SEKILAS
TENTANG MUTU PELAYANAN KESEHATAN
1.
Definisi
Mutu Pelayanan
Dalam
mendefinisikan mutu ada beberapa pendapat yang berbeda-beda. Berikut ini pengertian
mutu menurut para ahli (Suardi, 2003).
1)
Philip
B. Crosby: Mutu adalah kesesuaian dengan persyaratan atau spesifikasi
2)
W.Edwards
Deming: Mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan
terus-menerus.
3)
Joseph
M. Juran: Mutu adalah kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan terhadap pelanggan.
4)
K.
Ishikawa: Mutu adalah kepuasan pelanggan.
5)
Mutu
menurut ISO 9000:2000 didefinisikan sebagai karakteristik yang melekat pada
produk yang mencukupi persyaratan atau keinginan
Mutu
adalah kesesuaian terhadap kebutuhan, bila mutu rendah merupakan hasil dari
ketidaksesuaian. Mutu tidak sama dengan kemewahan. Suatu produk atau pelayanan
yang sesuai dengan segala spesifikasinya akan dikatakan bermutu, apapun bentuk
produknya. Diakui bahwa ada korelasi erat antara biaya dan mutu. Mutu harus
dapat dicapai, dapat diukur, dapat memberi keuntungan dan untuk mencapainya
diperlukan kerja keras. Suatu system yang berorientasi pada peningkatan mutu
akan dapat mencegah kesalahan-kesalahan dalam penilaian. Kata kunci mutu:
kerjakan sesuatu dengan benar sejak awal dan kerjakan tugas yang benar dengan baik
(Emiliana, 2003).
Mutu
adalah perpaduan sifat-sifat dan karakteristik produk atau jasa yang dapat
memenuhi kebutuhan pemakai atau pelanggan (Bustami,2011). Dan menurut Deming
dalam (Bustami, 2011) mengemukakan bahwa mutu dapat dilihat dari aspek konteks,
persepsi pelanggan, serta kebutuhan dan keinginan peserta.
1)
Dari
aspek konteks, mutu adalah suatu karakteristik atau atribut dari suatu produk
atau jasa.
2)
Dari
aspek persepsi pelanggan, mutu adalah penilaian subjektif pelanggan. Persepsi
pelanggan dapat berubah karena pengaruh berbagai hal.
3)
Dari
aspek kebutuhan dan keinginan pelanggan, mutu adalah apa yang dikehendaki dan
dibutuhkan oleh pelanggan.
Mutu
pelayanan berarti suatu kehandalan, respek dan tanggap akan kebutuhannya,
pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang
ramah pada waktu mereka berkunjung. Pada umumnya mereka ingin pelayanan yang
mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga mereka beserta
keluarganya sehat dan dapat melaksanakan tugas mereka sehari-hari tanpa
gangguan fisik (Eko, 2001).
Mutu
pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan
dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat
memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan dan ketidakmampuan
dan kekurangan gizi (Eko, 2001).
Setiap
orang akan menilai mutu layanan kesehatan berdasarkan dengan standar dan
kriteria yang berbeda-beda. Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian
mutu layanan kesehatan adalah karena mutu layanan kesehatan itu sangat melekat
dengan faktor- faktor subyektif orang yang berkepentingan, baik pasien/klien,
pemberi layanan kesehatan (provider), penyandang dana masyarakat, ataupun
pemilik sarana layanan kesehatan. Tetapi dalam bab ini hanya akan ditampilkan
dua perspektif menurut S. Pohan yaitu perspektif dari pasien/masyarakat dan
perspektif dari pemberi layanan kesehatan (provider) (Eko, 2001).
Perspektif
pasien/masyarakat
Pasien/masyarakat
melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang
dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara yang
sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta
mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien/masyarakat ini
sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau
datang berobat kembali.
Dimensi
mutu layanan kesehatan yang berhubungan dengan kepuasan pasien dapat
mempengaruhi kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.
Pasien/masyarakat sering menganggap bahwa dimensi efektifitas, akses, hubungan
antar manusia, kesinambungan, dan kenyamanan sebagai suatu dimensi mutu layanan
kesehatan yang sangat penting (Pohan, 2007).
Pemberi
layanan kesehatan harus memahami status
kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan
mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan melibatkan masyarakat
dalam menentukan bagaimana cara yang paling efektif menyelenggarakan layanan
kesehatan. Masyarakat tidak akan mampu menilai dimensi kompetensi teknis dan
tidak mengetahui layanan kesehatan apa yang dibutuhkannya. Agar dapat menjawab
pertanyaan tersebut, perlu dibangun suatu hubungan saling percaya antara
pemberi layanan kesehatan atau provider dengan pasien/masyarakat (Pohan, 2007).
Perspektif
pemberi layanan (provider)
Pemberi
layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur
kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan
sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome)
atau hasil layanan kesehatan itu (Pohan, 2007).
Komitmen
dan motivasi pemberi layanan kesehatan bergantung pada kemampuannya dalam
melaksanakan tugas dengan cara yang optimal. Sebagai profesi layanan kesehatan,
perhatiannya berfokus pada dimensi kompetensi teknis, efektifitas, dan
keamanan. Pertanyaan yang mereka ajukan antara lain, berapa pasien yang akan
diperiksa dalam satu jam, apakah tersedia pemeriksaan laboratorium, apakah
akurat, efisien, dapat dipercaya, apakah tersedia system rujukan jika
diperlukan, apakah lingkungan kerja memadai dan bersih, privasi pasien
terjamin, apakah lingkungan akan mendukung pengembangan profesi, apakah apotek
dapat menyediakan obat yang diperlukan, apakah tersedia kesempatan pendidikan
berkelanjutan (Pohan, 2007)
Sebagaimana
halnya pasien/masyarakat, semua pertanyaan tersebut harus ditanggapi oleh
organisasi layanan kesehatan, kemudian sebagai pelanggan internal (internal
clients), pemberi layanan kesehatan itu harus mendapat kepuasan kerja dalam
melaksanakan tugas profesinya. Profesi layanan kesehatan membutuhkan dan
mengharapkan adanya dukungan teknis, administratif, dan layanan pendukung
lainnya yang efektif serta efisien dalam menyelenggrakan layanan kesehatan yang
bermutu tinggi (Pohan, 2007)
2.
Dimensi
Mutu
Pohan
(2007), menyebutkan ada 10 dimensi mutu pelayanan meliputi:
1.Dimensi
Kompetensi Teknis
Dimensi
kompetensi teknis menyangkut keterampilan, kemampuan, dan penampilan atau
kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi kompetensi teknis itu berhubungan
dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan
yang telah disepakati, yang meliputi kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan
konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari
penyimpangan kecil terhadap standar
layanan kesehatan, sampai kepada
kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan
jiwa pasien.
2.Dimensi
Keterjangkauan Atau Akses
Dimensi
keterjangkauan atau akses, artinya layanan kesehatan itu harus dapat dicapai
oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi,
organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak, lama perjalanan,
biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/ atau hambatan fisik lain yang dapat
menghalangi seseorang untuk mendapat layanan kesehatan. Akses ekonomi berkaitan
dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya
berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu secara
sosial atau nilai budaya, kepercayaan, dan perilaku. Akses organisasi ialah
sejauh mana layanan kesehatan itu diatur, agar memberi kemudahan/kenyamanan
kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan
menggunakan bahasa atau dialog yang dapat dipahami oleh pasien.
3.Dimensi
Efektivitas
Layanan
kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan
yang ada, mencegah terjadinya penyakit serta berkembangnya dan/atau meluasnya
penyakit yang ada. Efektifitas layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana
standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten, dan sesuai
dengan situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan disusun pada tingkat
organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan
kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi setempat.
Dimensi
efektivitas sangat berkaitan dengan dimensi kompetensi teknis, terutama dalam
pemilihan alternative dalam relative risk dan keterampilan dalam mengikuti
prosedur yang terdapat dalam standard layanan kesehatan.
4.Dimensi
Efisiensi
Sumber
daya kesehatan sangat terbatas. Oleh sebab itu, dimensi efisiensi sangat
penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani
lebih banyak pasien dan atau masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak memenuhi
standar layanan kesehatan umumnya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien,
memerlukan waktu lama, dan menimbulkan resiko yang lebih besar kepada pasien.
Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas, kita dapat memilih
intervensi yang paling efisien.
5.Dimensi
Kesinambungan
Dimensi
kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai
kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur
diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke
layanan kesehatan yang dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien
terdokumentasi dengan lengkap, akurat, dan terkini, layanan kesehatan rujukan
yang diperlukan pasien dapat terlaksana tepat waktu dan tepat tempat.
6.Dimensi
Keamanan
Dimensi
keamanan maksudnya layanan kesehatan itu harus aman, baik bagi pasien, bagi
pemberi layanan, maupun bagi masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang
bermutu harus aman dari risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain
yang ditimbulkan oleh layanan kesehatan itu sendiri.
7.Dimensi
Kenyamanan
Dimensi
kenyamanan tidak berhubungan langsung dengan efektivitas layanan kesehatan,
tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk
datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan atau kenikmatan dapat
menimbulkan kepercayaan pasien kepada organisasi layanan kesehatan. Jika biaya
layanan kesehatan menjadi persoalan, kenikmatan akan mempengaruhi pasien untuk
membayar biaya layanan kesehatan. Kenyamanan juga terkait dengan penampilan
fisik layanan kesehatan, pemberi layanan, peralatan medis dan non medis.
8.Dimensi
Informasi
Layanan
kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa,
siapa, kapan, dimana, dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan/atau telah
dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas.
9.Dimensi
Ketepatan Waktu
Agar
berhasil, layanan kesehatan itu harus dilaksanakan dalam waktu dan cara yang
tepat, oleh pemberi pelayanan yang tepat, dan menggunakan peralatan dan obat
yang tepat, serta dengan biaya yang efisien (tepat).
10.Dimensi
Hubungan Antarmanusia
Hubungan
antarmanusia merupakan interaksi antara pemberi layanan kesehatan (provider)
dengan pasien atau konsumen, antar sesama pemberi layanan kesehatan, hubungan
antara atasan-bawahan, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, pemerintah
daerah, LSM, masyarakat, dan lain-lain. Hubungan antar manusia yang baik akan
menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas dengan cara saling menghargai,
menjaga rahasia, saling menghormati, responsive, memberi perhatian, dan
lain-lain. Mendengarkan keluhan dan berkomunikasi dengan efektif juga penting.
Penyuluhan kesehatan yang baik bersumber dari komunikasi yang baik. Dimensi
hubungan antarmanusia yang kurang baik dapat mengurangi kadar dimensi
efektivitas dan dimensi kompetensi teknis dari layanan kesehatan yang
diselenggarakan. Pengalaman menunjukkan bahwa pasien yang diperlakukan kurang
baik cenderung akan mengabaikan nasihat dan tidak akan mau melakukan kunjungan
ulang, (Pohan, 2007)
Dimensi
mutu layanan kesehatan merupakan suatu kerangka pikir yang dapat digunakan
dalam menganalisis masalah mutu layanan kesehatan yang sedang dihadapi dan
kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya. Jika terjadi
ketidakpuasan pasien, analisis dilakukan terhadap setiap dimensi mutu layanan kesehatan yang disebutkan diatas.
Setelah diketahui dimensi mutu layanan kesehatan yang belum/tidak terpenuhi,
solusi yang tepat akan dapat ditentukan, kemudian dilakukan analisis terhadap
standar layanan kesehatan yang digunakan.
Menurut
Lori di Prete Brown ada 8 dimensi mutu pelayanan yaitu:
1.Kompetensi
teknis (Technical competence)
Adalah
terkait dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer dan staf
pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas
mengikuti standart pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal: kepatuhan,
ketepatan (accuracy), kebenaran (reliability), dan konsistensi.
2.Akses
terhadap pelayanan (Acces to service)
Adalah
pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi,
budaya, organisasi atau hambatan bahasa
3.Efektivitas
(Effectiveness)
Adalah
kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas yang menyangkut norma
pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standart yang ada.
4.Efisiensi
(Efficiency)
Adalah
dimensi yang penting dari kualitas karena efisiensi akan mempengaruhi hasil
pelayanan kesehatan, apalagi sumberdaya pelayanan kesehatan pada umumnya
terbatas. Pelayanan yang efisien pada umumnya akan memberikan perhatian yang
optimal kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan yang
terbaik dengan sumber daya yang dimiliki.
5.Kontinuitas
(Continuity)
Adalah
klien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk rujukan)
tanpa mengulangi prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu.
6.Keamanan
(Safety)
Adalah
mengurangi resiko cidera, infeksi atau bahaya lain yang berkaitan dengan
pelayanan. Keamanan pelayanan melibatkan petugas dan pasien
7.Hubungan
antar manusia (Interpersonal relations)
Adalah
interaksi antara petugas kesehatan dan pasien, manajer dan petugas, dan antara
tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antar manusia yang baik menanamkan
kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia,
menghormati, responsive, dan memberikan perhatian.
8.Kenyamanan
(Amenities)
Adalah
pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektifitas klinis,
tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya untuk kembali ke
fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya. Amenities juga
berkaitan dengan penampilan fisik dari fasilitas kesehatan, personil,dan
peralatan medis maupun non medis.(Wijoyo, Djoko. 2008).
3.
Mengukur
Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu
pelayanan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
memperhatikan atau memantau dan menilai indikator, kriteria dan struktur yang
dirumuskan relevan dan berlaku sesuai dengan aspek-aspek struktur, proses dan
outcome dari organisasi pelayanan kesehatan tersebut (Wijono, 2000).
Penilaian
mutu pelayanan dipuskesmas diperuntuk bagi dengan berbagai faktor lain. Pada
industri manufaktur, mutu barang yang dihasilkan dibentukkan oleh standar bukti
dan harga. Bila mutu dibawah standar, atau bila harganya diatas standar untuk
barang itu, maka konsumen “pasien” tidak dalam posisi yang mampu menilai secara
pasti mutu pelayanan klinik yang diterimanya (baik dan standar). Ditambah lagi
kenyataan bahwa bila ada pelayanan yang tidak bermutu maka kesehatan pasien dan
mungkin juga jiwanya menjadi taruhannya (Adinda, 2002).
1.Pengukuran
Mutu Prospektif
Pengukurannya
akan ditentukan terhadap struktur atau input layanan kesehatan dengan asumsi
bahwa layanan kesehatan harus memiliki sumber daya tertentu agar dapat
menghasilkan suatu layanan yang bermutu.
2.Pengukuran
mutu Retrospektif
Pengukuran
ini biasanya merupakan gabungan dari beberapa kegiatan seperti penilaian
catatan keperawatan (nursing record), wawancara, pembuatan kuesioner, dan
menyelenggarakan pertemuan.
3.Pengukuran
mutu konkuren
Pengukuran
ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu lengkapi
dengan peninjauan pada catatan keperawatan serta melakukan wawancara dan
mengadakan pertemuan dengan klien, keluarga atau petugas kesehatan. (Efendi,
Ferry. 2009).
Dalam
(Pohan, 2007) mutu pelayanan kesehatan
dapat diukur melalui tiga cara yaitu:
1.Pengukuran
Mutu Prospektif
Pengukuran
mutu prospektif adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang
dilakukan sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Oleh sebab itu,
pengukurannya akan ditujukan terhadap struktur atau masukan layanan kesehatan
dengan asumsi bahwa layanan kesehatan harus memiliki sumber daya tertentu agar
dapat menghasilkan suatu layanan kesehatan yang bermutu.
2.Pengukuran
Mutu Retrospektif
Pengukuran
mutu retrospektif adalah suatu pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang
dilakukan setelah penyelenggraan layanan kesehatan selesai dilaksanakan.
Pengukuran ini biasanya merupakan gabungan dari beberapa kegiatan seperti:
penilaian rekam medic, wawancara, pembuatan kuesioner dan penyelenggaraan
pertemuan.
3.Pengukuran
Mutu Konkuren
Pengukuran
mutu konkuren adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan, yang dilakukan
selama layanan kesehatan dilangsungkan atau diselenggarakan. Pengukuran ini dilakukan
melalui pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi dengan
peninjauan pada rekam medic, wawancara dengan pasien/keluarga/petugas
kesehatan, dan mengadakan pertemuan dengan pasien/ keluaraga/ petugas
kesehatan.
4.
Aspek-Aspek
Mutu Pelayanan
Aspek–
aspek mutu pelayanan yang dikaitkan dengan kepuasan pelanggan atau pasien.
Febriyanti (2009) aspek- aspek mutu
pelayanan difokuskan menjadi 5, yaitu:
1)
Tangible
(berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, karyawan dan
alat-alat komunikasi.
2)
Reliability
(keandalan); yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah dijanjikan
secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat).
3)
Responsiveness
(cepat tanggap); yaitu kemauan untuk membantu pelanggan (konsumen) dan
menyediakan jasa/pelayanan yang cepat dan tepat.
4)
Assurance
(kepastian); mencakup pengetahuan dan keramah- tamahan para karyawan dan
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaaan dan keyakinan, kesopanan dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, risiko atau
keragu-raguan.
5)
Emphaty
(empati); meliputi pertumbuhan pemberian perhatian secara individual kepada
pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memberikan
kebutuhan pelanggan.
Menurut
Wahyuddin (2009) aspek-aspek mutu pelayanan adalah:
- Keandalan (reliability). Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan dengan kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan waktu.
- Ketanggapan (responsiveness). Yaitu keinginan para pegawai atau karyawan membantu konsumen dan memberikan pelayanan itu dengan tanggap terhadap kebutuhan konsumen, cepat memperhatikan dan mengatasi kebutuhan-kebutuhan
- Jaminan (assurance). Mencakup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pada karyawan, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi, percaya diri dan menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif).
- Empati atau kepedulian (empathy). Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan konsumen yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap konsumen, melayani konsumen dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi konsumen, berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh simpati.
- Bukti langsung atau berwujud (tangibles). Meliputi fasilitas fisik, peralatan pegawai, kebersihan (kesehatan), ruangan baik teratur rapi, berpakaian rapi dan harmonis, penampilan karyawan atau peralatannya dan alat komunikasi.
6.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan
Faktor-faktor
yang menentukan mutu pelayanan yaitu:
- Kelayakan adalah tingkat dimana tindakan yang dilakukan relevan terhadap kebutuhan klinis pasien dan memperoleh pengetahuan yang berhubungan dengan keadaannya.
- Kesiapan adalah dimana kesiapan tindakan yang layak dapat memenuhi kebutuhan pasien sesuai keperluannya.
- Kesinambungan adalah tingkat dimana tindakan bagi pasien terkoordinasi dengan baik setiap saat, diantara tim kesehatan dalam organisasi
- Efektifitas adalah tingkat dimana tindakan terhadap pasien dilakukan dengan benar, serta mendapat penjelasan dan pengetahuan sesuai dengan keadaannya, dalam rangka memenuhi harapan pasien.
- Kemanjuran adalah tingkat dimana tindakan yang diterima pasien dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai harapan pasien.
- Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien terhadap sumber-sumber yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasien.
- Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasien dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasien serta harapan-harapannya dihargai.
- Keamanan adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan diminimalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, termasuk petugas kesehatan.
- Ketepatan waktu adalah tingkat dimana tindakan diberikan kepada pasien tepat waktu sangat penting dan bermanfaat (Febriyanti, 2009).
7.
Penilaian
Mutu Pelayanan Kesehatan
Pada
umunya untuk meningkatkan mutu pelayanan ada dua cara:
- Meningkatkan mutu, dan kualitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan, perlengkapan dan material.
- Memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan pelayanan
Ada
tiga pendekatan evaluasi (penilaian) mutu, yaitu:
1.Struktur
Struktur
meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen,
keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.
Baik
tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari:
1)
Jumlah,
besarnya input
2)
Mutu
struktur atau mutu input
3)
Besarnya
anggaran atau biaya
4)
Kewajaran
2.Proses
Proses
merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara professional oleh tenaga
kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan
pasien.
Proses
mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan
penanganan kasus.
Baik
tidaknya proses dapat diukur dari:
1)
Relevan
tidaknya proses itu bagi pasien
2)
Fleksibilitas
dan efektifitas
3)
Mutu
proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya
4)
Kewajaran,
tidak kurang dan tidak berlebihan
3.Outcome
Outcome
adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan professional terhadap
pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik
positif maupun negatif. Outcome jangka
pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.
Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional pasien
(Pohan, 2007).
3.
Konsep
Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut
Pohan (2007), jaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai
keseluruhan upaya yang bertujuan untuk memberikan suatu layanan kesehatan yang
terbaik mutunya, yaitu layanan kesehatan yang sesuai dengan standar layanan
kesehatan yang disepakati. Pengertian operasional jaminan mutu layanan
kesehatan adalah upaya yang sistematis dan berkesinambungan dalam memantau dan
mengukur mutu serta melakukan peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu
layanan kesehatan senantiasa sesuai dengan standar layanan kesehatan yang
disepakati.
Istilah
jaminan mutu layanan kesehatan ini juga mencakup semua istilah kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut antara lain Total
Quality Management atau manajemen mutu terpadu, Continous Quality Improvement
atau peningkatan mutu berkesinambungan. Quality Management atau manajemen mutu.
Dengan
demikian, jaminan mutu layanan kesehatan mencakup kegiatan:
1)
Mengetahui
kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat yang menjadi pelanggan eksternal
layanan kesehatan.
2)
Menggunakan
semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam organisasi layanan
kesehatan.
3)
Membuat
keputusan berdasarkan data atau fakta, bukan perkiraan atau dugaan.
4)
Bekerja
dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan pengakuan
bahwa semua tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan produktivitas
sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa kontribusinya kepada
organisasi layanan kesehatan di hargai.
5)
Menghindarkan
pemborosan setiap bagian organisasi layanan kesehatan, termasuk waktu, karena
waktu adalah uang.
6)
Mengelola
semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting, tetapi pada saat
yang sama mendorong orang menjadi inovatif dan kreatif.
7)
Semua
kegiatan itu harus selalu dikerjakan.
Menurut
pohan (2007) pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan dilaksanakan melalui
tahap-tahap sebagai berikut:
1)
Sadar
mutu
2)
Penyusunan
standar
3)
Mengukur
apa yang tercapai
4)
Membuat
rencana peningkatan mutu layanan kesehatan
5)
Meningkatkan
mutu layanan kesehatan yang diperlukan.
Pengukuran
pencapaian dilakukan dengan cara membandingkan kenyataan terhadap standar
layanan kesehatan, yaitu melakukan pengukuran terhadap indikator atau
kriteria. Apabila terjadi kesenjangan
antara yang dihasilkan dengan yang diharapkan, diperlukan suatu tindakan
perbaikan. Untuk itu, suatu rencana untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan
perlu di susun. Apabila mutu layanan kesehatan berada dibawah pernyataan
standar layanan kesehatan, suatu tindakan akan di lakukan untuk meningkatkan
mutu layanan kesehatan sehingga standar layanan kesehatan itu dapat terpenuhi.
Dengan demikian, jaminan mutu layanan kesehatan merupakan suatu proses yang
berkesinambungan, yaitu suatu proses yang tidak akan pernah berhenti.
Pengukuran layanan kesehatan di lakukan secara berkala sehingga tersedia
kesempatan untuk memantau akibat dari perubahan tersebut.
Jika
mutu layanan kesehatan berada diatas standar layanan kesehatan yang telah
ditetapkan, standar layanan kesehatan akan diubah dan sekaligus ditetapkan,
bahwa telah terjadi suatu peningkatan mutu layanan kesehatan. Jaminan mutu
layanan kesehatan merupakan suatu upaya peningkatan mutu layanan kesehatan yang dilakukan secara
terus menerus, oleh sebab itu upaya tersebut dapat digambarkan sebagai suatu
siklus jaminan mutu layanan kesehatan yang disebut sebagai lingkaran mutu. Semua
langkah yang terdapat dalam siklus jaminan mutu layanan kesehatan atau
lingkaran mutu selalu berulang dan berkesinambungan serta tidak pernah
berhenti, seperti yang terlihat pada gambar 2.1 (Pohan, 2007).
Hakekat
dasar dari pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
para pemakai jasa pelayan kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan dapat
menimbulkan rasa puas terhadap pelayanan kesehatan. Sedangkan mutu pelayanan
kesehatan yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam
menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut
makin baik pula mutu pelayanan kesehatan
dengan perkataan lain pelayanan kesehatan dinilai baik, apabila
pelayanan kesehatan tersebut dapat menimbulkan rasa puas pada diri setiap
pasien (Azwar, 2002)
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Anief.
2008. Faktor Yang Menentukan Tingkat Kepuasan Pasien.
http://etd.eprints.ums.ac.id. Diakses 02
Mei 2011.
2.
Arikunto,
S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
3.
Azwar,
Saifudin. 2002. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta Pustaka
Pelajar.
4.
Bustami.
2011. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan & Aksebtabilitasnya. Erlangga :
PT Gelora Aksara Pratama
5.
Depkes
RI. 2006. Instrument Evaluasi Penerapan Standar ASuhan Keperawatan: Depkes
RI:Jakarta
6.
Effendy,
Ferry dan Makhfudi. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta : Salemba
Medika.
7.
Eko,
2001. Manajemen Mutu Pelayanan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
8.
Emiliana.
2003. Peningkatan Mutu Pelayanan. Bandung: Citra Nusantara
9.
Febriyanti.
2009. Mutu pelayanan Kesehatan di Puskesmas. www.ppni.blogspot.com. Akses 22-
11-2011
10. Hidayat 2009. Metode
Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
11. Indrajati. 2002.
Macam Bentuk Keperawatan. Jakarta: Surya Cipta
12. Kotler &
Amstrong. 2008. Perawatan Kesehatan Keluarga: Suatu Proses. UP, College Of
Nursing, Quezon City Philippines
13. Laksono, trisantoro.
2005. Good Governance dan Sistem Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan: Surabaya
14. Nazir, Moh. 2005.
Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
15. Notoatmodjo,
Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
16. Nugreheni. 2004.
Analisis Harapan Pelayanan Kesehatan Puskesmas. http://etd.eprints.ums.ac.id.pdf.
Diakses 26 November 2011
17. Nursalam. 2003.
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
18. Nursalam. 2008.
Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi,
Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.
19. Poerwodarmito 2003.
Kamus Besar Indonesia. Jakarta: ISBN
20. Pohan, I S. 2007.
Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. EGC: Jakarta
21. Pratisto. 2009.
Program SPSS 16. Jogjakarta: Graha Ilmu
22. Rangkuti. 2006.
Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan. http//www.jojo.co.id. akses 26 november 2011
23. Riyadi, Slamet. 2004.
Manajemen Pelayanan Kesehatan Puskesmas , Rhineka Cipta: Jakarta.
24. Sugiyono. 2007.
Statistik penelitian untuk Kesehatan. Jakarta: EGC
25. Sutojo. 2003.
Kepuasan Keperawatan Pasien DiPuskesmas. Jakarta: Media Cipta
26. Wahyudi. 2009.
Kualitas Pelayanan Keperawatan. www.psikomedia.com. Akses 30-11-2011
27. Wahyu. 2010. Analisis
Harapan dan Kepuasan Penderita Pengguna Pelayanan Puskesmas di Kabupaten
Sidoarjo. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol 13 No. 2. Akses 11-09-2011
28. Wijaya, Toni. 2011.
Manajemen Kualitas Jasa. Jakarta : PT Indeks
29. Wijono. 2000.
Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol 1. Surabaya : Airlangga University Press
30. Wijoyo, Djoko. 2008.
Manajemen Kesehatan Ibu dan Anak. Surabaya : Duta Prima Airlangga.
31. Zahruli. 2006.
Pendekatan Mutu dan Kepuasan dalam Pelayanan Kesehatan. Medan :UNHAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar