Jumat, 17 Februari 2012

KONSEP DASAR PERKAWINAN

Dr. Suparyanto, M.Kes

Konsep Dasar Perkawinan
1 Pengertian
Menurut UU No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isrti dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Herawati, 2009).
Menurut agama Islam, perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami ataupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera (Ma’ruf, 2006).          
Perkawinan Mahasiswa adalah perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang masih berstatus sebagai pelajar perguruan tinggi atau salah satu diantaranya masih berstatus sebagai pelajar perguruan tinggi (Sanjaya, 2009).
6
 
Dari berbagai pengertian perkawinan yang telah disebutkan, dapat ditarik hakekat perkawinan yang mana mengandung satu unsur yang merupakan kesamaan dari semua pendapat, yaitu bahwa perkawinan itu merupakan suatu perjanjian perikatan antara seorang pria dengan wanita yang diakui secara sah oleh masyarakat, hukum maupun agama dan mengandung seperangkat hak dan kewajiban suami istri dalam peranan baru yang dijalani, serta bertujuan membentuk keluarga.
2 Tujuan Perkawinan
Adapun tujuan dari perkawinan adalah:
a.     Untuk melestarikan keturunan.
b.    Terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.
c.     Menentramkan hati dalam rumah tangga dengan ikatan kasih sayang
d.    Membersihkan hati dari sifat-sifat duniawi.
e.     Melatih dan memerangi hawa nafsu dengan menjalankan hak dan kewajiban berumah tangga (Yusmar, 2006 ).
3 Usia dalam Perkawinan

Salah satu hal yang sangat berpengaruh terhadap keputusan untuk menikah pada usia muda adalah tanggung jawab. Meskipun demikian, faktor eksternal juga memiliki pengaruh besar. Anda mungkin segera memutuskan menikah ketika anda semester tiga karena anda melihat teman anda yang sudah menikah tampak lebih bahagia, secara psikis lebih tenang dan lebih bersemangat hidupnya. Akibatnya anda terdorong untuk segera menikah dengan harapan dapat menemui pernikahan yang sama, yakni pernikahan yang membuat hidup lebih bersemangat, padahal boleh jadi, anda belum betul-betul siap untuk menikah dibanding dengan teman anda, meskipun usia anda lebih tua satu tahun. Diane E. Papilla dan Sally Wendkos Olds mengemukakan, usia terbaik untuk menikah bagi perempuan adalah 19-25 tahun sedangkan bagi laki-laki usia 20-25 tahun diharapkan sudah menikah. Ini adalah usia terbaik untuk menikah, baik untuk memulai kehidupan rumah tangga maupun untuk mengasuh anak pertama. Akan tetapi Hoffman dan kawan-kawan menunjukkan bahwa saat yang tepat untuk menikah juga dipengaruhi oleh dukungan sosial dan budaya, termasuk budaya keluarga. Budaya yang memandang pernikahan dini sebagai keputusan yang baik, akan cenderung menjadikan para pemuda lebih cepat mengalami kesiapan menikah. Hoffman mengatakan sebagian mahasiswa sempat terganggu kuliahnya, tetapi sebagian besar tidak mengalami hambatan apa-apa dalam menyelesaikan studinya. Masa-masa yang paling banyak menimbulkan hambatan kuliah adalah ketika memiliki anak pertama. Ini karena mereka harus melakukan penyesuaian diri dengan peran baru sebagai orang tua, kebingungan bagaimana harus menghadapi perilaku bayi, serta perubahan aktivitas fisik yang terasa mendadak. Berangkat dari sini, ada satu hal yang dapat kita catat baik-baik. Sebelum menikah, sebaiknya persiapkan mental dan terutama tujuan-tujuan anda dalam menikah (Mathis, 2010).

4 Persiapan Perkawinan
Persiapan perkawinan terdiri dari atas persiapan kesehatan, baik kesehatan fisik maupun jiwa yang meliputi berbagai aspek, yaitu biologis (fisik), mental (psikologi), psikososial, dan spiritual (WHO, 1984).
1.    Aspek fisik.
          Dilihat dari segi kesehatannya,usia 20-25 tahun bagi perempuan dan 25-30 tahun bagi laki-laki merupakan usia ideal untuk berumah tangga. Kesehatan fisik meliputi bebasnya seseorang dari penyakit (menular dan keturunan). Pemeriksaan kesehatan dan konsultasi pranikah amat dianjurkan bagi pasangan yang hendak menikah.


2.    Aspek mental, yang meliputi beberapa hal berikut ini:
a.         Kepribadian, aspek kepribadian sangat penting agar masing-masing pasangan mampu menyesuaikan diri. Kematangan kepribadian merupakan faktor utama dalam perkawinan. Pasangan berkepribadian matang dapat saling memberikan kebutuhan afeksi (kebutuhan akan rasa kasih sayang) yang amat penting bagi keharmonisan keluarga.
b.         Pendidikan dan tingkat kecerdasan juga perlu diperhatikan dalam mencari pasangan. Latar belakang pendidikan agama yang dimiliki oleh masing-masing pasangan.
3.      Aspek psikososial atau spiritual yang antara lain terdiri atas beberapa hal berikut:
a.    Faktor agama dalam masyarakat tetap dipandang penting bagi stabilitas rumah tangga.
b.    Latar belakang sosial keluarga berpengaruh pada kepribadian anak yang dibesarkannya.
c.    Latar belakang budaya juga perlu diperhatikan, perbedaan suku bangsa bukan merupakan halangan untuk saling berkenalan dan akhirnya menikah. Namun faktor adat istiadat atau budaya perlu diperhatikan untuk diketahui oleh masing-masing pasangan agar dapat saling menghargai dan menyesuaikan diri.
d.   Pergaulan, sebagai persiapan menuju perkawinan masing-masing calon pasangan hendaknya dapat saling mengenal terlebih dahulu. Dalam pergaulan menikah, setiap pasangan hendaknya tetap mengindahkan nilai-nilai moral, etik, dan kaidah-kaidah agama.
e.    Pekerjaan dan kondisi materi lainnya. Faktor sandang pangan dan papan merupakan kebutuhan pokok sebab suatu perkawinan tidak bisa bertahan hanya dengan ikatan cinta dan kasih sayang saja bila tidak ada materi yang mendukungnya (Herawati, 2009).
          Sebelum memutuskan untuk menikah, ada baiknya Anda mempersiapkan diri terlebih dulu sehingga Anda memiliki bekal untuk rumah tangga. Persiapan ini terutama berkait dengan aspek psikis dan ilmu. Begitu anda menikah, banyak hal yang semula tidak menjadi tanggung jawab Anda, sekarang membutuhkan perhatian yang besar. Di dalam pernikahan, Anda bisa memperoleh kesenangan-kesenangan bersama pasangan. Tetapi pada saat yang sama, anda mempunyai tanggung jawab agar kesenangan itu dapat ia rasakan juga (Mathis, 2010). .
5 Dampak Perkawinan
Dampak perkawinan usia muda akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak, baik dalam hubungannya dengan mereka sendiri, terhadap anak-anak, maupun terhadap keluarga mereka masing-masing.
a.       Dampak terhadap suami istri
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami istrti yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi.
b.      Dampak terhadap anak-anaknya
Masyarakat yang telah melangsungkan perkawinan pada usia muda atau di bawah umur akan membawa dampak. Selain berdampak pada pasangan yang melangsungkan perkawinan pada usia muda, perkawinan usia muda juga berdampak pada anak-anaknya. Karena bagi wanita yang melangsungkan perkawinan di bawah usia 20 tahun, bila hamil akan mengalami gangguan-gangguan pada kandungannya dan banyak juga dari mereka yang melahirkan anak.
c.       Dampak terhadap masing-masing keluarga.
Selain berdampak pada pasangan suami-istri dan anak-anaknya perkawinan di usia muda juga akan membawa dampak terhadap masing-masing keluarganya. Apabila perkawinan diantara anak-anak mereka lancar, sudah barang tentu akan menguntungkan orang tuanya masing-masing. Namun apabila sebaliknya keadaan rumah tangga mereka tidak bahagia dan akhirnya yang terjadi adalah perceraian. Hal ini akan mengakibatkan bertambahnya biaya hidup mereka dan yang paling parah lagi akan memutuskan tali kekeluargaan diantara kedua belah-pihak (Mathis, 2010).
6 Keuntungan Perkawinan pada Masa Kuliah
a.              Masa kuliah ( usia 18-25 ) adalah masa produktif dan subur
b.             Banyaknya kamudahan dalam persiapan dan pelaksakan nikah
c.              Mematangkan kepribadian dan kedewasaan
d.             Adanya ketenangan jiwa
e.              Memiliki teman setia sebagai motivator dan pembimbing
f.              Adanya keringanan beban hidup
g.             Aktifitas dan kegiatan akan terfokus dan terkonsentrasi
h.             Meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual
i.               Meningkatkan kecerdasan finansial
j.               Lebih mudah meraih kesuksesan
k.             Ada teman curhat
l.               Bisa belajar sambil bermesraan
m.           Berangkat ke kampus berdua
n.             Ada yang bantu mengerjakan tugas
o.             Ada yang menghibur sisela-sela penatnya kuliah (Galuhprita, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Syarifuddin. 2011. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Aisyah, Ummu. 2008. Aisyah Saja Nikah Dini. Surakarta: Samudra.
Al-Farabi, Faruq. 2006. Remaja Gaul Kebablasan. Jombang: Lintas Media.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Djajasudarma, Fatimah. 2006. Metode Linguistik-Ancangan Metode Penelitian dan Kajian.  Bandung: PT Refika Aditama.

Fitra. (2009). Perkawinan Usia Muda. www. info. gexcess. com/id/info/ekonomi. diakses 9 juli 2011
                      
Galuhprita. (2009). Pernikahan di Kalangan Mahasiswa www. datastatistik. Indonesia. com. Diakses 9 Juli 2011.

Herawati. 2009. Jeratan Nikah Dini, Wabah Pergaulan. Jogjakarta: Media Abadi.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Kauma, Fuad. 2011. Kamus Nikah. Jombang: ISFA Press.
Ma’sum, Ma’ruf. 2006. Panduan Istri-Suami yang Shalih. Solo: Smart Media.
Mathis, Susan dan Dale. 2010. Menuju Pernikahan yang Sehat dan Solid. Tanggerang: ANDI.

Muhibin, Raudah. 2010. Nikah Awal Kuliah. Solo: Smart Media.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Nurcahyati, Febriani W. 2010. Manajemen Konflik Rumah Tangga. Jogjakarta: BIPA.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Sanjaya. 2009. Dari Demonstrasi Hingga Seks Bebas. Jogjakarta: GARASI.
Sati, Patih. 2011. Panduan Lengkap Pernikahan. Jogjakarta: BENING.
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Suryabroto, Sumadi. 2007. Gaul yes Kuliah Beres. Tanggerang: Praninta Jaya Mandiri.

Sunarto, Ahmad. 2010. Kado Pengantin. Rembang: Pustaka Anisah.
Suryadi. 2006. Kuliah itu Gampang. Tangerang: Agromedia Pustaka.
Yumar. 2006. Wanita dan Nikah Menurut Urgensinya. Kediri: Pustaka ‘Azm.



1 komentar: