Rabu, 12 Maret 2014

PENYAKIT HIPERTENSI (TEKANAN DARAH TINGGI)

Dr. Suparyanto, M.Kes

PENYAKIT HIPERTENSI (TEKANAN DARAH TINGGI)



2.1         Konsep Tekanan Darah
2.1.1   Pengertian Tekanan Darah
Menurut Djoko santoso (2010) tekanan darah adalah tekanan dimana darah beredar dalam pembuluh darah. Tekanan ini terus menerus berada dalam pembuluh darah dan memungkinkan darah mengalir konstan. Tekanan darah dalam tubuh pada dasarnya merupakan ukuran tekanan atau gaya didalam arteri yang harus seimbang dengan denyut jantung, melalui denyut jantung darah akan dipompa melalui pembuluh darah kemudian dibawa keseluruh bagian tubuh. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah (Rusdi, 2009).
Menurut tim peneliti dari Universitas Cambridge dan Nottingham Inggris, tekanan darah dikontrol oleh hormon yang disebut angiotensis (Anna, 2010). Tekanan tertinggi karena jantung bilik kiri memompa darah ke arteri disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah saat jantung beristirahat atau rileks. Tekanan darah digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik.  Pada orang dewasa tekanan normal berkisar 120/80 mmHg (Santoso, 2010). 
2.1.2   Mengukur Tekanan Darah
Mengukur tekanan darah umumnya dengan sfigmomanometer dengan komponen manset, alat pompa. Mansetnya berukuran standart dilingkarkan pada lengan atas dan kemudian diisi dengan udara yang cukup untuk menekan arteri. Pada kondisi tersebut aliran darah berhenti sesaat. Kemudian udara dilepaskan perlahan-lahan hingga arah mulai mengalir kembali melalui arteri, lalu dengarkan lewat stetoskop. Suara denyutan yang terdengar pertama kali adalah tekanan darah sistolik. Dalam fase ini bilik jantung dalam kondisi menguncup. Seiring semakin besarnya udara yang dikeluarkan darah manset, hingga tercapai arteri terbuka sepenuhnya, pada saat ini aliran darah mengalir lancar dan suara denyutan arteri menghilang.
Tekanan ketika suara denyutan terakhir menghilang dinamakan tekanan darah diastolik. Selama fase diastolik, bilik jantung dalam kondisi mengembang. Dari dua hasil pemeriksaan tekanan darah, kedua nilai itu seakan dinyatakan dengan angka pecahan. Sebagai contoh, “120/80” mmHg menunjukkan tekanan darah sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg. Angka atas menunjukkan tekanan sistolik, yaitu besarnya tekanan pada arteri ketika jantung menguncup dan darah didorong ke dalam aorta.
Angka bawah menunjukkan tekanan diastolik, yaitu sisa tekanan yang ada pada arteri antara dua denyut jantung ketika otot jantung mengembang dan mengisi darah. Selama waktu ini tekanan darah  turun. Tekanan darah yang diperiksa ketika berbaring, duduk atau berdiri biasanya serupa. Pengukuran tekanan darah yang ideal adalah saat duduk, diam (santai), tanpa bicara, karena itu mencerminkan keseharian seseorang  (Santoso, 2010).
2.1.3   Mekanisme Pemeliharaan tekanan darah
Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom, ginjal, jantung, pembuluh darah arteri, dan  sebagaian hormon. Jantung bekerja sebagai pemompa darah mengalir ke pembuluh darah arteri besar (aorta) yang akan disebarkan ke seluruh tubuh. Jantung kanan menerima pembuluh darah dari seluruh bagian tubuh melalui vena cava superior dan inferior, kemudian darah yang mengantarkan oksigen dan zat makanan keseluruh tubuh dialirkan menuju paru. Sampai di kantong paru (aveoli), darah mengambil oksigen dan membuang CO2 dan selanjutnya meninggalkan paru dan kembali ke jantung masuk ke serambi kiri. Dari serambi kiri darah dipompa melalui aorta, semakin berat kerja jantung dalam memompa darah maka semakin besar daya yang diterima pembuluh darah arteri.
Pembuluh darah fungsi untuk mengontrol tekanan darah, mengakomodasi arus aliran darah perdenyut jantung dan membawa nutrisi dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Sifat elastis dari dinding arteri ini dapat melebar dan mengkerut ketika dilalui darah, semakin elastis dinding arteri semakin lancar aliran darah dan makin sedikit tekanan pada dinding arteri. Namun jika arteri kehilangan elastisitas (menyempit maka aliran darah tidak lancar sehingga dibutuhkan tenaga untuk melewati arteri ini.  
Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah di dalam tubuh. Serabut sarafnya yang  membawa pesan dari semua bagian tubuh yang diteruskan ke otak tentang kondisi tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ. Informasi ini diproses diotak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Proses tersebut bersifat otomatis (Santoso, 2010).
Organ ginjal mampu menjaga jumlah garam dan air yang dibutuhkan, juga mampu menyingkirkan kelebihan cairan dan zat buangan tubuh. Kemampuan fungsinya dalam mengatur jumlah natrium yang disimpan tubuh juga kemampuan mengatur volume air dalam tubuh yang didukung oleh natrium yang bersifat menahan air sehingga ginjal mempunyai peranan mengatur tekanan darah karena bila kondisi semakin banyak natrium didalam tubuh semakin banyak banyak juga air dalam darah. Kelebihan air didalam darah akan meningkatkan tekanan darah.
Ginjal juga memproduksi hormon renin. Renin merangsang pembentukan hormon angiotensin suatu hormon yang menyebabkan pembuluh darah menyempit dengan hasil berupa naiknya tekananan darah. Sedangkan hormon dari beberapa organ juga dapat mempengaruhi pembuluh darah seperti kelenjar adrenal pada ginjal yang mensekresikan beberapa hormon seperti adrenalin dan aldosteron yang mensekresikan esterogen yang dapat meningkatkan tekanan darah. Kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon tiroksin berperan dalam pengontol tekanan darah. Hormon ANP (Antinatriuretik Peptid) hormon yang dibuat jantung. Ketika hormon ANP dikeluarkan berlebihan, ginjal gagal menyingkirkan kelebihan garam dari darah ke urin sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah (Santoso, 2010).

2.2         Konsep Hipertensi Pada Lanjut Usia
2.2.1   Pengertian Hipertensi
Menurut Sylvia (2005), hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Sedangkan menurut Rusdi (2009) Hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai oleh meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit – penyakit lain, seperti stroke dan penyakit jantung.
Menurut Djoko santoso (2010) Hipertensi menunjukkan kondisi dimana aliran darah pada arteri bertekanan terlalu tinggi untuk tubuh yang sehat. Hipertensi sama untuk semua golongan umur dan pengobatannya didasarkan bukan atas umur akan tetapi pada tingkat tekanan darah dan adanya risiko kardiovaskuler yang ada pada pasien (Aru, 2010). Hipertensi sistolik terisolasi bentuk hipertensi yang paling menonjol pada lansia, definisinya jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dengan tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah (Potter dan Perry, 2005).
2.2.2   Etiologi
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan menurut Dr.Iskandar Junaidi, 2010 yaitu :
1.    Hipertensi Primer/esensial
Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang memiliki beberapa kemungkinan penyebabnya. Beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hipertensi primer terjadi karena kondisi masyarakat yang memiliki asupan garam cukup tinggi, lebih dari 6,8 gram setiap hari, serta karena faktor  genetik. (terdapat pada kurang lebih 90% dari seluruh kejadian hipertensi)
2.    Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan karena gangguan pembuluh darah atau organ tubuh tertentu, seperti ginjal, kelenjar adrenalin, dan aorta. Penyebab hipertensi sekunder sekitar 5-10% berasal dari penyakit ginjal, dan sekitar 1-2% karena kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab lain yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinerin (adrenalin) atau norepinerin (noradrenalin).   
2.2.3   Gejala Hipertensi
Terjadi peningkatan tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala. Gejala lain yang dirasakan : sakit kepala, kelelahan, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur, mata berkunang-kunang, mudah marah, telinga berdengung, sulit tidur, rasa berat ditengkuk, nyeri di daerah bagian belakang, nyeri di dada, denyut jantung kuat dan cepat, pusing. Dan akan timbul keluhan lain apabila terjadi komplikasi pada ginjal, otak dan jantung (Widian, 2009).
2.2.4   Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada Lansia
Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia adalah :
1.    Renin
Tingginya kadar renin menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan volume darah (akibat meningkatnya retensi garam dan cairan pada ginjal), mengakibatkan tingginya kadar tekanan darah.
2.    Peningkatan sensitivitas terhadap asupan garam.
Dengan bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.
3.    Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer
akibat proses menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer yang  mengakibatkan hipertensi sistolik.

4.    Perubahan ateromatous
Akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut
pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.   
2.2.5   Faktor Terjadinya Hipertensi
Menurut Rusdi (2009) faktor dan penyebab terjadinya hipertensi antara lain :
Faktor yang tidak dapat diubah : 
1.    Faktor Keluarga
Keluarga yang anggotanya mempunyai sejarah tekanan darah tinggi, penyakit kardiovaskuler atau diabetes, maka biasanya penyakit itu juga akan menurun kepada anak-anaknya.
2.    Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki memiliki kemungkinan lebih besar untuk terserang hipertensi daripada perempuan. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada perempuan sering kali dipicu oleh perilaku tidak sehat, seperti merokok dan kelebihan berat badan, depresi, dan rendahnya status pekerjaan. Akan tetapi, pada laki-laki lebih berhubungan dengan pekerjaan dan pengangguran.
3.    Faktor usia
Faktor usia  juga pemicu terjadinya hipertensi. Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dari itu, juga sangat berpotensi terkena hipertensi. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus naik sampai usia 55-60 tahun.
Faktor yang dapat diubah :
1.    Obesitas
Beberapa penyeledikan telah membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal. Penderita obesitas beresiko dua sampai enam kali lebih besar untuk terserang hipertensi dibandingkan dengan orang yang berat badan normal. Efek samping obesitas antara lain : Gangguan pernapasan, keluhan pada tulang, kelainan kulit, pembengkakan/edema (Iskandar, 2010)
2.    Konsumsi garam yang tinggi
Berdasarkan data statistik diketahui bahwa hipertensi jarang diderita oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam yang rendah. garam (natrium) bersifat mengikat air pada saat garam dikonsumsi, maka garam tersebut mengikat air sehingga air akan terserap masuk ke dalam intravaskuler yang menyebabkan meningkatnya volume darah. Apabila volume darah meningkat, kerja jantung akan meningkat dan akibatnya tekanan darah juga meningkat. Dunia kedokteran juga telah membuktikan bahwa pembatasan konsumsi garam (natrium) oleh obat diuretik (pelancar kencing) akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut.
3.    Merokok
Merokok dapat merangsang system adrenergik dan meningkatkan tekanan darah. Dan juga dapat menyebabkan terjadinya penyempitan dalam saluran paru-paru dapat memicu kerja ginjal dan jantung menjadi lebih cepat, sehingga naiknya tensi darah tidak bisa dihindari (Rusdi, 2009). Zat nikotin yang terdapat dalam rokok dapat menigkatkan pelepasan epineprin, yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan dinding arteri karena kontraksi yang kuat (Iskandar, 2010).
4.    Minum minuman beralkohol
Mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar dapat mengganggu dan merusak fungsi beberapa organ salah satu diantaranya hati. Fungsi hati akan terganggu sehingga mempengaruhi kinerja atau fungsi jantung ini pada akhirnya menyebabkan hipertensi. Alkohol juga dapat merangsang dilepaskannya epinefrin atau adrenalin, yang membuat arteri menciut dan menyebabkan penimbunan air dan natrium.  
5.    Stres
Hubungan antara stres dan hipertensi terjadi akibat aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat beraktivitas). Aktivitas saraf simpatis yang bekerja secara aktif dan meningkat juga memicu terjadinya peningkatan tekanan darah secara tidak menentu.
6.    Kurang Olahraga
Kurang olahraga dan bergerak bisa menyebabkan tekanan darah dalam tubuh meningkat. Olahraga bertujuan untuk memperlancar peredaran darah dan mempercepat penyebaran impuls urat saraf kebagian tubuh atau sebaliknya sehingga tubuh senantiasa bugar.
7.    Faktor Obat – obatan
Faktor terjadinya hipertensi karena pengaruh obat – obatan pada dasarnya lebih potensial dialami oleh kaum perempuan, terutama mereka yang mengkonsumsi obat – obat kontrasepsi oral. Konsumsi kontrasepsi oral (pil) dapat beresiko terjadinya perubahan metabolism lemak (lipid) darah. Efek ini tergantung jenis dan dosis hormon dalam kontrasepsi oral bila esterogen maka berefek lebih baik karena menaikkan kolestrol HDL (Kolesterol baik) dan menurunkan kolesterol LDL (kolesterol buruk). Progestinnya mempunyai efek berlawanan dengan esterogen sehingga kejadian tekanan darah tinggi (Santoso, 2010)
2.2.6   Klasifikasi Tekanan Darah
Menurut Gunawan (2001), tekanan darah manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, sebagai berikut :
1.    Tekanan darah rendah (hipotensi)
2.    Tekanan darah normal (normotensi)
3.    Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Sementara itu, seorang bapak ilmu penyakit dalam. NM Kaplan memberikan batasan atau ukuran-ukuran tertentu dalam memutuskan orang dikatakan menderita hipertensi atau tidak. Batasan ini didasarkan terutama pada perbedaan usia dan jenis kelamin masing-masing orang. Kaplan membuat ketentuan semacam ini:
1.    Seorang pria yang berusia < 45 tahun dapat dikatakan menderita hipertensi apabila tekanan darahnya pada waktu istirahat > 130/90 mmHg.
2.    Seorang pria berusia > 45 tahun juga dapat dikatakan menderita hipertensi apabila tekanan darahnya > 145/95 mmHg.
3.    Bagi seorang wanita yang tekanan darahnya > 160/95 mmHg, maka dinyatakan hipertensi. (Santoso, 2010).
Menurut Nugroho (2008) hipertensi pada lanjut usia dibedakan atas :
1.    Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2.    Hipertensi sistolik terisolasi : tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Tabel 2.1 Menurut Sutanto (2010) klasifikasi Tekanan darah manusia adalah sebagai berikut:
Kategori
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Tensi optimal
< 120 mmhg
< 80 mmhg
Tensi normal
< 130 mmhg
< 85 mmhg
Tensi normal tinggi
130 – 139 mmhg
85 – 89 mmhg
Hipertensi ringan
140 – 159 mmhg
90 – 99 mmhg
 Hipertensi sedang
160 – 179 mmhg
100 – 109 mmhg
 Hipertensi berat
180 – 209 mmhg
110 – 119 mmhg
 Hipertensi maligna
>210 mmhg
>120 mmhg

2.2.7   Komplikasi Hipertensi
1.    Menyebabkan aterosklersis sehingga mempercepat terjadinya penyakit jantung iskemik.
2.    Gagal jantung
3.    System saraf menyebabkan perdarahan intraserebral
4.    Ginjal menyebabkan glomerulus atau nekrosis, proteinuria.
5.    Gangguan penglihatan
6.    Gangguan neurology
7.    Gagal jantung
8.    Gangguan fungsi ginjal
9.    Gangguan serebral
10.     Tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara

2.2.8   Penatalaksanaan Hipertensi dengan Non Farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis merupakan pengobatan tanpa obat – obatan yang diterapkan pada hipertensi. Dengan cara ini, perubahan tekanan darah diupayakan melalui pencegahan dengan menjalani perilaku hidup sehat (Junaedi, 2010) seperti:
1.    Menurunkan berat badan sampai batas ideal
2.    Mengubah pola makan dan makan makanan seimbang
3.    Mengurangi pemakaian garam
4.    Mengurangi / tidak minum –minuman beralkohol
5.    Olahraga yang tidak terlalu berat
6.    Berhenti merokok
2.2.9   Penatalaksanaan Hipertensi dengan Farmakologis
Jenis – jenis obat anti hipertensi menurut Brunner, 2002 yaitu :
1.    Diuretic
Kerja utama :
a.    Penurunan volume darah, aliran darah, ginjal dan curah jantung.
b.    Menghambat reabsorbsi natrium dan air dalam ginjal.
c.    Bekerja mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan  ditubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi ringan
2.    Inhibitor Adrenergik
Kerja utama :
a.    Memperlambat denyut
b.    Menurunkan tekanan darah dengan menurunkan curah jantung
c.    Menghasilkan kecepatan jantung yang lebih lambat
d.   Menghasilkan tekanan darah yang lebih rendah dan menurunkan tekanan darah saat berdiri juga saat telentang.
3.    Vasodilator
Kerja utama : Menurunkan tekanan perifer namun secara berlawanan meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan sistolik dan diastolik
4.    Penghambat Enzim Pengubah Angiotensin
Kerja utama :
a.    Menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
b.    Menurunkan tahanan perifer total
5.    Antagonis Kalsium
Kerja utama :
a.    Menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel
b.    Menurunkan afterload jantung
c.    Memperlambat kecepatan hantaran impuls jantung
d.   Menurunkan kerja jantung dan konsumsi energy, meningkatkan pengiriman oksigen ke jantung.

 

DAFTAR PUSTAKA


  1. Chandra, Budiman (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC
  2. Darmojo, Boedhi dan Martono (2004). Geriatri. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)
  3. Gunawan (2001). Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: penerbit kansius
  4. Indriyani, Widian (2009). Deteksi dini kolestrol, hipertensi, dan stroke. Jakarta : milistone
  5. Junaidi, Iskandar (2010). Hipertensi ( Pengenalan, pencegahan, dan pengobatan). Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer
  6. Lapau, Buchari (2009). Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
  7. Machfoedz, Ircham (2005). Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan. Jakarta : Tramaya
  8. Notoatmodjo, Soekidjo (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
  9. Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta
  10. Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
  11. Nugroho, wahyudi (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatri. Jakarta : EGC
  12. Nursalam (2011). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba medika
  13. Rusdi (2009). Awas! Bisa mati cepat akibat Hipertensi dan Diabetes. Jogjakarta : Power Books (IHDINA)
  14. Santoso, Djoko (2010) . Membonsai Hipertensi. Surabaya : Jaring pena
  15. Setiadi (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Edisi pertama. Yogyakarta : Graha ilmu
  16. Stanly, Micke (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
  17. Sudarth dan Brunner (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
  18. Sudoyo, Aru (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam jilid 1. Edisi V. 2010. Jakarta : Internal publishing
  19. Sunaryo (2004). Psikologi Keperwatan. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar