyarakat mengenai cara penularan HIV sebenarnya terjadi kekeliruan pada pandangan masyarakat tersebut. Sebenarnya HIV hanya dapat menular melalui 4 cairan tubuh yaitu cairan sperma, cairan vagina, darah, dan yang terbaru ditemukan bahwa virus HIV terdapat pada cairan sumsum tulang belakang. Penularan HIV itu sendiri dapat terjadi melalui beberapa cara:
  1. Melalui hubungan sex yang tidak terlindung (anal, oral, vaginal) dengan pengidap HIV
  2. Melalui transfuse darah atau menggunakan jarum suntik secara bergantian
  3. Melalui ibu hamil pengidap HIV pada bayi yang dilahirkan dan dari ibu ke anak selama menyusui.
HIV tidak ditularkan melalui pergaulan seperti berjabat tangan, sentuhan, ciuman, pelukan, peralatan makan, gigitan nyamuk, penggunaan jamban atau tinggal serumah, kontak dengan penderita yang betuk atau bersin. Hal ini menjawab bahwa isu yang berkembang di masyarakat tidaklah benar.
Siapapun bisa saja tertular HIV dan gejala yang diltimbulkan tidak dapat di bedakan dengan orang sehat kebanyakan karena penampilan luar seseorang tidak menjamin mereka bebas HIV. Orang dengan HIV positif sering terlihat sehat dan merasa sehat sebelum melakukan tes darah. Apabila melakukan tes HIV barulah seseorang mengetahui dan menyadari bahwa dirinya tertular HIV. Tes HIV merupakan satu-satunya untuk mendapatkan kepastian tertular HIV atau tidak. Pelayanan tes darah ini telah disediakan oleh pemerintah di rumah sakit atau puskesmas dengan tidak dipungut bayaran.
Setelah terinveksi HIV biasanya tidak ada gejala dalam waktu 5-10 tahun. Kemudian AIDS mulai berkembang dan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
1. kehilangan berat badan secara drastis
2. diare yang berkelanjutan
3. pembekakan di leher dan di ketiak
4. batuk terus menerus
Setelah mengetahui apa itu HIV/AIDS pastilah muncul di pemikiran kita bagaimana upaya untuk mencegah penularan HIV. Pencegahan HIV sangat mudah, tergantung pada prilaku kita sendiri. Pencegahannya dapat dilakukan dengan model pencegahanABCDE yaitu:
1. Absen Seks yaitu tidak melakukan hubungan seks sama sekali
2. Befaithfull yaitu saling setia dengan pasangan dan tidak berganti-ganti pasangan seks
3. Condom yaitu selalu menggunakan kondom jika melakukkan hubungan seks beresiko baik lewat vagina, dubur, ataupum mulut
4. Don’t Inject yaitu tidak menggunakan alat-alat suntik atyau jarum bekas apalagi menggunakan narkoba suntik
5. Education yaitu selalu mengikuti perkembangan informasi tentanng HIV/AIDS melalui membaca, berbicara mengenai HIV/AIDS untuk menambah pengetahuan.
2.3 Masalah- Masalah yang dapat timbul oleh penyakit HIV/AIDS
2.3.1 Masalah Kejiwaan
Masalah kejiwaan pada penderita HIV positif berkisar pada ketidakpastian dan penyelesaian. Ketidakpastian tentang kehidupan, terutama kehidupan keluarga dan pekerjaan. Sebagai akibat ketidakpastian, penderita harus melakukan penyesuaian-penyesuaian. Berbagai masalah kejiwaan yang terjadi antara lain :

1. Ketakutan
Penderita HIV Positif dibayangi ketakutan : ketakutan mati dan terutama mati sendiri dalam keadaan kesakitan. Ketakutan dapat terjadi atas dasar pengalamannya melihat teman atau kekasihnya yang sakit atau meninggal karena AIDS. Ketakutan dapat pula terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang cara pengendalian masalah-masalah yang dihadapi. Ditinjau dari segi kejiwaan, ketakutan dapat ditanggulangi dengan pemberian penjelasan yang terbuka tentang cara-cara mengatasi kesulitan termasuk bantuan dari teman-teman, keluarga dan konselor.

2. Kehilangan
Penderita HIV Positif merasa kehilangan hidupnya, semangatnya, kegiatan fisiknya, hubungan seksual, kedudukan sosial, kemantapan keuangan dan keterbatasan. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan untuk perhatian, penderita juga mengalami perasaan kehilangan “privacy” dan pengaturan terhadap hidupnya yang paling sering hilang adalah penanaman kemandirian, merasa ketakutan akan masa depan, ketidakmampuan menyayangi, pada pandangan yang negatif atau “stigma” bagi yang lain. Pada sebagian besar penderita, kesadaran terinfeksi HIV merupakan bencana kematian.




3. Duka Cita
Penderita HIV positif sering merasa sedih kehilangan pengalaman dan harapannya. Mereka sering sedih atas kepribadian yang ditunjukkan oleh saudara, kekasih, atau teman-teman, yang merawat dan memperhatikan yang semakin menurun
4. Bersalah
Penderita HIV positif sering merasa bersalah tentang kemungkinannya menulari orang lain atau tentang perilakunya yang menyebabkannya terinfeksi. Juga merasa bersalah telah menyebabkan keluarganya sakit, khususnya anaknya. Bila rasa bersalah ini tidak dapat diatasi dapat mengakibatkan rasa bersalah yang makin mendalam

5. Depresi
Depresi dapat timbul karena berbagai penyebab. Belum adanya pengobatan dan sebagai akibat perasaan kehilangan tenaga, kehilangan dari kontrol pribadi yang terkait dengan seringnya pemeriksaan medis, dan pengetahuan bahwa virus dapat membunuh, merupakan faktor yang penting.

Demikian pula pengetahuan tentang orang-orang lain yang sakit atau meninggal akibat infeksi HIV dan pengalaman mereka yang kehilangan potensi untuk berprokreasi dan rencana jangka panjang dapat mengakibatkan depresi.

6. Menolak
sebagai masyarakat dapat memberikan reaksi menolak terhadap pemberitahuan bahwa mereka menderita infeksi HIV untuk sebagian orang, penolakan tersebut dapat merupakan cara positif untuk menghindari shock terhadap diagnosis.
Bagaimanapun, apabila hal tersebut menetap, penolakan dapat merugikan, karena masyarakat umum masih belum dapat menerima tanggung jawab sosial kehidupan bersama penderita HIV positif.


7. Cemas
Kecemasan yang kemudian menjadi kesulitan dalam kehidupan seseorang dengan HIV, menggambarkan ketidakpastian yang berkaitan dengan infeksi.
Berbagai penyebab dari kecemasan meliputi hal-hal sebagai berikut :
·      Prognosa jangka pendek dan jangka panjang.
·      Resiko infeksi dengan penyakit lain.
·      Resiko menularkan HIV pada orang lain.
·      Penolakan kehidupan sosial, kehidupan seksual dan pekerjaan.
·      Dikucilkan, diisolir dan ketakutan secara fisik.
·      Ketakutan akan mati dalam kesakitan dan tidak dihargai.
·      Ketidakmampuan merubah lingkungan dan tanggung jawab terinfeksi.
·      Bagaimana memastikan pemeliharaan kesehatan terbaik dimasa yang akan datang.
·      Kemampuan keluarga dan orang-orang yang dicintai untuk menerima.
·      Kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan perawatan gigi.
·      Kehilangan hal-hal yang bersifat pribadi dan kemandirian.
·      Penolakan terhadap kehidupan sosial dan seksual dimasa mendatang.
·      Penurunan kemampuan dan kehilangan kemandirian dibidang keuangan. 
8. Marah
Sebagai orang merasa sangat marah karena merasa “tidak beruntung” mendapatkan infeksi HIV. mereka merasa bahwa berita tentang mereka diberikan secara buruk. Kemarahan dapat merupakan akibat dari rasa menyalahkan diri sendiri mendapatkan infeksi HIV atau dapat pula merupakan perwujudan dari perilaku merusak diri sendiri / bunuh diri.

9. Tindakan atau pemikiran untuk bunuh diri
Mereka yang menderita HIV positif, mempunyai kecenderungan peningkatan pemikiran bunuh diri. Bunuh diri dianggap merupakan jalan keluar dari kesakitan, ketidakmampuan, dan perasaan malu terhadap orangorang yang dikasihi. Bunuh diri dapat dilakukan secara aktif (menyakiti diri sendiri sampai mati) atau pasif (merahasiakan komplikasi yang dapat berakibat fatal)

10. Kehilangan harga diri
Penolakan oleh teman, kekasih, kenalan, dapat mengakibatkan perasaan kehilangan kemandirian dan identitas sosial, sehingga menyebabkan perasaan kehilangan harga diri. Hal ini dapat pula diikutkan dengan pengaruh infeksi HIV seperti kerusakan wajah, penurunan kondisi fisik dan lain-lain.

11. Hypochondria dan Obsesi
Masalah kesehatan dan perubahan fisik atau perasaan dapat mengakibatkan hypochondria. Hal ini dapat terjadi langsung setelah didiagnose dan dapat menetap pada mereka yang memiliki kesulitan untuk menerima penyakitnya (HIV)

12. Aspek Spiritual
Perasaan tentang kematian, kesepian dan kehilangan kontrol dapat meningkatkan perhatian ke masalah spiritual dan agama. Perasaan berdosa, bersalah, pemberian maaf, damai, dan penerimaan dapat merupakan bagian dari diskusi keagamaan

2. 3.2 Masalah Sosial
ODHA mendapat stigma (cap negatif) dan diskriminasi dari masyarakat di sekitarnya.Ini nampak dari begitu banyak penderita menerima perlakuan yang berbanding terbalik sebelum terdiagnosa HIV. Pada rentang antara 10-12 tahun HIV memunculkan AIDS. Jadi, sang penderita menghadapi stigma dan diskriminasi pada 10 tahun itu. Ini muncul karena persepsi keliru atas HIV dan AIDS terutama media penularan serta pandangan mengenai masalah ini adalah masalah medis.
Stigma adalah alat kontrol sosial terampuh dalam menilai pihak berkarakteristik tertentu, maka dalam kerangka stigma dan diskriminasi HIV dan AIDS sebenarnya adalah persoalan sosial yang tatarannya sama dengan kemiskinan, kebodohan, dan apatisme, yang merupakan masalah semua orang.
Diskriminasi terhadap ODHA terlihat dalam kehidupan sehari-hari seperti contoh-contoh dibawah ini
a.        Pada saat masyarakat mengadakan upacara-upacara yang memerlukan bantuan dari seluruh krama desa, ODHA tidak diperbolehkan untuk membantu bekerja karena takut tertular. Tetapi sebenarnya ODHA bisa saja membantu dalam pekerjaan yang tidak akan menimbulkan luka atau sampai mengeluarkan darah.
b.       Dalam dunia kerja, ODHA sering dikucilkan dari pergaulan rekan-rekan kerjanya dan ada pula kejadian dimana ODHA harus di PHK karena penyakit yang di deritanya itu. Untuk mencari lapangan pekerjaan juga merupakan hal yang tidak mudah bagi mereka, banyak perusahaan yang menolak orang-orang dengan HIV untuk bekerja padahal kalau kita lihat pengidap penyakit ini ada pada tataran usia produktif kerja. Tentunya pembatasan kerja yang dilakukan sebenarnya akan mematikan berbagai sektor kerja yang ada.
c.        Dalam keluarga, ODHA juga kadang-kadang diberikan perlakuan yang tidak sama dengan keluarga lainnya, misalnya dikirim keluar kota, dilarang bergaul dengan orang-orang di sekitarnya, dan dilarang pula membuka statusnya sebagai pengidap HIV karena keluarga masih menganggap hal itu sebagai aib yang harus disembunyikan selamanya.
d.      Dalam dunia medis, perlakuan diskriminasi yang terjadi pada ODHA misalnya ketika seorang penderita yang harus mendapat operasi karena suatu penyakit atau kecelakaan mendadak harus dibatalkan karena statusnya sebagai pengidap HIV.
Sebenarnya perlakuan diskriminasi seperti diatas tidak perlu terjadi seandainya semua orang memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS dan bagaimana proses infeksinya. Orang-orang dengan HIV sebenarny8a adalah orang-orang yang patut diberikan dukungan agar di sisa hidupnya yang tidak lama lagi bisa berbuat banyak untuk sesama baik untuk orang yang belum terinfeksi maupun yang telah terlanjur terinfeksi.
2. 3.3 Masalah Ekonomi
HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human capital).Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah. Di daerah yang terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim piatu yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang telah tua.
Semakin tingginya tingkat kematian (mortalitas) di suatu daerah akan menyebabkan mengecilnya populasi pekerja dan mereka yang berketerampilan. Para pekerja yang lebih sedikit ini akan didominasi anak muda, dengan pengetahuan dan pengalaman kerja yang lebih sedikit sehingga produktivitas akan berkurang. Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas.
Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan mekanisme produksi dan investasi sumberdaya manusia (human capital) pada masyarakat, yaitu akibat hilangnya pendapatan dan meninggalnya para orang tua. Karena AIDS menyebabkan meninggalnya banyak orang dewasa muda, ia melemahkan populasi pembayar pajak, mengurangi dana publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang tidak berhubungan dengan AIDS. Ini memberikan tekanan pada keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Efek melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin terasakan bila terjadi peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang sakit, pelatihan (untuk menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya sakit, serta perawatan yatim piatu korban AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa menyebabkan berpindahnya tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah, untuk menangani para anak yatim piatu tersebut.
Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukkan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya dua kali lebih banyak untuk perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah tangga lainnya.


















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengertian HIV sendiri adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudan menyebabkan AIDS.
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia yang didapat (bukan karena keturunan), tetapi disebabkan oleh virus HIV.
Masalah- Masalah yang dapat timbul oleh penyakit HIV/AIDS
1.      Masalah kejiwaan
2.      Masalah social
3.      Masalah ekonomi

Saran – Saran
  1. Diharapkan pada masyarakat untuk tidak mendiskriminasikan keberadaan ODHA yang berada di sekitar lingkungan masyarakat.
  2. Agar terhindar dari HIV/AIDS sebaiknya masyarakat berperilaku seks yang sehat dan aman seperti tidak berganti-ganti pasangan dan menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual.




DAFTAR PUSTAKA
http://AIDS-Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas
http://HIV AIDS Tidak hanya menyangkut masalah medis tetapi juga masalah social
http://Masalah Kejiwaan penderita HIV AIDS
http://PERAN PERAWAT DALAM MENANGANI MASALAH PSIKOSOSIAL HIV AIDS            
      perawatanonline.com
Maryunani anik,ummu aeman,2009. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi
       Penatalaksanaan Dipelayanan bidan. Jakarta: Trans Info Media
Nasronudin, 2007. HIV dan AIDS Pendekatan Biologi Molekul Klinis dan social. Surabaya :
       Airlangga University Press








 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar