Senin, 10 Maret 2014

PENYAKIT CAMPAK DAN MASALAHNYA

Dr. Suparyanto, M.Kes

PENYAKIT CAMPAK DAN MASALAHNYA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia,  Karena sering dilaporkan di beberapa daerah. Menurut data SKRT (1996) insiden campak pada balita sebesar  28/10.000. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 1982 sebelum program imunisasi campak dimulai, yaitu sebesar 8000/10.000 pada anak umur 1-15 tahun. Imunisasi merupakan salah satu upaya terbaik untuk menurunkan insiden campak. Sebagai dampak program imunisasi tersebut insiden campak cenderung turun pada semua golongan umur. Pada bayi (< 1 tahun) dan anak umur 1-4 tahun terjadi penurunan cukup tajam, sedangkan pada golongan umur 5-14 tahun relatif landai. Saat ini program pemberantasan penyakit campak dalam tahap reduksi yaitu penurunan jumlah kasus dan kematian akibat campak, menyusul tahap eliminasi dan akhirnya tahap eradikasi. Diharapkan 10-15 tahun setelah tahap eliminasi, penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamunya adalah manusia. Respon imun memegang peranan penting dalam upaya mengatasi infeksi virus campak, baik respon yang timbul oleh infeksi campak alam maupun respon setelah imunisasi. Makalah ini akan membahas lebih jauh penyakit campak, karakteristik virus campak, respon imun dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta hasil penelitian yang berhubungan.
1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
Mengidentifikasi program pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia
1.2.2         Tujuan Khusus
1.      Mengetahui cara mencegah dan memberantas campak di Indonesia
2.      Mengetahui penyebab terjadinya campak
3.      Mengetahui angka kejadian campak di Indonesia tahun 1992 – 1998
4.      Memberikan solusi untuk mengatasi masalah campak di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Campak
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita.Gejala-gejalanya adalah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3 – 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya. Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang Paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen ( menetap ). Pencegahan adalah dengan cara menjaga kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolah raga yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan melakukan imunisasi. Pemberian Imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqCG6CF6rIvqNuXnNH2qdnHXcr8VFkbyIUlAmsIcYWaV_jDkGjw8B9TQTHddd3NNJ0Ezfhsh0OrtO6rSvVO6Iu2qFvf9RAsh0G7L60oNVXzR-mP-cTuWdEDnhyphenhyphenHWdTrKlLOquqxa8HSYAX/s200/CAMPAK.jpeg
2.2 Penyebab Campak
Campak disebabkan oleh paramiksovirus. Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dan remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
2.3 Campak Di Indonesia
Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB ( Kejadian Luar Biasa ). Hasil pemeriksaan sample darah dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam dan merata disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak krisis pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.

2.4 Tahapan Pemberantasan Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
A. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap:
·                Tahap pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun.
·                Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
B. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
C. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.
2.5  Tujuan Reduksi Campak
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).

2.6 Strategi Reduksi Campak
Reduksi campak yaitu :
·                Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen.
·                Surveilans Campak
·                Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
·                Pemeriksaan Laboratorium
2.7    Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.
2.7.1                                Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan kelengkapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaan: rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.
Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6'). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan koprehensive.
2.8 Pencegahan Campak
Morbili ( campak ) dapat di cegah dengan pemberian imunisasi. Imunisasi yang diberikan berupa pasif dan aktif.
A.                Imunisasi aktif :
Vaksin yang di berikan ialah “ Live attenuated measles vaccine”. Mula – mula diberikan Strain Edmonson B, tetapi ‘ strain ‘ ini dapat menimbulkan panas tinggi dan eksanthem pada hari ke 7 dan ke 10 post vaksinasi, sehingga strain vaksin ini sering diberikan bersama – sama dengan Gamma globulin di lengan lain.
Sekarang di gunakan strain Schwarz dan Moraten dan tidak diberikan bersama dengan Gamma dan Globulin. Vaksin ini diberikan secara subkutan dan dapat menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama. Di Indonesia di gunakan vaksin Perum Biofarma yang terdiri dari virus morbili hidup yang sudah dilemahkan yaitu Strain Schwarz. Tiap dosis yang dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1.000 TCID50dan neomisisn B Sulfat tidak lebih dari 50 mikrogram.
Vaksin ini diberikan scara subkutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan. Pada anak di bawah umur 9 bulan umumnya tidak dapat memberikan kekebalan yang baik, karena gangguan dari antibodi yang dibawa sjak lahir.
Pemberian imunisasi ini akan menyebabkan anergi terhadap tuberculin selama 2 bulan setelah vaksinasi. Bila anak telah mendapat immunoglobulin atau transfuse darah sebelumnya, maka vaksinasi ini harus ditangguhkan sekurang – kurangnya 3 bulan.
v  Vaksinasi ini tidak boleh dilakukan bila :
-            Menderita infeksi saluran pernapasan akut atau infeksi akut lainnya yang disertai dengan demam lebih dari 380C.
-            Riwayat kejang demam
-            Defisiensi imunologik
-            Sedang mendapat pengobatan kortikosteroid dan imunosupresif
B.                 Imunisasi Pasif :
Tidak banyak dianjurkan, karena resiko terjadinya ensefalitis dan aktivasi tuberkulose.
2.9 Solusi
·         Dilakukan Imunisasi Campak Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen secara merata di seluruh Puskesma dan Rumah Sakit di Indonesia baik di pelosok – pelosok daerah maupun di perkotaan.
·         Hindari kontak dengan penderita campak karena penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan dari penderita campak.
·         Pemberian imunisasi aktif ( vaksin campak ) diberikan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
·         Melakukan imunisasi di setiap puskesmas di Indonesia secara bermutu yaitu sesuai dengan standar dan protap.
·         Mengelola secara benar, vaksin yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas serta cara pemberian imunisasinya.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masih banyak puskesmas – puskesmas di Indonesia yang tidak bisa memberikan pelayanan Imunisasi secara bermutu yaitu sesuai dengan standar dan protap serta kurangnya pemberian dana untuk imunisasi campak di Indonesia dari pemerintah terhadap puskesmas – puskesmas di Indonesia. Sehingga pada saat itu KLB campak pada bayi meningkat juga disebabkan dengan kurang baiknya pengelolaan: rantai dingin vaksin yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang kurang baik.
3.2  Saran
Puskesmas di Indonesia harus mampu memberikan pelayanan imunisasi campak yang bermutu yang sesuai dengan standar dan protap. Bantuan dana pemerintah harus mampu memenuhi kebutuhan imunisasi di setiap puskesmas di seluruh Indonesia, serta petugas harus mampu mengelola secara benar, vaksin yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas serta cara pemberian imunisasinya.

DAFTAR PUSTAKA
Rampengan, T.H dan I.R Laurentz.1993.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak.EGC:Jakarta
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar