Senin, 26 September 2011

IMUNISASI DASAR

Dr. Suparyanto, M.Kes

IMUNISASI DASAR

1. PENGERTIAN IMUNISASI
  • Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpejan pada antigen yang serupa tidak akan terjadi penyakit (John, 2006).
  • Imunisasi adalah kekebalan tubuh. Imunisasi adalah proses pembentukan sistem kekebalan tubuh. Material imunisasi disebut immonugen. Immonugen adalah molekul antigen yang dapat merangsang kekebalan tubuh. Imunisasi diberikan pada anak-anak, dari masih bayi sampai menjelang usia dewasa, atau sekitar usia 15 tahun. 
  • Imunisasi sangat penting sebagai penunjang kesehatan bayi dan anak-anak. Imunisasi ada yang berbentuk serum yang disuntikkan pada bagian tubuh (biasanya bagian lengan atau bokong), dan ada juga yang berbentuk cairan yang diteteskan ke dalam mulut. Imunisasi pertama kali dilakukan oleh Edward Jenner, seorang dokter dari Inggris. Pertama kali dibuat dalam bentuk suntikan yang digunakan untuk kekebalan tubuh. Saat itu Jenner termotivasi adanya penyebaran virus cacar yang mematikan di Inggris. (Abraham, 2008).

2. TUJUAN IMUNISASI
  • Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian serta dapat menguragi kecacatan akibat dari penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi. (Aziz Alimul, 2006).

3. JENIS-JENIS IMUNISASI
  • Ada dua jenis kekebalan yang bekerja pada tubuh bayi atau anak (imunisasi) :
a. Imunisasi aktif (active immunization)
  • Imunisasi aktif adalah kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak terhadap suatu penyakit tertentu.
  1. Imunisasi aktif alamiah: adalah dimana kekebalan akan dibuat sendiri oleh tubuh setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit, misalnya campak, jika pernah sakit campak, maka tidak akan terserang kembali.
  2. Imunisasi aktif buatan: adalah dimana kekebalan dibuat oleh tubuh setelah mendapat vaksin yaitu hepatitis B, BCG, DPT/Hep B kombo, dan polio.

b.Imunisasi pasif (passive immunization)
  • Imunisasi pasif adalah tubuh anak tidak membuat zat antibody sendiri tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari luar setelah memperoleh zat penolakan, sehingga prosesnya cepat tetapi tidak bertahan lama karena akan di metabolisme oleh tubuh (John, 2006).
  • Imunisasi pasif dibagi menjadi dua macam:
  1. Imunisasi pasif alamiah atau bawaan, yaitu terdapat pada bayi baru lahir sampai berumur 5 bulan. Bayi mendapatkan zat antibody dari ibu sewaktu didalam kandungan, yaitu melalui jalan darah menembus plasenta, yaitu campak (Endif, 2007).
  2. Imunisasi pasif buatan, yaitu dimana kekebalan ini diperoleh setelah mendapatkan suntikan zat penolakan, misalnya ATS (Endif, 2007).

4. PENYAKIT-PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN VAKSIN PPI
  • Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin program pengembangan imunisasi (PPI) adalah Hepatitis B, Tuberculosis, Dipteri, Tetanus, Batuk rejan (pertusis), Polio dan Campak (measles) (Endif, 2007).

5. JENIS-JENIS VAKSIN
  • Jenis vaksin yang digunakan di Indonesia banyak macamnya akan tetapi pada dasarnya vaksin dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Vaksin live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)
  • Vaksin live attenuated diproduksi dengan cara melakukan modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit di laboratorium.
  • Mikroorganisme vaksin yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh (replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.
  • Vaksin live attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pegelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.
  • Vaksin live attenuated yang tersedia saat ini adalah :
  1. Vaksin yang berasal dari virus hidup. Contoh : vaksin campak, gondong, rubella, polio OPV (Oral Pholio Vaksin), demam kuning.
  2. Vaksin yang berasal dari bakteri. Contoh : BCG dan demam tifoid oral.

b.Vaksin inactivated
  • Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia (biasanya formalin).
  • Karena vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat reflikasi maka seluruh dosis antigen yang dibutuhkan dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak dapat menyebabkan penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun) dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik.
  • Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :
  1. Seluruh sel virus inactivated, contoh : influenza, polio IPV (Injectable/inactivated Polio Vaksin), rabies, hepatitis A.
  2. Seluruh bakteri inactivated, contoh : pertusis, tifoid, kolera.
  3. Vaksin fraksional yang masuk sub unit, contoh : hepatitis B, influenza, pertusis aceluler, tifoid vi.
  4. Toksoid, contoh : difteri, tetanus
  5. Polisakarida murni, contoh: pnemokokus, meningokokus, haemophilus influenza tipe B.
  6. Gabungan polisakarida (haemophilus influenza tipe B dan pnemokokus).

c.Rekombinan (rekayasa genetika) : hepatitis B.
  • Vaksin hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus recombinant yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infeksius, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (hansenula olymorpha) menggunakan teknologi DNA recombinan (Wirawan, 2007).

6. JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI DASAR
  • 0 – 7 hari : HB 0
  • 1 Bulan : BCG, Polio 1
  • 2 bulan : DPT/HB 1, Polio 2
  • 3 Bulan : DPT/HB 2, Polio 3
  • 4 Bulan : DPT/HB 3, Polio 4
  • 9 Bulan : Campak (Kementrian Kesehatan RI, 2011)

Tabel 2.1 Rekomendasi untuk vaksin yang terlambat

Vaksin Rekomendasi bila terlambat

BCG
  1. Usia kurang dari 12 bulan boleh diberikan kapan saja
  2. Usia lebih dari 12 bulan imunisasi kapan saja dengan dosis vaksin 0,1 ml im
DPT
  1. Berikan pada anak ≥ 7 tahun bila vaksin tersedia
  2. Bila terlambat, jangan mengulang pemberian dari awal, tetapi lanjutkan dan lengkapi imunisasi seperti jadwal, tidak peduli jarak waktu atau interval keterlambatan dari pemberian sebelumnya
  3. Bila belum pernah imunisasi dasar pada usia kurang dari 12 bulan, imunisasi diberikan sesuai imunisasi dasar baik jumlah maupun intervalnya
  4. Bila pemberian ke-4 sebelum ulang tahun ke-4, maka pemberian ke-5 secepatnya 6 bulan sesudahnya
  5. Bila pemberian ke-4 setelah umur empat tahun, maka pemberian ke-5 tidak perlu lagi
Polio Oral
  • Bila terlambat jangan mengulang pemberian dari awal, tetapi lanjutkan dan lengkapi imunisasi seperti jadwal. Tidak peduli berapun jarak waktu atau intervalnya keterlambatan dari pemberian sebelumnya
Campak
  1. Usia antara 9-12 tahun diberikan saat ada di Posyandu
  2. Usia anak 1 tahun atau lebih berikan MMR
MMR
  • Bila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, MMR bisa diberikan kapan saja setelah berumur 1 tahun
Hipatitis B
  1. Bila terlambat jangan pemberian dari awal, tetapi lanjutkan dan lengkapi imunisasi seperti jadwal, tidak peduli berapun jarak waktu atau interval dari pemberian sebelumnya
  2. Anak dan remaja yang belum pernah imunisasi Hepatitis B pada masa bayi, bisa mendapatkan serial imunisasi Hepatitis B kapan saja saat berkunjung. Sumber : Sastrawan, 2007


DAFTAR PUSTAKA
  1. Azwar. 2007. Sikap Manusia. Jakarta: ISBN
  2. Abraham. 2008. Kesehatan ibu Dan Anak. Jakarta: PT Rineka Cipta
  3. Alimul. 2006. Ilmu Keperawatana anak. Jakarta: Salemba Medika
  4. Dinkes Jombang. 2011. Data Cakupan Imunisasi. Jombang: Dinas Kesehatan
  5. Dagun. 2008. Psikologi Keluarga. Jakarta EGC
  6. Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda Karya
  7. Endife. 2007. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
  8. Effendy, 2006. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
  9. Fachri Umar. 2009. Program Imunisasi di Indonesia. http//www.info sehat.com.akses 12 Mei 2011
  10. Friedman. 2006. Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC
  11. John. 2006. Dampak Tlidak diberi Imunisasi. http//www. cyber. net.com. akses 12 Maret 2011
  12. Hidayat. 2009. Metodelogi Analisis Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
  13. Grifford. 2008. Keperawan Anak. Jakarta: EGC
  14. Nazir Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
  15. Notoatmodjo.2005. Promosi kesehatan Masyarakat. PT Rineka Cipta. Jakarta
  16. Notoatmodjo.2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
  17. Nursalam 2008. Metodelogi Riset Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.
  18. Nursalam 2003. Metodelogi Riset Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.
  19. Purwodarminto. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pelajar Offset
  20. Rulina. 2009. Jenis Imunisasi. http//www. intra media. com. Akses 22 Mei 2011
  21. Syaifudin. 2008. Sikap Manusia. Bandung: ISBN
  22. Wiliem, 2009. Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Imunisasi. http//www. info.anak.com akses 22 Mei 2011
  23. Wirawan. 2007. Imunisasi Dasar. http//www. anak sehat. com. akses 22 Juni 2011

Minggu, 25 September 2011

KADER DAN POSYANDU (POS PELAYANAN TERPADU)

Dr. Suparyanto, M.Kes

KADER DAN POSYANDU (POS PELAYANAN TERPADU)

A. PENGERTIAN
  1. Posyandu adalah sistem pelayanan yang dipadukan antara satu program dengan program lainnya yang merupakan forum komunikasi pelayanan terpadu dan dinamis seperti halnya program kb dengan kesehatan atau berbagai program lainnya yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat (BKKBN, 1989).
  2. Pelayanan yang diberikan di posyandu bersifat terpadu , hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat karena di posyandu tersebut masyarakat dapat memperolah pelayanan lengkap pada waktu dan tempat yang sama (Depkes RI, 1990).
  3. Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari keluarga berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana

TUJUAN PENYELENGGARA POSYANDU
  1. Menurunkan angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu ( ibu hamil, melahirkan dan nifas)
  2. Membudayakan NKKBS.
  3. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB berta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera.
  4. Berfungsi sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan keluarga dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera.

PENGELOLA POSYANDU.
  1. Penanggungjawab umum : kades/lurah
  2. Penggungjawab operasional : tokoh masyarakat
  3. Ketua pelaksana : ketua tim penggerak PKK
  4. Sekretaris : ketua pokja iv kelurahan/desa
  5. Pelaksana: kader Posyandu, yang dibantu petugas KB-KES (Puskesmas).

KEGIATAN / PROGRAM POKOK POSYANDU :
  1. KIA
  2. KB
  3. lmunisasi.
  4. Gizi.
  5. Penggulangan diare.


PEMBENTUKAN POSYANDU.

  • Langkah – langkah pembentukan:
  1. Pertemuan lintas program dan lintas sektoral tingkat kecamatan.
  2. Survey mawas diri yang dilaksanakan oleh kader Posyandu di bawah bimbingan teknis unsur kesehatan dan KB .
  3. Musyawarah masyarakat desa membicarakan hasil survey mawas diri, sarana dan prasarana posyandu, biaya posyandu
  4. Pemilihan kader posyandu.
  5. Pelatihan kader posyandu.
  6. Pembinaan.

F. KRITERIA PEMBENTUKAN LOKASI POSYANDU.
  • Pembentukan posyandu sebaiknya tidak terlalu dekat dengan puskesmas agar pendekatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat lebih tercapai sedangkan satu posyandu melayani 100 balita.

KRITERIA KADER POSYANDU :
  1. Dapat membaca dan menulis.
  2. Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan.
  3. Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat.
  4. Mempunyai waktu yang cukup.
  5. Bertempat tinggal di wilayah posyandu.
  6. Berpenampilan ramah dan simpatik.
  7. Diterima masyarakat setempat.

PELAKSANAAN KEGIATAN POSYANDU.

  • Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh kader, tim penggerak PKK desa/kelurahan serta petugas kesehatan dari puskesmas, dilakukan pelayanan masyarakat dengan system 5 meja yaitu :
  1. meja 1 : pendaftaran.
  2. meja 2 : penimbangan
  3. meja 3 : pengisian kms
  4. meja 4 : penyuluhan perorangan berdasarkan kms.
  5. meja 5 : pelayanan KB dan; Kesehatan
Pelayanan di meja 5 berupa:
  1. Imunisasi
  2. Pemberian vitamin a dosis tinggi berupa obat tetes ke mulut tiap bulan februari dan agustus.
  3. Pembagian pil atau kondom
  4. Pengobatan ringan.
  5. Konsultasi KB-kesehatan
  • Petugas pada meja 1 s/d 4 dilaksanakan oleh kader Posyandu sedangkan meja 5 merupakan meja pelayanan (kader, jurim, bindes, perawat dan petugas KB).

SASARAN POSYANDU :
  1. Bayi/balita.
  2. Ibu hamil/ibu menyusui.
  3. WUS dan PUS.

PELAYANAN DI POSYANDU
  1. Kesehatan ibu dan anak :1. Pemberian pil tambah darah (ibu hamil),2. Pemberian vitamin a dosis tinggi ( bulan vitamin a pada bulan februarii dan agustus), 3. PMT, 4. Imunisasi.,5. Penimbangan balita rutin perbulan sebagai pemantau kesehatan balita melalui pertambahan berat badan setiap bulan. keberhasilan program terlihat melalui grafik pada kartu kms setiap bulan.
  2. Keluarga berencana, pembagian pil KB dan kondom.
  3. Pemberian oralit dan pengobatan.
  4. Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja 4 dengan materi dasar dari kms baita dan ibu hamil. keberhasilan posyandu tergambar melalui cakupan SKDN
  • S : semua balita diwilayah kerja posyandu.
  • K : semua balita yang memiliki KMS.
  • D : balita yang ditimbang.
  • N : balita yang naik berat badannya.

.KEBERHASILAN POSYANDU BERDASARKAN :
  1. Baik/kurangnya peran serta masyarakat: indikatornya D/S
  2. Berhasil tidaknya program posyandu: indikatornya N/D
.DANA
• Dana pelaksanaan posyandu berasal dari swadaya masyarakat melalui gotong royong dengan kegiatan jimpitan beras dan hasil potensi desa lainnya serta sumbangan dari donatur yang tidak mengikat yang dihimpunan melalui kegiatan dana sehat.

.SISTEM INFORMASI POSYANDU (SIP)
  • Sistem informasi posyandu adalah rangkaian kegiatan untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan secara tepat guna dan tepat waktu bagi pengelola posyandu. oleh sebab itu sistem informasi posyandu merupakan bagian penting dari pembinaan posyandu secara keseluruhan. konkritnya, pembinaan akan lebih terarah apabila di dasarkan pada informasi yang lengkap, akurat dan aktual. dengan kata lain pembinaan merupakan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi karena didasarkan pada informasi yang tepat, baik dalam lingkup terbatas maupun lingkup yang lebih luas.

MEKANISME OPERASIONAL SIP
  • Pemerintah desa/kelurahan bertanggung jawab atas tersediannya data dan informasi posyandu.
  • Pengumpul data dan informasi adalah tim penggerak pkk dengan menggunakan instrumen :
  1. catatan ibu hamil, kelahiran /kematian dan nifas oleh ketua kelompok dasa wisma (kader PKK) .
  2. register bayi dalam wilayah kerja posyandu bulan januari s/d desember.
  3. register anak balita dalam wilayah kerja posyandu bulan januari s/d desember.
  4. register wus- pus alam wilayah ketiga posyandu bulan januari s/d desember.
  5. register ibu hamil dalam wilayah kerja posyandu bulan januari s/d desember.
  6. data pengunjung petugas posyandu, kelahiran dan kematian bayi dan kematian ibu hamil melahirkan dan nifas.
  7. data hasil kegiatan posyandu.
  • catatan : Instrumen/format SIP diatas oleh kader posyandu dengan bimbingan teknis dari petugas kesehatan/PLKB

  • Tim Penggerak PKK desa/kelurahan bertanggungjawab dalam hal :
  1. Menghimpun data dan informasi dari seluruh posyandu yang ada dalam wilayah desa/kelurahan.
  2. Menyimpulkan seluruh data dan informasi.
  3. Menyusun data dan informasi sebagai bahan pertemuan ditingkat kecamatan (rakorbang).
  4. Puskesmas, PPLKB, kaurbang mengambil data dari desa untuk dianalisis dan kemudian menjadi bahan rakor posyandu di tingkat kecamatan.
  5. Hasil analisis digunakan sebagai bahan menyusunan rencana pembinaan. masalah-masalah yang dapat diatasi oleh pemerintah tingkat kecamatan segera diambil langkah pemecahannya sedangkan yang tidak dapat dipecahkan dilaporkan ke tingkat kabupaten/kotamadya sebagai bahan rakorbang tingkat ll.

STRATA POSYANDU
  • Strata posyandu dikelompokkan menjadi 4 :
1. Posyandu pratama :
  1. Belum mantap.
  2. Kegiatan belum rutin.
  3. Kader terbatas.
2. Posyandu madya :
  1. Kegiatan lebih teratur
  2. Jumlah kader 5 orang
3. Posyandu purnama :
  1. Kegiatan sudah teratur.
  2. Cakupan program/kegiatannya baik.
  3. Jumlah kader 5 orang
  4. Mempunyai program tambahan
4. Posyandu mandiri :
  1. Kegiatan secara terahir dan mantap
  2. Cakupan program/kegiatan baik.
  3. Memiliki dana sehat dan jpkm yang mantap.
  • Dari konsep diatas, dapat disimpulkan beberapa indikator sebagai penentu jenjang antar strata posyandu adalah :
  1. Jumlah buka posyandu pertahun.
  2. Jumlah kader yang bertugas.
  3. Cakupan kegiatan.
  4. Program tambahan.
  5. Dana sehat/JPKM
  • Posyandu akan mencapai strata posyandu mandiri sangat tergantung kepada kemampuan, keterampilan diiringi rasa memiliki serta tanggungjawab kader pkk, lpm sebagai pengelola dan masyarakat sebagai pemakai dari pendukung posyandu.
KADER POSYANDU

1. Pengertian
  • Kader kesehatan dinamakan juga promotor kesehatan desa (prokes) adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat.
  • Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Depkes RI memberikan batasan kader: “Kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela”. (Zulkifli, 2003)
  • Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat, serta bekerja di tempat yang dekat dengan pemberian pelayanan kesehatan. (Syafrudin, dan Hamidah, 2006)
  • Kader kesehatan adalah adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Dalam hal ini kader disebut juga sebagai penggerak atau promoter kesehatan. (Yulifah, R. dan Yuswanto, TJA. 2005)

2. Tugas kader Posyandu.

1). Persiapan hari buka posyandu.
  1. Menyiapkan alat dan bahan, yaitu : alat penimbangan bayi, KMS, alat pengukur LILA, alat peraga dll
  2. Mengundang dan menggerakkan masyarakatuntuk datang ke posyandu
  3. Menghubungi pokja posyandu, yaitu menyampaikan rencana kegiatan kepada kantor desa
  4. Melaksanakan pembagian tugas, yaitu menentukan pembagian tugas diantara kader posyandu baik untuk persiapan maupun pelaksanaan kegiatan

2). Melaksanakan pelayanan 5 meja.
  • Meja 1: Pendaftaran bayi, balita, bumil, menyusui dan PUS.
  • Meja 2: Penimbangan balita dan mencatat hasil penimbangan
  • Meja 3: Mengisi buku KIA / KMS
  • Meja 4:1. Menjelaskan data KIA / KMS berdasarkan hasil timbang,2. Menilai perkembangan balita sesuai umur berdasarkan buku KIA. Jika ditemukan keterlambatan, kader mengajarkan ibu untuk memberikan rangsangan dirumah,3. Memberikan penyuluhan sesuai dengn kondisi pada saat itu,4. Memberikan rujukan ke Puskesmas, apabila diperlukan
  • Meja 5: Bukan merupakan tugas kader, melainkan pelayanan sector yang dilakukan oleh petugas kesehatan, PLKB, PPL, antara lain :1. Pelayanan imunisasi,2. Pelayanan KB,3. Pemeriksaan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui,4. Pemberian Fe / pil tambah darah, vitamin A (kader dapat membantu pemberiannya), kapsul yodium dan obat-obatan lainnya
  • Untuk meja 1-4 dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja 5 dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya dokter, bidan, perawat, juru imunisasi dan sebagainya. (Dinkes jawa timur, 2005)

3). Tugas kader setelah hari buka posyandu.
  • Memindahkan catatan dalam KMS ke dalam buku register atau buku bantu kader
  • Mengevaluasi hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan dari posyandu yang akan datang
  • Melaksanakan penyuluhan kelompok (kelompok dasa wisma)
  • Melakukan kunjungan rumah (penyuluhan perorangan) bagi sasaran posyandu yng bermasalah antara lain :
  1. Tidak berkunjung ke posyandu karena sakit
  2. Berat badan balita tetap Selama 2 bulan berturut turut
  3. Tidak melaksanakan KB padahal sangat perlu
  4. Anggota keluarga sering terkena penyakit menular (Dinkes jawa timur, 2005)
  • Hal-hal yang boleh dilakukan kader dalam deteksi dini tumbuh kembang anak / balita antara lain :
  1. Penimbangan berat badan
  2. Pengukuran tinggi badan
  3. Pengukuran lingkar kepala
  4. Pengukuran lingkar lengan
  • Adapun 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya dan tidak boleh dilakukan kader, antara lain :
  1. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui / menemukan status gizi kurang atau buruk dan mikrosefali
  2. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui gangguan perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat, gangguan daya dengar
  3. Deteksidini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya masalah mental emosional, autism dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (Depkes RI, 2005)

DAFTAR PUSTAKA

  1. Soekidjo Notoatmodjo, 2001, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta
  2. Azrul Azwar, 2001, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Binarupa, Jakarta
  3. Depkes RI, 1996, Pedoman pemantauan KIA. (pws – KIA ), Jakarta
  4. Dinkes Jateng. (2007). Cakupan DDTK provinsi. http:// Jawa Tengah.go.id.bapermas/standard/adds/revitalisasi%.html. Diakses pada tanggal 14 juni 2010
  5. Giatno, Bamabang. (2005). Buku Pegangan Kader Posyandu. Jawa Timur : Dinas Kesehatan
  6. Mudjianto, T. (2003). Efektifitas KMS Anak Balita Sebagai Sarana Penyuluhan Gizi di Posyandu. http://digilib.litbang.depkes.go.id. Diakses tanggal 14 juni 2010
  7. Nursalam. (2005). Ilmu kesehatan anak. Jakarta : Salemba Medika
  8. Siahaan, R. (2005). Pelaksanaan Program Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita di Posyandu. http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index. Diakses tanggal 14 juni 2010
  9. Sri Astuti. (2005). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayananan Kesehatan Dasar. Jakarta : Departemen kesehatan Republik Indonesia
  10. Zulkifli. (2003). Posyandu dan Kader Kesehatan. Pelaksanaan Program Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita di Posyandu. http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index. Diakses tanggal 14 juni 2010



PEMBENTUKAN DAN EVALUASI DESA SIAGA

Dr. Suparyanto, M.Kes

PEMBENTUKAN DAN EVALUASI DESA SIAGA

  • Langkah nyata untuk mewujudkan sasaran RPJMN 2004-2009, telah diterbitkan SK Menkes No. 564/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Desa Siaga, dengan mengambil kebijakan bahwa “seluruh desa di Indonesia menjadi Desa Siaga pada akhir tahun 2008”.
1. Pengertian Desa Siaga
  • Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri.
  • Desa yang dimaksud di sini dapat berarti Kelurahan atau negeri atau istilah-istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adapt-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong-royong.

2 Tujuan Desa Siaga
  • Tujuan dari dibentuknya Desa Siaga adalah:
  1. Mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa.
  2. Menyiapsiagakan masyarakat untuk menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat.
  3. Memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat.

3 Sasaran dan Kriteria Pengembangan Desa Siaga 

1. Sasaran
  • Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan Desa Siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
  1. Semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat, serta perduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
  2. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda; kader; serta petugas kesehatan.
  3. Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain, seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Kriteria
  • Sebuah desa telah menjadi Desa Siaga apabila desa tersebut memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes).

2 Program-program yang Terdapat Dalam Desa Siaga
  • Inti dari kegiatan Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu dalam pengembangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif. Yaitu upaya mendampingi (memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya.
  • Untuk menuju Desa Siaga perlu dikaji berbagai kegiatan bersumberdaya masyarakat yang ada dewasa ini seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dana Sahat, Siap-Antar-Jaga, dan lain-lain sebagai embrio atau titik awal pengembangan menuju Desa Siaga. Dengan demikian, mengubah desa menjadi Desa Siaga akan lebih cepat bila di desa tersebut telah ada berbagai Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM).
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Dalam Desa Siaga

Pengertian Poskendes
  • Poskesdes adalah upaya UKBM yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan / menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.
  • Poskesdes dapat dikatakan sebagai sarana kesehatan yang merupakan pertemuan antara upaya-upaya masyarakat dan dukungan pemerintah.
  • Pelayanannya meliputi upaya-upaya promotif, preventif, dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya.

Kegiatan Poskendes
  • Poskesdes diharapkan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa, sekurang-kurangnya:
  1. Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, dan faktor-faktor resikonya (termasuk status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang beresiko.
  2. Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, serta faktor-faktor resikonya (termasuk kurang gizi).
  3. Kesiapsiagaan dan penanggualangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
  4. Pelayanan medis dasar, sesuai dengan kompetensinya.
  5. Kegiatan-kegiatan lain, yaitu promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar gizi, peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penyehatan lingkungan, dan lain-lain, merupakan kegiatan pengembangan.
  • Poskesdes juga diharapkan sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM lain yang dibutuhkan masyarakat desa (misalnya Warung Obat Desa, Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga dan lain-lain). Dengan demikian, Poskesdes sekaligus berperan sebagai coordinator dan UKBM-UKBM tersebut.

Sumber Daya Poskendes
  • Poskesdes diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang bidan), dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya dua orang kader.
  • Untuk menyelenggarakan Poskesdes harus tersedia sarana fisik bangunan, perlengkapan, dan peralatan kesehatan. Guna kelancaran komunikasi dengan masyarakat dan dengan sarana kesehatan (khususnya Puskesmas), Poskesdes seyogyanya memiliki juga sarana komunikasi (telepon, ponsel, atau kurir).
  • Pembangunan saranan fisik Poskesdes dapat dilaksanakan melalui berbagai cara, yaitu dengan urutan alternative sebagai berikut:
  1. Mengembangkan Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang telah ada menjadi Poskesdes.
  2. Memanfaatkan bangunan yang sudah ada, yaitu misalnya Balai RW, Balai Desa, Bali Pertemuan Desa, dan lain-lain.
  3. Membangun baru, yaitu dengan pendanaan dari Pemerintah (Pusat atau Daerah), donator, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.

3.Pelaksanaan Desa Siaga 

a. Persiapan
  • Dalam tahap persiapan, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1. Pusat:
  • Penyusunan pedoman.
  • Pembuatan modul-modul pelatihan.
  • Penyelenggaraan Pelatihan bagi Pelatih atau Training of Trainers (TOT).
2. Provinsi:
  • Penyelenggaraan TOT (tenaga kabupaten / Kota).
3. Kabupaten / Kota:
  • Penyelenggaraan pelatihan tenaga kesehatan.
  • Penyelenggaraan pelatihan kader.

b. Pelaksanaan
  • Dalam tahap pelaksanaan, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1. Pusat:
  • Penyediaan dana dan dukungan sumber daya lain.
2. Provinsi:
  • Penyediaan dana dan dukungan sumber daya lain.
3. Kabupaten / Kota:
  • Penyediaan dana dan dukungan sumber daya lain.
  • Penyiapan Puskesmas dan Rumah Sakit dalam rangka penanggualangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
  • Kecamatan:
  • Pengembangan dan Pembinaan Desa Siaga.

c. Pemantauan dan Evaluasi
  • Dalam tahap pemantauan dan evaluasi, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1. Pusat:
  • Memantau kemajuan dan mengevaluasi keberhasilan pengembangan Desa Siaga.
2. Provinsi:
  • Memantau kemajuan pengembangan Desa Siaga.
  • Melaporkan hasil pemantauan ke pusat.
3. Kabupaten / Kota:
  • Memantau kemajuan pengembangan Desa Siaga.
  • Melaporkan hasil pemantauan ke Provinsi.
3. Kecamatan:
  • Melakukan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).
  • Melaporkan pengembangan ke Kabupaten /Kota.

d. Pendekatan Pengembangan Desa Siaga
  • Pengembangan Desa Siaga dilaksanakan dengan membantu / memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang terorganisasi (pengorganisasian masyarakat), yaitu dengan menempuh tahap-tahap:
  1. Mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.
  2. Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
  3. Menetapkan alternative pemecahan masalah yang layak, merencanakan dan melaksanakannya.
  4. Memantau, mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan.
  • Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaanya, namun secara garis besar langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan Tim Petugas
  • Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-kegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan para petugas kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi. Persiapan pada petugas ini bisa berbentuk sosialisasi, pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
  • Keluaran (output) dan langkah ini adalah para petugas yang memahami tugas dan fungsinya, serta siap bekerjasama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan kepada pemangku kepentingan masyarakat.

2. Pengembangan Tim di Masyarakat
  • Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat, agar mereka tahu dan mau bekerjasama dalam satu tim untuk mengembangkan Desa Siaga.
  • Dalam langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta restu, maupun dana atau sumber dana yang lain, sehingga pembangunan Desa Siaga dapat berjalan dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa Siaga.
  • Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa dukungan moral, dukungan financial atau dukungan material, sesuai kesepakatan dan persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
  • Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadah-wadah kegiatan masyarakat di bidang kesehatan seperti Konsil Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun Puskesmas, Lembaga Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembaga-lembaga ini diikut sertakan dalam setiap persemuan dan kesepakatan.
3. Survei Mawas Diri
  • Survey Mawas Diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community Self Survey (CSS) bertujuan agar pemuka-pemuka masyarakat mampu melakukan telaah mawas diri untuk desanya. Survey ini harus dilakukan oleh pemuka-pemuka masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga kesehatan. 
  • Dengan demiian, mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di desanya, serta bangkit niat dan tekad untuk mencari solusinya, termasuk membangun Poskesdes sebagai upaya mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pembekalan keterampilan bagi mereka.
  • Keluaran atau output dan SDM ini berupa identifikasi masalah-masalah kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut, termasuk dalam rangka membangun Poskesdes.

4. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
  • Tujuan penyelenggaraaan musyawarah masyarakat desa (MMD) ini adalah mencari alternative penyelesaian masalah kesehatan dan upaya membangun Poskesdes, diakitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Di samping itu, juga untuk menyusun rencana jangka panjang pengembangan Desa Siaga.
  • Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari tokoh masyarakat yang telah sepakat mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta musyawarah adalah tokoh-tokoh masyarakat, termasuk tokoh-tokoh perempuan dan generasi muda setempat. Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang mau mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untuk itu diperlukan advokasi).
  • Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD disajikan, utamanya dalah daftar masalah kesehatan, data potensial, serta harapan masyarakat. Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas, dukungan dan kontribusi apa yang dapat disumbangkan oleh masing-masing individu / institusi yang diwakilinya, serta langkah-langkah solusi untuk pembangunan Poskesdes dan pengembangan masing-masing Desa Siaga.
e. Pelaksanaan Kegiatan
  • Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
1. Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga
  • Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para pemimpin formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah dan mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh Puskesmas.
2. Orientasi / Pelatihan Kader Desa Siaga
  • Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan kader desa yang telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi / pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota sesuai dengan pedoman orientasi / pelatihan yang berlaku. Materi orientasi / pelatihan yang berlaku. Materi orientasi / pelatihan mencakup kegiatan yang akan dilaksanakan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga (sebagaiman telah dirumuskan dalam Rencana Operasional). Yaitu meliputi pengelolaan Desa Siaga secara umum, pembangunan dan pengelolaan Poskesdes, pengembangan dan pengelolaan UBKM lain, serta hal-hal penting terkait seperti kehamilan dan persalinan sehat, Siap-Antar-Jaga, Keluarga Sadar Gizi, Posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB-PLP), kegawatdaruratan sehari-hari, kesiap-siagaan bencana, kejadian luar biasa, warung obat desa (WOD), dversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA), kegiatan surveilans, PHS, dan lain-lain.

3. Pengembangan Poskesdes dan UKBM lain
  • Dalam hal ini, pembangunan Poskesdes bisa dikembangkan dari Polindes yang sudah ada.
  • Apabila tidak ada Polindes, maka perlu dibahas dan dicantumkan dalam rencana kerja tentang alternative lain pembangunan Poskesdes. Dengan demikian diketahui bagaimana Poskesdes tersebut akan diadakan , membangun baru dengan fasilitas dari pemerintah, membangun baru dengan bantuan dari donator, membangun baru dengan swadaya masyarakat, atau memodifikasi bangunan lain yang ada.
  • Bilamana Poskesdes sudah berhasil diselenggarakan, kegiatan dilanjutkan dengan membentuk UKBM-UKBM yang diperlukan dan belum ada di desa yang bersangkutan, atau merevitalisasi yang sudah ada tetapi kurang / tidak aktif.

4. Penyelenggaraan Kegiatan Desa Siaga
  • Dengan telah adanya Poskesdes, maka desa yang bersangkutan telah dapat ditetapkan sebagai Desa Siaga. Setelah Desa Siaga resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan Poskesdes secara rutin, yaitu pengembangan sistem surveilans berbasis masyarakat, pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawat-daruratan dan bencana, pemberantasan penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB., penggalangan dana, pemberdayaan masyarakat menuju KADARZI dan PHBS, penyehatan lingkungan, serta pelayanan kesehatan dasar (bila diperlukan). Selain itu, diselenggarakan pula pelayanan UKBM-UKBM lain seperti Posyandu dan lain-lain dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku.
  • Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas, yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral.

f. Pembinaan dan Peningkatan
  • Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor lain, serta adanya keterbatasan sumber daya, maka untuk memajukan Desa Siaga perlu adanya pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak. Perwujudan dan pengembangan jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui Temu Jejaring UKBM secara internal di dalam desa sendiri dan atau Temu Jejaring antar Desa Siaga (minimal sekali dalam setahun). Upaya ini selain untuk memantapkan kerjasama, juga diharapkan dapat menyediakan wahana tukar-menukar pengalaman dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah pembinaan jejaring lintas sektor, khususnya dengan program-program pembangunan yang bersasaran Desa.
  • Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga adalah keaktifan para kader. Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan perlu dikembangkan upay-upayauntuk memenuhi kebutuhan para kader agar tidak drop out. Kader-kader yang memiliki motivasi memuaskan kebutuhan sosial psikologinya harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kreatifitasnya. Sedangkan kader-kader yang masih dibebani dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk memperoleh pendapatan tambahan, misalnya dengan pemberian gaji / intensif atau difasilitasi agar dapat berwirausaha.
  • Untuk dapat melihat perkembangan Desa Siaga, perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi. Berkaitan dengan itu, kegiatan-kegiatan di Desa Siaga perlu dicatat oleh kader, misalnya dalam Buku Register UKBM (contohnya: kegiatan Posyandu dicatat dalam buku Register Ibu dan Anak Tingkat Desa atau RIAD dalam Sistem Informasi Posyandu).

4.  Peran Jajaran Kesehatan dan Pemangku Kepentingan Terkait
  • Peran Jajaran Kesehatan
a. Peran Puskesmas
  • Dalam rangka pengembangan Desa Siaga, Puskesmas merupakan ujung tombak dan bertugas ganda yaitu sebagai penyelenggara PONED dan penggerak masyarakat desa. Namun demikian, dalam menggerakkan masyarakat desa, Puskesmas akan dibantu oleh Tenaga Fasilitator dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang telah dilatih Provinsi.
  • Adapun peran Puskesmas adalah sebagai berikut:
  1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, termasuk Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED).
  2. Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim tingkat kecamatan dan desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
  3. Memfasilitasi pengembangan Desa Siaga dan Poskesdes.
  4. Melakukan monitoring
  5. Evaluasi dan pembinaan Desa Siaga.

b. Peran Rumah Sakit
  • Rumah Sakit memegang peranan penting sebagai sarana rujukan dan pembina teknis pelayanan medik. Oleh karena itu, dalam hal ini peran Rumah Sakit adalah:
  1. Menyelenggarakan pelayanan rujukan, termasuk Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).
  2. Melaksanakan bimbingan teknis medis , khususnya dalam rangka pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana di Desa Siaga.
  3. Menyelenggarakan promosi kesehatan di Rumah Sakit dalam rangka pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana.

c. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
  • Sebagai penyelia dan pembina Puskesmas dan Rumah Sakit, peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota meliputi:
  1. Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat Kabupaten / Kota dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
  2. Merevitalisasi Puskesmas dan jaringannya sehingga mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar dengan baik, termasuk PONED, dan pemberdayaan masyarakat.
  3. Merevitalisasi Rumah Sakit sehingga mampu menyelenggarakan pelayanan rujukan dengan baik, termasuk PONEK, dan promosi kesehatan di Rumah Sakit.
  4. Merekrut / menyediakan calon-calaon fasilitator untuk dilatih menjadi Fasilitator Pengembangan Desa Siaga.
  5. Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader.
  6. Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku kepentingan) tingkat Kabupaten / Kota dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
  7. Bersama Puskesmas melakukan pemantauan, evaluasi dan bimbingan teknis terhadap Desa Siaga.
  8. Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian Desa Siaga.

d. Peran Dinas Kesehatan Provinsi
  • Sebagai penyelia dan pembina Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan Provinsi berperan:
  1. Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat provinsi dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
  2. Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan kemampuan melalui pelatihan-pelatihan teknis, dan cara-cara lain.
  3. Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan kemampuan Puskesmas dan Rumah Sakit di bidang konseling, kunjungan rumah, dan pengorganisasian masyarakat serta promosi kesehatan, dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
  4. Menyelenggarakan pelatihan Fasilitator Pengembangan Desa Siaga dengan metode kalakarya (interrupted training).
  5. Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku kepentingan) tingkat provinsi dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
  6. Bersama Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melakukan pemantauan, evaluasi dan bimbingan teknis terhadap Desa Siaga.
  7. Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian Desa Siaga.

e. Peran Departemaen Kesehatan
  • Sebagai aparatur tingkat Pusat, Departemaen Kesehatan berperan dalam:
  1. Menyusun konsep dan pedoman pengembangan Desa Siaga, serta mensosialisasikan dan mengadvokasikannya.
  2. Memfasilitasi revitalisasi Dinas Kesehatan, Puskesmas, Rumah Sakit, serta Posyandu dan UKBM-UKBM lain.
  3. Memfasilitasi pembangunan Poskesdes dan pengembangan Desa Siaga.
  4. Memfasilitasi pengembangan sistem surveilans, sistem informasi / pelaporan, serta sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana berbasis masyarakat.
  5. Memfasilitasi ketersediaan tenaga kesehatan untuk tingkat desa.
  6. Menyelenggarakan pelatihan bagi pelatih (TOT).
  7. Menyediakan dana dan dukungan sumber daya lain.
  8. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi.

f. Peran Pemangku Kepentingan Terkait
  • Pemangku kepentingan lain, yaitu para pejabat Pemerintah Daerah, pejabat lintas sektor, unsur-sunsur organisasi / ikatan profesi, pemuka masyarakat, tokoh-tokoh agama, PKK, LSM, dunia usaha, swasta dan lain-lain, diharapkan berperan aktif juga di semua tingkat administrasi.

a. Pejabat-pejabat Pemerintah Daerah
  1. Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan Desa Siaga.
  2. Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan Poskesdes / Puskesmas / Pustu dan berbagai UBKM yang ada (Posyandu, Polindes, dan lain-lain).
  3. Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan Desa Siaga secara teratur dan lestari.

b. Tim Penggerak PKK
  1. Berperan aktif dalam pengembangan dan penyelenggaraan UBKM di Desa Siaga (Posyandu dan lain-lain).
  2. Menggerakkan masyarakat untuk mengelola, menyelenggarakan dan memanfaatka UBKM yang ada.
  3. Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan dalam rangka menciptakan kadarzi dan PHBS.

c. Tokoh Masyarakat
  1. Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan Desa Siaga.
  2. Menaungi dan membina kegiatan Desa Siaga.
  3. Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan Desa Siaga.

d. Organisasi Kemasyarakatan / LSM / Dunia Usaha / Swastas
  1. Beperan aktif dalam penyelenggaraan Desa Siaga.
  2. Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pengembangan dan penyelenggaraan Desa Siaga.

5. Indikator Keberhasilan Desa Siaga
  • Keberhasilan upaya Pengembangan Desa Siaga dapat dilihat dari empat kelompok indikatornya, yaitu: indikator masukan, indikator proses, indikator keluaran, dan indikator dampak.
  • Adapun uraian untuk masing-masing indikator adalah sebagai berikut:

a. Indikator Masukan
  • Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator masukan terdiri atas hal-hal berikut:
  1. Ada / tidaknya Forum Masyarakat Desa.
  2. Ada / tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta perlengkapannya.
  3. Ada / tidaknya UBKM yang dibutuhkan masyarakat.
  4. Ada / tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan).

b. Indikator Proses
  • Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator proses terdiri atas hal-hal berikut:
  1. Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa.
  2. Berfungsi / tidaknya Poskesdes.
  3. Berfungsi / tidaknya UBKM yang ada.
  4. Berfungsi / tidaknya Sistem Kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kegawatdaruratan dan Bencana.
  5. Berfungsi / tidaknya Sistem Surveilans berbasis masyarakat.
  6. Ada / tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.

c. Indikator Keluaran
  • Indikator keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator keluaran terdiri atas hal-hal berikut:
  1. Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes.
  2. Cakupan pelayanan UBKM-UBKM lain.
  3. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan.
  4. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.

d. Indikator Dampak.
  • Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dan hasil kegiatan di Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator dampak terdiri atas hal-hal berikut:
  1. Jumlah penduduk yang menderita sakit.
  2. Jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa.
  3. Jumlah ibu yang melahirkan dan meninggal dunia.
  4. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia.
  5. Jumlah balita dengan gizi buruk.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Depkes RI. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan dan Penyelenggaraan Poskesdes. Jakarta: Depkes RI.
  2. Depkes RI. 2006. Promosi Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
  3. Depkes RI. 2006. Pengamatan Epidemiologi Sederhana. Jakarta: Depkes RI.
  4. Depkes RI. 2002. Pendekatan Kmasyarakatan. Jakarta: Depkes RI.
  5. Depkes RI. 2006. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, Pusat Promosi Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Sabtu, 24 September 2011

PERSIAPAN PERAN MENJADI IBU

Dr. Suparyanto, M.Kes

PERSIAPAN PERAN MENJADI IBU

  • Transisi menjadi orang tua merujuk pada periode waktu yang cukup singkat dari awal kehamilan sampai bulan pertama memiliki anak. Sebuah faktor umum pada ibu dari anak yang melekat tanpa rasa takut atau cemas adalah konsep penyesuaian diri maternal (Henderson, C, 2005: 529).
  • Konsep dirinya berubah secara bertahap dengan melalui tugas perkembangan yang pasti dan tuntas meliputi :
1). Kesiapan menyambut kehamilan
  • Kesiapan menyambut kehamilan dicerminkan dalam kesiapan dan respon emosionalnya dalam menerima kehamilan. Seorang wanita memandang kehamilan sebagai suatu hasil alami hubungan perkawinan,baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan,bergantung dengan keadaan. Sebagian wanita lain menerima kehamilan sebagai kehendak alam dan bahkan pada beberapa wanita termasuk banyak remaja, kehamilan merupakan akibat percobaan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi. Awalnya mereka terkejut ketika tahu bahwa dirinya hamil, namun seiring waktu mereka akan menerima kehadiran seorang anak. (Bobak, 2004 ; 126)

2). Identifikasi peran ibu
  • Proses mengidentifikasi peran ibu dimulai pada awal setiap kehidupan seorang wanita, yakni melalui memori ketika ia sebagai anak, diasuh oleh ibunya.
  • Banyak wanita menginginkan seorang bayi, menyukai anak-anak dan menanti untuk menjadi seorang ibu dapat mempengaruhi penerimaan mereka terhadap kehamilan dan adaptasi prenatal serta adaptasi menjadi orang tua (Bobak, 2004:127-128).
  • Identifikasi peran ibu dipengaruhi pula oleh hal-hal berikut diantaranya:
a). Hubungan ibu - anak perempuan
  • Empat komponen penting hubungan antara seorang wanita hamil :
  1. Kesediaan ibu (pada masa lalu dan saat ini)
  2. Reaksi ibu terhadap kehamilan anaknya
  3. Penghargaan terhadap kehamilan anaknya
  4. Kesediaan ibu untuk menceritakan kenangannya.

b). Hubungan dengan pasangan
  • Hubungan istri dan suami dapat bertambah dekat selama masa kehamilan. Bahkan, pada wanita yang diperhatikan dan dikasihi oleh pasangan prianya selama hamil akan menunjukkan lebih sedikit gejala ibunya yaitu emosi dan fisik, lebih sedikit komplikasi persalinan dan lebih mudah melakukan penyesuaian selama masa nifas.

c). Hubungan Seksual
  • Ekspresi seksual selama kehamilan bersifat individual. Beberapa pasangan menyatakan puas dengan hubungan seksual mereka, sedangkan yang lain mengatakan sebaliknya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor –faktor fisik, emosi dan interaksi, termasuk tahayul tentang seks selama masa hamil,dan perubahan fisik wanita.

d). Hubungan ibu -anak
  • Ikatan emosional dengan anak mulai timbul pada periode prenatal, yakni ketika wanita mulai membayangkan dan melamunkan dirinya menjadi ibu.
  • Tiga fase dalam pola perkembangan yang berlangsung sepanjang masa hamil:
a. Pada fase ke 1
  • Wanita menerima fakta biologis kehamilan. Pusat pikiran ibu berfokus pada dirinya sendiri dan pada realitas awal kehamilan itu sendiri.
b. Pada fase ke 2
  • Ibu menerima janin yang bertumbuh sebagai sesuatu yang terpisah dari dirinya dan seorang yang perlu dirawat. Pusat perhatian lebih difokuskan pada anak yang dikandung.
c. Pada fase ke 3
  • Ibu mulai dengan realistis mempersiapkan diri untuk melahirkan dan mengasuh bayinya.(bobak,2004: 128-129)

3). Menyiapkan kelahiran bayi
  • Banyak wanita, khususnya wanita nulipara, secara aktif mempersiapkan diri untuk menghadapi persalinan dengan membaca buku, menghadiri kelas untuk orang tua, dan berkomunikasi dengan wanita lain (ibu, saudara perempuan, teman, orang yang belum dikenal) untuk memberi mereka nasehat, arahan dan perawatan dalam melahirkan.
  • Menurut Lederman (1984) yang dikutip oleh Bobak (2004) persiapan paling baik untuk melalui persalinan ialah "kesadaran yang sehat tentang kenyataan tersebut-kewaspadaan terhadap kerja nyeri, dan resiko, yang diimbangi dengan perasaan suka cita dan pengharapan akan hasil akhir yang menggembirakan".
  • Kesadaran untuk mendapatkan kondisi sehat ini bisa dilihat dari
  1. Kunjungan pertama. Hal ini dapat berlangsung di RS atau di komunitas.
  2. Diketahui taksiran persalinan. Hal ini dapat mencegah keraguan keberlanjutan kehamilan jika terhadap kecurigaan tentang pertumbuhan janin yang buruk.
  3. Mengidentifikasi masalah potensial. Dengan adanya pemeriksaan yang dijadwalkan dapat dijadikan kesempatan yang baik untuk mendiskusikan gaya melahirkan dan untuk menguraikan beberapa pilihan diagnosa prenatal.
  4. Perawatan di komunitas atau perawatan di RS. Ibu dapat memilih sendiri perawatan yang ingin diperolehnya, baik itu di komunitas maupun di RS sesuai dengan kondisi.
  5. Melahirkan di RS atau di rumah. Pilihan tempat melahirkan hares merupakan pilihan yang dibuat oleh wanita. Setiap wanita memiliki hak untuk melahirkan bayinya di rumah ataupun fasilitas kesehatan yang memberikan bantuan medis dan kebidanan, namun tetap disesuaikan dengan keadaan ibu hamil tersebut (Henderson, 2005).

4). Adaptasi Maternal
  • Periode antenatal adalah suatu kondisi yang dipersiapkan secara fisik dan psikologis untuk kelahiran dan menjadi orang tua.pada periode ini terutama perempuan yang sehat akan mencari petunjuk dan perawatan secara teratur. Wanita segala umur selama beberapa bulan kehamilannya beradaptasi untuk berperan sebagai ibu, suatu proses belajar yang kompleks secara sosial dan kognitif (salmah,2006:75).
  • Kehmilan adalah suatu krisis maturasi yang dapat menimbulkan stress. Namun, jika risis tersebut dapat ditanggulangi, wanita menjadi siap untuk memasuki fase baru, yaitu mengemban tanggung jawabdan merawat kehamilannya. Konsep dirinya berubah, siap menjadi orang tua dan menyiapkan peran baru secara bertahap, berubah dari seseorang yang bebas dan berfokus pada diri sendiri menjadi seseorang yang seumur hidup berkomitmen untuk merawat seorang individu lain (susanti, 2008; 8).
  • Adaptasi atau penyesuaian selama kehamilan ini dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
A. Adaptasi / Respon Fisiologis Ibu terhadap kehamilan
  • Respon fisiologis normal ini merupakan upaya adaptif tubuh ibu terhadap janin yang sedang berkembang. Terdapat perubahan-perubahan yang terjadi pada genitalia eksternal dan internal dan pada payudara yang dikarenakan hormon somatomammotropin, estrogen dan progesteron yang mengalami perubahan (Wiknjosastro, H, 2002).
  • Perubahan Fisiologis yang dialami ibu sebagai respon terhadap tuntunan janin, diantaranya:
a). Uterus.
  • Pertumbuhan uterus yang fenomenal pada trimester pertama berlanjut sebagai stimulus kadar estrogen dan progresteron yang meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh:
  1. Peningkatan vasikularisasi dan dilatasi pembuluh darah
  2. Hyperplasia (produksi serabut otot dan jaringan fibroelastis baru) dan hipertrofi (pembesaran serabut otot dan jaringan fibroelastis yang sudah ada).
  3. Perkembangan desidua. Pertumbuhan uterus uterus disebabkan oleh tekanan mekanis akibat pertumbuhan janin. Selain bertambah besar, uterus juga mengalami perubahan berat, bentuk dan posisi. Dinding – dinding otot menguat dan menjadi lebih elastis. Pada saat konsepsi uterus berbentuk seperti buah pir terbalik. Selama trimester kedua bentuk uterus menjadi lebih besar, lonjong, dan membesar keluar rongga panggul menuju rongga abdomen sampai setinggi pusat. Dan saat trimester ketiga uterus membesar secara bertahap sampai prosesus xipoideus dan tinggi fundus uteri terjadi penurunan pada minggu ke- 38 sampai ke-40 karena janin masuk ke pintu atas panggul (lightening) (bobak,2004;107-108). Dan beratnya uterus pun bertambah sebelumhamil yaitu sekitar 30 gram sampai massa uterus sekitar 1000 gram (Manuaba,2010)
  • Perimbangan hormonal yang mempengaruhi rahim yaitu estrogen dan progesteron mengalami perubahan konsentrasi, sehingga progesteron mengalami penurunan dan menimbulkan kontraksi rahim yaitu disebut Braxton hicks (Manuaba,2010).
b). Serviks uteri
  • Terjadinya perlunakan pada servik disebabkan oleh pembuluh darah dalam servik bertambah sehingga metimbulkan edema pada servik dan hyperplasia kelenjar-kelenjar servik.
c). Vagina dan vulva
  • Vulva dan vagina mengalami peningkatan pembuluh darah karena pengaruh sehingga tampak lebih merah dan kebiru-biruan (tanda chadwicks). Elastisitas vagina bertambah sebagai persiapan persalinan. (manuaba,2010).
d). Ovarium
  • Fertilisasi dan implantasi membuat berhentinya maturisasi folikel dan ovulasi. Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatis sampai terbentuknya plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu. Kadar relaxin di sirkulasi maternal dapat ditentukan dan meningkat dalam trimester pertama. Relaxin mempunyai pengaruh menenangkan hingga pertumbuhan janin menjadi baik hingga aterm.
e). Mamma
  • Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat dilepaskan dari pengaruh hormone saat kehamilan yaitu estrogen, progesteron, dan somatomammotropin.
  • Fungsi hormon untuk mempersiapkan ASI yaitu:
  1. Estrogen (Menimbulkan hipertropi sistem saluran payudara; Menimbulkan penimbunan lemak, air dan garam sehingga payudara tampak makin membesar; Tekanan serat saraf akibat penimbunan lemak, air dan garam menyebabkan rasa sakit pada payudara)
  2. Progesterone (Mempersiapkan asinus sehinga dapat berfungsi; Menambah jumlah sel asinus)
  3. Somatomammoiropin (Mempengaruhi sel sel asinus untuk membuat kasein, laktalbumin dan laktoglobin; Penimbunan lemak sekitar alveolus payudara; Merangsang pengeluaran kolostrum pada kehamilan)

  • Penampakan pada payudara pada ibu hamil adalah :
  1. Payudara menjadi lebih besar
  2. Terjadi hiperpigmentasi areola mamae
  3. Glandula montogomery makin tampak
  4. Puting susu makin menonjol
  5. Pengeluaran ASI belum berlangsung karena prolaktin belum berfungsi karena hambatan dari prolaktine inhibiting hormone.
  6. Setelah peralinan hambatan prolaktin tidak ada sehingga ASI dapat keluar (Manuaba,2010)
f). Dinding perut
  • Pada kehamilan primigravida sering timbul garis-garis memanjang atau serong pada perut atau disebut striae
g). Sirkulasi darah
  • Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya peningkatan kebutuhan sirkulasi darah untuk memenuhi kebutuhan perkembagan dan pertumbuhan jaanin, hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi retro-plasenta, dan pengaruh hormone estrogen dan progesrteron meningkat. Volume darah lebih besar dari pertumbuhan darah,sehingga terjadi pengenceran darah (haemodilusi). 
  • Puncak kehamilan 32 minggu volume darah akan bertambah banyak kira-kira 25-30% sedangkan sel darah bertambah 20% dan diikuti dengan cardiac output yang meninggi sebanyak kira-kira 30%. Akibat hemodilusi tersebut, yang mulai jelas timbul pada kehamilan 16 minggu, ibu yang mempunyai penyakit jantung dapat jatuh dalam keadaan dekompensasi kordis. Jumlah leukosit meningkat sampai 10.000/ml, dan produksi trombositpun meningkat pula (Manuaba,2010).
h). Sistem respirasi
  • Pada kehamilan terjadi perubahan pada system respirasi untuk memenuhi O2 disamping itu terjadi desakan diafragma karena dorongan rahim yang semakin membesar pada umur kehmilan 32 minggu. Oleh hal itu ibu hamil membutuhkan bernafas sekitar 20-25% (Manuaba,2010).
i). Sistem pencernaan
  • Karena pengaruh estrogen, pengeluaran asam lambung meningkat yang dapat menyebabkan:
  1. Pengeluaran air liur berlebihan (hipersalivasi)
  2. Daerah lambung terasa panas
  3. Terjadi mual,muntah dan sakit/pusing pada kepala terutama pagi hari,( morning sickness)
  4. Progesterone menimbulkan gerak usus makin berkurang dan dapat menyebabkan obstipasi
j). Traktus urinarius
  • Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang mulai membesar, sehingga timbul menimbulkan kandung kencing cepet terasa panuh dan sering kencing. Keadaan ini menyebabkan terjadinya hemodilusi menyebabkan metabolism air makin lancar sehingga pembentukan air senipun akan bertambah, filtrasi pada glomerulus juga bertambah sekitar 65- 70%. (Manuaba, 2010)
k). Kulit
  • Pada kulit terdapat deposit pigmen dan hiperpigmentasi alat-alat tertentu. Pigmentasi ini disebabkan oleh pengaruh melanophore stimulating hormone (MSH) yang meningkat. MSH adalah salah satu hormon yang juga dikeluarkan oleh lobus anterior hipofisis. Kadang-kadang terdapat deposit pigmen pada dahi, pipi, dan hidung, dikenal sebagai chloasma gravidarum.
  • Pada perut terdapat linea alba, sedangkan garis retak-retak pada perut juga bisa disebut striae livide, yang pada kehamilan selanjutnya bahkan menjadi striae albicans.
l). Metabolisme dalam kehamilan
  • Pada wanita hamil basal metabolic rate (BMR) meninggi, sistem endokrin juga meninggi, dan tampak lebih jelas kelenjar gondoknya (glandula tireoidea). BMR meningkat hingga 15-20% yang umumnya ditemukan pada triwulan terakhir.
  • Protein diperlukan sekali dalam kehamilan untuk perkembangan badan, alat kandungan, mamma, dan untuk janin. Pritein harus disimpan pula untuk kelak dapat dikeluarkan pada laktasi. Diperkirakan diperlukan satu gram protein setiap kilogram berat badan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalsium dibutuhkan sekitar 30-40% gram yang digunakan untuk pembentukan tulang-tulang janin dan ini terjadi terutama dalam trimester terakhir. Kadar kolesterol pada ibu hamil dapat meningkat sampai 350 mg atau lebih per 100 ml, dan diperlukan pula tambahan zat besi sekitar 800 mg.
  • Berat badan wanita hamil akan naik kira-kira di antara 6,5-16,5 kg dan rata-rata 12,5 kg. Kenaikan berat badan ini terjadi terutama dalam kehamilan 20 minggu terakhir yang disebabkan oleh, 1) hasil konsepsi fetus, plasenta, dan likuor amnii; dan 2) dari ibu sendiri: uterus dan mamma yang membesar, volume darah meningkat, lemak dan protein lebih banyak, dan akhirnya adanya retensi air (Wiknjosastro, H, 2002).

B. Adaptasi psikologis terhadap kehamilan
  • Penyesuaian terhadap peran orang tua merupakan salah satu peristiwa kehidupan yang paling membuat stress. Sedangkan kehamilan sendiri ditempatkan pada urutan ke 12 dari kehidupan yang paling membuat stress (Henderson, 2005: 108).
  • Rasa khawatir dan ansietas dalam kehamilan relatif umum terjadi, karena pada kenyataannya ansietas dalam tingkat tertentu dapat berperan sebagai faktor motivasi dalam mempersiapkan peran menjadi orang tua. (Henderson, 2005: 110).
  • Tahap – tahap psikososial yang biasa dilalui oleh calon ibu dalam mencapai perannya:
a. Anticipatory stage
  • Seorang ibu mulai melakikan latihan peran dan memerlukan interaksi dengan anak yang lain
b. Honeymoon stage
  • Ibu mulai memahami peran dasar yang dijalaninya. Pada tahap ini ibu memerlukan bantuan dari anggota keluarga lain.
c. Pleteu stage
  • Ibu akan mencoba apakah mampu berperan sebagai ibu. Tahap ini memerlukan waktu sampai ibu kemudian melanjutkan sendiri.
d. Disengagement
  • Merupakan tahap penyelesaian yang mana latihan peran sudah berakhir
  • Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan respon dan emosional dalam beradaptasi diantaranya :
a). Direncanakan atau tidak direncanakan
  • Kehamilan yang tidak direncanakan cenderung menyebabkan peningkatan stress walaupun pada akhirnya stress tersebut akan berkurang seiring perjalanan waktu pada sebagian besar wanita yang kehamilannya tidak direncanakan relatif berlangsung secara efektif sehingga akhirnya mampu menyesuaikan diri dengan bayinya dan mengalami sedikit gangguan psikologis.
b). Efek beberapa faktor obstetri
  • Pengalaman yang terkait dengan komplikasi kehamilan, seperti hipertensi, kehamilan multipel, hemoragi antepartum dan lain-lain cenderung meningkatkan ansietas selama kehamilan. Kekhawatiran dan ansietas akibat medis yang dialami, sering kali berfokus pada masalah apakah medikasi dapat mempengaruhi bayi.
c). Ansietas dan usia
  • Menurut (Spirito, 1992) dikutip oleh Henderson bahwa wanita yang lebih muda dan wanita yang tidak menikah lebih cenderung beresiko mengalami peningkatan distress emosional. Beberapa unsur yang diidentifikasi memiliki berbagai efek tentang bagaimana wanita menyesuaikan diri terhadap kehamilan ialah isu tingkat pendidikan dan pekerjaan, keamanan finansial, tingkat pendukung sosial dam faktor sosial lainnya, serta tipe perawatan maternitas diterima. 
  • Pada sebuah penelitian juga dilaporkan bahwa wanita berusia lebih dari 35 tahun melaporkan lebih sedikit gejala somatik dan mempunyai persepsi yang lebih positif terhadap tubuh mereka daripada wanita yang berusia lebih muda pada kehamilan tahap lanjut.
d). Penggunaan dan penyalahgunaan obat
  • Wanita perokok atau alkoholik dan ketergantungan obat dalam masa kehamilan, dapat mengalami peningkatan ansietas tentang bayi yang sedang berkembang, dikarenakan dia menyadari masalah yang mungkin muncul dan merasa sangat bersalah serta mengalami pergolakan emosional selama kehamilan. Selain itu, wanita hamil yang tergantung pada obat–obatan atau alkohol mungkin merasa takut akan kemungkinan intervensi yang dilakukan lembaga, seperti pelayanan sosial, mengintervensi masalahnya dan mungkin bayi mereka harus dirawat yang bahkan pada gilirannya membuat mereka mengalami lebih banyak tekanan emosi. (Henderson, 2005).
e). Citra perubahan tubuh
  • Beberapa penelitian menekankan bahwa banyak wanita tidak puas dengan citra tubuh mereka selama hamil. Perubahan tubuh selama kehamilan dapat membuat beberapa wanita mengalami "perubahan citra tubuh" yang bisa dikatakan sebagai suatu keadaan distres personal yang diidentifikasikan oleh individu yang mengidentifikasi bahwa tubuh mereka tidak lagi mendukung harga diri dan yang disfungsional, membatasi interaksi sosial mereka dengan orang lain, menyatakan bahwa bagi sebagian besar wanita kehamilan tidak menyebabkan perubahan citra tubuh karena kehamilan itu relatif bersifat sementara.
  • Perasaan bahwa diri mereka menarik atau memiliki citra tubuh positif diperlukan untuk mempertahankan kepercayaan dan harga diri. Sebaliknya citra tubuh negatif dapat menciptakan citra diri negatif, yang pada akhirnya dapat menyebabkan masalah atau gangguan psikologis jangka panjang. Citra ideal meliputi semua ide yang dimiliki ibu tentang karakteristik positif dan aktifitas wanita yang menjadi ibu. (Henderson, 2005: 111- 117).
  • Identitas maternal dicapai melalui proses aktifitas taking-in, aktivitas taking-on, dan aktivitas letting-go
a). Aktivitas taking-on: meniru (mimicry) dan bermain peran (role play)
  • Mimicry adalah meniru perbuatan / sikap orang lain yang menjadi model baginya( missal wanita yang sedang hamil) dan belajar dari berbagai sumber tentang hal-hal yang akan dihadapinya nanti( bagaimana kehamilan,melahirkan dan merawat bayi) yang disukai akan diadopsi dan yang tidak disukai akan dihindari.
  • Role play adalah si calon ibu akan berbuat sesuatu yang nantinya akan diterapkan untuk diri sendiri, misalnya mencoba mengendong, menyuapi, memakaikan popok, dan jua membyangkan dia merawat bayinya.
b). Aktivitas taking-in: fantasi dan introjeksi-proyeksi-rejeksi
  • Fantasi adalah seorang wnita membayangkan dirinya nanti saat melahirkan, hubungan dengan suami serta keluarga setelah persalinan dan bagaimana dia berperilaku.
  • Introjeksi,proyeksi dan rejeksi merupakan proses aktif dimana wanita membandingkan model dengan sudut pandangnya sendiri dan mengambil keputusan tentang adopsi atau rejeksi suatu model.
c). Aktivitas letting-go: grif-work
  • Mereview, mengingat kembali hal-hal yang berhubungan dengan peran diri sebelumnya melepas peran yang tidak lagi sesuai atau tidak memungkinkan lagi sesuai atau tidak mungkin lagi dilakukan.(Salmah,2008:92)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN WANITA UNTUK BERADAPTASI SEBAGAI IBU, YAITU : 

1. Lingkungan sosial
  • Ibu hamil memerlukan lingkungan yang menerima anaknya, sehingga dapat membantu mendapatkan identitasnya sebagai ibu. Pada saat ini sikap lingkungan pada wanita hamil telah banyak mengalami perubahan. Bahkan kini ada peraturan yang dibuat untuk melindungi wanita hamil pada lingkungan tempat kerjanya. Diharapkan lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatan ibu hamil itu sendiri. Dengan kata lain bagaimana ibu hamil tersebut mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri.
2. Dukungan sosial
  • Ketersediaan dukungan sosial untuk kesejahteraan psikososial ibu hamil adalah faktor yang penting. Ibu selama masa kehamilannya memerlukan dua kebutuhan yaitu perasaan dicintai, nilai-nilai dan mempunyai anak dari suaminya. Jaringan sosial sering kali dipakai sebagai sumber terbesar untuk mendapatkan nasehat kehamilan. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan emosi dari pasangan merupakan faktor penting
3. Tipe perawatan profesional dengan dukungan yang diterima
  • Perawatan di desain untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan fetus dan ditemukan keadaan yang abnormal sebagai antisipasi kelahirannya. Ibu dan keluarga juga membutuhkan dukungan karena stress dan pusat perhatian menjadi orang tua baru.
  • Menurut (Rubin, 1970) yang dikutip oleh Bobak (2004), disebutkan bahwa wanita yang siap menerima suatu kehamilan akan dipicu gejala-gejala awal untuk mencari validasi medis tentang kehamilannya, sehingga meningkatkan kemungkinan diselenggarakannya perawatan yang efektif dan terapeutik untuk mendukung kehamilan. Akan tetapi pada beberapa wanita yang memiliki perasaan kuat mungkin menunda melalui pengawasan dan perawatan.
4. Proses psikologis yang disadari dan tidak disadari
  • Kehamilan merupakan suatu tantangan, suatu titik balik dari kehidupan keluarga dan biasanya diikuti oleh stress dan gelisah, baik itu kehamilan yang diharapkan atau tidak.
  • Kehamilan juga merupakan periode transisi dari masa anak-anak menjadi orang tua dengan karakteristik yang menetap dan mempunyai tanggung jawab untuk menjadi seorang ibu.
  • Bahkan perlu dipelihara keterbukaan, keseimbangan, menjaga tugas perkembangan serta mengerti bantuan dan dukungan agar tidak terjadi karena tidak tertanggulangi krisis yang disebabkan oleh kelemahan, ego, kehilangan pertahanan diri, serta tidak tertanggulangi masalah yang muncul. dan perubahan hubungan.
  • Respon emosi dan psikologis ibu hamil selama hamil diantaranya :
a). Menerima kehamilan
  • Menurut Lederman (1984) yang dikutip oleh Bobak (2004), disebutkan bahwa langkah pertama dalam beradaptasi terhadap peran ibu adalah menerima ide kehamilan dan mengasimilasi status hamil ke dalam gaya hidup wanita tersebut.
  • Langkah pertama untuk menerima kehamilan tersebut diantaranya : a.Amenore (tidak haid); b.Tes hamil dinyatakan positif; c.Pikiran terpusat pada dirinya; d.Fetus adalah bagian dari dirfnya; e.Fetus seolah-olah tidak nyata
b). Respon emosional
  • Secara umum semua ibu hamil memiliki keadaan umum yang baik, tapi kelabilan emosional yang disebabkan oleh perubahan hormon juga sering terlihat terutama pada perubahan mood yang cepat dan umum dijumpai. Respon emosional ini, diantaranya meliputi :
a. Ambivalen
  • Ambivalen adalah respon normal yang diakuni individu yang mempersiapkan diri untuk suatu peran baru. Kebanyakan wanita memiliki sedikit perasaan ambivalen selama hamil.
  • Menurut (Lederman, 1984) yang dikutip oleh Bobak (2004) perasaan ambivalen berat yang menetap sampai trimester ketiga dapat mengindikasikan bahwa konflik peran sebagai ibu belum diatasi.
b. Cemas
  • Menurut (David 1961, Crandon 1979) yang dikutip oleh Bobak (2004), tingginya kecemasan pada ibu hamil dihubungkan dengan kejadian abnormal sebelumnya, misalnya abortus, kasus-kasus yang terjadi pada akhir kehamilan. Dan tingkat kecemasan mempunyai efek negatif pada reaksi status kesehatan terhadap ibu hamil.
c. Depresi
  • Banyak penelitian tentang depresi berfokus pada post partum atau memiliki depresi antenatal sebagai usaha untuk memprediksi depresi post partum (Bobak, 2004).
  • Bila salah satu respon psikologi ini tidak dapat ditanggulangi, akan menghasilkan perilaku yang tidak bisa beradaptasi pada satu atau lebih anggota keluarga dan keluarga kecil. Umumnya depresi yaitu suasana hati yang terus berubah-ubah ini terjadi di trimester pertama. Perasaan yang tidak menentu setelah dinyatakan posititf seringkali terjadi pada ibu yang pertama kali hamil.Wanita yang beresiko depresi adalah mereka yang mempunyai riwayat kelainan emosi pribadi keluarga, stress sosial ekonomi, kurangnya dukungan emosi dari suami, kecemasan dan kesehatan sendiri dan bayi (Kasdu, 2001).
d. Stress
  • Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu berubah-ubah.
  • Stres adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan)" (Hawari, 2001).
  • Oleh karena itu, apabila terjadi gangguan pads jasmani, akan menimbulkan usaha penyesuaian secara fisik atau somatik. Demikian pula apabila terjadi gangguan pada unsur rohani, akan menimbulkan usaha penyesuaian secara psikologis. Usaha yang dilakukan organisme untuk mengatasi stress agar terjadi keseimbangan yang terus-menerus dalam batas tertentu dan tetap dapat mempertahankan hidup dinamakan homeostasis.
  • Perubahan psikososial dapat merupakan tekanan mental (stresor psikososial) sehingga-bagi sebagian individu dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk menanggulanginya.
  • Cara Mengendalikan Stress
  • Mengendalikan stres menurut Grant Brecht (2000) sebagai berikut :
  1. Sikap, keyakinan, dan pikiran kita harus positif, fleksibel, rasional, dan adaptif terhadap orang lain. Artinya, jangan terlebih dahulu menyalahkan orang lain sebelum introspeksi din dengan pengendalian internal.
  2. Kendalikan faktor-faktor penyebab stres dengan jalan: (Kemampuan menyadari (awareness skills); Kemampuan untuk menerima (acepetance skills); Kemampuan untuk menghadapi (coping skills); Kemampuan untuk bertindak (action skills).
  3. Perhatikan diri, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkungan.
  4. Kembangkan sikap efisien.
  5. Relaksasi.
  6. Visualisasi (angan-angan terarah).
  7. Circuit breaker dan koridor stres. (Susanti, 2008)

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alimul H, Aziz, 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika
  2. Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta.
  3. Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
  4. Brooker, C, 2001. Kamus Saku Keperawatan .Ed : 31 . Jakarta : EGC
  5. Bryar, 2008. Teori Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC
  6. Ella, 2010. Gender Analysis Pathway (GAP) dalam Program Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). .http://www.kemenkes.co.id. Diakses pada tanggal 12/02/2011.
  7. Henderson, C, 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC.
  8. Hartanto, H, 2004.kamus ringkasan kedokteran STEDMAN untuk profesi kesehatan. Ed: 4. Jakarta : EGC
  9. Hidayat, 2007.Metodologi Penelitian Kebidanan dan teknikanalisis data
  10. Hirchiff S, 1999. Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta :EGC.
  11. Kasdu, D, Meiliasari, M, 2001. Info Lengkap Kehamilan dan Persalinan Bacaan Bagi Calon Ayah dan Ibu. Jakarta : 35 Publisher.
  12. Manuaba, I, 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta :EGC.
  13. Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius. Tanya Perpus.
  14. Notoatmojo, 2003. Pendidikan Dan prilaku kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
  15. Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
  16. Nursalam, Siti Pariani. 2001. Metodologi Riset keperawatan. Jakarta : CV Sugeng seto.
  17. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
  18. Pillitteri, adele, 2002 Buku Suku Asuhan Ibu dan Anak. Jakarta : EGC.
  19. Saifuddin, AB, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Nasional. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
  20. Salmah, 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : EGC.
  21. Sugiri, 2007. Tingkat Kelahiran di Indonesia, http://www.Depkes.co.id,Jakarta Diakses pada Tanggal 12/02/20011
  22. Susanti, 2008. Psikologi Kehamilan. Jakarta : Salemba Medika
  23. Walsh, 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta : 2007.
  24. Wiknjosastro, H, 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.



Jumat, 23 September 2011

PERKEMBANGAN MOTORIK PADA BAYI

Dr. Suparyanto, M.Kes

PERKEMBANGAN MOTORIK PADA BAYI

PENGERTIAN
  • Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 24 bulan, namun tidak ada batasan yang pasti. Pada masa manusia sangat lucu dan menggemaskan tetapi juga rentan terhadap kematian (Alimul, 2009).
  • Perkembangan motorik adalah perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf dan otot yang terkoordinasi. (Djiwandono, 2005)
  • Jadi, perkembangan motorik pada bayi adalah perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf dan otot yang terkoordinasi pada manusia yang baru lahir sampai umur 24 bulan.
  1. Perkembangan motorik kasar (Gross Motor) adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar. (Dinkes Jombang, 2007)
  2. Perkembangan motorik halus (Fine Motor Adaptive) adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. (Marimbi, 2010)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MOTORIK

1. Herediter/Genetik
  • Merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak di samping faktor-faktor yang lain. Faktor hereditas meliputi bawaan, jenis kelamin, ras dan suku bangsa. Faktor ini dapat ditentukan dengan intensitas, kecepatan dalam pembelahan sel telur, tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, usia pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. (Alimul, 2009)

2. Faktor Lingkungan
  • Merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya atau tidaknya potensi bawaan. Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi:

A. Faktor yang mempengaruhi perkembangan anak pada waktu masih di dalam kandungan (prenatal), antara lain:

1.Gizi Ibu pada Waktu Hamil
  • Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR/lahir mati, menyebabkan cacat bawaan, hambatan pertumbuhan otak, bayi baru lahir mudah terkena infeksi, abortus dan sebagainya. (Marimbi, 2010)

2.Mekanis
  • Lingkungan mekanis adalah segala hal yang mempengaruhi janin atau posisi janin dalam uterus.
  1. Radiasi dapat menyebabkan kerusakan pada organ otak janin.
  2. Infeksi dalam kandungan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin.
  3. Kekurangan oksigen pada janin mengakibatkan gangguan dalam plasenta sehingga kemungkinan bayi lahir dengan berat badan yang kurang.
  4. Faktor imunitas dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin karena menyebabkan terjadinya abortus atau karena icterus.
  5. Stress dapat mempengaruhi kegagalan tumbuh kembang janin.

3. Zat Kimia atau Toksin
  • Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat-obatan, alkohol, atau kebiasaan merokok oleh ibu hamil.
4. Hormonal
  • Hormon-hormon ini mencakup hormon somatotropin, plasenta, tiroid dan insulin. Peran hormon somatotropin (growth hormone), yaitu disekresi kelenjar hipofisis janin sekitar minggu ke-9 dan produksinya meningkat pada minggu ke-20. Hormon plasenta (human placenta lactogen) berperan dalam nutrisi plasenta. (Alimul, 2009)

B. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak setelah lahir (faktor postnatal), antara lain: 

1.Biologis
  • Lingkungan biologis yang dimaksud adalah ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit yaitu imunisasi, penyakit kronis. (Marimbi, 2010)
  • Usia dapat berpengaruh terhadap perkembangan motorik anak. Pertumbuhan pada masa anak-anak mengalami perbedaan yang bervariasi sesuai dengan bertambahnya usia anak.
  • Setiap anak akan melewati tahapan tertentu secara fleksibel dan berkesinambungan. Misalnya, pencapaian kemampuan tumbuh kembang pada masa bayi tidak selalu dicapai persis pada usia 1 tahun, tetapi dapat dicapai lebih awal atau terlambat dari 1 tahun.
  • Upaya untuk mengoptimalkan tumbuh kembang pada awal-awal kehidupan bayi adalah sangat penting. Pencapaian suatu kemampuan pada setiap anak berbeda-beda, tetapi ada patokan umur tertentu untuk mencapai kemampuan tertentu. (Nursalam, 2008)
2. Fisik
  • Yang termasuk dalam faktor fisik itu antara lain yaitu cuaca, musim, ventilasi, cahaya dan radiasi.
3. Psikososial
  • Stimulasi merupakan hal penting dalam tumbuh kembang anak, selain itu motivasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini, dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar, ganjaran atau hukuman yang wajar merupakan hal yang dapat menimbulkan motivasi yang kuat dalam perkembangan kepribadian anak kelak di kemudian hari.
  • Dalam proses sosialisasi dengan lingkungannya anak memerlukan teman sebaya, stress juga sangat berpengaruh terhadap anak, selain sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak orang tua dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. (Marimbi, 2010)
4. Status Sosial Ekonomi Keluarga
  • Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak dengan keluarga yang memiliki sosial ekonomi tinggi umumnya pemenuhan kebutuhan gizinya cukup baik dibandingkan dengan anak dengan sosial ekonomi rendah.
  • Demikian juga dengan anak berpendidikan rendah, tentu akan sulit untuk menerima arahan dalam pemenuhan gizi atau pentingnya pelayanan kesehatan lain yang menunjang dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Alimul, 2009)

3. Faktor Hormonal
  • Faktor hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang anak antara lain hormon somatotroin, tiroid, dan glukokortikoid. Hormon somatotropin (growth hormone) berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan dengan menstimulasi terjadinya proliferasi sel kartilago dan sistem skeletal. Hormon tiroid berperan menstimulasi metabolisme tubuh. Hormon glukokortikoid mempunyai fungsi menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari testis (untuk memproduksi testosteron) dan ovarium (untuk memproduksi estrogen), selanjutnya hormon tersebut akan menstimulasi perkembangan seks, baik pada anak laki-laki maupun perempuan yang sesuai dengan peran hormonnya. (Alimul, 2009)

TAHAP PERKEMBANGAN MOTRIK PADA BAYI

1.Perkembangan Motorik Halus pada Masa Bayi (28 Hari-1 Tahun)

Usia 1-4 Bulan
  • Perkembangan mototrik halus pada usia ini adalah dapat melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek dari sisi ke sisi, mencoba dan memasukkan benda ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas, memperhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar.
Usia 4-8 Bulan
  • Perkembangan mototrik halus pada usia ini adalah sudah mulai mengamati benda, menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang, mengeksplorasi benda yang sedang dipegang, mengambil objek dengan tangan terkangkup, mampu menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai satiu kesatuan serta memindahkan objek dari satu tangan ke tangan yang lain.
Usia 8-12 Bulan
  • Perkembangan mototrik halus pada usia ini adalah mencari dan meraih benda kecil, bila diberi kubus mampu memindahkan, mengambil, memegang dengan telunjuk dan ibu jari, membenturkannya serta meletakkan benda atau kubus ke tempatnya.

2.Perkembangan Motorik Kasar pada Masa Bayi (28 Hari-1 Tahun)

Usia 1-4 bulan
  • Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring telentang, berguling dari telentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi dan berusaha untuk merangkak.
Usia 4-8 bulan
  • Perkembangan motorik kasar awal bulan ini dapat dilihat pada perubahan dalam aktivitas, seperti posisi telungkup pada alas dan sudah mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua tangannya. Pada bulan ke-4 sudah mampu memalingkan kepala ke kanan dan ke kiri, duduk dengan kepal tegak, membalikkan badan, bangkit dengan kepala tegak, menumpu beban pada kaki dengan lengan berayun ke depan dan ke belakang, berguling dari telentang ke tengkurap serta duduk dengan bantuan dalam waktu yang singkat.
Usia 8-12 bulan
  • Perkembangan motorik kasar dapat diawali dengan duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit lalu berdiri, berdiri 2 detik dan berdiri sendiri. (Alimul, 2009)

PENILAIAN PERKEMBANGAN MOTORIK PADA BAYI DENGAN KPSP

1. Pengertian
  • Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) adalah sebuah pemeriksaan perkembangan anak yang digunakan untuk mendeteksi dini penyimpangan perkembangan anak.
2. Tujuan KPSP
  • Tujuan skrining/pemeriksaan perkembangan anak menggunakan KPSP adalah untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.
3. Jadwal Skrining/Pemeriksaan KPSP
  • Adalah pada umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66 dan 72 bulan. jika anak belum mencapai umur skrining tersebut, minta ibu datang kembali pada umur skrining yang terdekat untuk pemeriksaan rutin. Misalnya bayi umur 7 bulan, diminta kembali untuk skrining pada umur 9 bulan.
  • Apabila orang tua datang dengan keluhan anaknya mempunyai masalah tumbuh kembang, sedangkan umur anak bukan umur skrining maka pemeriksaan menggunakan KPSP untuk umur skrining terdekat-yang lebih muda.
4. Alat/Instrumen yang Digunakan
  1. Formulir KPSP menurut umur. Formulir ini berisi 9-10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak. Sasaran KPSP anak umur 0-72 bulan.
  2. Alat bantu pemeriksaan berupa : pensil, kertas, bola sebesar bola tenis, kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis, kacang tanah, potongan biskuit kecil berukuran 0,5-1 cm.
5. Cara Menggunakan KPSP
  1. Pada waktu pemeriksaan/skrining, anak harus dibawa.
  2. Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan dan tahun anak lahir. Bila umur anak lebih 15 hari, maka dibulatkan menjadi 1 bulan. Contoh : bayi umur 3 bulan 16 hari, dibulatkan menjadi 4 bulan. Bila umur bayi 3 bulan 15 hari, dibulatkan menjadi 3 bulan.
  3. Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.
  4. KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu : 1.Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak, contoh : “Dapatkah bayi makan kue sendiri?”; 2.Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh : “Pada posisi bayi anda telentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannyasecara perlahan-lahan ke posisi duduk”.
  5. Jelaskan kepada orang tua agar tidak ragu-ragu atau takut menjawab, oleh karena itu pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan kepadanya.
  6. Tanyakan pertanyaan tersebut secara berurutan, satu persatu. Setiap pertanyaan hanya ada 1 jawaban, Ya atau Tidak. Catat jawaban tersebut pada formulir.
  7. Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/pengasuh anak menjawab pertanyaan terdahulu.
  8. Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
6. Interpretasi Hasil KPSP
  1. Hitunglah berapa jumlah jawaban “Ya”. (1.Jawaban “Ya”, bila ibu/pengasuh anak menjawab : anak bisa atau pernah atau sering atau kadang-kadang melakukannya. 2.Jawaban “Tidak”, bila ibu/pengasuh anak menjawab : anak belum pernah melakukan atau tidak pernah atat ibu/pengasuh anak tidak tahu.)
  2. Jumlah jawaban “Ya” = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangannya (S).
  3. Jumlah jawaban “Ya” = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M).
  4. Jumlah jawaban “Ya” = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P).
  5. Untuk jawaban “Tidak”, perlu dirinci jumlah jawaban “Tidak” menurut jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian).
7. Intervensi

a. Bila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindakan berikut :
  1. Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh ananya dengan baik.
  2. Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap perkembangan anak.
  3. Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin, sesuai dengan umur dan kesiapan anak.
  4. Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan kesehatan di posyandu secara teratur sebulan 1 kali dan setiap ada kegiatan BKB. Jika anak sudah memasuki usia pra-sekolah (36-72 bulan), anak dapat diikutkan pada kegiatan di Pusat PADU, Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak.
  5. Lakukan pemeriksaan/skrining rutin menggunakan KPSP setiap bulan pada anak berumur kurang dari 24 bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 24 sampai 72 bulan.
b. Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan berikut :
  1. Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi perkembangan pada anak lebih sering lagi, setiap saat dan sesering mungkin.
  2. Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi perkembangan anak untuk mengatasi penyimpangan / mengejar ketertinggalannya.
  3. Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit yang menyebabkan penyimpangan perkembangannya.
  4. Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian dengan menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan umur anak.
  5. Jika hasil KPSP ulang jawaban “Ya” tetap 7 atau 8 maka kemungkinan ada penyimpangan (P).
c. Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan tindakan berikut: 
  • Rujukan ke Rumah Sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian). (Dinkes Jombang, 2007)

BEBERAPA GANGGUAN PERKEMBANGAN MOTORIK YANG SERING DITEMUKAN

1. Cerebral Palsy
  • Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, yang disebabkan oleh karena suatu kerusakan/gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh/ belum selesai pertumbuhannya.
2. Sindrom Down
  • Anak dengan sindrom down adalah individu yang dapat dikenal dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih. Perkembanganya lebih lambat dari anak yang normal. Beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia yang berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik dan ketramilan untuk menolong diri sendiri.
3. Gangguan Autisme
  • Merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejalanya muncul sebelum anak berumur 3 tahun. Pervasif berarti meliputi seluruh aspek perkembangan sehingga gangguan tersebut sangat luas dan berat, yang mempengaruhi anak secara mendalam. Gangguan perkembangan yang ditemukan pada autisme mencakup bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
4. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
  • Merupakan ganggaun dimana anak mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian yang seringkali disertai dengan hiperaktivitas. (Dinkes Jombang, 2007)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2006.Prosedur Penelitian.Jakarta:Rineka Cipta.
  1. Dinkes Jombang.2007. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Dasar.Jombang:Dinkes Jombang.
  2. Dinkes Jombang, SE.2010.Laporan UCI Kumulatif Tahun 2010 Kabupaten Jombang.Jombang:Dinkes Jombang.
  3. Djiwandono, Sri Esti Wuryani.2005.Konseling dan Terapi Dengan Anak dan Orang Tua.Jakarta:PT. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo).
  4. Hidayat, A. Aziz Alimul.2009.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.
  5. Hidayat, A. Aziz Alimul.2010.Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.Jakarta:Salemba Medika.
  6. IDAI.2008.Pedoman Imunisasi Di Indonesia.Jakarta:Satgas Imunisasi.
  7. Kumala, Poppy.1998.Kamus Saku Kedokteran Dorland.Jakarta:EGC
  8. Mansur, Herawati.2009.Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.
  9. Marimbi, Hanum.2010.Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita.Yogyakarta:Nuha Medika.
  10. Nasir.2005.Metode Penelitian.Jakarta:Ghalia Indonesia.
  11. Nasir.2009.Metode Penelitian.Jakarta:Ghalia Indonesia.
  12. Nursalam. 2008.Asuhan Keperawatan Bayi dan anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika
  13. Nursalam.2009.Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
  14. Proverawati, Atikah.2010.Imunisasi dan Vaksinasi.Yogyakarta:Nuha Offset.
  15. Puskesmas Cukir, KIA.2010. Laporan Uci Kumulatif Perdesa Tahun 2010.Jombang:Puskesmas Cukir.
  16. Saryono.2010.Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula.Jogjakarta:Mitra Cendikia.
  17. Sudayasa, Putu.2010.Latar Belakang Program Imunisasi. http://imunisasihsu.wordpress.com
  18. Sugiono.2006.Metode Penelitian Administrasi.Bandung:Alfabeta.