Rabu, 10 Desember 2014

PENYAKIT GOUT ARTRITIS

Dr. Suparyanto, M.Kes

PENYAKIT GOUT ARTRITIS



Konsep Gout arthritis
Pengertian Gout arthritis
Istilah gout berasal dari kata “gutta” yang berarti tetesan. Konon, menurut kepercayaan masyarakat pada saat itu, gout muncul sebagai akibat dari tetesan roh jahat yang masuk kedalam sendi. Penyakit gout dapat dijumpai disetiap negara di dunia. Hasil penelitian epidemologis menunjukkan bahwa bangsa Maori di Selandia Baru, Filipina, dan bangsa-bangsa dikawasan Asia Tenggara mempunyai kecenderungan menderita penyakit ini. Di Indonesia, suku Minahasa dan Tapanuli berpeluang menderita penyakit gout lebih tinggi dibandingkan dengan suku-suku yang lainnya (Junaidi, 2013:80).
Penyakit Pirai (gout) atau Arthritis Gout adalah penyakit yang di sebabkan oleh tumpukan asam/kristal urat pada jaringan, terutama pada jaringan sendi. Gout berhubungan erat dengan gangguan metabolisme purin yang memicu peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia), yaitu jika kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,5 mg/dl. Catatan: kadar normal asam urat dalam darah untuk pria adalah 8 mg/dl, sedangkan untuk wanita adalah 7 mg/dl (Junaidi, 2013:80).
Secara tradisional, gout dibagi menjadi dua, yaitu: bentuk primer (90%) dan bentuk sekunder (10%). Gout primer adalah gout yang penyebabnya tidak diketahui atau karena gangguan/kelainan proses metabolisme tubuh. Sementara itu, gout sekunder adalah gout yang penyebabnya dapat diketahui. Orang normal setiap hari membuang 700 mg asam urat melalui urin, dan sisa yang tersimpan dalam cairan tubuh adalah sekitar 1.000 mg. Penderita gout menghasilkan asam urat secara berlebihan, sehingga yang tersimpan dalam tubuh meningkat menjadi 3-15 kali dari keadaan normal. Dan dilain pihak pengeluarannya melalui ginjal terganggu atau menurun (Junaidi, 2013:81).
2.2.2        Faktor-faktor terjadinya gout arthritis
Berikut faktor-faktor terjadinya gout arthritis :
a)    Penyakit ginjal kronis
Ginjal merupakan filter berbagai benda asing untuk diekskresi keluar tubuh. Karena itu, gangguan yang timbul pada organ ini akan memengaruhi metabolisme tubuh dan menimbulkan berbagai jenis penyakit. Salah satunya penyakit yang bisa ditimbulkan adalah hiperurisemia. Hiperurisemia dan penyakit ginjal memiliki hubungan sebab akibat. Gangguan fungsi ginjal pada ginjal bisa mengganggu eskresi asam urat. Namun, kadar asam urat yang terlalu tinggi juga bisa mengganggu kinerja dan fungsi ginjal (Lingga, 2012:41).
b)   Faktor usia
Gout umumnya dialami oleh pria dan wanita dewasa yang berusia diatas 40 tahun. Setelah memasuki masa pubertas, pria memiliki resiko gout lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Jumlah total penderita gout pada pria lebih banyak dibandingkan dengan kaum wanita. Ketika memasuki usia paruh baya, jumlahnya menjadi sebanding antara pria dan wanita. Dalam sebuah kajian di Amerika, prevalensi berlipat ganda dalam populasi usia 40-75 tahun. Dalam kajian kedua, prevalensi gout pada populasi dewasa di Inggris diperkirakan sebesar 1.4%, dengan puncaknya lebih dari 7% pada pria usia 40-75 (Beyond, 2013). Menurut survey yang diadakan oleh National Health and Nutrition Examinition Survey (NHANES), rasio penderita hiperurisemia sebagai berikut: 
a.    Usia diatas 20 tahun             : 24%
b.    Usia 50-60 tahun                  : 30%
c.    Usia lebih tua dari 60 tahun  : 40%
d.   Rata-rata penduduk Asia      : 5-6%
Resiko serangan gout mencapai puncaknya pada saat seseorang berusia 75 tahun, setelah berusia di atas 75 tahun, resiko gout semakin menurun, bahkan tidak ada resiko sama sekali. Kecuali, jika penyakit tersebut merupakan perkembangan dari penyakit gout kronis yang sebelumnya telah dialami (Lingga, 2012:24).
c)    Dehidrasi
Kekurangan cairan didalam tubuh akan menghambat ekskresi asam urat. Pada dasarnya semua cairan itu adalah pelarut. Namun, daya larut setiap cairan berbeda-beda. Air yang memiliki daya larut paling tinggi adalah air putih. Air putih dapat melarutkan semua zat yang larut di dalam cairan, termasuk asam urat. Air diperlukan sebagai pelarut asam urat yang dibuang atau diekskresi melalui ginjal bersama urine. Jika tubuh kekurangan air, maka akan menghambat ekskresi asam urat sehingga memicu peningkatan asam urat. Saat volume cairan tubuh kurang, maka sampah sisa metabolisme pun akan menumpuk. Penumpukan asam urat dan sisa metabolisme itulah yang menimbulkan nyeri di persendian (Lingga, 2012:166).
d)   Makan berlebihan
Asupan purin dari makanan akan menambah jumlah purin yang beredar di dalam tubuh. secara teknis, penambahan purin yang beredar di dalam darah tergantung pada jumlah purin yang berasal dari makanan. Artinya, semakin banyak mengkonsumsi purin, semakin tinggi kadar asam urat (produk akhir metabolisme purin) dalam tubuh (Lingga, 2012:98).
e)    Konsumsi alkohol
Sejumlah studi mengatakan konsumsi alkohol memiliki pengaruh sangat besar dalam meningkatkan prevalensi gout pada penggemar alkohol. Dampak buruk alkohol akan semakin nyata pada individu yang mengalami obesitas. Sebuah studi yang dilakukan di Jepang oleh Shirusi H. (2009) menemukan korelasi nyata antara konsumsi alkohol dan obesitas terhadap hiperurisemia. Resiko konsumsi alkohol semakin tinggi jika dilakukan oleh penderita obesitas. Dikatakan bahwa penderita obesitas yang gemar mengkonsumsi akohol dipastikan mengalami gout (Lingga, 2012:47).
f)    Pasca-operasi
Seseorang yang telah menjalani operasi beresiko mengalami kenaikan kadar asam urat sesaat. Karena penurunan jumlah air yang mereka konsumsi pasca-operasi menyebabkan ekskresi asam urat terhambat untuk sementara waktu (Lingga, 2012:28).

 Patofisiologi
Untuk menjadi gout arthritis, asam urat harus melalui tahapan-tahapan tertentu yang menandai perjalanan penyakit ini. Gejala awal ditandai oleh hiperurisemia kemudian berkembang menjadi gout dan komplikasi yang ditimbulkannya. Prosesnya berjalan cukup lama tergantung kuat atau lemahnya faktor resiko yang dialami oleh seorang penderita hiperurisemia.
Jika hiperurisemia tidak ditangani dengan baik, cepat atau lambat penderita akan mengalami serangan gout akut. Jika kadar asam urat tetap tinggi selama beberapa tahun, penderita tersebut akan mengalami stadium interkritikal. Setelah memasuki fase ini, tidak butuh waktu lama untuk menuju fase akhir yang dinamakan dengan stadium gout kronis (Lingga, 2012:19).
Manifestasi klinis                                                                                 
Biasanya, serangan gout arthritis pertama hanya menyerang satu sendi dan berlangsung selama beberapa hari. Kemudian, gejalanya menghilang secara bertahap, dimana sendi kembali berfungsi dan tidak muncul gejala sehingga terjadi serangan berikutnya. Namun, gout cenderung akan semakin memburuk, dan serangan yang tidak diobati akan berlangsung lebih lama, lebih sering, dan menyerang beberapa sendi. Alhasil, sendi yang terserang bisa mengalami kerusakan permanen (Junaidi, 2013:84).
Lazimnya serangan gout arthritis terjadi dikaki (monoarthritis). Namun, 3-14% serangan juga bisa terjadi dibanyak sendi (poliarthritis). Biasanya, urutan sendi yang terkena serangan gout (poliarthritis) berulang adalah: ibu jari kaki (podogra), sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi kaki belakang, pergelangan tangan, lutut, dan bursa elekranon pada siku (Junaidi, 2013:85).
Nyeri yang hebat dirasakan oleh penderita gout pada satu atau beberapa sendi. Umunya serangan terjadi pada malam hari. Biasanya, hari sebelum serangan gout terjadi penderita tampak sangat bugar tanpa gejala atau keluhan, tetapi tiba-tiba tepatnya pada tengah malam menjelang pagi, ia terbangun karena merasakan sakit yang sangat hebat serta nyeri yang semakin memburuk dan tak tertahankan (Junaidi, 2013:85).
Sendi yang terserang gout akan membengkak dan kulit diatasnya akan berwarna merah atau keunguan, kencang dan licin, serta terasa hangat dan nyeri jika digerakkan, dan muncul benjolan pada sendi (yang disebut tofus). Jika sudah agak lama (hari kelima), kulit diatasnya akan berwarna merah kusam dan terkelupas (deskuamasi). Gejala lainya adalah muncul tofus di helixs telinga/ pinggir sendi/tendon. Menyentuh kulit diatas sendi yang terserang gout bisa memicu rasa nyeri yang luar biasa. Rasa nyeri ini akan berlangsung selama beberapa hari hingga sekitar satu minggu, lalu menghilang (Junaidi, 2013:85).
Kristal dapat terbentuk disendi-sendi perifer karena persendian tersebut lebih dingin dibandingkan persendian ditubuh lainya, karena asam urat cenderung membeku pada suhu dingin. Kristal urat juga terbentuk ditelinga dan jaringan lainya yang relatif dingin. Gout jarang terjadi pada tulang belakang, tulang panggul, atau bahu. Gejala lain dari arthritis gout akut adalah demam, menggigil, tidak enak badan, dan denyut jantung berdetak dengan cepat. Serangan gout akan cenderung lebih berat pada penderita yang berusia dibawah 30 tahun. Biasanya, gout menyerang pria usia pertengahan dan wanita pasca-menopause (Junaidi, 2013:86). 
Gout bisa menahun dan berat, yang menyebabkan kelainan bentuk sendi. Pengendapan kristal urat didalam sendi dan tendon terus berlanjut dan menyebabkan kerusakan yang akan membatasi pergerakan sendi. Benjolan keras dari kristal urat (tofi) diendapkan dibawah kulit disekitar sendi. Tofi juga bisa terbentuk didalam ginjal dan organ tubuh lainya, dibawah kulit telinga atau disekitar siku. Jika tidak diobati, tofi pada tangan dan kaki bisa pecah dan mengeluarkan massa kristal yang menyerupai kapur (Junaidi, 2013:86).

Penatalaksanaan
a)    Olahraga aerobik/senam
Manfaat kesehatan olahraga aerobik meliputi berkurangnya resiko penyakit jantung atau penyakit kronis lainya, menormalkan tekanan darah, mengontrol berat badan, mengurangi gula darah dan lemak, dan mengurangi kekakuan dan nyeri karena arthritis. Olahraga aerobik berpengaruh rendah tidak memperburuk nyeri arthritis. Digabungkan dengan penguatan dan peregangan, olahraga aerobik menambah kebugaran, mengurangi depresi dan nyeri dan (dalam jangka panjang) memperbaiki fungsi (Millar, 2013:51). Durasi suatu kelas biasanya 45-60 menit. Kelas 60 menit yang baik meliputi kegiatan pemanasan minimum 10 menit, 15-20 menit gerak inti, dan 10 menit pendinginan. Selama 2-4 minggu dalam jangka waktu 2-3 kali dalam seminggu. Penelitian telah membuktikan bahwa dengan mengikuti aerobik seseorang dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi tangan dan kaki, kekuatan, kecepatan, atau jarak tempuh yang merupakan perkiraan ketahanan aerobik pada aktivitas singkat (Millar, 2013:131).

b)   Kompres panas atau dingin
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es dapat diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Sementara terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan (Andarmoyo, 2013:85).
c)    Medikamentosa
Preparat colchicin (oral atau parenteral) atau NSAID, seperti indometasin, digunakan untuk meredakan serangan akut gout. Penatalaksanaan medis hiperurisemia, tofus, penghancuran sendi dan masalah renal biasanya dimulai setelah proses inflamasi akut mereda. Preparat urikosurik seperti probenesid akan memperbaiki keadaan hiperurisemia dan melarutkan endapan urat. Allopurinol juga merupakan obat yang efektif tetapi penggunaannya terbatas karena terdapat resiko toksisitas. Kalau diperlukan penurunan kadar asam urat dalam serum, preparat urikosurik merupakan obat pilihan. Kalau pasiennya beresiko untuk mengalami insufiensi renal atau batu ginjal (kalkuli renal), allopurinol merupakan obat pilihan (Smeltzer, 2002:1811).
d)   Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Andarmoyo,2013:89).




DAFTAR PUSTAKA

Afifka, 2012. Pemberian Intervensi Senam Lansia Pada Lansia Dengan Nyeri Lutut. Semarang: FK UNDIP
Andarmoyo, S. 2013. Konsepdan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Arundati, D. Dkk. 2013. Pengaruh Senam Taichi dan Senam Biasa Terhadap Reduksi Nyeri Ostheoarthritis Lutut Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Gowa. Gowa: UNHAS
Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2010. Prevalensi Gout Arthritis. Https://docs.google.com. Diakses pada tanggal 2 Januari 2014
Dinas Kesehatan Jombang, 2013. Profil Dinas Kesehatan Jombang
Dahlan, L. 2009. Pengaruh Back Exercise Pada Nyeri Punggung Bawah. Surakarta: UNS
Fatkuriyah, L. 2013. Pengaruh Senam Rematik Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia di Desa Sudimoro Sidoarjo. Surabaya
Junaidi, I. 2013. Rematik dan Asam Urat. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Lingga, L. 2012. Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. Jakarta: Agro Media Pustaka
Maryam, S. Dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Jakarta: Trans Info Media
Maryam, S, Dkk. 2010. Posbindu lansia. Jakarta: CV. Trans Info Media
Maryam, S, Dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Millar, L. 2013. Progam Olahraga Arthritis. Klaten: Intan Sejati
Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Padila, 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Pamungkas, 2010. Pengaruh Latihan Gerak Kaki Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Ekstrimitas Bawah Pada Lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri. Kediri: STIKES RS Baptis
Sa’addah, D. 2013. Pengaruh Latihan Fleksi William (Stretching) Terhadap Tingkat Nyeri Punggung Bawah Pada Lansia di Posyandu Lansia RW 2 Desa Kadungkandang Malang. Tuban: STIKES NU Tuban
Saputra, K. 2013. Pemberian Latihan Peregangan Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Dengan Ischialgia. Denpasar: UNUD
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Sudoyo, W. Dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Sugiyono, 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suroto, 2004. Pengertian Senam, Manfaat Senam Dan Urutan Gerakan. Semarang: UNDIP

1 komentar: