PERINGATAN

Dilarang meng-copy materi dari blog ini, tanpa mencantumkan nama penulis dan alamat web (URL). Terima Kasih

Minggu, 20 Maret 2011

KONSEP DESINFEKTAN

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP DASAR DESINFEKTAN

PENGERTIAN DESINFEKTAN
  • Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. 
  • Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian (Signaterdadie, 2009).
  • Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.
  • Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganisme yang akan dimatikan. Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya.
  • Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus-X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.
  • Telah dilakukan perbandingan koefisien fenol turunan aldehid (formalin dan glutaraldehid) dan halogen (iodium dan hipoklorit) terhadap mikroorganisme Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi yang resisten terhadap ampisilin dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan dari disinfektan turunan aldehid dan halogen yang dibandingkan dengan fenol dengan metode uji koefisien fenol. 
  • Fenol digunakan sebagai kontrol positif, aquadest sebagai kontrol negatif dan larutan aldehid dan halogen dalam pengenceran 1 : 100 sampai 1 : 500 dicampur dengan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi resisten ampisilin yang telah diinokulum, keburaman pada tabung pengenceran menandakan bakteri masih dapat tumbuh. 
  • Nilai koefisien fenol dihitung dengan cara membandingkan aktivitas suatu larutan fenol dengan pengenceran tertentu yang sedang diuji. Hasil dari uji koefisien fenol menunjukan bahwa disinfektan turunan aldehid dan halogen lebih efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus dengan nilai koefisien fenol 3,57 ; 5,71 ; 2,14 ; 2,14 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit, begitu juga dengan bakteri Salmonella typhi, disinfektan aldehid dan halogen masih lebih efektif dengan nilai koefisien fenol 1,81 ; 2,72 ; 2,27 dan 2,27 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit. (Signaterdadie, 2009).

PENGGUNAAN DESINFEKTAN
  • Desinfektan sangat penting bagi rumah sakit dan klinik. Desinfektan akan membantu mencegah infeksi terhadap pasien yang berasal dari peralatan maupun dari staf medis yang ada di rumah sakit dan juga membantu mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Perlu diperhatikan bahwa desinfektan harus digunakan secara tepat (Imbang, 2009).
a. Desinfektan tingkat rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan : 

1. Golongan pertama
  • Desinfektan yang tidak membunuh virus HIV dan Hepatitis B.
  1. Klorhexidine (Hibitane, Savlon).
  2. Cetrimide (Cetavlon, Savlon).
  3. Fenol-fenol (Dettol).

Desinfektan golongan ini tidak aman untuk digunakan :
  1. Membersihkan cairan tubuh (darah, feses, urin dan dahak).
  2. Membersihkan peralatan yang terkena cairan tubuh misalnya sarung tangan yang terkena darah.
  • Klorheksidine dan cetrimide dapat digunakan sebagai desinfekan kulit
  • fenol-fenol dapat digunakan untuk membersihkan lantai dan perabot seperti meja dan almari namun penggunaan air dan sabun sudah dianggap memadai.

2. Golongan kedua
  • Desinfektan yang membunuh Virus HIV dan Hepatistis B.
a). Desinfektan yang melepaskan klorin.
  • Contoh : Natrium hipoklorit (pemutih, eau de javel), Kloramin (Natrium tosilkloramid, Kloramin T) Natrium Dikloro isosianurat (NaDDC), Kalsium hipoklorit (soda terklorinasi, bubuk pemutih)

b). Desinfektan yang melepaskan Iodine misalnya : Povidone Iodine (Betadine, Iodine lemah)
  1. Alkohol : Isopropil alkohol, spiritus termetilasi, etanol.
  2. Aldehid : formaldehid (formalin), glutaraldehid (cidex).
  3. Golongan lain misalnya : Virkon dan H2O2. (Imbang, 2009)

PERBEDAAN STERILISASI DAN DESINFEKSI 

a. Sterilisasi
  1. Semua mikroba termasuk spora bakteri akan terbunuh.
  2. Dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan uap (autoklav) atau dengan panas kering.
  3. Dapat juga dilakukan dengan penjenuhan dengan glutaraldehid atau formaldehid selama 10 jam.

b. Desinfeksi tingkat tinggi
  1. Semua mikroba, sebagian dari spora bakteri terbunuh.
  2. Dapat dilakukan dengan pendidihan selama 20 menit atau dengan penjenuhan dengan jumlah besar disinfektan selama 30 menit misalnya dengan mengunakan glutaraldehid atau H2O2

c. Desinfeksi tingkat rendah
  • Akan menghilangkan jumlah mikroba sehingga peralatan atau permukaan badan aman untuk dipegang. Desinfeksi ini dapat dilakukan dengan beberapa macam disinfektan(Signaterdadie, 2009)

DISINFEKSI DAN ANTISEPTIK
  • Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan dalam membunuh mikroorganisme patogen. Disenfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik.
  • Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Disinfectant dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.
  • Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi. (Signaterdadie, 2009)

ANTISEPTIK
  • Banyak zat kimia yang digolongkan sebagai antiseptik. Berikut antiseptik yang umumnya digunakan :
  1. Alkohol 60-90% (etil, atau isopropil, atau ”methylated spirit”).
  2. Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane).
  3. Klorheksidin glukomat dan setrimide, dalam berbagai konsetrasi (Savlon).
  4. Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium atau tincture (yodium tinktur).
  5. Iodofor 7,5-10% berbagai konsentrasi (Betadine atau Wescodyne).
  6. Kloroksilenol 0,5-4% (para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi (Dettol).
  7. Triklosan 0,2-2% . (Syaifudin, 2005).
  • Dalam pemilihan suatu antiseptik, perlu diperhatikan karakteristik yang diinginkan (misalnya absorpsi dan daya tahan), keamanan, efektivitas, ketersediaan, penerimaan oleh staf dan yang terpenting biayanya (Boyce dan Pitter 2002; Larson 1995; Rutala 1996). Larutan antiseptik yang dianjurkan, aktivitas mikrobiologinya dan potensi penggunaannya. (sistem gradasi yang digunakan pada kolom adalah sangat baik, baik, cukup dan tidak) (Syaifudin, 2005).

Tabel 2.1 Aktivitas mirkobiologis dan kegunaan potensial

AKTIVITAS MELAWAN BAKTERI (AKTIVITAS MIKROBIOLOGIS)

  1. Kelompok: Alkohol (60-90% etil atau isopropil)
  2. Gram-positif: Sangat Baik
  3. Gram-negatif terbanyak: Sangat Baik
  4. TB: Sangat Baik
  5. Virus: Sangat Baik
  6. Jamur: Sangat Baik
  7. Endospora: Nihil
  8. Tindakan kecepatan relatif: Cepat

  1. Kelompok: Klorheksidin (2-4%) (Hibitane, Hibiscrub).
  2. Gram-positif: Sangat Baik
  3. Gram-negatif terbanyak: Baik
  4. TB: Sedang
  5. Virus: Sangat Baik
  6. Jamur: Sedang
  7. Endospora: Nihil
  8. Tindakan kecepatan relatif: Sedikit

  1. Kelompok: Pemberian Iodin (3%)
  2. Gram-positif: Sangat Baik
  3. Gram-negatif terbanyak: Sangat Baik
  4. TB: Sangat Baik
  5. Virus: Sangat Baik
  6. Jamur: Baik
  7. Endospora: Sedang
  8. Tindakan kecepatan relatif: Ditandai

  1. Kelompok: Iodofor (7,5-10%) (betadine)
  2. Gram-positif: Sangat Baik
  3. Gram-negatif terbanyak: Sangat Baik
  4. TB: Sedang
  5. Virus: Baik
  6. Jamur: Baik
  7. Endospora: Nihil
  8. Tindakan kecepatan relatif: Sedang

  1. Kelompok: Para-kloro Metaksilenol (PCMX) (0,5-4%)
  2. Gram-positif: Baik
  3. Gram-negatif terbanyak: Sangat Baik
  4. TB: Sedang
  5. Virus: Baik
  6. Jamur: Tidak diketahui
  7. Endospora: Tidak diketahui
  8. Tindakan kecepatan relatif: Lambat

  1. Kelompok: Triklosan (0,2-2%)
  2. Gram-positif: Sangat Baik
  3. Gram-negatif terbanyak: Baik
  4. TB: Sedang
  5. Virus: Sangat Baik
  6. Jamur: Nihil
  7. Endospora: Tidak diketahui
  8. Tindakan kecepatan relatif: Minim

KEGUNAAN POTENSIAL
  1. Kelompok: Alkohol (60-90% etil atau isopropil)
  2. Terinfeksi bahan organik: Cukup
  3. Basuh operasi: Ya
  4. Persiapan kulit : Ya
  5. Keterangan: Tidak digunakan pada selaput lendir. Tidak baik untuk pembersihan kulit, tidak tertahan lama.

  1. Kelompok: Klorheksidin (2-4%) (Hibitane, Hibiscrub).
  2. Terinfeksi bahan organik: Sedikit
  3. Basuh operasi: Ya
  4. Persiapan kulit : Ya
  5. Keterangan: Punya daya tahan yang bagus beracun untuk mata dan telinga.

  1. Kelompok: Pemberian Iodin (3%)
  2. Terinfeksi bahan organik: Ditandai
  3. Basuh operasi: Tidak
  4. Persiapan kulit : Ya
  5. Keterangan: Tidak digunakan pada selaput lendir. Bisa membakar kulit, hilang setelah beberapa menit.

  1. Kelompok: Iodofor (7,5-10%) (betadine)
  2. Terinfeksi bahan organik: Cukup
  3. Basuh operasi: Ya
  4. Persiapan kulit : Ya
  5. Keterangan: Bisa digunakan pada selaput lendir.

  1. Kelompok: Para-kloro Metaksilenol (PCMX) (0,5-4%)
  2. Terinfeksi bahan organik: Minim
  3. Basuh operasi: Tidak
  4. Persiapan kulit : Ya
  5. Keterangan: Menembus pada kulit, jangan digunakan pada bayi baru lahir.

  1. Kelompok: Triklosan (0,2-2%)
  2. Terinfeksi bahan organik: Minim
  3. Basuh operasi: Ya
  4. Persiapan kulit : Tidak
  5. Keterangan: Penerimaan pada tangan bervariasi.
Sumber data : Diadaptasi dari Boyce dan Pittet 2002, Olmted 1996.


Keuntungan dan kerugian antiseptik, sebagai berikut : 

a. Alkohol
  • Etil dan isopropil alkohol 60-90% merupakan antiseptik yang baik dan mudah diperoleh serta murah. Sangat efektif dalam mengurangi mikroorganisme di kulit. Juga efektif terhadap virus hepatitis dan HIV, jangan dipakai untuk selaput lendir (misalnya di vagina), karena alkohol mengeringkan dan mengiritasi selaput lendir dan kemudian merangsang pertumbuhan mikroorganisme.
  • Menurut Larson (1995) alkohol merupakan salah satu antiseptik paling aman. Etil atau isopropil alkohol 60-70% efektif dan pengeringan kulit kurang pada konsentrasi lebih tinggi, lebih murah dari yang konsentrasi lebih tinggi. Karena pengeringan pada kulit kurang, etil alkohol lebih sering digunakan pada kulit.
1. Keuntungan :
  1. Cepat membunuh jamur dan bakteri termasuk mikrobakteri; isopropil alkohol membunuh sebagian besar virus, termasuk HBV dan HIV; etil alkohol membunuh semua jenis virus.
  2. Walaupun alkohol tidak mempunyai efek membunuh yang persisten, pengurangan cepat mikroorganisme di kulit, melindungi organisme tumbuh kembali bahkan di bawah sarung tangan selama beberapa jam.
  3. Relatif murah dan tersedia di mana-mana.

2. Kerugian :
  1. Memerlukan emulien (misalnya gliserin dan atau propilen glikol) untuk mencegah pengeringan kulit.
  2. Mudah pengeringan kulit.
  3. Mudah diinaktivasi oleh bahan-bahan organik.
  4. Mudah terbakar sehingga perlu disimpan di tempat dingin atau berventilasi baik.
  5. Merusak karet atau lateks.
  6. Tidak dapat dipakai sebagai bahan pembersih. (Syaifudin, 2005)

b. Klorheksidin Glukonat (CHG)
  • Klorheksidin glukonat adalah antiseptik yang sangat baik. Ia tetap aktif terhadap mikroorganisme di kulit beberapa jam sesudah pemberian dan aman bahkan untuk bayi dan anak. Karena klorheksidin glukonat diinaktivasi oleh sabun, aktivitas residualnya bergantung pada konsentrasinya. Konsentrasi 2-4% merupakan yang dianjurkan. Formulasi baru 2% dalam air dan 1% klorheksidin tanpa air, dicampur alkohol juga efektif.

1. Keuntungan :
  1. Antimikrobial spektrum luas.
  2. Secara kimiawi aktif paling sedikit 6 jam.
  3. Perlindungan kimiawi (jumlah mikroorganisme terhalang) meningkat dengan penggunaan ulang.
  4. Pengaruh material organik minimal.
  5. Tersedia produk komersial, yang umum adalah dicampur dengan deterjen dan alkohol.

2. Kerugian :
  1. Mahal dan tidak selalu tersedia.
  2. Efek dikurangi atau dinetrelisasi oleh sabun, air ledeng, dan beberapa krim tangan.
  3. Tidak efektif terhadap basil TBC, baik dan efektif melawan jamur.
  4. Tidak dapat dipakai pada pH > 8 karena mengalami dekomposisi.
  5. Hindari kontak dengan mata, karena dapat mengakibatkan konjungtivitas. (Syaifudin, 2005)

c. Larutan Yodium dan Iodofor
  • Larutan yodium 3% sangat efektif dan tersedia dalam bentuk cair (lugol) dan tinktur (yodium dalam alkohol 70%). Iodofor 7,5-10% adalah larutan yodium dicampur dengan polivinil pirolidon (providon) yang mengeluarkan yodium jumlah kecil. PVI adalah iodofor yang umum dan tersedia di mana-mana.
  • Sejumlah yodium “bebas” menunjukkan tingkat aktivitas anti mikrobial iodofor (misalnya 10% povidon iodin berisi 1% iodin, menghasilkan konsentrasil “bebas” iodin dari 1 ppm (0,0001%) (Anderson, 1989). Iodofor mempunyai aktivitas spektrum yang luas. Ia membunuh bakteria vagetatif, virus mikrobakteria, dan jamur. Namun, ia memerlukan waktu 2 menit untuk mengeluarkan yodium bebas yang merupakan bahan kimiawi aktif. Sejak mengeluarkan yodium bebas, ia mempunyai efek membunuh yang cepat. Akhirnya, iodofor umumnya nontaksik dan non-iritaif pada kulit dan selaput lendir, kecuali jika pasiennya alergi terhadap yodium.
1. Keuntungan
  1. Efek antimokrobial spektrum luas.
  2. Preparat yodium cair murah, efektif, dan tersedia di mana-mana.
  3. Tidak mengiritasi kulit atau selaput lendir, dan ideal untuk pembersihan vaginal.
  4. Larutan 3% tidak menodai kulit.

2. Kerugian :
  1. Efek antimikrobial lambat atau perlahan.
  2. Iodofor mempunyai efek residual yang kecil.
  3. Cepat diinaktivasi oleh material organik seperti darah atau dahak.
  4. Yodium tinktur atau cairan dapat mengiritasi kulit dan harus dibersihkan dari kulit sesudah kering (pakai alkohol).
  5. Absorpsi yodium bebas melalui kulit dan selaput lendir dapat mengakibatkan hiptiroidisma pada bayi baru lahir. Oleh karena itu batasi pemakaiannya (Newman 1989).
  6. Reaksi alergi terhadap iodin dan iodofor dapat terjadi, jadi cek riwayat alergi. (Syaifudin, 2005)

d.Kloroheksilenol
  • Kloroheksilenol (para-kloro-metaksilenol atau PCMX) adalah devisi halogen dari silenol yang luas tersedia dalam konsentrasi 0,5-4%. Kloroheksilenol memecahkan mikroorganisme dengan memecah dinding sel. Hal ini merupakan penghapus kuman yang beraktivitas rendah (Fevero, 1985) dibandingkan dengan alkohol, yodium, iodofor dan kurang efektif dalam menurunkan flora kulit daripada CHG atau iodofor (Sheen dan Stiles, 1982). Karena ia menembus kulit, dapat beracun jika dioleskan pada beberapa bagian dari tubuh, dan tidak boleh digunakan pada bayi. Meskipun, produk komersil dengan kloroheksilenol dengan konsentrasi di atas 4% tidak boleh digunakan.

1. Keuntungan :
  1. Aktivitas bersepektrum luas.
  2. Hanya sedikit efeknya terhadap materi organik.
  3. Efek residu tahan sampai beberapa jam.
  4. Minimal efek oleh bahan organik.

2.Kerugian :
  1. Diinaktivasi oleh sabun (surfaktan nonionik), penggunaan untuk persiapan kulit berkurang.
  2. Tidak boleh digunakan pada bayi baru lahir, karena dapat menyerap dengan cepat dan potensial meracuni. (Syaifudin, 2005)

e. Triklosan
  • Triklosan adalah subtansi tidak berwarna yang terdapat dalam sabun sebagai antimikrobial. Konsentrasi 0,2-2,0% mempunyai aktivitas antimikrobial sedang terhadap koki gram positif, mikobakteria dan jamur, tapi tidak terhadap baksil gram negatif, khususnya P aeruginosa (Larson 1995). Meskipun perhatian ditujukan pada resistensi terhadap bahan ini bisa berkembang lebih siap dari bahan antiseptik lain, resistensi pada flora kulit tidak ditemukan penelitian klinis sampai saat ini.

1. Keuntungan :
  1. Aktivitas berspektrum luas.
  2. Persistensi sangat bagus.
  3. Sedikit efeknya oleh bahan organik.

2. Kerugian :
  1. Tidak ada efeknya terhadap P aeruginosa atau baksil gram negatif lain.
  2. Bakteriostatik (hanya mencegah pertumbuhan). (Syaifudin, 2005)

EFEKTIFITAS DISINFEKTAN
  • Efektifitas disinfektan antiseptik berdasarkan keuntungan, kerugian dan hasil tabel 2.1 aktivitas mikrobiologi dan kegunaan potensial yang telah diuraikan di atas.
a. Alkohol

1. Efektif
  1. Kecepatan membunuh bakteri 10-15 menit (Imbang Dwi, 2009).
  2. Sangat efektif dalam mengurangi mikroorganisme di kulit, virus hepatitis dan HIV.
  3. Menurut Larson (1995) alkohol merupakan salah satu antiseptik paling aman. Etil atau isopropil alkohol 60-70% efektif dan pengeringan kulit kurang pada konsentrasi lebih tinggi.

2. Tidak efektif
  1. Memerlukan emulien (misalnya gliserin dan atau propilen glikol) untuk mencegah pengeringan kulit.
  2. Mudah pengeringan kulit.
  3. Mudah diinaktivasi oleh bahan-bahan organik.
  4. Tidak dapat dipakai sebagai bahan pembersih.

b.Savlon (klorheksidin glukonat) 

1.Efektif
  1. Kecepatan membunuh bakteri 20-30 menit (Imbang Dwi, 2009).
  2. Klorheksidin glukonat tetap aktif terhadap mikroorganisme di kulit beberapa jam sesudah pemberian.
  3. Aman untuk bayi dan anak.

2. Tidak efektif
  1. Efek dikurangi atau dinetrelisasi oleh sabun, air ledeng, dan beberapa krim tangan.
  2. Tidak efektif terhadap basil TBC, baik dan efektif melawan jamur.
  3. Tidak dapat dipakai pada pH > 8 karena mengalami dekomposisi.

e). Betadine (yodium dan iodofor)

1. Efektif
  1. Kecepatan membunuh bakteri 10-20 menit (Imbang Dwi, 2009).
  2. Sejumlah yodium “bebas” menunjukkan tingkat aktivitas anti mikrobial iodofor (misalnya 10% povidon iodin berisi 1% iodin, menghasilkan konsentrasil “bebas” iodin dari 1 ppm (0,0001%) (Anderson, 1989).
  3. Iodofor mempunyai aktivitas spektrum yang luas.
  4. Membunuh bakteria vagetatif, virus mikrobakteria, dan jamur.

2. Tidak efektif
  1. Absorpsi yodium bebas melalui kulit dan selaput lendir dapat mengakibatkan hiptiroidisma pada bayi baru lahir. Oleh karena itu batasi pemakaiannya (Newman 1989).
  2. Reaksi alergi terhadap iodin dan iodofor dapat terjadi, jadi cek riwayat alergi.
  • Maka perpaduan antiseptik antara alkohol-betadine dengan savlon-betadine lebih efektif alkohol-betadine karena kedua antiseptik salvon dan betadine masih ada keterkaitan dengan alkohol, misalnya :
  1. Pada keuntungan salvon: Tersedia produk komersial, yang umum adalah dicampur dengan deterjen dan alkohol.
  2. Pada kerugian betadine: Yodium tinktur atau cairan dapat mengiritasi kulit dan harus dibersihkan dari kulit sesudah kering (pakai alkohol).

  • Sedangkan pada segi kecepatan membunuh bakteri :
a. Alkohol-Betadine
  • Pada tabel 2.1 aktifitas mikrobiologis dan kegunaan potensial pada kolom aktifitas melawan bakteri di sub kolom tindakan kecepatan relatif tergolong cepat (alkohol) dan sedang (betadine).

b.Salvon-Betadine
  • Pada tabel 2.1 aktifitas mikrobiologis dan kegunaan potensial pada kolom aktifitas melawan bakteri di sub kolom tindakan kecepatan relatif tergolong sedang (salvon) dan sedang (betadine).
  • Dari segi kecepatan membunuh bakteri dapat disimpulkan bahwa antiseptik alkohol-betadine lebih cepat daripada salvon-betadine.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
  2. Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogya : Rineka Cipta.
  3. Ensiklopedia, 2010. Bedah Sesar. (Online), (http://www.wikipedia.ensiklopedia.com/2010/09/01/bedah-sesar.html/diakses tanggal, 20-09-2010, jam 03.58 WIB)
  4. Hidayat Alimul Aziz, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
  5. Iqbal, 2010. Sectio Sesarea II. (Online), (http://www.Iqbalbaldctr2002.co.cc/2010/04/17/serctio-sesarea-II.html/diakses tanggal, 01-10-2010, jam 17.00 WIB)
  6. Mochtar, Rustam, 2005. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
  7. Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
  8. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
  9. Nunung, 2009. Seputar Sectio saesar. (Online), (http://www.nunung.himapid.blogspotcom/2009/08/01/seputar-sectio-saesar.html/diakses tanggal, 24-10-2010, jam 17.58 WIB)
  10. Pratiknya, 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
  11. Potter, 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta EGC.
  12. Sugiyono, 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfebeta.
  13. Santoso, 2009. Penyembuhan Luka. (Online), (http://www.Dr.Budhi.Santoso@ho.otsuka.co.id/2009/10/28/penyembuhan-luka.html/diakses tanggal, 30-10-2010, jam 15.40WIB)
  14. Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan denghan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
  15. Tjahyono Sigit A, 2009. Penyembuhan Bedah Caesar. (Online), (http://www.Dr.A.Sigit.Tjahyono,Sp.B,Sp.BTKV(K).detikhealth.com/2009/07/17/penyembuhan-bedah-saesar.html/diakses tanggal, 25-09-2010, jam 15.10 WIB)
  16. Yusuf, 2009. Penyembuhan Luka. (Online), (http://www.sinagayusuf.com/2009/04/19/penyembuhan-luka.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.00 WIB)
  17. Signaterdadie’s, 2009. Desinfektan. (Online), (http://www.signaterdadie’s.com/2009/10/04/desinfektan.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.30 WIB)


INFEKSI LUKA OPERASI

Dr. Suparyanto, M.Kes

INFEKSI LUKA OPERASI

PENGERTIAN INFEKSI
  • Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).
  • Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.
  • Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.
  • Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. (Yudhityarasati, 2007).

TANDA-TANDA INFEKSI

a. Calor (panas)
  • Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.

b. Dolor (rasa sakit)
  • Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.

c. Rubor (Kemerahan)
  • Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.

d. Tumor (pembengkakan)
  • Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.

e. Functiolaesa
  • Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2007).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFEKSI LUKA OPERASI
  • Menurut Delay, 2005 faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi luka operasi adalah :
a. Enviroment

1. Lamanya waktu tunggu pre operasi di rumah sakit
  • Menurut Haley dalam Iwan 2008 mengatakan bahwa bertambah lama perawatan sebelum operasi akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi nosokomial dimana perawatan lebih dari 7 hari pre operasi akan meningkatkan kejadian infeksi pasca bedah dan kejadian tertinggi didapat pada lama perawatan 7 - 13 hari (dikutip oleh Hadibrata, 1989 : 17). Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat selama 3 minggu dibandingkan bila dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Lamanya operasi mempengaruhi resiko terkena infeksinosokomial, semakin lama waktu operasi makin tinggi resiko terjadinya infeksi nosokomial.
  • Menurut Iwan 2008, lingkungan rumah sakit adalah reservoir mikroorganisme dan merupakan salah satu sumber infeksi. Resiko peningkatan infeksi terjadi pada waktu rawat yang panjang. Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat 3 minggu dibandingkan dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Menurut Cruse dan Foord terdapat hubungan antara lama hospitalisasi sebelum operasi dengan insiden infeksi luka operasi. Angka infeksi mencapai 1,2 % pada klien yang dirawat 1 hari, 2,1 % pada klien yang dirawat 1 minggu, dan 3,4 % pada klien yang dirawat 2 minggu (Malangoni, 1997 : 142).

2. Teknik septik antiseptik
  • Menurut Iwan 2008, transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga higiene dari tangan. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah memakai sarung tangan ketika melakukan tindakan dan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.
  • Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.

Menurut Rondhianto 2008, terdapat prinsip umum teknik aseptik ruang operasi yaitu :

a). Prinsip asepsis ruangan
  • Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha agar dicapainya keadaan yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implan, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi kulit.

b). Prinsip asepsis personel
  • Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril), hal ini diperlukan untuk menghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).
  • Di samping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan yang di lakukan.

c). Prinsip asepsis pasien
  • Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan tindakan draping.

d). Prinsip asepsis instrumen
  • Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam keadaan steril.

3. Ventilasi ruang operasi
  • Untuk mencegah kontaminasi udara pada kamar operasi, direkomendasikan ventilasi mekanik. System AC diatur 20-24 per jam. Dengan desain yang benar dan kontrol yang baik dari pergerakan staff maka kontaminasi udara dapat ditekan dibawah 100 cfu/m3 selama operasi jika ditemukan kebersihan udara.

b.Pasien

1. Umur
  • Menurut Purwandari 2006, bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir mempunyai antibody dari ibu, sedangkan sistem imunnya masih imatur. Dewasa awal sistem imun telah memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan, system imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia 65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada usia muda.

2. Nutrisi dan berat badan
  • Menurut Williams & Barbul, 2003 dalam Dealay 2005 bahwa ada hubungan yang bermakna antara penyembuhan luka operasi dengan status nutrisi.
  • Sedangkan menurut Rondhianto 2008, Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi, demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.

3. Penyakit
  • Menurut Perry & Potter 2005, pada pasien dengan diabetes mellitus terjadi hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh yang berakibat rentan terhadap infeksi.
  • Menurut Nawasasi 2008, Pasien dengan operasi usus, jika ia juga memiliki penyakit lain seperti TBC, DM , malnutrisi dan lain-lain maka penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi.
  • Iwan 2008, menyampaikan bahwa Faktor daya tahan tubuh yang menurun dapat menimbulkan resiko terkena infeksi nosokomial. Pasien dengan gangguan penurunan daya tahan: immunologik. Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi.

4. Obat-obat yang digunakan
  • Menurut Iwan 2008, di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.
  • Menurut Iwan 2008, Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien dengan operasi bersih terkontaminasi, terkontaminasi, dan beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba profilaksis diakui sebagai prinsip bedah. Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi kotor, profilaksis bukan satu-satunya pertimbangan. Penggunaan antimikroba di kamar operasi, bertujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan. Pada pasien dengan operasi bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada pada jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi.
  • Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi dengan menghambat mikroorganisme. CDC merekomendasikan parenteral antibiotik profilaksis seharusnya dimulai dalam 2 jam sebelum operasi untuk menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak diberikan lebih dari 48 jam. Pada luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis tambahan post operasi karena dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik .Bernard dan Cole, Polk Lopez-Mayor membuktikan keefektifan antibiotik profilaksis sebelum operasi dalam pencegahan infeksi post operasi efektif bersih terkontaminasi dan antibiotik yang diberikan setelah operasi tidak mempunyai efek profilaksis (Bennet, J.V, Brachman, P, 1992 : 688). (Yudhityarasati, 2007).


PENCEGAHAN INFEKSI LUKA OPERASI

1. Pengertian Infeksi Luka Operasi
  • Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)/ Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi (Hidayat NN, 2009).

2. Klasifikasi
  • Klasifikasi SSI menurut The National Nosocomial Surveillence Infection (NNIS) terbagi menjadi dua jenis yaitu insisional dibagi menjadi superficial incision SSI yang melibatkan kulit dan subkutan dan yang melibatkan jaringan yang lebih dalam yaitu, deep incisional SSI.
  • Lebih jauh, menurut NNSI, kriteria untuk menentukan jenis SSI adalah sebagai berikut :
a. Superficial Incision SSI (ITP Superfisial)
  • Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
  1. Terdapat cairan purulen.
  2. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
  3. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
  4. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.

b. Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
  • Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan yang lebih dalam (contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
  1. Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
  2. Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda inflammasi.
  3. Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.
  4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat

c. Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam)
  • Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
  1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam.
  2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam.
  3. Ditemukan abses.
  4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
  • Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.

3. Prinsip pencegahan ILO adalah dengan :
  1. Mengurangi resiko infeksi dari pasien.
  2. Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrument dan pasien itu sendiri.
  • Kedua hal di atas dapat dilakukan pada tahap pra operatif, intra operatif, ataupun paska operatif. Berdasarkan karakteristik pasien, resiko ILO dapat diturunkan terutama pada operasi terencana dengan cara memperhatikan karakteristik umur, adanya diabetes, kebiasaan merokok, obsesitas, adanya infeksi pada bagian tubuh yang lain, adanya kolonisasi bakteri, penurunan daya tahan tubuh, dan lamanya prosedur operasi.

MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA
  • Luka bedah mengalami stres selama masa penyembuhan. Stres akibat nutrisi yang tidak adekuat, gangguan sirkulasi, dan perubahan metabolisme akan meningkatkan risiko lambatnya stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi, dan gerakan bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka. Perawat harus melindungi luka dan mempercepat penyembuhan. Waktu kritis penyembuhan luka adalah 24 sampai 72 jam setelah pembedahan. Jika luka mengalami infeksi, biasanya infeksi terjadi 3 sampai 6 hari setelah pembedahan. Luka bedah yang bersih biasanya tidak kuat menghadapi stres normal selama 15 sampai 20 hari setelah pembedahan. Perawat menggunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan merawat luka. Drain bedah harus tetap paten sehingga akumulasi sekret dapat keluar dari dasar luka. Observasi luka secara terus-menerus dapat mengidentifikasi adanya tanda dan gejala awal terjadinya infeksi. Klien lansia terutama berisiko mengalami infeksi luka pascaoperatif, sehingga perawat preoperatif menurunkan risiko ini dengan cara memberi lingkungan yang aman dan asuhan keperawatan yang komprehensif (Potter, 2006).

1. Pembersihan Luka
  • (AHCPR, 1994) Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat untuk memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka. Pertama-tama mencuci luka dengan air yang mengalir, membersihkan dengan sabun yang lembut dan air, serta dapat memberikan antiseptik yang dibeli di luar apotik (Potter, 2006).

2. Balutan
  • Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang penyembuhan luka. Apabila balutan tidak sesuai dengan karakteristik luka, maka balutan tersebut dapat mengganggu penyembuhan Luka (Erwin-Toth dan Hocevar, 1995; Krasner, 1995; Motta, 1995). Balutan juga harus dapat menyerap dirainase untuk mencegah terkumpulnya eksudat yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan maserasi di sekeliling kulit akibat eksudat luka (Potter, 2006).

a. Tujuan pembalutan
  1. Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.
  2. Membantu hemostasis.
  3. Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan untuk melakukan debredemen luka.
  4. Menyangga atau mengencangkan tepi luka.
  5. Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka (bila luka terlihat tidak menyenangkan).
  6. Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka.
  7. Mempertahankan kelembaban yang tinggi diantara luka dengan balutan. (Potter, 2006).

b. Jenis-jenis balutan
  • Balutan terdiri dari berbagai jenis bahan dan cara pemakaiannya (basah dan kering). Balutan harus dapat digunakan dengan mudah, nyaman, dan terbuat dari bahan yang mempercepat penyembuhan luka. Pedoman klinik dari ACHPR (1994) dapat membantu memilih jenis balutan yang sesuai dengan tujuan perawatan luka (Potter, 2006).

  • Rekomendasi Balutan dari AHCPR 1994 :
  1. Gunakan balutan yang dapat menjaga dasar luka tepat lembab. Balutan basa-kering hanya boleh digunakan untuk debridemen dana jangan menggunakan balutan yang dilembabkan oleh salin secara terus-menerus.
  2. Gunakan penilaian klinik untuk memilih jenis balutan luka lembab yang sesuai untuk ulkus. Penelitian terhadap beberapa jenis balutan luka lembab menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil akibat penyembuhan dekubitus.
  3. Pilih balutan yang menjaga permukaan kulit yang utuh (periulkus) di sekitarnya tetap kering sambil menjaga dasar luka tetap lembab.
  4. Pilih balutan yang dapat mengontrol eksudat tetapi tidak menyebabkan desikasi dasar luka.
  5. Saat memilih jenis balutan, pertimbangkan waktu yang dimiliki oleh pemberian perawatan.
  6. Hilangkan daerah luka yang mati dengan cara mengisi seluruh rongga dengan bahan balutan. Hindarkan pembalutan yang berlebihan.
  7. Monitor balutan yang terdapat di dekat anus, karena keutuhan balutan sulit dijaga.(Potter, 2006)

3. Kondisi Stabil
  • Jika kondisi klien stabil (misalnya setelah operasi atau tindakan) perawat mengkaji luka untuk menentukan kemajuan penyembuhan luka yang dialami oleh klien. Jika luka tertutup balutan dan dokter belum meminta untuk menggantinya, perawat tidak boleh menginspeksi luka secara langsung kecuali jika perawat mencurigai adanya komplikasi serius pada luka. Pada situasi seperti itu perawat hanya menginspeksi balutan dan semua drain eksternal. Jika dokter memutuskan untuk mengganti balutan, dokter akan mengkaji luka minimal 1 kali sehari. Saat sedang mengganti balutan, perawat menghindarkan terbuang atau terangkatnya dari yang ada di bawahnya. Karena penggantian balutan dapat menimbulkan nyeri, pemberian analgesik 30 menit sebelum melakukan tindakan dapat membantu mengurangi nyeri klien.
Penampakan luka :
  • Perawat mencatat apakah tepi luka telah menutup. Insisi bedah harus memiliki tepi insisi yang bersih dan saling berdekatan. Sepanjang pinggir luak seringkali terbentuk kerak yang berada dari eksudat. Luka tusuk biasanya berupa luka kecil yang nelingakr dengan tepi luka menyatu ke arah tengah. Jika terbuka, tetapi luka terpisah dan perawat harus menginspeksi kondisi jaringan adiposa dan jaringan penyambung yang berada di bawah luka. Perawat juga melihat adanya komplikasi seperti dehisens dan eviserasi. Tepi luka bagian luar secara normal terlihat mengalami inflamasi pada hari ke-2 sampai hari ke-3, tetapi lama kelamanan inflamasi ini akan menghilang. Dalam waktu 7-10 hari, luka dengan penyembuhan normal akan terisi sel epitel dan bagian pinggirnya akan menutup. Apabila terjadi infeksi, tepi luka akan terlihat bengkak dan meradang.
  • Perubahan warna kulit terjadi akibat memarnya jaringan intestisial atau terbentuknya hematom. Pada awalnya darah yang berkumpul di antara lapisan kulit akan terlihat berwarna kebiruan atau keunguan. Perlahan-lahan, bersamaan dengan hancurnya bekuan darah pada kulit, akan mencul warna coklat atau kuning. (Potter, 2006)

4. Sterilisasi
  • Kecepatan penyembuhan luka tergantung dari steril permukaan kulit selama proses pembersihan luka sebelum pembalutan dan kecepatan membunuh mikroorganisme pada pemberian teknik antiseptik. Saifuddin (2005) selama sekurang-kurangnya 20 menit untuk instrumen tidak terbungkus, 30 menit untuk instrumen terbungkus.
  • Dengan demikian berdasarkan uraian di atas betadine-alkohol yang paling efektif, karena kecepatan membunuh bakteri membutuhkan waktu 10-20 menit untuk betadine, 10-15 menit untuk alkohol. Sedangkan betadine-savlon memerlukan waktu membunuh kuman 10-20 menit untuk betadine, 20-30 menit untuk savlon. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa betadine-alkohol memerlukan waktu rentang membunuh bakteri 10-20 menit, sedangkan betadine-savlon 10-30 menit sebelum pembalutan. Luka dalam kondisi pembalutan sudah dinyatakan steril, karena sesuai dengan tujuan pembalutan yaitu salah satunya melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

1. Usia
  • Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah (Yusuf , 2009).

2. Nutrisi
  • Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral renik zink dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintasi kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen (tembaga) (Potter, 2006).
  • Terapi nutrisi sangat penting untuk klien yang lemah akibat penyakit. Klien yang telah menjalani operasi dan diberikan nutrisi yang baik masih tepat membutuhkan sedikitnya 1500 Kkal/hari. Pemberian makan alternatif seperti melalui enteral dan parenteral dilakukan pada klien yang tersedia mampu mempertahankan asupan makanan secara normal (Potter, 2006).

3. Infeksi
  • Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi (Yusuf , 2009).

4. Sirkulasi (hipovolemia) dan oksigenasi
  • Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka (Yusuf , 2009).

5. Hematoma
  • Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka (Yusuf , 2009).

6. Iskemia
  • Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri (Yusuf, 2009).

7. Diabetes
  • Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh (Yusuf , 2009).

8. Keadaan luka
  • Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

9. Obat
  • Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka.
  • Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
  • Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.
  • Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
  • Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular. (Yusuf , 2009).

KOMPLIKASI 

a. Komplikasi dini

1. Infeksi
  • Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan
  • Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

3. Dehiscence dan Eviscerasi
  • Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kolagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

b. Komplikasi Lanjut
  • Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.
  • Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.
  • Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.
  • Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, beban tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan beban tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka. (Yusuf, 2009)

DAFTAR PUSTAKA

  1. Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
  2. Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogya : Rineka Cipta.
  3. Ensiklopedia, 2010. Bedah Sesar. (Online), (http://www.wikipedia.ensiklopedia.com/2010/09/01/bedah-sesar.html/diakses tanggal, 20-09-2010, jam 03.58 WIB)

  4. Hidayat Alimul Aziz, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
  5. Iqbal, 2010. Sectio Sesarea II. (Online), (http://www.Iqbalbaldctr2002.co.cc/2010/04/17/serctio-sesarea-II.html/diakses tanggal, 01-10-2010, jam 17.00 WIB)
  6. Mochtar, Rustam, 2005. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
  7. Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
  8. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
  9. Nunung, 2009. Seputar Sectio saesar. (Online), (http://www.nunung.himapid.blogspot.com/2009/08/01/seputar-sectio-saesar.html/diakses tanggal, 24-10-2010, jam 17.58 WIB)
  10. Pratiknya, 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
  11. Potter, 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta EGC.
  12. Sugiyono, 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfebeta.
  13. Santoso, 2009. Penyembuhan Luka. (Online), (http://www.Dr.Budhi.Santoso@ho.otsuka.co.id/2009/10/28/penyembuhan-luka.html/diakses tanggal, 30-10-2010, jam 15.40WIB)
  14. Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan denghan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
  15. Tjahyono Sigit A, 2009. Penyembuhan Bedah Caesar. (Online), (http://www.Dr.A.Sigit.Tjahyono,Sp.B,Sp.BTKV(K).detikhealth.com/2009/07/17/penyembuhan-bedah-saesar.html/diakses tanggal, 25-09-2010, jam 15.10 WIB)
  16. Yusuf, 2009. Penyembuhan Luka. (Online), (http://www.sinagayusuf.com/2009/04/19/penyembuhan-luka.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.00 WIB)
  17. Signaterdadie’s, 2009. Desinfektan. (Online), (http://www.signaterdadie’s.com/2009/10/04/desinfektan.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.30 WIB)


KONSEP BEDAH OPERASI

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP BEDAH OPERASI

Pengertian
  • Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana (Potter, 2006)

PERKEMBANGAN OPERASI
  • Perkembangan baru juga terjadi pada pengaturan tempat untuk dilaksanakan prosedur operasi. Bedah sehari (ambulatory surgery), kadangkala disebut pembedahan tanpa rawat inap (outpatient surgery) atau pembedahan sehari (one-day surgery), merupakan pelayanan asuhan kesehatan yang berkembang cepat baik dari segi jumlah maupun jenis prosedur yang dilakukan.
  • Selain pembedahan dengan rawat inap tradisional dan bedah sehari, sebagian besar rumah sakit juga mempunyai program bedah pada hari yang sama (same-day surgery). Pada program bedah pada sehari yang sama, klien datang pagi hari, menjalani prosedur pembedahan dan menginap satu malam selama pemulihan sebelum klien pulang.
  • Prosedur seperti biopsy tumor dan pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi) kini dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur laser. Misalnya, kolesistektomi laparoskopik atau laser hanya memerlukan waktu beberapa jam sampai 24 jam perawatan di rumah sakit dan masa pemulihan terjadi dalam 1 minggu. Sebaliknya, kolesistektomi tradisional biasanya membutuhkan waktu rawat inap di rumah sakit selama 3-5 hari dan masa pemulihan sedikitnya membutuhkan waktu selama 4 minggu. Dengan demikian, banyak ahli bedah yang lebih memilih menggunakan prosedur laser daripada prosedur pembedahan tradisional sehingga menurunkan lamanya waktu pelaksanaan operasi, rawat inap, dan biaya keseluruhannya. (Potter, 2006).

PENGKAJIAN KEPERAWATAN (Shodiq, 2009)

Pra Operatif

a. Data subyektif

1. Pengetahuan dan pengalaman terdahulu

a). Pengertian tentang bedah yang dianjurkan
  1. Tempat.
  2. Bentuk operasi yang harus dilakukan.
  3. Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat di rumah sakit, keterbatasan setelah di bedah.
  4. Kegiatan rutin sebelum operasi.
  5. Kegiatan rutin sesudah operasi.
  6. Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.

b). Pengalaman bedah terdahulu.
  1. Bentuk, sifat, roentgen.
  2. Jangka waktu.

2. Kesiapan psikologis menghadapi bedah
  1. Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah yang dianjurkan.
  2. Metode-metode penyesuaian yang lazim.
  3. Agama dan artinya bagi pasien.
  4. Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
  5. Keluarga dan sahabat dekat: 1). Dapat dijangkau (jarak); 2). Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi bantuan.
  6. Perubahan pola tidur.
  7. Peningkatan seringnya berkemih.

3. Status Fisiologi
  1. Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong komplikasi-komplikasi pascabedah.
  2. Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
  3. Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
  4. Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
  5. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah orthopedi yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
  6. Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
  7. Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai terbebas dari nyeri setelah operasi.

b. Data obyektif
  1. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas), kemampuan berbahasa Inggris.
  2. Tingkat interaksi dengan orang lain.
  3. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk (cemas).
  4. Tinggi dan berat badan.
  5. Gejala vital.
  6. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
  7. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
  8. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
  9. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).
  10. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah vaskuler atau tubuh.
  11. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.

c. Masalah keperawatan yang lazim muncul :
  1. Takut.
  2. Cemas.
  3. Resiko infeksi.
  4. Resiko injury.
  5. Kurang pengetahuan.
INTRA OPERATIF

a. Anggota Tim Asuhan Keperawatan Intra Operatif
  • Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
1. Anggota steril.
  1. Ahli bedah utama / operator
  2. Asisten ahli bedah.
  3. Scrub Nurse / Perawat Instrumen

2. Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari :
  1. Ahli atau pelaksana anaesthesi.
  2. Perawat sirkulasi.
  3. Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).

PRINSIP TINDAKAN KEPERAWATAN SELAMA PELAKSANAAN OPERASI
  1. Persiapan psikologis pasien
  2. Pengaturan posisi
  • Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
  • Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
  1. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
  2. Umur dan ukuran tubuh pasien.
  3. Tipe anesthesia yang digunakan.
  4. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).

c). Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :
  1. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
  2. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
  3. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
  4. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
  5. Hindari tekanan pada dada atau bagian tubuh tertentu, karena tekanan dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi terjadinya thrombus.
  6. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
  7. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
  8. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan.
  9. Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
  10. .Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
  11. Penutupan Daerah Steril.
  12. Mempertahankan Surgical Asepsis.
  13. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh.
  14. Monitor dari Malignant Hyperthermia.
  15. Penutupan luka pembedahan.
  16. Perawatan Drainase.
  17. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.

PENGKAJIAN 

1. Sebelum dilakukan operasi
a). Pengkajian psikososial
  1. Perasaan takut / cemas.
  2. Keadaan emosi pasien

b). Pengkajian fisik
  1. Tanda vital : TN, N, R, Suhu.
  2. Sistem integumentum.
  3. Pucat
  4. Sianosis
  5. Adakah penyakit kulit di area badan.
  6. Sistem kardiovaskuler: (a)Apakah ada gangguan pada sistem cardio; (b)Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung; (c)Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi; (d)Kebiasaan merokok, minum alcohol; (e)Oedema. (f)Irama dan frekuensi jantung; (g)Pucat
  7. Sistem pernafasan: (a)Apakah pasien bernafas teratur; (b)Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
  8. Sistem gastrointestinal: Apakah pasien diare ?
  9. Sistem reproduksi: Apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
  10. Sistem saraf: Kesadaran ?
  11. Validasi persiapan fisik pasien: (a) Apakah pasien puas ?; (b)Lavemen ?; (c)Kapte ?; (d)Perhiasan?; (e)Make up?; (f)Scheren / cukur bulu pubis?; (g)Pakaian pasien / perlengkapan operasi?; (h)Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat?

2. Selama dilaksanakannya operasi
  • Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.

Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :

a). Pengkajian mental
  • Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.

b). Pengkajian fisik
  1. Tanda-tanda vital, (Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
  2. Transfusi, (Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
  3. Infus, (Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
  4. Pengeluaran urin, Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.

3. Masalah keperawatan yang lazim muncul
  • Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :
  1. Cemas.
  2. Resiko perlukaan/injury.
  3. Resiko penurunan volume cairan tubuh.
  4. Resiko infeksi.
  5. Kerusakan integritas kulit.

FASE PASCA ANAESTHESI
  • Periode segera sesudah anaesthesi adalah gawat. Pasien harus diamati dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil.
  • Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode pasca anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan. Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi pulmonari
  1. Berikan posisi miring atau setengah telungkup dengan kepala tengadah ke belakang dan rahang didorong ke depan pada pasien sampai reflek-reflek pelindung pulih.
  2. Saluran nafas buatan, Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah ke depan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan suction.
  3. Terapi oksigen, O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan latihan nafas dalam setelah pasien sadar.

2. Mempertahankan sirkulasi.
  1. Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada pasien post anaesthesi.
  2. Pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di ruang pemulihan.

3. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
  1. Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
  2. Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor.

4. Mempertahankan keamanan dan kenyamanan
  • Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya pada tempat tidurnya dipasang pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien sering diubah untuk mencegah kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian.
  • Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan gelisah sesuai dengan program dokter.
  • Pada pasien yang mulai sadar, memerlukan orientasi dan merupakan tunjangan agar tidak merasa sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan diberitahu apa yang sedang dilakukan.

PERAWATAN PASIEN DI RUANG PEMULIHAN/RECOVERY ROOM
  • Uraian di atas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien post anaesthesi. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk perawatan atau observasi di ruang pemulihan :
  1. Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan pembiusan umum, sedang pada pasien dengan anaesthesi regional posisi semi fowler.
  2. Pasang pengaman pada tempat tidur.
  3. Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
  4. Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
  5. Beri O2 2,3 liter sesuai program.
  6. Observasi adanya muntah.
  7. Catat intake dan output cairan.

Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi krisis
  1. Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau >; 150 – 160 mmHg, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg.
  2. HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
  3. Suhu > 38,3 OC atau kurang dari 35 OC.
  4. Meningkatnya kegelisahan pasien
  5. Tidak BAK + 8 jam post operasi.

Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :
  1. Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.
  2. Tanda-tanda vital harus stabil.
  3. Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.
  4. Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.
  5. Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna.
  6. Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat dan dilaporkan.
  7. Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing.
  8. Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan.
  9. Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan dan menerima pasien tersebut.

PENGANGKUTAN PASIEN KE RUANGAN

Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain :
  1. Keadaan penderita serta order dokter.
  2. Usahakan pasien jangan sampai kedinginan.
  3. Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada perubahan sewaktu-waktu terlihat.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST OPERASI

A. Pengkajian awal

1. Status Respirasi, meliputi :
  1. Kebersihan jalan nafas.
  2. Kedalaman pernafasan.
  3. Kecepatan dan sifat pernafasan.
  4. Bunyi nafas.

2. Status sirkulatori, meliputi :
  1. Nadi.
  2. Tekanan darah.
  3. Suhu.
  4. Warna kulit.

3. Status neurologis
  • Meliputi : tingkat kesadaran.

4. Balutan, meliputi :
  1. Keadaan drain.
  2. Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.

5. Kenyamanan, meliputi :
  1. Terdapat nyeri.
  2. Mual.
  3. Muntah.

6. Keselamatan, meliputi :
  1. Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
  2. Kabel panggil yang mudah dijangkau.
  3. Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.

7. Perawatan, meliputi :
  1. Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
  2. Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.

8. Nyeri, meliputi :
  1. Waktu.
  2. Tempat.
  3. Frekuensi
  4. Kualitas
  5. Faktor yang memperberat / memperingan.

B. Data subyektif
  • Pasien hendaknya ditanya mengenai gejala-gejala ketidaknyamanan setelah ditempatkan ditempat tidur dengan posisi tubuh yang menunjang. Pertanyaan-pertanyaan yang langsung misalnya :”Bagaimana perasaan anda?”, dapat memperlihatkan data mula dan nyeri tanpa memfokuskan pada daerah yang spesifik, dimana tidak ada keluhan. Penginderaan rasa nyeri sering kali meningkat pada waktu ini akibat pemindahan dari brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk mengetahui lokasi, bentuk serangan dan perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan menyangka bahwa nyeri berasal dari torehan.
  • Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi mual bila perut mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah atau telah mendapat narkotika yang cukup banyak.

C. Data objektif
  1. Sistem Respiratori
  2. Status sirkulatori
  3. Tingkat Kesadaran
  4. Balutan
  5. Posisi tubuh
  6. Status Urinari / eksresi.

D. Pengkajian psikososial
  • Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.

E. Pemeriksaan laboratorium
  • Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis, dan manifestasi klinik post operasi.
Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum antara lain :
  1. Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaan darah lengkap.
  2. Pemeriksaan urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan insufficiency ginjal.

F. Masalah keperawatan yang lazim muncul

1. Diagnosa umum
  1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
  2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
  3. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
  4. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan (penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama.

2. Diagnosa tambahan
  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
  2. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak.
  3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
  4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
  5. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidak-seimbangan elektrolit.
  6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
  7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, lemah, nyeri, mual.
  8. Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
  2. Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogya : Rineka Cipta.
  3. Ensiklopedia, 2010. Bedah Sesar. (Online), (http://www.wikipedia.ensiklopedia.com/2010/09/01/bedah-sesar.html/diakses tanggal, 20-09-2010, jam 03.58 WIB)
  4. Hidayat Alimul Aziz, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
  5. Iqbal, 2010. Sectio Sesarea II. (Online), (http://www.Iqbalbaldctr2002.co.cc/2010/04/17/serctio-sesarea-II.html/diakses tanggal, 01-10-2010, jam 17.00 WIB)
  6. Mochtar, Rustam, 2005. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
  7. Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
  8. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
  9. Nunung, 2009. Seputar Sectio saesar. (Online), (http://www.nunung.himapid.blogspotcom/2009/08/01/seputar-sectio-saesar.html/diakses tanggal, 24-10-2010, jam 17.58 WIB)
  10. Pratiknya, 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
  11. Potter, 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta EGC.
  12. Sugiyono, 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfebeta.
  13. Santoso, 2009. Penyembuhan Luka. (Online), (http://www.Dr.Budhi.Santoso@ho.otsuka.co.id/2009/10/28/penyembuhan-luka.html/diakses tanggal, 30-10-2010, jam 15.40WIB)
  14. Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan denghan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
  15. Tjahyono Sigit A, 2009. Penyembuhan Bedah Caesar. (Online), (http://www.Dr.A.Sigit.Tjahyono,Sp.B,Sp.BTKV(K).detikhealth.com/2009/07/17/penyembuhan-bedah-saesar.html/diakses tanggal, 25-09-2010, jam 15.10 WIB)
  16. Yusuf, 2009. Penyembuhan Luka. (Online), (http://www.sinagayusuf.com/2009/04/19/penyembuhan-luka.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.00 WIB)
  17. Signaterdadie’s, 2009. Desinfektan. (Online), (http://www.signaterdadie’s.com/2009/10/04/desinfektan.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.30 WIB)

Sabtu, 19 Maret 2011

PERAWATAN BAYI BARU LAHIR

Dr. Suparyanto, M.Kes

PERAWATAN BAYI BARU LAHIR

Perawatan bayi baru lahir dapat dilakukan :
  1. Perawatan segera setelah bayi lahir (perawatan rutin dikamar bersalin)
  2. Perawatan di ruang bayi
  3. Perawatan di rumah
  • Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus. Dikatakan bayi baru lahir pada usia 0-7 hari

CARA MERAWAT TALI PUSAT
  1. Pastikan tali pusat tetap kering.
  2. Bersihkan dan keringkan pangkal tali pusat termasuk daerah sekitarnya dan lipatan-lipatan pusar dengan perlahan. Lakukan dua kali sehari
  3. Tidak perlu membubuhi apapun.
  4. Perhatikan dan waspadai jika kondisinya, ada nanah atau darah di daerah ini, tali pusat bengkak dan memerah, tali pusat tidak putus dalam 4 minggu atau keluar bau tidak sedap. Segera hubungi dokter.

MEMBERSIHKAN KELAMIN BAYI

1. Membersihkan penis
  • Usap daerah penis, sisi-sisinya, dan di bawah testikel dengan kapas basah. Lalu bersihkan daerah pangkal paha termasuk lipatannya.
  • Bersihkan daerah anus dan perhatikan lipatan-lipatan di sekitarnya.
  • Cara membersihkan dengan gerakan memutar ke arah bawah, menghadap jari kaki si kecil.

2. Membersihkan vagina
  • Gunakan baby wipe atau kapas steril yang telah direndam dalam air hangat. Angkat kaki bayi dengan memegangi pergelangan kakinya.
  • Usap daerah vagina dengan perlahan,tetapi cukup kuat, dari arah depan ke belakang. Ini untuk mengurangi risiko berpindahnya kuman-kuman ke vagina.
  • Bersihkan bibir luar vagina, dan pastikan anda membersihkan daerah lipatan di daerah paha bagian atas. Jangan mencoba untuk membersihkan bagian dalam vagina. Membuka bibir vagina bisa menimbulkan infeksi.
  • Keringkan dengan tisu yang lembut dan tidak mudah sobek atau kain berrsih. Ambil tisu lagi dan bersihkan pula daerah pantat dan panggul. Biarkan beberapa saat agar kering.
  • Hindari pemakaian talk. Pakaian popok bersih sesudahnya.

MEMANDIKAN BAYI
  1. Jangan segera memandikan bayi baru lahir.
  2. Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika tidak berpakaian)
  3. Bayi sebaiknya dimandikan (sedikitnya) enam jam setelah lahir.
  4. Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yang sangat membahayakan bayi baru lahir.

PERSIAPAN MEMANDIKAN BAYI
  1. Siapkan bak mandi yang telah diisi air hangat Lengkapi bak mandi dengan alas antislip.
  2. Siapkan handuk lebar, juga waslap kepala dan waslap tubuh, sabun, sampo, serta perlengkapan pembersih tali pusat.
  3. Siapkan baju,popok dan kaos tangan serta kaos kakinya.
  4. Sediakan kosmetik bayi seperti minyak telon, losion, bedak, dan krem antiruam.

LANGKAH MEMANDIKAN BAYI
  1. Baringkan bayi diatas perlak.
  2. Bersihkan wajah bayi dengan waslap basah tanpa menggunakan sabun.
  3. Tuangkan sabun pada waslap,bersihkan dari bagian yang paling bersih,lalu yang paling kotor.
  4. Bilas tubuh bayi,masukkan bayi ke dalam bak dengan cara sangga bagian pantat,bahu serta kepala dengan kedua tangan. Masukkan bayi ke dalam bak bagian pantat terlebih dahulu.
  5. Bersihkan dengan waslap yang bersih,lipatan-lipatan genggaman tangan dibuka.
  6. Angkat tubuh bayi dari bak dan letakkan diatas handuk.
  7. Tekan handuk dengan lembut untuk mengeringkan setiap bagian tubuh terutama di lipatan-lipatan kulit.

PEMBERIAN ASI BAGI BAYI
  • Manfaat pemberian ASI bagi bayi:
  1. ASI sebagai nutrisi terbaik.
  2. Meningkatkan daya tahan tubuh.
  3. Meningkatkan kecerdasan.
  4. Meningkatkan jalinan kasih sayang antara anda dan buah hati tercinta.

Keuntungan memberi ASI bagi bayi :
  1. Pemberian ASI tak perlu menggunakan botol,sehingga ASI sangat steril tak mudah tercemar.
  2. ASI mengandung antibodi terhadap penyakit yang disebabkan bakteri,virus ataupun jamur.
  3. Dengan memberi ASI berarti anda tak perlu mengeluarkan dana untuk membeli susu kaleng,atau memasak air untuk menyeduh susu.
  4. Tak menyebabkan alergi
  5. Kaya vitamin, mineral & zat besi
  6. Mudah dicerna.

MENYUSUI BAYI
  • Menyusui dilakukan segera setelah kelahiran bayi (IMD) Inisiasi Menyusu Dini.
  • Frekuensi makan bayi/ASI 10-14 kali sehari setiap 11/2 – 3 jam.
  • Jangan menunggu payudara penuh untuk menyusui.
  • Segera susui bayi jika ia menunjukkan tanda-tanda lapar seperti; menghisap bibir/jari,gelisah/rewel,menunjukkan refleks rooting/memalingkan kepala untuk mencari payudara ibu.

POSISI MENYUSUI
  • Posisi menyusui dapat dilakukan dengan :
1. Posisi berbaring miring
  • Posisi ini baik dilakukan pada saat pertama kali atau ibu dalam keadaan lelah/nyeri. Posisi ibu harus miring,jaga jangan sampai hidung bayi tertutup.
2. Posisi duduk
  • Ibu duduk dengan santai,punggung bersandar,kaki tidak boleh menggantung.
3. Posisi tidur terlentang

POSISI MENYUSUI YANG BENAR
  • Sanggalah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus hadapkan bayi ke dada iibu sehingga hidung bayi berhadapan dengan putting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu.
  • Dagu menempel pada payudara ibu mulut bayi terbuka lebar, bibir bawah bayi membuka lebar ariola tampak lebih banyak di bagian atas daripada bawah.
  • Pada saat bayi mengisap ASI hanya terdengar bunyi menelan.

IMUNISASI
  • Bayi telah memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu setelah dilahirkan karena adanya antibodi yang diberikan ibu melalui plasenta. Ia pun mendapatkan tambahan antibodi yang berasal dari ASI. Tetapi, kekebalan tersebut sifatnya hanya sementara.
  • Agar bayi tetap kebal terhadap serangan penyakit,ia membutuhkan imunisasi.