PERINGATAN

Dilarang meng-copy materi dari blog ini, tanpa mencantumkan nama penulis dan alamat web (URL). Terima Kasih

Kamis, 09 Mei 2013

SEKILAS TENTANG PENYAKIT PES (BLACK DEATH)

Dr. Suparyanto, M.Kes


SEKILAS TENTANG PENYAKIT PES (BLACK DEATH)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dahulu ada sebuah penyakit yang menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini dijulukan The Black Death. Penyakit ini menyebabkan wabah yang besar di kalangan masyarakat. Wabah plague diyakini telah bermula di Mesir dan Etiopia pada tahun 540 bergerak ke Sungai Nil dan menumpang kapal-kapal menuju ke Konstantinopel sepanjang rute perdagangan. Wabah ini diperkirakan telah membunuh 300.000 orang di Konstantinopel dalam waktu setahun pada tahun 544.

Kemudian pada tahun 1347 penyakit ini kembali melanda populasi Eropa (Konstantinopel Turki, kepulauan Italia, Prancis, Yunani, Spanyol, Yugoslavia, Albania, Austria, Jerman, Inggris, Irlandia, Norwegia, Swedia, Polandia, Bosnia-Herzegovina dan Kroasia) selama kira-kira 300 tahun, dari tahun 1348 sampai akhir abad ke-17. Selama kurun waktu itu, wabah ini membunuh 75 juta orang, kira-kira 1/3 populasi pada waktu itu. Seluruh komunitas tersapu bersih, di tahun 1386 di kota Smolensk, Rusia, hanya lima orang yang tidak terserang penyakit ini dan di London, peluang bertahan hidup hanya satu dalam sepuluh.

Wabah plague disebabkan oleh bakteri yang disebut Yersinia pestis. Bakteri ini dibawa oleh kutu, sedangkan kutu hidup pada tikus. Kutu menyebarkan penyakit ketika mengisap darah tikus atau manusia. Plague merupakan penyakit yang disebabkan oleh enterobakteriaYersinia pestis (dinamai dari bakteriolog Perancis A.J.E. Yersin). Penyakit plague dibawa oleh hewan pengerat (terutama tikus). Wabah penyakit ini banyak terjadi dalam sejarah, dan telah menimbulkan korban jiwa yang besar. Wabah pes masih dapat ditemui di beberapa belahan dunia hingga kini. Tetapi bakteri wabah pes belum terbasmi tuntas. Di Bolivia dan Brazil, misalnya, terdapat lebih dari 100 laporan kasus pes per sejuta penduduk.

Wabah pes dikenal dengan black death karena menyebabkan tiga jenis wabah, yaitu bubonik, pneumonik dan septikemik. Ketiganya menyerang system limfe tubuh, menyebabkan pembesaran kelenjar, panas tinggi, sakit kepala, muntah dan nyeri pada persendian. Wabah pneumonik juga menyebabkan batuk lendir berdarah, wabah septikemik menyebabkan warna kulit berubah menjadi merah lembayung. Dalam semua kasus, kematian datang dengan cepat dan tingkat kematian bervariasi dari 30-75% bagi bubonik, 90-95% bagi pneumonik dan 100% bagi septikemik. Akan tetapi, dengan pengobatan yang tepat, penyakit pes dapat disembuhkan, karena berhasil diobati dengan sukses menggunakan antibiotika.

Penyakit pes pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1910 melalui Tanjung Perak, Surabaya, kemudian tahun 1916 melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, tahun 1923 melalui pelabuhan Cirebon dan pada tahun 1927 melalui pelabuhan Tegal. Korban manusia meninggal karena pes dari 1910-1960 tercatat 245.375 orang, kematian tertinggi terjadi pada tahun 1934, yaitu 23.275 orang.

Penyakit pes merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk dalam UU nomor 4 tahun 1984 tentang penyakit menular/ wabah, Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, tata cara penyampaian laporannya dan tata cara seperlunya tentang pedoman penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa serta International Classification of Disease ( ICD ).Di Indonesia telah diupayakan penanggulangan penyakit per melalui beberapa kegiatan yang mendukung, seperti surveilans trapping, surveilans human, pengamnilan dan pengiriman spesies, pengadaan obat-obatan dan Disponsible syringe, dan pengadaan metal life trap.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam kajian mengenai judul makalah ini “Pes (Plague) dan Penanggulangannya. Dalam makalah ini penulis mencoba mengkaji  etiologi penyakit pes, patogenesis, gejala yg ditimbulkan, serta cara pengobatannya.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah ini, maka penulis menyimpulkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1)    Apa itu penyakit pes (Black Death)?
2)    Bagaimana factor-faktor yang mempengaruhi penyakit pes
3)    Bagaiamana patogenesis penyakit pes?
4)    Bagaimana gejala penyakit pes?
5)    Bagaimana pencegahan, pemberantasan dan pengobatan, penyakit pes?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1)    Mendeskripsikan tentang penyakit pes (Black Death)
2)    Mendeskripsikan tentang factor-faktor yang memepengaruhi penyakit pes
3)    Mendeskripsikan tentang patogenesis penyakit pes
4)    Mendeskripsikan tentang gejal-gejala yang ditimbulkan agent penyakit pes
5)    Mendeskripsikan tentang cara pencegahan, pemberantasa dan penanggulangan penyakit pes

1.4 Manfaat
1)    Untuk mengetahui tentang penyakit pes (Black Death)
2)    Untuk mengetahui tentang factor-faktor yang mempengaruhi penyakit pes
3)    Untuk mengetahui tentang patogenesis penyakit pes
4)    Untuk mengetahui tentang gejal-gejala yang ditimbulkan agent penyakit pes
5)    Untuk mengetahui tentang cara pencegahan, pemberantasan dan penanggu-langan penyakit pes



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Pes (Black Death)
Pes (plague) adalah penyakit yang disebabkan oleh enterobakteria Yersinia pestis (dinamai dari bakteriolog Perancis A.J.E. Yersin). Penyakit pes dibawa oleh hewan pengerat (terutama tikus). Wabah penyakit ini banyak terjadi dalam sejarah, dan telah menimbulkan korban jiwa yang besar. Selama abad ke-14, pedagang dari kota-kota pelabuhan Laut Tengah dan Laut Hitam mengadakan perjalanan ke Cina, dan sepulangnya, membawa kembali sutera serta kulit binatang yang berharga. Ketika kembali dari perjalanan seperti ini pada tahun 1343, sekelompok pedagang dari Genoa menurut laporang lari ketakutan karena adanya pasukan orang Tartar, dan berlindung di balik tembok kota perdagangan Caffa di Semenanjung Krim. Orang Tartar segera mengepung kota tersebut. Selama tiga tahun tak ada pihak yang mendapatkan kemajuan, sampai pada suatu hari orang Tartar berhenti melemparkan batu ke dalam kota Caffa dan mulai melemparkan mayat-mayat tentara mereka sendiri yang meninggal karena pes.

Sejak dahulu kala sampai kini, infeksi mikroba merupakan ancaman utama terhadap kesehatan manusia beradab. Penyakit pes – lebih daripada “pes-pes” di kemudian hari seperti misalnya kolera, cacar, demam kuning dan influenza-tetap merupakan contoh utama mengenai siatu penyakit infeksi yang datang dari luar negeri dan menyerang orang Filistin melalui pelabuhan laut mereka. Wabah raya penyakit pes yang pertama, yakni pes Justinius pada Abad ke-6, berkecamuk waktu perdagangan internasional meningkat.

Plague, disebut juga penyakit pes, adalah infeksi yang disebabkan bakteri Yersinia pestis (Y. pestis) dan ditularkan oleh kutu tikus (flea), Xenopsylla cheopis. Yersinia pestis penyebab pes berbentuk batang pendek, gemuk dengan ujung membulat dengan badan mencembung, berukuran 1,5 µ × 5,7 µ dan bersifat Gram positif. Kuman ini serirtutung menunjukkan pleomorfisme. Pada pewarnaan tampak bipolar, mirip peniti tertutup. Kuman tidak bergerak, tidak membentuk dari spora dan diselubu Selain jenis kutu tersebut, penyakit ini juga ditularkan oleh kutu jenis lain.

Di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara kutu carrier plague adalah Xenophylla astia. Penyakit ini menular lewat gigitan kutu tikus, gigitan/cakaran binatang yang terinfeksi plague, dan kontak dengan tubuh binatang yang terinfeksi. Kutu yang terinfeksi dapat membawa bakteri ini sampai berbulan2 lamanya. Selain itu pada kasus pneumonic plague, penularan terjadi dari percikan air liur penderita yang terbawa oleh udara.Kutu menyebarkan penyakit ketika mengisap darah tikus atau manusia. Tetapi bakteri wabah pes belum terbasmi tuntas.

Di Bolivia dan Brazil, misalnya, terdapat lebih dari 100 laporan kasus pes per sejuta penduduk. Wabah pes dikenal dengan black death karena menyebabkan tiga jenis wabah, yaitu bubonik, pneumonik dan septikemik. Ketiganya menyerang system limfe tubuh, menyebabkan pembesaran kelenjar, panas tinggi, sakit kepala, muntah dan nyeri pada persendian. Wabah pneumonik juga menyebabkan batuk lendir berdarah, wabah septikemik menyebabkan warna kulit berubah menjadi merah lembayung. Dalam semua kasus, kematian datang dengan cepat dan tingkat kematian bervariasi dari 30-75% bagi bubonik, 90-95% bagi pneumonik dan 100% bagi septikemik. Akan tetapi, dengan pengobatan yang tepat, penyakit pes dapat disembuhkan, karena berhasil diobati dengan sukses menggunakan antibiotika.

Ada 3 jenis penyakit plague yaitu:
1)    Bubonic plague: Masa inkubasi 2-7 hari. Gejalanya kelenjar getah bening yang dekat dengan tempat gigitan binatang/kutu yang terinfeksi akan membengkak berisi cairan (disebut Bubo). Terasa sakit apabila ditekan. Pembengkakan akan terjadi. Gejalanya mirip flu, demam, pusing, menggigil, lemah, benjolan lunak berisi cairan di tonsil/adenoid (amandel), limpa dan thymus. Bubonic plague jarang menular pada orang lain.

2)    Septicemic plague: Gejalanya demam, menggigil, pusing, lemah, sakit pada perut, shock, pendarahan di bawah kulit atau organ2 tubuh lainnya, pembekuan darah pada saluran darah, tekanan darah rendah, mual, muntah, organ tubuh tidak bekerja dg baik. Tidak terdapat benjolan pada penderita. Septicemic plague jarang menular pada orang lain. Septicemic plague dapat juga disebabkan Bubonic plague dan Pneumonic plague yang tidak diobati dengan benar.

3)    Pneumonic plague: Masa inkubasi 1-3 hari. Gejalanya pneumonia (radang paru2), napas pendek, sesak napas, batuk, sakit pada dada. Ini adalah penyakit plague yang paling berbahaya dibandingkan jenis lainnya. Pneumonic plague menular lewat udara, bisa juga merupakan infeksi sekunder akibat Bubonic plague dan Septicemic plague yang tidak diobati dengan benar.




2.2 Faktor-faktor yang memepengaruhi penyakit pes
1)    Faktor Agent: Bakteri Yersinia Pesti / Bakteriolog Perancis A.J.E Yersin. Dibawa oleh hewan pengerat (terutama tikus) dan ditularkan oleh kutu tikus. Penyakit ini menular melalui gigitan tikus.
2)    Faktor Host: Manusia
3)    Faktor Environment: rumah yang kotor atau tempat-tempat yang biasanya di huni sebagai sarang tikus
4)    Port op Entry and Exit: Kulit
5)    Tranmisi: Kontak dengan tubuh binatang yang terinfeksi, kontak fisik dengan penderita dan bisa terjadi dari percikan air liur oenderita yang terbawa oleh udara

2.3 Patogenesis Pes (Plague)
Pes adalah infeksi dari sistem limfatik, biasanya dihasilkan dari gigitan kutu yang terinfeksi, Xenopsylla cheopis (kutu tikus). Para kutu sering ditemukan pada hewan pengerat seperti tikus, dan mencari mangsa binatang pengerat lainnya ketika tuan mereka mati. Bakteri membentuk agregat dalam usus dari kutu yang terinfeksi dan hasil ini di loak muntah darah tertelan, yang sekarang terinfeksi, ke situs gigitan hewan pengerat atau host manusia. Setelah didirikan, bakteri cepat menyebar ke kelenjar getah bening dan berkembang biak. Y.pestisbasil bisa menahan fagositosis dan bahkan mereproduksi dalam fagosit dan membunuh mereka. Sebagai penyakit berlangsung, kelenjar getah bening dapat perdarahan dan menjadi bengkak dan nekrotik . Pes dapat berkembang menjadi mematikan wabah septicemia dalam beberapa kasus. Wabah ini juga diketahui menyebar ke paru-paru dan menjadi penyakit yang dikenal sebagai wabah pneumonia . Bentuk penyakit ini sangat menular karena bakteri dapat ditularkan dalam tetesan dikeluarkan saat batuk atau bersin, serta kontak fisik dengan korban wabah tikus atau kutu-bantalan yang membawa wabah.

Vektor pes adalah pinjal. Di Indonesia saat ini ada 4 jenis pinjal yaitu: Xenopsylla cheopis, Culex iritans, Neopsylla sondaica, dan Stivalus cognatus. Reservoir utama dari penyakit pes adalah hewan-hewan rodent (tikus, kelinci). Kucing di Amerika juga pada bajing. Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara pada rodent. Kuman-kuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit,dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan. Pada no.1 s/d 5, penularan pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo. Pes bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes).

Selain pes, pinjal bisa menjadi vektor penyakit-penyakit manusia, seperti murine typhus yang dipindahkan dari tikus ke manusia. Disamping itu pinjal bisa berfungsi sebagai penjamu perantara untuk beberapa jenis cacing pita anjing dan tikus, yang kadang-kadang juga bisa menginfeksi manusia. Bila pinjal menggigit hewan pengerat yang terinfeksi dengan Y. pestis, organisme yang termakan akan berkembang biak dalam usus pinjal itu dan, dibantu oleh koagulase menyumbat proventrikulusnya sehingga tidak ada makanan yang dapat lewat. Karena itu, pinjal lapar dan ususnya tersumbat sehingga akan menggigit dengan ganas dan darah yang dihisapnya terkontaminasi Y. pestis dari pinjal, darah itu dimuntahkan dalam luka gigitan. Organisme yang diinokulasi dapat difagositosis, tetapi bakteri ini dapat berkembang biak secara intra sel atau ekstra sel. Y. pestis dengan cepat mencapai saluran getah bening, dan terjadi radang haemorrogic yang hebat dan kelenjar-kelenjar getah bening yang membesar, yang dapat mengalami nekrosis. Meskipun infasinya dapat berhenti di situY. pestis sering mencapai ke aliran darah dan tersebar luas.

Pinjal merupakan salah satu parasit yang paling sering ditemui pada hewan kesayangan baik anjing maupun kucing. Meskipun ukurannya yang kecil dan kadang tidak disadari pemilik hewan karena tidak menyebabkan gangguan kesehatan hewan yang serius, namun perlu diperhatikan bahwa dalam jumlah besar kutu dapat mengakibatkan kerusakan kulit yang parah bahkan menjadi vektor pembawa penyakit tertentu.

Pinjal yang biasa dikenal kutu loncat atau fleas ada 2 jenis, yaitu kutu loncat pada anjing dan kucing, namun di lapangan lebih sering ditemukan kutu loncat kucing yang juga dapat berpindah dan berkembang biak pada anjing.
Y. pestis awalnya menginfeksi dan menyebar ke hewan pengerat rumah (misalnya tikus) dan hewan lain (misalnya kucing), dan manusia dapat terinfeksi karena gigitan pinjal atau dengan kontak. Vektor pes yang paling lazim adalah pinjal tikus (Xenopsylla cheopis), tetapi pinjal lain dapat juga menularkan infeksi. Untuk pengendalian pes dibutuhkan penelitian pada hewan yang terinfeksi, vektor,dan kontak manusia dan pembantaian hewan yang terinfeksi pes. Semua pasien yang dicurigai menderita pes harus diisolasi terutama kalau kemungkinan keterlibatan paru-paru belum disingkirkan. Kontak pasien yang dicurigai menderita pneumonia pes harus diberi tetrasiklin 0’5 gram per hari selama 5 hari, sebagai kemoprofilaksis. Selain itu, kondisi lingkungan juga berperan dalam mencegah penyebaran penyakit ini. Oleh karena itu, untuk meminimalisasi kasus pes, perlu usaha masyarakat dalam menjaga sanitasi dan higienitas lingkungannya.

2.4 Gejala Pes (Plague)
Gejala yang paling terkenal dari penyakit pes adalah menyakitkan, kelenjar getah bening, yang disebut buboes. Ini biasanya ditemukan di pangkal paha, ketiak atau leher. Karena gigitan berbasis bentuk infeksi, wabah pes sering merupakan langkah pertama dari serangkaian penyakit progresif. Gejala penyakit pes muncul tiba-tiba, biasanya 2-5 hari setelah terpapar bakteri.

Gejala meliputi:
1)    Panas dingin
2)    Umum sakit perasaan ( malaise )
3)    Demam tinggi (39 ° Celcius, 102 ° Fahrenheit)
4)    Kram Otot
5)    Kejang
6)    Mulus, bening pembengkakan kelenjar menyakitkan disebut bubo, umumnya ditemukan di selangkangan, tapi mungkin terjadi di ketiak atau leher, paling sering di lokasi infeksi awal (gigitan atau awal)
7)    Nyeri dapat terjadi di daerah tersebut sebelum muncul bengkak
8)    Warna kulit berubah menjadi warna merah muda dalam beberapa kasus yang ekstrim
9)    Pendarahan dari koklea akan dimulai setelah 12 jam dari infeksi.

Gejala lain termasuk napas berat, muntah darah terus menerus, buang air kecil darah, anggota badan sakit, batuk, dan nyeri eksterm. Rasa sakit ini biasanya disebabkan oleh pembusukan atau decomposure kulit sementara orang itu masih hidup. Gejala tambahan termasuk kelelahan ekstrim, masalah gastrointestinal, lenticulae (titik-titik hitam yang tersebar di seluruh tubuh), delirium dan koma.

Dua jenis Y.pestis plague pneumonia dan septicemia. Namun, wabah pneumonia, tidak seperti, pes atau septicemia menyebabkan batuk dan sangat menular, yang memungkinkan untuk itu menyebar orang-ke-orang.
Wabah septicemia terjadi ketika wabah bakteri kalikan dalam aliran darah Anda.
Tanda dan gejala termasuk:
1)    Demam dan menggigil
2)    Nyeri perut, diare dan muntah
3)    Perdarahan dari, hidung mulut atau rektum, atau di bawah kulit Anda
4)    Syok
5)    Menghitam dan kematian jaringan (gangren) di kaki Anda, paling sering jari, jari kaki dan hidung 

Wabah pneumonia mempengaruhi paru-paru. Ini adalah paling umum dari berbagai wabah tetapi yang paling berbahaya, karena dapat menyebar dari orang ke orang melalui droplet batuk.
Tanda dan gejala dapat dimulai dalam beberapa jam setelah infeksi, dan mungkin mencakup:
1)    Batuk, dahak berdarah
2)    Kesulitan bernapas
3)    Demam tinggi
4)    Mual dan muntah
5)    Kelemahan
Wabah pneumonia berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan kegagalan pernafasan dan shock dalam waktu dua hari infeksi. Jika pengobatan antibiotik tidak dimulai dalam waktu satu hari setelah tanda-tanda dan gejala pertama muncul, infeksi mungkin menjadi fatal.

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1. Pencegahan
Pencegahan primer memerlukan penghindaran pemajanan terhadap binatang yang terinfeksi dan pijalnya. Di daerah endemik masyarakat harus diajar untuk tidak memegang liang, untuk menahan memegang rodensi yang sakit atau mati, memberi anti kutu binatang rumah tangga, dan mengurang tempat tinggal tikus domestik. Prevalensi dan distribusi pes dapat ditentukan dari populasi rodensi liar dengan pengamatan penyakit atau dengan menggunakan rantai reaksi polimerase untuk mendeteksi Y.pestis dalam pinjal. Penderita pes harus dikarantina dan diobati dan ditangani pada isolasi pernafasan yang ketat bila mereka bergejala paru-paru.

3.2. Pemberantasan
Dengan partisipasi dan memerlukan usaha masyarakat dalam menjaga sanitasi dan higienitas lingkungannya

3.3. Pengobatan Pes (Plague)
Abad Pertengahan dokter berpikir wabah diciptakan oleh udara rusak oleh cuaca lembab, tubuh membusuk terkubur, dan asap yang dihasilkan oleh sanitasi yang buruk. Pengobatan yang disarankan adalah wabah diet yang baik, istirahat, dan pindah ke lingkungan non-terinfeksi sehingga individu bisa mendapatkan akses untuk membersihkan udara. Ini memang membantu, tapi tidak untuk alasan para dokter waktu pemikiran. Pada kenyataannya, karena mereka merekomendasikan bergerak menjauh dari kondisi tidak sehat, orang-orang, pada dasarnya, semakin menjauh dari tikus yang memendam kutu membawa infeksi.
Pengujian laboratorium yang diperlukan, dalam rangka untuk mendiagnosa dan mengkonfirmasi wabah. Idealnya, konfirmasi melalui identifikasi Y.pestisbudaya dari sampel pasien. Konfirmasi infeksi dapat dilakukan dengan memeriksa serum diambil selama tahap awal dan akhir dari infeksi . Untuk cepat layar untuk Y.pestisantigen pada pasien, cepat dipstik tes telah dikembangkan untuk penggunaan lapangan.

Beberapa kelas antibiotik yang efektif dalam mengobati penyakit pes. An dist(terutama doksisiklin ), dan fluorokuinolonciprofloxacin . Kematian terkait dengan kasus dirawat wabah pes adalah sekitar 1-15%, dibandingkan dengan angka kematian 50-90% dalam kasus-kasus yang tidak diobati.

Orang yang berpotensi terinfeksi dengan wabah memerlukan perawatan segera dan harus diberi antibiotik dalam waktu 24 jam dari gejala pertama untuk mencegah kematian. Pengobatan lain meliputi oksigen, cairan intravena, dan dukungan pernapasan. Orang-orang yang pernah kontak dengan siapa pun terinfeksi oleh wabah pneumonia diberikan antibiotik.

Pencegahan primer memerlukan penghindaran pemajanan terhadap binatang yang terinfeksi dan pijalnya. Di daerah endemik masyarakat harus diajar untuk tidak memegang liang, untuk menahan memegang rodensi yang sakit atau mati, memberi anti kutu binatang rumah tangga, dan mengurang tempat tinggal tikus domestik. Prevalensi dan distribusi pes dapat ditentukan dari populasi rodensi liar dengan pengamatan penyakit atau dengan menggunakan rantai reaksi polimerase untuk mendeteksi Y.pestis dalam pinjal. Penderita pes harus dikarantina dan diobati dan ditangani pada isolasi pernafasan yang ketat bila mereka bergejala paru-paru.

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah makalah yang berjudul “Pes (Plague) dan Penanggulangannya” maka penulis merumuskan beberapa kesimpulan yang berkaitan makalah ini sebagai berikut:
1)    Y. pestis awalnya menginfeksi dan menyebar ke hewan pengerat rumah (misalnya tikus) dan hewan lain (misalnya kucing), dan manusia dapat terinfeksi karena gigitan pinjal atau dengan kontak. Vektor pes yang paling lazim adalah pinjal tikus (Xenopsylla cheopis), tetapi pinjal lain dapat juga menularkan infeksi. Bakteri membentuk agregat dalam usus dari kutu yang terinfeksi dan hasil ini di loak muntah darah tertelan, yang sekarang terinfeksi, ke situs gigitan hewan pengerat atau host manusia. Setelah didirikan, bakteri cepat menyebar ke kelenjar getah bening dan berkembang biak. Y.pestisbasil bisa menahan fagositosis dan bahkan mereproduksi dalam fagosit dan membunuh mereka. Sebagai penyakit berlangsung, kelenjar getah bening dapat perdarahan dan menjadi bengkak dan nekrotik . Pes dapat berkembang menjadi mematikan wabah septicemia dalam beberapa kasus.
2)    Gejala penyakit pes muncul tiba-tiba, biasanya 2-5 hari setelah terpapar bakteri.
3)    Beberapa kelas antibiotik yang efektif dalam mengobati penyakit pes. An dist (terutama doksisiklin ), dan fluorokuinolon ciprofloxacin . Kematian terkait dengan kasus dirawat wabah pes adalah sekitar 1-15%, dibandingkan dengan angka kematian 50-90% dalam kasus-kasus yang tidak diobati. Orang yang berpotensi terinfeksi dengan wabah memerlukan perawatan segera dan harus diberi antibiotik dalam waktu 24 jam dari gejala pertama untuk mencegah kematian. Pengobatan lain meliputi oksigen, cairan intravena, dan dukungan pernapasan. Orang-orang yang pernah kontak dengan siapa pun terinfeksi oleh wabah pneumonia diberikan antibiotik.
4)    Pes bubo akut menjelek menjelek menjadi deliriu, syok, dan meninggal dalam 3-5 hari jika tidak diobati. Angka mortalitas untuk keseluruhan pes bubo yang tidak diobati adalah 60-90%. Penjelekan pes pneomonia cepat dan hampir selalu mematikan 24-28 jam jika tidak diobati. Jika pes bubo diobati lebih awal, maka angka mortalitas akan berkurang 10%. Prognosiss pada pes pneumonia tetap jelek jika pengobatan spesifik tidak diberikan dalam 18 hari dimulainya.

4.2 Saran
Adapun beberapa saran yang sdirumuskan penuis berkaitan dengan judul makalah ini, yaitu:
1)    Diharapkan pembaca mampu mengidentifikasi penyakit pes setelah membaca makalah ini.
2)    Diharapkan makalah ini dapat membantu dan bermanfaat kepada pembaca
3)    Diharapkan literatur tentang pes lebih diperbanyak afar sumber bacaan lebih banyak dan semakin menambah wawasan pembaca
4)    Diharapkan makalah ini dapat menjadi bahan pustaka untuk keperluan yang semestinya.

DAFTAR PUSTAKA

1.    Arantina. 2008. Pes yang Mematikan Black Death. http://mikrobia.wordpress.com/2008/05/15/pes-yang-mematikan-black-death/. Diakses pada tanggal 18 November 2011.
2.    Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC.
3.    Hamsafir, Evan.2010. Diagnosis dan Panatalaksaan pada Penyakit Pes. http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-pada-penyakit-pes.html. Diakses pada tanggal 19 November 2011.
4.    Mitcell, dkk. 2008. Buku Saku Patologis Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5.    Natadisastra, Djaenuddin.2009. parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6.    Soedarto. 2007. Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga  Uniersity Press.
7.    Solocats. 2008. Plague/Penyakit Pes. http://solocats.blogspot.com/2008/12/plaguepenyakit-pes.html.  Diakses pada tanggal 17 November 2011.
Tamboyong, Jun. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit  Buku Kedokteran EGC.
WHO. 2002. Plague. http://www.who.int/topics/plague/en/.  Diakses pada tanggal 17 November 2011.
WHO. 2005. Plague. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs267/en/. Diakses pada tanggal 17 November 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.mayoclinic.com/health/plague/DS00493/DSECTION%3Dsymptoms. Diakses  pada tanggal  19 November 2011.


SEKILAS TENTANG PENYAKIT KUSTA

Dr. Suparyanto, M.Kes


SEKILAS TENTANG PENYAKIT KUSTA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
 Penyakit kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok kuno, Mesir kuno, dan India pada 1995 organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua atau tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta.

Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan dibelahan dunia ,seperti India,dan Vietnam.

Pengobatan yang efektif pada kusta ditemukan pada akhir 1940-an dengan diperkenalkanya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga bakteri penyebab lepra sertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar, hal ini terjadi hingga ditemukan pengobatan multi obat pada awal 1980an dan penyakit inipun mampu ditangani kembali.

Maka dari itu, penulis membuat makalah yang berjudul “Penyakit Kusta (Morbus Hansen)” dimaksudkan agar kita selaku tenaga kesehatan mengetahui apa itu penyakit kusta, penularan, bagaimana pencegahannya dan asuhan keperawatannya.

1.2 TUJUAN
Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :
1)    Untuk menjelaskan definisi kusta.
2)    Untuk menjelasakan faktor agent dari penyakit kusta.
3)    Untuk menjelasakan faktor host dari penyakit kusta.
4)    Untuk menjelasakan faktor environment dari penyakit kusta.
5)    Untuk menjelasakan port of entry and exit dari penyakit kusta.
6)    Untuk menjelaskan transmisi dari penyakit kusta.
7)    Untuk menjelaskan bagaimana pencegahan dari penyakit kusta.
8)    Untuk menjelaskan bagaimana pemberantasan dari penyakit kusta.
9)    Untuk menjelaskan bagaimana pengobatan dari penyakit kusta


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit  kusta  adalah  penyakit  kronik  yang  disebabkan  oleh  kuman Micobacterium  leprae  (M.Leprae).  Yang  pertama  kali  menyerang  susunan saraf  tepi, selanjutnya  menyerang kulit,  mukosa  (mulut),  saluran  pernafasan  bagian  atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis (Amirudin.M.D,  2000).

Penyakit Kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman kusta  (Mycobacterium  leprae)  yang  menyerang  kulit,  saraf  tepi,  dan  jaringan  tubuh lain  kecuali  susunan  saraf  pusat,  untuk  mendiagnosanya  dengan  mencari  kelainan-kelainan  yang    berhubungan  dengan  gangguan  saraf  tepi  dan  kelainan-kelainan  yang tampak pada kulit ( Depkes, 2005 ). 

2.2 FAKTOR AGENT
Kuman  penyebabnya  adalah  Mycobacterium  Leprae  yang  ditemukan  oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, secara morfologik berbentuk pleomorf lurus batang  panjang,  sisi  paralel  dengan  kedua  ujung  bulat,  ukuran 0,3-0,5  x  1-8  mikron.

Basil  ini  berbentuk  batang  gram  positif,  tidak  bergerak  dan  tidak  berspora,  dapat tersebar  atau  dalam  berbagai  ukuran  bentuk  kelompok,  termasuk  massa  ireguler  besar yang disebut sebagai globi ( Depkes , 2007).

Kuman  ini  hidup  intraseluler  dan  mempunyai  afinitas  yang  besar  pada  sel saraf  (Schwan  Cell)dan  sel  dari  Retikulo  Endotelial,  waktu  pembelahan  sangat  lama, yaitu  2-3  minggu,  diluar  tubuh  manusia  (dalam  kondisis  tropis  )kuman  kusta dari sekret  nasal  dapat  bertahan    sampai  9  hari  (Desikan  1977,dalam  Leprosy Medicine  in the  Tropics  Edited  by  Robert  C.  Hasting  ,  1985).  Pertumbuhan  optimal    kuman  kusta adalah pada suhu 27º30º C ( Depkes, 2005).

M. leprae  dapat  bertahan  hidup  7-9  hari,  sedangkan  pada  temperatur  kamar dibuktikan dapat bertahan hidup 46 hari , ada lima sifat khas :
1)    M.Leprae merupakan parasit intra seluler obligat yang tidak dapat dibiakkan dimedia buatan.
2)    Sifat tahan asam M. Leprae dapat diektraksi oleh piridin.
3)    M.leprae merupakan satu- satunya mikobakterium yang   mengoksidasi  D-Dopa (D-Dihydroxyphenylalanin).
4)    M.leprae adalah satu-satunya spesies micobakterium yang menginvasi  dan bertumbuh dalam saraf perifer.
5)    Ekstrak terlarut dan preparat M.leprae mengandung komponen  antigenik yang  stabil dengan  aktivitas    imunologis    yang    khas,  yaitu  uji  kulit  positif  pada  penderita tuberculoid dan negatif  pada penderita lepromatous  (Marwali Harahap, 2000).

2.3 FAKTOR HOST
Usia: Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa.
Jenis kelamin: Laki-laki lebih banyak dijangkiti
Ras: Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti

2.4 FAKTOR ENVIRONMENT
Lingkungan: Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat.
Buruknya kondisi kesehatan lingkungan yang banyak ditemui pada warga miskin, diduga menjadi sarang yang nyaman untuk berkembangnya kuman kusta

2.5 PORT OF ENTRY AND EXIT
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
1)    Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
2)    Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.

Klinis ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan faktor yng penting. Banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan mengenai penularan ini sesuai dengan hukum-hukum penularan seperti halnya penyakit-penyaki terinfeksi lainnya.
Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.

Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Mycrobacterium Leprae dan daya tahan tubuh penderita.

2.6 TRANSMISI
Beberapa asumsi menyebutkan bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui udara. Biasanya terjadi pada udara yang mengandung bakteri leprae, yang dihirup manusia.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 PENCEGAHAN
Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :

a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat (Depkes RI, 2006).

b. Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum  ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda  pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2006).

Pencegahan sekunder 
Pencegahan sekunder  dapat dilakukan dengan :

a. Pengobatan pada penderita kusta
Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).

Pencegahan tertier
a. Pencegahan cacat kusta
Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita. Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006):

Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.

Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf.

b. Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :
·         Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
·         Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan.
·         Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.
·         Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan normal terbatas pada tangan.
·         Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.

3.2 PEMBERANTASAN
Rujukan untuk operasi/ operasi rekonstruksi
Indikasi untuk rujukan operasi meliputi:
1)    Borok di telapak kaki (plantaris pedis) yang lebih dan 1 tahun
2)    Borok yang disertai dengan osteomyelitis
3)    Cacat sudah menetap, misalnya jari bengkok, tangan lunglai, kaki semper, dan mata yang tidak dpat menutup

Khusus untuk operasi rekonstruksi, ada hal-hal yang menjadi pra syarat yang harus dipenuhi sebelum operasi dilaksanakan, antara lain:
1)    Usia produktif dan bersedia dioperasi
2)    Mengerti apa manfaat dan batasan operasi
3)    RFT dan BTA negatif
4)    Bebas reaksi atau bebas prednison, minimal 6 bulan
5)    Cacat sudah menetap (lebih dan 1 tahun)
6)    Tidak ada kekuatan sendi/kontraktur pada jari-jari
7)    Tidak ada luka pada daerah yang akan dioperasi
8)    Kondisi umum baik, HB di atas 10 gr %
           
3.3 PENGOBATAN/ PENATALAKSANAAN
Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit. Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai berikut:

a). Tipe PB ( Pause Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO(1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.

b). Tipe MB ( Multi Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas. Klofazimin 300mg/bln diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum di rumah. DDS 100 mg/hari diminum dirumah, Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.

c). Dosis untuk anak
Klofazimin: Umur, dibawah 10 tahun: /blnHarian 50mg/2kali/minggu, Umur 11-14 tahun, Bulanan 100mg/bln, Harian 50mg/3kali/minggu, DDS:1-2mg /Kg BB, Rifampisin:10-15mg/Kg BB.

d). Pengobatan MDT terbaru
Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.

e). Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman micobakterium leprae. Kuman  penyebabnya  adalah  Mycobacterium  Leprae  yang  ditemukan  oleh G.A.Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, secara morfologik berbentuk pleomorf lurus batang  panjang,  sisi  paralel  dengan  kedua  ujung  bulat,  ukuran 0,3-0,5  x  1-8  mikron.  Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia, jika orang tersebut memiliki respon imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih mengarah pada tuberkuloid, namun jika respon imunitas dari tubuh orang tersebut rendah maka kusta akan lebih mengarah pada lepromatosa. Penularan penyakit kusta sampai saat ini hanya diketahui melalui pintu keluar kuman kusta yaitu: melalui sekret hidung dan kontak langsung dengan kulit penderita. Selain itu ada faktor-faktor lain yang berperan dalam penularan ini diantaranya: usia, jenis kelamin, ras, kesadaran sosial dan lingkungan. Untuk pencegahan penyakit kusta terbagi dalam 3 tahapan yaitu : pencegahan secara primer, sekunder dan tersier.Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien kusta yang perlu dilakukan adalah melakukan pengkajian, pemeriksaan fisik, menentukan diagnosa keperawatan, kemudian memberikan tindakan perawatan yang komprehensip.

4.2 Saran
Untuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta, hendaknya pemerintah mengadakan suatu program pemberantasan kusta yang mempunyai tujuan sebagai  penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.

Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang endemi akan kusta diberikan penyuluhan tentang, cara menghindari, mencegah, dan mengetahui gejala dini pada kusta untuk mempermudah pengobatanya.

Karena di dunia kasus penderita kusta juga masih tergolong tinggi maka perlu diadakanya penelitian tentang penanggulangan penyakit kusta yang efektif.

DAFTAR PUSTAKA

1.    Graber,Mark A,1998,Buku Saku Kedokteran university of IOWA,EGC,Jakarta
2.    Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, Jakarta.
3.    Juall, Lynda,1999 Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi Keperawatan Edisi II, EGC. Jakarta,
4.    Departemen Kesehatan RI Dirjen P2M dan PLP, 1996, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta.
5.    Harahap, M. 1997. Diagnosis and Treatment of Skin Infection, Blackwell Science, Australia
6.    Adhi, N. Dkk, 1997. Kusta, Diagnosis dan Penatalaksanaan, FK UI, Jakarta.
7.    http://j2ng.blogspot.com/2013/02/makalah-penyakit-kusta-morbus-hansen.html