HUBUNGAN PERILAKU PENCEGAHAN
KELUARGA DENGAN KEJADIAN DEMAM TIFOID
DI DESA TUGU SUMBERJO WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PETERONGAN
KABUPATEN JOMBANG
THE RELATION OF FAMILY’S PREVENTIVE BEHAVIOR WITH THE
INCIDENCE OF TYPHOID FEVER AT TUGU SUMBERJO VILLAGE, IN THE WORK AREAL OF
PUBLIC ‘S HEALTH CENTER (PUSKESMAS) PETERONGAN SUB
DISTRICT, IN JOMBANG
DISTRICT
Atma Sari Kusuma Seta1,
Suparyanto2, Supriliyah 1
1 Program Studi S1- STIKES Pemkab Jombang
2 BKKBN Kabupaten Jombang
ABSTRAK
Demam tifoid saat ini banyak ditemukan
di Negara sedang berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi, serta kesehatan
lingkungan yang kurang baik,
termasuk di Indonesia. Berdasarkan data
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada tahun 2012 diketahui jumlah
penderita demam tifoid sejumlah 6.122 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
perilaku pencegahan keluarga dengan kejadian demam tifoid di Desa Tugu
Sumberjo Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang.
Desain penelitian ini adalah analitik
korelasional dengan pendekatan Retrospektif.
Populasi dari penelitian ini adalah Semua kepala keluarga di Desa Tugu
Sumberjo Kecamatan
Peterongan Kabupaten Jombang yang berjumlah 1.854 orang. Pemilihan sample dilakukan
secara Total Sampling, sample
sebanyak 34 orang. Pengumpulan data menggunakan observasi dan data sekunder.
Data di analisis menggunakan uji statistik chi
square.
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 34 responden perilaku pencegahan
keluarga terhadap kejadian Demam Tifoid setengahnya dalam kategori baik dan kejadian demam tifoid
tidak terjadi ditunjukkan dari (50%) sebanyak 17 responden. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh angka signifikan atau nilai probabilitas
(0,004) jauh lebih rendah standart signifikan 0,05 atau (r < a), dikarenakan r < a, maka H1 diterima.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan perilaku pencegahan keluarga dengan kejadian demam tifoid di Desa Tugu Sumberjo Wilayah
Kerja Puskesmas Peterongan
Kabupaten Jombang. Diharapkan
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan penyuluhan
pada keluarga dalam mencegah demam tifoid.
Kata
Kunci : perilaku, keluarga, demam tifoid
ABSTRACT
At this
moment, a lot of typhoid fevers are
found in developing countries with the
high density of people ,as well as the health of environment
isn’t good, included Indonesia . Based on
the data of health department in Jombang District in 2012
was known the number of typhoid fever patient is 6,122 people . This research is aimed to to know the relation of family’s preventive behavior with the incidence of typhoid fever at
Tugu Sumberjo village in the work area of Public’s Health Center ( Puskesmas ) Peterongan sub district in Jombang Dictrict .
The
design of this research
is correlation analytic with the approach of Restrospective ./
population of research is all
family heads at Tugu Sumberjo village , Peterongan Sub district , in Jombang
District with the total of them 1.854
people . Selective sample is done
by Total sampling . the number of
sampling is 34 people . The collection of data uses observation and secondary data . data is
analyzed by using observation
and secondary data . Data which was analyzed uses the statistic
test of
chi square.
The
result of research is obtained that from
34 respondents family’s preventive
behavior to typhoid fever incidence . A
half in the category is good and the incidence of typhoid
doesn’t occur to be
indicated of ( 50 % ) then number of them is
respondents . From
The result of statistic test Chi
square is obtained significant score or probability ( 0.004 ).it is far, lower significant standard 0.05 or
(ρ < α )
because of ρ < α. So that H 1
is received
From
the result of research can be concluded
that there is relation that there
relation of family’s
preventive behavior with the incidence
typhoid fever at
Tugu Sumberjo Village in the work
area of Public’s Health Center ( Puskesmas ) Peterongan Sub
district in Jombang District. Being expected the result of research can be used
to be guidance in giving counseling
for family to prevent typhoid fever
Key
word s : Behavior , Family, Typhoid
fever.
PENDAHULUAN
Demam tifoid saat
ini banyak ditemukan di Negara sedang berkembang dengan kepadatan penduduk
tinggi, serta kesehatan lingkungan yang kurang baik. Jumlah kasus
bervariasi tergantung dari lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku
masyarakat. Dengan tingginya angka Kejadian Demam Tifoid di Wilayah
Kerja Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang, maka demam tifoid masih merupakan
masalah kesehatan. Dimana demam tifoid disebabkan oleh kesehatan lingkungan
yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat,
kebersihan perorangan yang kurang baik,
serta tingkat sosial ekonomi masyarakat dan tingkat pendidikan masyarakat yang
kurang.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi
akut yang mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini
adalah salmonella typhosa, basil gram
negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora.¹ Demam Tifoid dan Paratifoid endemik di
Indonesia. Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat
sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu
kasus pada orang-orang serumah. ²
Sekarang ini penyakit typhus abdominalis masih merupakan
masalah yang penting dan masih menduduki prevalensi penyakit menular. Hal ini
disebabkan faktor hegiene dan sanitasi yang kurang, masih memegang peranan yang
tidak habis diatas satu tahun. ³Menurut Yanuar (2008) pencegahan tifoid adalah
Biasakan makan makanan yang sudah dimasak, biasakan minuman yang sudah dimasak,
lindungi makanan dari lalat, kecoa dan tikus, cuci tangan dengan sabun setelah
ke WC dan sebelum makan, hindari jajan di tempat-tempat yang kurang bersih.
Pencegahan demam Tifoid diupayakan melalui berbagai cara : umum dan
khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene
karena perbaikan higiene dan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga
apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella Typhi. Pemutusan rantai tranmisi juga penting dan
pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/ makanan.⁴
Di seluruh dunia
WHO memperkirakan pada tahun 2000 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita
demam tifoid dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Menurut Survei
Departemen Kesehatan RI, frekeunsi kejadian demam tifoid di Indonesia pada
tahun 2010 Demam Tifoid merupakan permasalahan kesehatan penting di banyak
negara berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini
tiap tahunnya. Di Indonesia diperkirakan insiden demam tifoid adalah 300-810
kasus per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam
tifoid merupakan salah satu dari
penyakit infeksi terpenting (Depkes RI, 2010). ⁵ Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang pada tahun 2012 diketahui jumlah penderita demam
tifoid sejumlah 6.122 orang. Dari semua Puskesmas di seluruh Kabupaten Jombang
jumlah demam tifoid terbanyak terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan
sejumlah 1.639 orang (Dinkes Jombang, 2012).⁶ Berdasarkan data dari Wilayah
Kerja Puskesmas peterongan diketahui jumlah penderita demam tifoid dengan test
Widal Positif sejumlah 88 orang (Puskesmas Peterongan, 2012).
Penyebab demam
tifoid adalah bakteri salmonella typhi.
Penularan penyakit ini bisa melalui air dan makanan. Kuman salmonela dapat
bertahan lama dalam makanan. Penggunaan air minum secara masal yang tercemar
bakteri sering menyebabkan terjadinya kejadian luar bisa tifoid. Vektor berupa
serangga juga berperan dalam penularan penyakit. ⁷
Beberapa faktor
resiko yang diduga mempengaruhi terjangkitnya penyakit demam tifoid antara lain
kesehatan lingkungan yang kurang memadai, kepadatan penduduk, penyediaan air
minum yang tidak memenuhi syarat, hegiene perorangan yang kurang baiktingkat
social ekonomi masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat.⁸ Demam lebih dari
tujuh hari salah satu gejala yang paling menonjol. Demam ini bisa diikuti oleh
gejala tidak khas lainnya seperti diare, anoreksia, atau batuk. Pada keadaan
yang parah bisa disertai gangguan kesadaran. Komplikasi yang bisa terjadi
adanya perforasi usus, perdarahan usus dan koma.
⁷
Mengkonsumsi
makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan
kesehatan untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan
cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene
makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam
pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai
penyajian untuk dimakan. Kebersihan makanan dan minuman sangat penting untuk
mencegah demam tifoid. Merebus air minum sampai mendidih dan memasak makanan
sampai matang juga sangat membantu. Selain itu juga perlu dilakukan sanitasi
lingkungan termasuk membuang sampah di tempatnya dengan baik dan pelaksanaan
program imunisasi. ⁷
MATERI DAN METODE
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian analitik korelasi yaitu penelitian hubungan antara dua
variabel pada suatu situasi atau kelompok subjek.. Peneliti ingin mempelajari
hubungan perilaku pencegahan keluarga dengan kejadian demam tifoid. Dengan
rancangan penelitian Retrospektif yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel
independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat.⁹ Populasi penelitian ini adalah Semua Kepala keluarga yang
anggota keluarganya menderita Demam Tifoid di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang bulan Mei‑Desember tahun 2012
sebanyak 34 orang
Metode pengambilan
sampel menggunakan Non Probability sampling dengan jenis Total Sampling yaitu mengambil sampel dari seluruh anggota populasi.¹ᴼ Penentuan
besar sampling didapatkan sejumlah 34 responden. Tempat penelitian di Desa Tugu Sumberjo Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang
. Instrumen
yang digunakan dalam mengukur variable independen dengan menggunakan observasi
dan wawancara kemudian variable dependen dengan observasi.
Pengolahan
data dilakukan dengan beberapa langkah yaitu; Editing, Coding, Scoring,
tabulating. Analisa data dilakukan untuk menentukan ada tidaknya Hubungan hubungan perilaku pencegahan keluarga
dengan kejadian demam tifoid dengan menggunakan uji statistic Chi Square .
HASIL
PENELITIAN
Pengambilan data ini dilaksanakan pada tanggal 12 sampai 16 Juni 2013 yaitu sebanyak 34 responden.
1.
Perilaku pencegahan keluarga terhadap Demam Tifoid
Tabel 1 Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Perilaku Pencegahan Keluarga Terhadap Kejadian Demam
Tifoid di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12
sampai 16 Juni 2013.
No
|
pengetahuan
|
f
|
(%)
|
1.
|
Baik
|
27
|
79,4
|
2.
|
Kurang
|
7
|
20,6
|
∑
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas menunjukkan
bahwa dari 34 responden hampir seluruhnya (79,4%) perilaku pencegahan keluarga
terhadap Kejadian demam Tifoid adalah baik sejumlah 27 responden.
Tabel 2 Tabulasi
silang antara perilaku pencegahan keluarga dengan Tingkat Pendidikan di Desa
Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 sampai 16 Juni
2013.
Tingkat
pendidikan
|
Perilaku Pencegahan
|
∑
|
%
|
|||
Baik
|
Kurang Baik
|
|||||
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
SD/SMP
|
8
|
23,5
|
7
|
20,6
|
15
|
44,1
|
SMA
|
10
|
29,4
|
0
|
0
|
10
|
29,4
|
PT
|
9
|
26,5
|
0
|
0
|
9
|
26,5
|
∑
|
29
|
79,4
|
7
|
20,6
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas menunjukkan bahwa
dari 34 responden berpendidikan SMA hamper setengahnya perilaku pencegahan
keluarga dalam kategori baik sejumlah 10 responden (29,4%).
Table
3 Tabulasi silang antara perilaku pencegahan
keluarga dengan Pekerjaan di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten
Jombang pada 12 sampai 16 Juni 2013.
Pekerjaan
|
Perilaku Pencegahan
|
∑
|
%
|
|||
Baik
|
Kurang Baik
|
|||||
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
IRT
|
8
|
23,5
|
3
|
8,8
|
11
|
32,3
|
WIRASWASTA
|
4
|
11,8
|
0
|
0
|
4
|
11,8
|
SWASTA
|
6
|
17,6
|
0
|
0
|
6
|
17,6
|
BURUH
|
2
|
5,9
|
3
|
8,8
|
5
|
14,7
|
PNS
|
3
|
8,8
|
0
|
0
|
3
|
8,8
|
∑
|
27
|
79,4
|
7
|
20,6
|
35
|
100
|
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas menunjukan bahwa
dari 34 responden pekerjaan IRT sebagian kecil perilaku pencegahan keluarga
dalam kategori baik sejumlah 8 responden (23,5%)
Tabel 4 Tabulasi
silang antara perilaku pencegahan keluarga dengan pernah mendapat informasi di Desa
Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 sampai 16 Juni
2013.
Pernah Mendapat Informasi
|
Perilaku Pencegahan
|
∑
|
%
|
|||
Baik
|
Kurang Baik
|
|||||
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
YA
|
20
|
58,8
|
1
|
3
|
20
|
61,8
|
TIDAK
|
7
|
20,6
|
6
|
17,6
|
14
|
38,2
|
∑
|
27
|
76
|
7
|
20,5
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas menunjukan bahwa
dari 34 responden perilaku pencegahan keluarga dalam kategori baik sebagian
besar pernah mendapatkan informasi sejumlah 20 responden (58,8%)
Tabel 5 Tabulasi silang antara
perilaku pencegahan keluarga dengan sumber informasi di Desa Tugu Sumberjo
Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 sampai 16 Juni 2013.
Sumber
Informasi
|
Perilaku Pencegahan
|
∑
|
%
|
|||
Baik
|
Kurang Baik
|
|||||
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
Tenaga kesehatan
|
11
|
52,4
|
0
|
0
|
11
|
52,4
|
Majalah
|
3
|
14,2
|
0
|
0
|
3
|
14,2
|
Radio/TV
|
5
|
23,8
|
1
|
4,8
|
6
|
28,6
|
Internet
|
1
|
4,8
|
0
|
0
|
1
|
4,8
|
∑
|
27
|
95,2
|
1
|
4,8
|
21
|
52,4
|
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas menunjukka bahwa dari 34 responden
perilaku pencegahan keluarga dalam kategori baik sebagian besar mendapatkan
informasi dari petugas kesehatan sebanyak 11 responden (52,4%).
2.
Kejadian Demam Tifoid
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Kejadian Demam Tifoid di Desa Tugu
Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 sampai 16 Juni 2013.
No
|
Kejadian Demam
Tifoid
|
f
|
(%)
|
1.
|
Tidak
terjadi
|
17
|
50
|
2.
|
Terjadi
|
17
|
50
|
∑
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 34 responden
setengahnya (50%) tidak terjadi kejadian Demam Tifoid dan setengahnya lagi
terjadi kejadian Demam Tifoid sejumlah 17 responden.
3.
Hubungan perilaku pencegahan
keluarga dengan kejadian Demam Tifoid
Tabel 7 Tabulasi Silang Hubungan Perilaku Pencegahan Keluarga Dengan Kejadian Demam
Tifoid di Desa Tugu Sumberjo
Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 sampai 16 Juni 2013.
Kejadian
Demam tipoid
|
Perilaku Pencegahan
|
∑
|
%
|
|||
Baik
|
Kurang Baik
|
|||||
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
Tidak terjadi
|
10
|
29,4
|
7
|
20,6
|
17
|
100
|
Terjadi
|
17
|
50
|
0
|
0
|
17
|
50
|
∑
|
27
|
79,4
|
7
|
20,6
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 34
responden perilaku pencegahan keluarga terhadap kejadian Demam Tifoid
setengahnya dalam kategori baik dan kejadian demam tifoid tidak terjadi
ditunjukkan dari 50% sebanyak 17 responden.
PEMBAHASAN
Perilaku
pencegahan keluarga
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan
bahwa dari 34 responden hampir seluruhnya perilaku pencegahan keluarga adalah
baik sejumlah 27 responden (79,4%).
Perilaku adalah
tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas. Atau dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat
diamati oleh pihak lain. ¹²
Perilaku
pencegahan merupakan suatu tindakan atau upaya seseorang dalam memperbaiki
kualitas hidup seseorang. dimana perilaku tersebut menurunkan angka kejadian suatu penyakit.
Dalam penelitian ini didapatkan perilaku pencegahan baik. Apabila perilaku
pencegahan seseorang baik, maka angka kejadian demam tifoid tidak terjadi. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku diantaranya faktor Pendidikan,
Sosial Ekonomi (pekerjaan),Pemberian Informasi, Sumber Informasi.
Berdasarkan tabel
2
menunjukkan bahwa dari 34 responden hampir setengahnya (44,1%) responden berpendidikan dasar
(SD,SMP) sejumlah 15 responden.
Pendidikan adalah
suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses
pertumbuhan, perkembangan, atau kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih
matang pada diri individu, keluarga atau masyarakat.¹²
Keyakinan
seseorang didapat dari adanya variabel intelektual yang terdiri dari
pengetahuan, latar belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan
kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk
memahami faktor-faktor yang berhubungan dan menggunakan pengetahuan tersebut
untuk menyelesaikan masalahnya.¹³
Pendidikan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Semakin
tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula perilaku pencegahannya. Tetapi
pada kenyataannya dalam penelitian ini didapatkan dari 34 responden hampir
setengahnya (44,1%) responden
berpendidikan dasar (SD,SMP) sejumlah 15 responden. Hal ini dimungkinkan karena
perilaku baik tidak hanya dipengaruhi tingkat pendidikan saja, tetapi
dipengaruhi juga oleh faktor lain. Seperti karakteristik dan sikap seseorang
tersebut dalam memahami tentang pola hidup sehat.
Berdasarkan tabel
3
menunjukkan bahwa dari 34 responden hampir setengahnya (32,4%) responden adalah
IRT sejumlah 11 responden.
Faktor sosial dan
psikososial dapat meningkatkan resiko terjdinya penyakit dan mempengaruhi cara
seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Hal ini
mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi
tingkat ekonomi seseorang, biasanya ia akan lebih cepat tanggap.
Pekerjaan menurut
Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2008), adalah kebutuhan yang harus dilakukan
terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan
bukanlah sumber kesenangan, tetapi merupakan cara mencari nafkah, berulang dan
banyak tantangan. Pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status
sosial, pendidikan serta masalah kesehatan. Pekerjaan dapat mengukur status
sosial ekonomi serta masalah kesehatan dan kondisi tempat seseorang bekerja.¹⁴
Tingkat sosial
adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat, tingkat sosial ekonomi
adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau
dari segi sosial ekonomi. Tingkat sosial ekonomi meliputi pendidikan,
pendapatan, dan pekerjaan yang merupakan penyebab secara tidak langsung dari
masalah kesehatan.¹⁵
Hampir
Setengahnya pekerjaan responden dalam penelitian ini adalah IRT. Hal ini
dimungkinkan karena ibu rumah tangga memiliki waktu yang lebih banyak dirumah,
sehingga ibu bisa menfokuskan diri dalam menyelesaikan tugas rumah tangga,
serta dapat lebih fokos dalam menjalankan tugas sebagi Ibu Rumah Tangga. dan
apabila sakit kebanyakan dari orang dengan tingkat sosial rendah tidak akan
segera memeriksakan penyakitnya ke petugas kesehatan, baru saat sakit dirasa
tidak sembuh-sembuh mereka memeriksakan penyakitnya ke petugas pelayanan
kesehatan, sehingga penyakit yang dideritanya sudah semakin parah atau bahkan
sudah terjadi suatu komplikasi. Sebaliknya orang dengan tingkat sosial ekonomi
yang tinggi menunjukkan tingkat pendidikan, pekerjaan. Orang dengan tingkat
sosial ekonomi tinggi lebih memiliki pengetahuan tentang kesehatan dan
melakukan tindakan pencegahan agar tidak terkena suatu penyakit, kalaupun menderita
sakit maka orang dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan mencari
pelayanan kesehatan yang baik untuk mengobati penyakitnya.Kondisi tersebut juga
didukung oleh adanya sumber informasi sehingga responden memiliki perilaku
pencegahan yang baik.
Berdasarkan tabel
4 menunjukkan bahwa dari 34 responden sebagian besar (61,8%) responden pernah
mendapatkan informasi sejumlah 21 responden. Dan Berdasarkan tabel
tersebut menunjukkan bahwa dari 34
responden hampir setengahnya (38,2%) responden tidak mendapatkan informasi
sejumlah 13 responden.
Informasi adalah
data yang sudah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi pengguna, yang
bermanfaat dalam pengmbilan keputusan saat ini atau mendukung sumber informasi
.¹⁶
Dengan memberikan
informasi, penyuluhan dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang hal tersebut. Dalam pemberian surat kabar maupun radio atau media
komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif
cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap
sikap konsumennya.¹⁷
Pemberian
Informasi juga mempengaruhi perilaku seseorang, Dengan memberikan informasi,
penyuluhan dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
perilaku tentang pencegahan demam tifoid. Seseorang bisa mendapatkan sumber
informasi tidak hanya dari penyuluhan oleh petugas kesehatan melainkan juga
bisa dapat dari majalah, internet, radio/TV.
Kejadian Demam Tifoid
Berdasarkan
tabel 6 diketahui bahwa dari 34 responden setengahnya (50%) tidak terjadi
kejadian Demam Tifoid dan setengahnya lagi terjadi kejadian Demam Tifoid
sejumlah 17 responden.
Demam
tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Sinonim dari demam tifoid
dan paratifoid adalah tifoid dan
paratifoid fever, enteric fever, tifus
dan paratifus abdominalis. Demam paratifoid menunjukkan manifestasi yang sama
dengan tifoid, namun biasanya lebih ringan. ²
Demam
tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh
salmonella typhi. ⁸
Demam
Tifoid dipengaruhi oleh pencegahan Demam Tifoid yang kurang baik. Salah satu
penyebab DemamTifoid adalah kesehatan lingkungan yang kurang memadai, kepadatan
penduduk, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, hegiene perorangan
yang kurang baik tingkat sosial ekonomi masyarakat, tingkat pendidikan
masyarakat.¹ᴼ
Dalam
penelitian ini peneliti melakukan observasi dengan melihat Rekam Medik Widal
positif pasien di Puskesmas peterongan. Dimana dikatakan Widal positif yaitu
yang mempunyai nilai diagnostic standart Widal ≥1/200.
Kejadian
Demam Tifoid dipengaruhi oleh sanitasi lingkungan yang buruk, dan perilaku
masyarakat yang tidak sehat. Dalam kenyataannya dalam penelitian ini didapatkan
setengahnya terjadi kejadian Demam Tifoid. Sebenarnya kejadian Demam Tifoid ini
bisa dicegah dengan melakukan usaha terhadap lingkungan hidup yaitu penyediaan
air minum yang memenuhi syarat seperti memasak air terlebih dahulu sebelum
dikonsumsi, pembuangan kotoran manusia yang hygienis, dimana pembuangan kotoran
yang baik adalah di jamban. Pemberantasan lalat dapat dilakukan dengan cara
menutup semua makanan, menyimpan makan di dalam almari, memberi perangkap untuk
lalat. Selain itu pengawasan terhadap penjual makanan juga perlu dilakukan
dengan cara memperhatikan lingkungan tempat penjual makanan, serta
memperhatikan kebersihan diri penjual untuk menjaga dan memelihara kebersihan
makanan. Usaha terhadap manusia bisa berupa melakukan imunisasi, menemukan
tanda gejala dari Demam Tifoid dan mengobati anggota keluarga yang sakit dengan
membawanya ke tempat pelayanan kesehatan terdekat. Selain usaha tersebut
pendidikan kesehatan masyarakat juga diperlukan seperti masyarakat dapat
memperoleh informasi tentang Demam Tifoid dari petugas kesehatan yang melakukan
penyuluhan kepada masyarakat, selain mendapatkan informasi demam tifoid dari
petugas kesehatan, masyarakat juga bisa mendapatkan informasi melalui
internet,TV, radio, dan majalah. Diharapkan dengan adanya sumber informasi ini
masyarakat dapat mengerti dan paham tentang demam tifoid beserta cara
pencegahannya.
Hubungan pengetahuan ibu tentang permainan edukatif
dengan perkembangan motorik kasar anak usia 3-6 tahun
Berdasarkan
tabel 7 dapat dilihat bahwa dari 34 responden perilaku pencegahan keluarga
terhadap kejadian Demam Tifoid seluruhnya dalam kategori baik dan kejadian
demam tifoid tidak terjadi ditunjukkan dari 63% sebanyak 17 responden.
Dari
hasil uji statistik chi square diperoleh angka signifikan atau nilai
probabilitas (0,004) jauh lebih rendah standart signifikan 0,05 atau (r < a),
dikarenakan r < a, maka
H1 diterima. Hal ini berarti ada hubungan perilaku pencegahan pada keluarga
dengan kejadian Demam Tifoid di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang.
Perilaku
adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas. Atau dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah semua
kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak lain. ¹²
Desminiarti
seperti dikutip Sunaryo (2004), perilaku adalah proses interaksi individu dalam
tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan
dipelajari.
Demam
Tifoid dipengaruhi oleh perilaku pencegahan Demam Tifoid yang kurang baik.
Salah satu penyebab Demam Tifoid adalah kesehatan lingkungan yang kurang
memadai, kepadatan penduduk, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat,
hygienis perorangan yang kurang baik tingkat sosial ekonomi masyarakat, tingkat
pendidikan masyarakat. ¹ᴼ
Dari
teori diatas semakin baik perilaku pencegahan seseorang maka akan semakin
rendah tingkat kejadian Demam Tifoid dan demikian juga sebaliknya. Seperti
halnya dari hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa perilaku pencegahan
baik dengan kejadian demam tifoid tidak terjadi. Perilaku pencegahan yang baik
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pendidikan, pekerjaan, pendapatan
informasi dan sumber informasi. Selain faktor tersebut, kesehatan lingkungan,,
penyediaan air minum, dan hygienis perorangan juga dapat mempengaruhi perilaku
seseorang dalam melakukan pencegahan Demam Tifoid. Kesehatan lingkungan yang
kurang memadai bisa menyebabkan kejadian Demam tifoid, seperti kebiasaan
seseorang membeli makanan diluar hendaknya memperhatikan kebersihan ²lingkungan tempat penjual
makanan. Selain itu penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat bisa
menyebabkan terjadinya Demam tifoid. Seseorang hendaknya memperhatikan
makanan/minuman yang akan dikonsumsi dengan memasaknya terlebih dahulu dengan
tetap memperhatikan kebersihan diri sendiri.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian maka Perilaku pencegahan keluarga terhadap demam tifoid di
Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang tahun 2013 hampir
seluruhnya dalam kategori baik. Dan Kejadian demam tifoid setengahnya terjadi
dan setengahnya tidak terjadi kejadian demam tifoid di Desa Tugu Sumberjo
Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang tahun 2013. Sehingga dapat disimpulkan Ada hubungan perilaku
pencegahan keluarga dengan kejadian demam tifoid.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak
Sakit. Jakarta. EGC.
2.
Mansjoer. 2007. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: FKUI.
3.
Hadisaputro. Masalah Demam
tifoid. http://digilib.unimus.ac.id.
2013.
4.
Widodo, Darmowandoyo, 2002. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi Pertama. Jakarta :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI:367-375
5.
Depkes RI. 2010. Angka Kejadian
tifus di Indonesia. http://www. library. upnvj.ac.id/pdf. Diakses
23/01/2013.
6.
Widodo, Darmowandoyo, 2002.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi Pertama.
Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI:367-375
7.
Dinkes Jombang. Jumlah kejadian tifoid di
Jombang. Dinkes Jombang. 2012.
8.
Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta. Erlangga. 2012
9.
Hidayati. 2010. Faktor penyebab
penyakit tifoid. http://ejournal.uin-malang.ac.id. Diakses 12/02/2013.
10. Alimul,
Hidayat. Metode
Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Rineka Cipta. 2009
11. Notoatmodjo.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2005
12. Notoatmodjo.
Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.2007
13. Suprajitno.
2004. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta. EGC.
14. Timmreck,
TC. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005
15. Adi, R.
Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Edisi 1. Jakarta: Granit. 2004
16. Kusrini,
Koniyo Andri. Tuntutan Praktis Membangun Sistem Informasi Akutansi dengan
Visual basic dan Mocrosoft SQL Server. Yogyakarta. C.V ANDI OFFSET
17. Wawan
dan Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta. Nuha Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar