Rabu, 10 Desember 2014

PENYAKIT GOUT ARTRITIS

Dr. Suparyanto, M.Kes

PENYAKIT GOUT ARTRITIS



Konsep Gout arthritis
Pengertian Gout arthritis
Istilah gout berasal dari kata “gutta” yang berarti tetesan. Konon, menurut kepercayaan masyarakat pada saat itu, gout muncul sebagai akibat dari tetesan roh jahat yang masuk kedalam sendi. Penyakit gout dapat dijumpai disetiap negara di dunia. Hasil penelitian epidemologis menunjukkan bahwa bangsa Maori di Selandia Baru, Filipina, dan bangsa-bangsa dikawasan Asia Tenggara mempunyai kecenderungan menderita penyakit ini. Di Indonesia, suku Minahasa dan Tapanuli berpeluang menderita penyakit gout lebih tinggi dibandingkan dengan suku-suku yang lainnya (Junaidi, 2013:80).
Penyakit Pirai (gout) atau Arthritis Gout adalah penyakit yang di sebabkan oleh tumpukan asam/kristal urat pada jaringan, terutama pada jaringan sendi. Gout berhubungan erat dengan gangguan metabolisme purin yang memicu peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia), yaitu jika kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,5 mg/dl. Catatan: kadar normal asam urat dalam darah untuk pria adalah 8 mg/dl, sedangkan untuk wanita adalah 7 mg/dl (Junaidi, 2013:80).
Secara tradisional, gout dibagi menjadi dua, yaitu: bentuk primer (90%) dan bentuk sekunder (10%). Gout primer adalah gout yang penyebabnya tidak diketahui atau karena gangguan/kelainan proses metabolisme tubuh. Sementara itu, gout sekunder adalah gout yang penyebabnya dapat diketahui. Orang normal setiap hari membuang 700 mg asam urat melalui urin, dan sisa yang tersimpan dalam cairan tubuh adalah sekitar 1.000 mg. Penderita gout menghasilkan asam urat secara berlebihan, sehingga yang tersimpan dalam tubuh meningkat menjadi 3-15 kali dari keadaan normal. Dan dilain pihak pengeluarannya melalui ginjal terganggu atau menurun (Junaidi, 2013:81).
2.2.2        Faktor-faktor terjadinya gout arthritis
Berikut faktor-faktor terjadinya gout arthritis :
a)    Penyakit ginjal kronis
Ginjal merupakan filter berbagai benda asing untuk diekskresi keluar tubuh. Karena itu, gangguan yang timbul pada organ ini akan memengaruhi metabolisme tubuh dan menimbulkan berbagai jenis penyakit. Salah satunya penyakit yang bisa ditimbulkan adalah hiperurisemia. Hiperurisemia dan penyakit ginjal memiliki hubungan sebab akibat. Gangguan fungsi ginjal pada ginjal bisa mengganggu eskresi asam urat. Namun, kadar asam urat yang terlalu tinggi juga bisa mengganggu kinerja dan fungsi ginjal (Lingga, 2012:41).
b)   Faktor usia
Gout umumnya dialami oleh pria dan wanita dewasa yang berusia diatas 40 tahun. Setelah memasuki masa pubertas, pria memiliki resiko gout lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Jumlah total penderita gout pada pria lebih banyak dibandingkan dengan kaum wanita. Ketika memasuki usia paruh baya, jumlahnya menjadi sebanding antara pria dan wanita. Dalam sebuah kajian di Amerika, prevalensi berlipat ganda dalam populasi usia 40-75 tahun. Dalam kajian kedua, prevalensi gout pada populasi dewasa di Inggris diperkirakan sebesar 1.4%, dengan puncaknya lebih dari 7% pada pria usia 40-75 (Beyond, 2013). Menurut survey yang diadakan oleh National Health and Nutrition Examinition Survey (NHANES), rasio penderita hiperurisemia sebagai berikut: 
a.    Usia diatas 20 tahun             : 24%
b.    Usia 50-60 tahun                  : 30%
c.    Usia lebih tua dari 60 tahun  : 40%
d.   Rata-rata penduduk Asia      : 5-6%
Resiko serangan gout mencapai puncaknya pada saat seseorang berusia 75 tahun, setelah berusia di atas 75 tahun, resiko gout semakin menurun, bahkan tidak ada resiko sama sekali. Kecuali, jika penyakit tersebut merupakan perkembangan dari penyakit gout kronis yang sebelumnya telah dialami (Lingga, 2012:24).
c)    Dehidrasi
Kekurangan cairan didalam tubuh akan menghambat ekskresi asam urat. Pada dasarnya semua cairan itu adalah pelarut. Namun, daya larut setiap cairan berbeda-beda. Air yang memiliki daya larut paling tinggi adalah air putih. Air putih dapat melarutkan semua zat yang larut di dalam cairan, termasuk asam urat. Air diperlukan sebagai pelarut asam urat yang dibuang atau diekskresi melalui ginjal bersama urine. Jika tubuh kekurangan air, maka akan menghambat ekskresi asam urat sehingga memicu peningkatan asam urat. Saat volume cairan tubuh kurang, maka sampah sisa metabolisme pun akan menumpuk. Penumpukan asam urat dan sisa metabolisme itulah yang menimbulkan nyeri di persendian (Lingga, 2012:166).
d)   Makan berlebihan
Asupan purin dari makanan akan menambah jumlah purin yang beredar di dalam tubuh. secara teknis, penambahan purin yang beredar di dalam darah tergantung pada jumlah purin yang berasal dari makanan. Artinya, semakin banyak mengkonsumsi purin, semakin tinggi kadar asam urat (produk akhir metabolisme purin) dalam tubuh (Lingga, 2012:98).
e)    Konsumsi alkohol
Sejumlah studi mengatakan konsumsi alkohol memiliki pengaruh sangat besar dalam meningkatkan prevalensi gout pada penggemar alkohol. Dampak buruk alkohol akan semakin nyata pada individu yang mengalami obesitas. Sebuah studi yang dilakukan di Jepang oleh Shirusi H. (2009) menemukan korelasi nyata antara konsumsi alkohol dan obesitas terhadap hiperurisemia. Resiko konsumsi alkohol semakin tinggi jika dilakukan oleh penderita obesitas. Dikatakan bahwa penderita obesitas yang gemar mengkonsumsi akohol dipastikan mengalami gout (Lingga, 2012:47).
f)    Pasca-operasi
Seseorang yang telah menjalani operasi beresiko mengalami kenaikan kadar asam urat sesaat. Karena penurunan jumlah air yang mereka konsumsi pasca-operasi menyebabkan ekskresi asam urat terhambat untuk sementara waktu (Lingga, 2012:28).

 Patofisiologi
Untuk menjadi gout arthritis, asam urat harus melalui tahapan-tahapan tertentu yang menandai perjalanan penyakit ini. Gejala awal ditandai oleh hiperurisemia kemudian berkembang menjadi gout dan komplikasi yang ditimbulkannya. Prosesnya berjalan cukup lama tergantung kuat atau lemahnya faktor resiko yang dialami oleh seorang penderita hiperurisemia.
Jika hiperurisemia tidak ditangani dengan baik, cepat atau lambat penderita akan mengalami serangan gout akut. Jika kadar asam urat tetap tinggi selama beberapa tahun, penderita tersebut akan mengalami stadium interkritikal. Setelah memasuki fase ini, tidak butuh waktu lama untuk menuju fase akhir yang dinamakan dengan stadium gout kronis (Lingga, 2012:19).
Manifestasi klinis                                                                                 
Biasanya, serangan gout arthritis pertama hanya menyerang satu sendi dan berlangsung selama beberapa hari. Kemudian, gejalanya menghilang secara bertahap, dimana sendi kembali berfungsi dan tidak muncul gejala sehingga terjadi serangan berikutnya. Namun, gout cenderung akan semakin memburuk, dan serangan yang tidak diobati akan berlangsung lebih lama, lebih sering, dan menyerang beberapa sendi. Alhasil, sendi yang terserang bisa mengalami kerusakan permanen (Junaidi, 2013:84).
Lazimnya serangan gout arthritis terjadi dikaki (monoarthritis). Namun, 3-14% serangan juga bisa terjadi dibanyak sendi (poliarthritis). Biasanya, urutan sendi yang terkena serangan gout (poliarthritis) berulang adalah: ibu jari kaki (podogra), sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi kaki belakang, pergelangan tangan, lutut, dan bursa elekranon pada siku (Junaidi, 2013:85).
Nyeri yang hebat dirasakan oleh penderita gout pada satu atau beberapa sendi. Umunya serangan terjadi pada malam hari. Biasanya, hari sebelum serangan gout terjadi penderita tampak sangat bugar tanpa gejala atau keluhan, tetapi tiba-tiba tepatnya pada tengah malam menjelang pagi, ia terbangun karena merasakan sakit yang sangat hebat serta nyeri yang semakin memburuk dan tak tertahankan (Junaidi, 2013:85).
Sendi yang terserang gout akan membengkak dan kulit diatasnya akan berwarna merah atau keunguan, kencang dan licin, serta terasa hangat dan nyeri jika digerakkan, dan muncul benjolan pada sendi (yang disebut tofus). Jika sudah agak lama (hari kelima), kulit diatasnya akan berwarna merah kusam dan terkelupas (deskuamasi). Gejala lainya adalah muncul tofus di helixs telinga/ pinggir sendi/tendon. Menyentuh kulit diatas sendi yang terserang gout bisa memicu rasa nyeri yang luar biasa. Rasa nyeri ini akan berlangsung selama beberapa hari hingga sekitar satu minggu, lalu menghilang (Junaidi, 2013:85).
Kristal dapat terbentuk disendi-sendi perifer karena persendian tersebut lebih dingin dibandingkan persendian ditubuh lainya, karena asam urat cenderung membeku pada suhu dingin. Kristal urat juga terbentuk ditelinga dan jaringan lainya yang relatif dingin. Gout jarang terjadi pada tulang belakang, tulang panggul, atau bahu. Gejala lain dari arthritis gout akut adalah demam, menggigil, tidak enak badan, dan denyut jantung berdetak dengan cepat. Serangan gout akan cenderung lebih berat pada penderita yang berusia dibawah 30 tahun. Biasanya, gout menyerang pria usia pertengahan dan wanita pasca-menopause (Junaidi, 2013:86). 
Gout bisa menahun dan berat, yang menyebabkan kelainan bentuk sendi. Pengendapan kristal urat didalam sendi dan tendon terus berlanjut dan menyebabkan kerusakan yang akan membatasi pergerakan sendi. Benjolan keras dari kristal urat (tofi) diendapkan dibawah kulit disekitar sendi. Tofi juga bisa terbentuk didalam ginjal dan organ tubuh lainya, dibawah kulit telinga atau disekitar siku. Jika tidak diobati, tofi pada tangan dan kaki bisa pecah dan mengeluarkan massa kristal yang menyerupai kapur (Junaidi, 2013:86).

Penatalaksanaan
a)    Olahraga aerobik/senam
Manfaat kesehatan olahraga aerobik meliputi berkurangnya resiko penyakit jantung atau penyakit kronis lainya, menormalkan tekanan darah, mengontrol berat badan, mengurangi gula darah dan lemak, dan mengurangi kekakuan dan nyeri karena arthritis. Olahraga aerobik berpengaruh rendah tidak memperburuk nyeri arthritis. Digabungkan dengan penguatan dan peregangan, olahraga aerobik menambah kebugaran, mengurangi depresi dan nyeri dan (dalam jangka panjang) memperbaiki fungsi (Millar, 2013:51). Durasi suatu kelas biasanya 45-60 menit. Kelas 60 menit yang baik meliputi kegiatan pemanasan minimum 10 menit, 15-20 menit gerak inti, dan 10 menit pendinginan. Selama 2-4 minggu dalam jangka waktu 2-3 kali dalam seminggu. Penelitian telah membuktikan bahwa dengan mengikuti aerobik seseorang dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi tangan dan kaki, kekuatan, kecepatan, atau jarak tempuh yang merupakan perkiraan ketahanan aerobik pada aktivitas singkat (Millar, 2013:131).

b)   Kompres panas atau dingin
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es dapat diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Sementara terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan (Andarmoyo, 2013:85).
c)    Medikamentosa
Preparat colchicin (oral atau parenteral) atau NSAID, seperti indometasin, digunakan untuk meredakan serangan akut gout. Penatalaksanaan medis hiperurisemia, tofus, penghancuran sendi dan masalah renal biasanya dimulai setelah proses inflamasi akut mereda. Preparat urikosurik seperti probenesid akan memperbaiki keadaan hiperurisemia dan melarutkan endapan urat. Allopurinol juga merupakan obat yang efektif tetapi penggunaannya terbatas karena terdapat resiko toksisitas. Kalau diperlukan penurunan kadar asam urat dalam serum, preparat urikosurik merupakan obat pilihan. Kalau pasiennya beresiko untuk mengalami insufiensi renal atau batu ginjal (kalkuli renal), allopurinol merupakan obat pilihan (Smeltzer, 2002:1811).
d)   Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Andarmoyo,2013:89).




DAFTAR PUSTAKA

Afifka, 2012. Pemberian Intervensi Senam Lansia Pada Lansia Dengan Nyeri Lutut. Semarang: FK UNDIP
Andarmoyo, S. 2013. Konsepdan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Arundati, D. Dkk. 2013. Pengaruh Senam Taichi dan Senam Biasa Terhadap Reduksi Nyeri Ostheoarthritis Lutut Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Gowa. Gowa: UNHAS
Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2010. Prevalensi Gout Arthritis. Https://docs.google.com. Diakses pada tanggal 2 Januari 2014
Dinas Kesehatan Jombang, 2013. Profil Dinas Kesehatan Jombang
Dahlan, L. 2009. Pengaruh Back Exercise Pada Nyeri Punggung Bawah. Surakarta: UNS
Fatkuriyah, L. 2013. Pengaruh Senam Rematik Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia di Desa Sudimoro Sidoarjo. Surabaya
Junaidi, I. 2013. Rematik dan Asam Urat. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Lingga, L. 2012. Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. Jakarta: Agro Media Pustaka
Maryam, S. Dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Jakarta: Trans Info Media
Maryam, S, Dkk. 2010. Posbindu lansia. Jakarta: CV. Trans Info Media
Maryam, S, Dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Millar, L. 2013. Progam Olahraga Arthritis. Klaten: Intan Sejati
Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Padila, 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Pamungkas, 2010. Pengaruh Latihan Gerak Kaki Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Ekstrimitas Bawah Pada Lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri. Kediri: STIKES RS Baptis
Sa’addah, D. 2013. Pengaruh Latihan Fleksi William (Stretching) Terhadap Tingkat Nyeri Punggung Bawah Pada Lansia di Posyandu Lansia RW 2 Desa Kadungkandang Malang. Tuban: STIKES NU Tuban
Saputra, K. 2013. Pemberian Latihan Peregangan Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Dengan Ischialgia. Denpasar: UNUD
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Sudoyo, W. Dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Sugiyono, 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suroto, 2004. Pengertian Senam, Manfaat Senam Dan Urutan Gerakan. Semarang: UNDIP

KONSEP LANSIA (LANJUT USIA) ATAU MANULA (MANUSIA USIA LANJUT)

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP LANSIA (LANJUT USIA) ATAU MANULA (MANUSIA USIA LANJUT)



Konsep Lansia
2.1.1        Definisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008:32).
Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif (Pasal 19 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan) (Maryam dkk, 2008:31).
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas karena tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut, maka orang berusia lanjut memerlukan tindakan keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia (Maryam dkk, 2008:32).
           Proses Menua
          Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Ini merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alami. Ini dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Bandiyah, 2009:13).
          Menjadi Tua (MENUA) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toodler, pra school, school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik secara biologis maupun psikologis (Padila, 2013:6).
          Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Padila, 2013:6).

  Batasan Lanjut Usia
1.      Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia meliputi :
                       a.          Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
                       b.          Lanjut usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.
                       c.          Lanjut usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.
                      d.          Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.
2.      Menurut Setyonegoro, dalam Padila (2013) :
a.         Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
b.         Usia dewasa penuh (medlle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun
c.         Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas :
1)      Young old (usia 70-75)
2)      Old (usia 75-80)
3)      Very old (usia >80 tahun)
3.      Menurut Bee (1996) dalam padila (2013), bahwa tahapan masa dewasa adalah sebagai berikut :
a.       Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun)
b.      Masa dewasa awal (usia 26-40 tahun)
c.       Masa dewasa tengah (usia 41-65 tahun)
d.      Masa dewasa lanjut (usia 66-75 tahun)
e.       Masa dewasa sangat lanjut (usia > 75 tahun)
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab1 Pasal 1 Ayat 2. Menurut Undang-Undang tersebut di atas lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita (Padila, 2013:4).
Teori- teori proses menua
          Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses menua yang tidak seragam. Proses menua bersifat individual, dimana proses menua pada setiap orang terjadi dengan usia yang berbeda, dan tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dalam mencegah proses menua. Adakalanya seseorang belum tergolong tua (masih muda) tetapi telah menunjukan kekurangan yang mencolok. Adapula orang yang tergolong lanjut usia penampilannya masih sehat, bugar, badan tegap, akan tetapi meskipun demikian harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering dialami oleh lanjut usia. Misalnya, hipertensi, diabetes, rematik, asam urat, dimensia senilis, sakit ginjal (Padila, 2013:7).
          Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan, namun tidak semuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial (Padila, 2013:7).
1)     Teori biologis
a)      Teori jam genetik
Menurut Hay ick (1965) dalam Padila (2013), secara genetik sudah terprogram bahwa material didalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula. Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali, sesudah itu akan mengalami deteriorasi.
 b)     Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan usur penyusunan tulang diantaranya susunan molekular, lama kelamaan akan meningkat kekakuanya (tidak elastis). Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat (Padila, 2013:7).
c)      Teori radikal bebas
Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan kerusakan dan kemunduran secara fisik (Padila, 2013:8).
d)     Teori imunologi
a.       Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah.
b.      System immune menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri, regulasi dan responsibilitas (Padila, 2013:8).
e)      Teori stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasanya digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai (Padila, 2013:8).
f)      Teori wear and tear (pemakaian dan rusak)
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai) (Padila, 2013:8).


2)     Teori psikososial
a.    Teori integritas ego
       Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai dalam tiap tahap pekembangan. Tugas perkembangan terakhir merefleksikan kehidupan seseorang dan pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik antara integritas ego dan keputusasaan adalah kebebasan (Padila, 2013:8).
b.    Teori stabilitas personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasikan penyakit otak (Padila, 2013:9).
3)      Teori Sosiokultural
Teori yang merupakan teori sosiokultural adalah sebagai berikut :
a.      Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang berangsuran-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, atau  menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, sehingga sering terjadi kehilangan ganda meliputi :
1.      Kehilangan peran
2.      Hambatan kontak sosial
3.      Berkurangnya komitmen.


b.      Teori aktifitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana seorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam beraktifitas dan mempertahankan aktifitas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas aktifitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas aktifitas yang dilakukan (Padila, 2013:9).
4)      Teori konsekuensi fungsional
Teori yang merupakan teori fungsional adalah sebagai berikut :
1.      Teori ini mengatakan tentang konsekuensi fungsional usia lanjut yang behubungan dengan perubahan-perubahan karena usia dan faktor resiko bertambah.
2.      Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional akan negatif, dengan intervensi menjadi positif (Padila, 2013:9).
Perubahan–perubahan yang terjadi pada lanjut usia
A.    Perubahan-perubahan fisik pada lansia menurut (Maryam, 2008:55)  :
1)      Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun.
2)      Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat (Maryam, 2008:55).

3)      Respirasi
Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus (Maryam, 2008:55).
4)      Persarafan
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan denganstress. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan kurangnya respon motorik dan reflek.
5)      Muskuluskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk, persendian membesar dan menjadi kaku, kram, tremor, dan tendon mengerut dan mengalami sklerosis (Maryam, 2008:56).
6)      Gastrointestinal
Esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun dan peristaltik menurun sehingga daya absorbsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan enzim pencernaan (Maryam, 2008:56).
7)      Pendengaran
Membrane timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan (Maryam, 2008:56).

8)      Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.
9)      Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk (Maryam, 2008:57). 


DAFTAR PUSTAKA

Afifka, 2012. Pemberian Intervensi Senam Lansia Pada Lansia Dengan Nyeri Lutut. Semarang: FK UNDIP
Andarmoyo, S. 2013. Konsepdan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Arundati, D. Dkk. 2013. Pengaruh Senam Taichi dan Senam Biasa Terhadap Reduksi Nyeri Ostheoarthritis Lutut Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Gowa. Gowa: UNHAS
Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2010. Prevalensi Gout Arthritis. Https://docs.google.com. Diakses pada tanggal 2 Januari 2014
Dinas Kesehatan Jombang, 2013. Profil Dinas Kesehatan Jombang
Dahlan, L. 2009. Pengaruh Back Exercise Pada Nyeri Punggung Bawah. Surakarta: UNS
Fatkuriyah, L. 2013. Pengaruh Senam Rematik Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia di Desa Sudimoro Sidoarjo. Surabaya
Junaidi, I. 2013. Rematik dan Asam Urat. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Lingga, L. 2012. Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. Jakarta: Agro Media Pustaka
Maryam, S. Dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Jakarta: Trans Info Media
Maryam, S, Dkk. 2010. Posbindu lansia. Jakarta: CV. Trans Info Media
Maryam, S, Dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Millar, L. 2013. Progam Olahraga Arthritis. Klaten: Intan Sejati
Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Padila, 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Pamungkas, 2010. Pengaruh Latihan Gerak Kaki Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Ekstrimitas Bawah Pada Lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri. Kediri: STIKES RS Baptis
Sa’addah, D. 2013. Pengaruh Latihan Fleksi William (Stretching) Terhadap Tingkat Nyeri Punggung Bawah Pada Lansia di Posyandu Lansia RW 2 Desa Kadungkandang Malang. Tuban: STIKES NU Tuban
Saputra, K. 2013. Pemberian Latihan Peregangan Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Dengan Ischialgia. Denpasar: UNUD
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Sudoyo, W. Dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Sugiyono, 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suroto, 2004. Pengertian Senam, Manfaat Senam Dan Urutan Gerakan. Semarang: UNDIP