PERINGATAN

Dilarang meng-copy materi dari blog ini, tanpa mencantumkan nama penulis dan alamat web (URL). Terima Kasih

Selasa, 31 Desember 2019

DIMANA SAYA BISA MERAIH KEBAHAGIAAN


DIMANA SAYA BISA MERAIH KEBAHAGIAAN

Yan Karta Sakamira
31 Desember 2019

Banyak orang mengira bahwa kebahagiaan terletak pada harta dan kekayaan, sebagian lagi mengira terletak pada pangkat dan jabatan, sabagian lainnya mencari kebahagiaan dengan menjual agamanya bahkan tidak sedikit berbuat sirik guna mengapai cita-citanya yang bernama kebahagiaan.

Seluruh manusia berusaha keras untuk meraih kebahagiaan, ada yang berhasil banya juga yang gagal. Sementara itu orang-orang yang tertimpa kesusahan dan kesedihan, justru mengkhayalkan kebahagiaan yang fana sehingga lebih mengutamakan dunia atas agamanya serta lebih mengutamakan hawa nafsu atas akhiratnya. Akhirnya mereka justru akan menunai kecemasan, kekhawatiran, penderitaan hidup, serta duka yang mendalam.

Kebahagiaan tidak akan diperoleh, kecuali dengan bertakwa kepada Allah, mentaati-Nya, mentaati Rasul-Nya, serta menjauhi kemaksiatan dan perbuatan yang tercela.

Allah berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71) }

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (QS: Al Ahzab, 70 – 71)

Syaikul Islam Ibnu Taimiyah ra berkata, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah muara dan pangkal kebahagiaan”. Dengan demikian, kehidupan tanpa ketakwaan, meskipun dipenuhi dengan perhiasan dunia, tidak akan menghadirkan kebahagiaan.

Sucikan jiwa dengan ketakwaan dan jangan mengotorinya denga kemaksiatan, agar kebahagiaan selalu ada di hati kita.

Allah Ta’ala berfirman,

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاها قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan, Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (dengan ketakwaan), dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (dengan kefasikan).” (Qs. Asy Syams: 7-10)

Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam doa beliau, “Ya Allah, anugerahkanlah kepada jiwaku ketakwaannya, dan sucikanlah jiwaku (dengan ketakwaan itu), Engkau-lah Sebaik-baik Yang Mensucikannya, (dan) Engkau-lah Yang Menjaga serta Melindunginya.” (HR: Muslim no. 2722).

Saudaraku sesama muslim, marilah kita raih kebahagiaan dunia dan akhirat dengan terus meningkatkan iman dan takwa kita. Aamiin.

Semoga bermanfaat.

Sumber: Abdul Muhsin Al-Qasim (2008), Kunci-Kunci Surga, PT. Aqwam Media Profetika, Solo


Senin, 30 Desember 2019

BERCITA-CITALAH MENJADI ORANG TERBAIK


BERCITA-CITALAH MENJADI ORANG TERBAIK

Yan Karta Sakamira
30 Desember 2019

Menjadi orang yang terbaik banyak caranya, salah satunya adalah mempunyai akhlak mulia.

Rasulullah bersabda:

إنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحْسَنَكُمْ أَخْلاَقًا

“Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya”. (HR. Ahmad)

Diantara akhlak mulia itu adalah silaturahmi, selalu memaafkan orang lain, lapang dada, toleran, dan suka memberi.

Dari Uqbah bin Amir al Jahny ra., ia bercerita: “Rasulullah berkata kepadaku, Wahai Uqbah, maukah kamu aku tunjukan akhlak yang paling baik bagi penghuni dunia dan akhirat? (Yaitu) engkau menyambung (silaturahmi) dengan orang yang memutuskanmu, memberi kepada orang yang tidak pernah memberimu, dan memaafkan orang yang menzalimimu”. (HR: Hakim)

Termasuk akhlak mulia lainnya adalah wajah yang selalu berseri-seri, sabar, tawadhu’ (rendah hati), sayang, tidak berburuk sangka, dan tidak menyakiti orang lain.  

Rasulullah bersabda:

“Janganlah meremehkan kebaikan sekecil apa pun, meski hanya dengan muka yang berseri-seri ketika bertemu dengan saudaramu”. (HR: Muslim)

Dalam sabda Rasulullah yang lain:

“Tahanlah dari berbuat kejahatan, karena yang demikian itu merupakan sedekah”. (HR: Bukhari – Muslim)

Hadist diatas juga memberi pelajaran bahwa akhlak yang mulia adalah ciri dari sempurnanya iman dan merupakan sifat orang yang bertakwa.

Ciri ketakwaan yang sempurna juga ditunjukan dengan menjauhi ahli maksiat dan tidak bergaul dengan mereka, kecuali jika kedekatan tersebut dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar.

Saudaraku sesama muslim, mari kita budayakan sesalu berakhlak mulia, mulai dari diri sendiri, mulai dari yang mudah, mulai sekarang juga, semoga cita-cita kita menjadi orang yang berakhlak mulia menjadi kenyataan. Aamiin.

Semoga bermanfaat.

Sumber: Musthafa al-Bugho (2014), Pokok-Pokok Ajaran Islam, Alam Books Publishing, Depok






Jumat, 27 Desember 2019

SEGERALAH BERTAUBAT PADA SAAT INGAT KITA TELAH BERMAKSIAT


SEGERALAH BERTAUBAT PADA SAAT INGAT KITA TELAH BERMAKSIAT

Yan Karta Sakamira
26 Desember 2019

Kadangkala seseorang mengalami kekhilafan atau kelalaian, kadang terbuai oleh hawa nafsu atau bisikan-bisikan setan sehingga kita terjerumus kedalam perbuatan maksiat dan dosa. Pada saat kita ingat telah berbuat maksiat dan dosa, pada saat itulah ketakwaan bisa diraih dengan cara bersegera taubat dan memohon ampunan kepada Allah.

Allah berfirman:

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”. (QS: Ali Imran, 135)

Setelah bertaubat, bersegeralah untuk melakukan perbuatan baik dan memperbanyak amal shalih, agar dosanya terhapus, hal ini dilakukan atas dasar ia percaya penuh dengan janji Allah dalam ayat-Nya:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ

“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. (QS: Hud, 114)

Ayat diatas selaras dengan sabda Rasulullah:

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ جُنْدُبِ بنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ) رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ. وَفِي بَعْضِ النُّسَخِ: حَسَنٌ صَحِيْحٌ.

Dari Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan haditsnya itu hasan dalam sebagian naskah disebutkan bahwa hadits ini hasan shahih) [HR. Tirmidzi, no. 1987 dan Ahmad, 5:153. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan]

Saudaraku sesama muslim, mari kita bersegera bertaubat, begitu kita ingat telah melakukan kemaksiatan dan dosa, in sya Allah dengan cara ini, kita semua akan berakhir husnul khotimah. Aamiin.

Sumber: Musthafa al-Bugho (2014), Pokok-Pokok Ajaran Islam, Alam Books Publishing, Depok


Kamis, 16 Mei 2019

HAKIKAT TAKWA


HAKIKAT TAKWA

Oleh:
Yan Karta Sakamira
16 Mei 2019

Takwa mencakup seluruh tuntunan yang dibawa Islam; akidah, ibadah, muamalah dan akhlak.

Allah berfirman:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (QS: Al Baqarah, 177)

Dengan demikian, takwa bukanlah kalimat yang hanya sekedar diucapkan, atau hanya sekedar klaim tanpa tanpa sebuah bukti. Tetapi takwa adalah perbuatan dalam rangka ketaatan kepada Allah dan tidak melakukan maksiat kepada-Nya.

Para Salafus Salih mendefinisikan taqwa dengan, “Mentaati Allah dan tidak maksiat, selalu berdzikir dan tidak lupa, senantiasa bersyukur dan tidak kufur”. Mereka para Salafus Salih benar-benar telah mempraktekannya dank omit pada pengertian yang mereka pahami tanpa mengenal tempat dan kondisi. Dan semua itu dilaksanakan sebagai realisasi dari perintah Allah dan untuk menyambut panggilan-Nya.

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS: Ali Imran, 120)

Semoga bermanfaat. Aamiin.

Sumber: Musthafa Al Bugho (2014), Pokok-Pokok Ajaran Islam, Alam Books Publishing, Depok