PENYAKIT GOUT ARTRITIS
Konsep Gout arthritis
Pengertian Gout arthritis
Istilah gout berasal dari kata “gutta” yang
berarti tetesan. Konon, menurut kepercayaan masyarakat pada saat itu,
gout muncul sebagai akibat dari tetesan roh jahat yang masuk kedalam sendi. Penyakit
gout dapat dijumpai disetiap negara di dunia. Hasil penelitian epidemologis
menunjukkan bahwa bangsa Maori di Selandia Baru, Filipina, dan bangsa-bangsa
dikawasan Asia Tenggara mempunyai kecenderungan menderita penyakit ini. Di
Indonesia, suku Minahasa dan Tapanuli berpeluang menderita penyakit gout lebih
tinggi dibandingkan dengan suku-suku yang lainnya (Junaidi, 2013:80).
Penyakit Pirai (gout)
atau Arthritis Gout adalah penyakit yang di sebabkan oleh tumpukan asam/kristal
urat pada jaringan, terutama pada jaringan sendi. Gout berhubungan erat dengan
gangguan metabolisme purin yang memicu peningkatan kadar asam urat dalam darah
(hiperurisemia), yaitu jika kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,5 mg/dl.
Catatan: kadar normal asam urat dalam darah untuk pria adalah 8 mg/dl,
sedangkan untuk wanita adalah 7 mg/dl (Junaidi, 2013:80).
Secara tradisional, gout dibagi menjadi dua,
yaitu: bentuk primer (90%) dan bentuk sekunder (10%). Gout primer adalah gout
yang penyebabnya tidak diketahui atau karena gangguan/kelainan proses
metabolisme tubuh. Sementara itu, gout sekunder adalah gout yang penyebabnya
dapat diketahui. Orang normal setiap hari membuang 700 mg asam urat melalui
urin, dan sisa yang tersimpan dalam cairan tubuh adalah sekitar 1.000 mg.
Penderita gout menghasilkan asam urat secara berlebihan, sehingga yang
tersimpan dalam tubuh meningkat menjadi 3-15 kali dari keadaan normal. Dan
dilain pihak pengeluarannya melalui ginjal terganggu atau menurun (Junaidi,
2013:81).
2.2.2
Faktor-faktor
terjadinya
gout arthritis
Berikut faktor-faktor
terjadinya gout arthritis :
a)
Penyakit
ginjal kronis
Ginjal merupakan filter berbagai benda asing untuk
diekskresi keluar tubuh. Karena itu, gangguan yang timbul pada organ ini akan
memengaruhi metabolisme tubuh dan menimbulkan berbagai jenis penyakit. Salah
satunya penyakit yang bisa ditimbulkan adalah hiperurisemia. Hiperurisemia dan
penyakit ginjal memiliki hubungan sebab akibat. Gangguan fungsi ginjal pada
ginjal bisa mengganggu eskresi asam urat. Namun, kadar asam urat yang terlalu
tinggi juga bisa mengganggu kinerja dan fungsi ginjal (Lingga, 2012:41).
b)
Faktor
usia
Gout umumnya dialami oleh pria dan wanita dewasa yang berusia diatas 40
tahun. Setelah memasuki masa pubertas, pria memiliki resiko gout lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita. Jumlah total penderita gout pada pria lebih banyak
dibandingkan dengan kaum wanita. Ketika memasuki usia paruh baya, jumlahnya
menjadi sebanding antara pria dan wanita. Dalam sebuah kajian di Amerika,
prevalensi berlipat ganda dalam populasi usia 40-75 tahun. Dalam kajian kedua, prevalensi
gout pada populasi dewasa di
Inggris diperkirakan sebesar 1.4%, dengan puncaknya lebih dari 7% pada pria
usia 40-75 (Beyond, 2013). Menurut survey yang diadakan oleh National Health and
Nutrition Examinition Survey (NHANES), rasio penderita hiperurisemia sebagai
berikut:
a.
Usia
diatas 20 tahun : 24%
b.
Usia
50-60 tahun : 30%
c.
Usia
lebih tua dari 60 tahun :
40%
d.
Rata-rata
penduduk Asia :
5-6%
Resiko serangan gout mencapai puncaknya pada saat seseorang
berusia 75 tahun, setelah berusia di atas 75 tahun, resiko gout semakin
menurun, bahkan tidak ada resiko sama sekali. Kecuali, jika penyakit tersebut merupakan perkembangan
dari penyakit gout kronis yang sebelumnya telah dialami (Lingga, 2012:24).
c)
Dehidrasi
Kekurangan cairan didalam tubuh akan menghambat ekskresi
asam urat. Pada
dasarnya semua cairan itu adalah pelarut. Namun, daya larut setiap cairan
berbeda-beda. Air yang memiliki daya larut paling tinggi adalah air putih. Air
putih dapat melarutkan semua zat yang larut di dalam cairan, termasuk asam
urat. Air diperlukan sebagai pelarut asam urat yang dibuang atau diekskresi
melalui ginjal bersama urine. Jika tubuh kekurangan air, maka akan menghambat
ekskresi asam urat sehingga memicu peningkatan asam urat. Saat volume cairan
tubuh kurang, maka sampah sisa metabolisme pun akan menumpuk. Penumpukan asam
urat dan sisa metabolisme itulah yang menimbulkan nyeri di persendian (Lingga, 2012:166).
d)
Makan
berlebihan
Asupan purin dari makanan akan menambah jumlah purin yang beredar di dalam
tubuh. secara teknis, penambahan purin yang beredar di dalam darah tergantung
pada jumlah purin yang berasal dari makanan. Artinya, semakin banyak
mengkonsumsi purin, semakin tinggi kadar asam urat (produk akhir metabolisme
purin) dalam tubuh (Lingga, 2012:98).
e)
Konsumsi
alkohol
Sejumlah studi mengatakan konsumsi alkohol memiliki
pengaruh sangat besar dalam meningkatkan prevalensi gout pada penggemar alkohol.
Dampak buruk alkohol akan semakin nyata pada individu yang mengalami obesitas.
Sebuah studi yang dilakukan di Jepang oleh Shirusi H. (2009) menemukan korelasi
nyata antara konsumsi alkohol dan obesitas terhadap hiperurisemia. Resiko
konsumsi alkohol semakin tinggi jika dilakukan oleh penderita obesitas.
Dikatakan bahwa penderita obesitas yang gemar mengkonsumsi akohol dipastikan
mengalami gout (Lingga, 2012:47).
f)
Pasca-operasi
Seseorang yang telah menjalani
operasi beresiko mengalami kenaikan kadar asam urat sesaat. Karena penurunan
jumlah air yang mereka konsumsi pasca-operasi menyebabkan ekskresi asam urat
terhambat untuk sementara waktu (Lingga, 2012:28).
Patofisiologi
Untuk menjadi gout arthritis, asam urat harus
melalui tahapan-tahapan tertentu yang menandai perjalanan penyakit ini. Gejala awal ditandai oleh hiperurisemia kemudian
berkembang menjadi gout dan komplikasi yang
ditimbulkannya. Prosesnya berjalan cukup lama
tergantung kuat atau lemahnya faktor resiko yang dialami oleh seorang penderita
hiperurisemia.
Jika hiperurisemia tidak ditangani dengan baik,
cepat atau lambat penderita akan mengalami serangan gout akut. Jika kadar asam
urat tetap tinggi selama beberapa tahun, penderita tersebut akan mengalami
stadium interkritikal. Setelah memasuki fase ini, tidak butuh waktu lama untuk
menuju fase akhir yang dinamakan dengan stadium gout kronis (Lingga, 2012:19).
Manifestasi klinis
Biasanya, serangan gout
arthritis pertama hanya menyerang satu sendi dan berlangsung selama beberapa
hari. Kemudian, gejalanya menghilang
secara bertahap, dimana sendi kembali berfungsi dan tidak muncul gejala
sehingga terjadi serangan berikutnya. Namun, gout cenderung akan semakin
memburuk, dan serangan yang tidak diobati akan berlangsung lebih lama, lebih
sering, dan menyerang beberapa sendi. Alhasil, sendi yang terserang bisa
mengalami kerusakan permanen (Junaidi, 2013:84).
Lazimnya serangan gout
arthritis terjadi dikaki (monoarthritis).
Namun, 3-14% serangan juga bisa terjadi dibanyak sendi (poliarthritis).
Biasanya, urutan sendi yang terkena serangan gout (poliarthritis) berulang
adalah: ibu jari kaki (podogra), sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi
kaki belakang, pergelangan tangan, lutut, dan bursa elekranon pada siku
(Junaidi, 2013:85).
Nyeri yang hebat dirasakan oleh
penderita gout pada satu atau beberapa sendi. Umunya serangan terjadi pada
malam hari. Biasanya, hari sebelum serangan gout terjadi penderita tampak
sangat bugar tanpa gejala atau keluhan, tetapi tiba-tiba tepatnya pada tengah
malam menjelang pagi, ia terbangun karena merasakan sakit yang sangat hebat
serta nyeri yang semakin memburuk dan tak tertahankan (Junaidi, 2013:85).
Sendi yang terserang gout akan
membengkak dan kulit diatasnya akan berwarna merah atau keunguan, kencang dan
licin, serta terasa hangat dan nyeri jika digerakkan, dan muncul benjolan pada
sendi (yang disebut tofus). Jika sudah agak lama (hari kelima), kulit diatasnya
akan berwarna merah kusam dan terkelupas (deskuamasi). Gejala lainya adalah
muncul tofus di helixs telinga/ pinggir sendi/tendon. Menyentuh kulit diatas
sendi yang terserang gout bisa memicu rasa nyeri yang luar biasa. Rasa nyeri
ini akan berlangsung selama beberapa hari hingga sekitar satu minggu, lalu
menghilang (Junaidi, 2013:85).
Kristal dapat terbentuk
disendi-sendi perifer karena persendian tersebut lebih dingin dibandingkan
persendian ditubuh lainya, karena asam urat cenderung membeku pada suhu dingin.
Kristal urat juga terbentuk ditelinga dan jaringan lainya yang relatif dingin. Gout jarang terjadi pada tulang belakang, tulang panggul,
atau bahu. Gejala lain dari arthritis gout akut adalah demam, menggigil, tidak
enak badan, dan denyut jantung berdetak dengan cepat. Serangan gout akan
cenderung lebih berat pada penderita yang berusia dibawah 30 tahun. Biasanya,
gout menyerang pria usia pertengahan dan wanita pasca-menopause (Junaidi, 2013:86).
Gout bisa menahun dan berat,
yang menyebabkan kelainan bentuk sendi. Pengendapan kristal urat didalam sendi
dan tendon terus berlanjut dan menyebabkan kerusakan yang akan membatasi
pergerakan sendi. Benjolan keras dari kristal urat (tofi) diendapkan dibawah kulit disekitar sendi. Tofi juga bisa terbentuk didalam ginjal dan organ
tubuh lainya, dibawah kulit telinga atau disekitar siku. Jika tidak diobati,
tofi pada tangan dan kaki bisa pecah dan mengeluarkan massa kristal yang menyerupai
kapur (Junaidi, 2013:86).
Penatalaksanaan
a) Olahraga aerobik/senam
Manfaat kesehatan olahraga aerobik
meliputi berkurangnya resiko penyakit jantung atau penyakit kronis lainya,
menormalkan tekanan darah, mengontrol berat badan, mengurangi gula darah dan
lemak, dan mengurangi kekakuan dan nyeri karena arthritis. Olahraga aerobik
berpengaruh rendah tidak memperburuk nyeri arthritis. Digabungkan dengan
penguatan dan peregangan, olahraga aerobik menambah kebugaran, mengurangi
depresi dan nyeri dan (dalam jangka panjang) memperbaiki fungsi (Millar, 2013:51).
Durasi suatu kelas biasanya 45-60 menit. Kelas 60 menit
yang baik meliputi kegiatan pemanasan minimum 10 menit, 15-20 menit gerak inti,
dan 10 menit pendinginan. Selama 2-4 minggu dalam jangka waktu 2-3
kali dalam seminggu. Penelitian telah membuktikan bahwa dengan mengikuti
aerobik seseorang dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi tangan dan
kaki, kekuatan, kecepatan, atau jarak tempuh yang merupakan perkiraan ketahanan
aerobik pada aktivitas singkat (Millar, 2013:131).
b) Kompres panas atau dingin
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas
reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses
inflamasi. Agar efektif, es dapat diletakkan pada tempat cedera segera setelah
cedera terjadi. Sementara terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran
darah ke suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan (Andarmoyo, 2013:85).
c)
Medikamentosa
Preparat colchicin (oral atau parenteral) atau NSAID, seperti indometasin,
digunakan untuk meredakan serangan akut gout. Penatalaksanaan medis
hiperurisemia, tofus, penghancuran sendi dan masalah renal biasanya dimulai
setelah proses inflamasi akut mereda. Preparat urikosurik seperti probenesid
akan memperbaiki keadaan hiperurisemia dan melarutkan endapan urat. Allopurinol
juga merupakan obat yang efektif tetapi penggunaannya terbatas karena terdapat
resiko toksisitas. Kalau diperlukan penurunan kadar asam urat dalam serum,
preparat urikosurik merupakan obat pilihan. Kalau pasiennya beresiko untuk
mengalami insufiensi renal atau batu ginjal (kalkuli renal), allopurinol merupakan
obat pilihan (Smeltzer, 2002:1811).
d)
Relaksasi
Relaksasi adalah suatu
tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga
dapat meningkatkan toleransi nyeri.
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi
lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan
dan nyaman. Periode relaksasi
yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang
terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri
(Andarmoyo,2013:89).
DAFTAR PUSTAKA
Afifka, 2012. Pemberian Intervensi Senam Lansia Pada
Lansia Dengan Nyeri Lutut. Semarang: FK UNDIP
Andarmoyo, S.
2013. Konsepdan Proses Keperawatan Nyeri.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Arikunto, S.
2010. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Arundati, D.
Dkk. 2013. Pengaruh Senam Taichi dan Senam Biasa Terhadap Reduksi Nyeri
Ostheoarthritis Lutut Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji
Gowa. Gowa: UNHAS
Bandiyah, S.
2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik.
Yogyakarta: Nuha Medika
Dinas Kesehatan
Jawa Timur. 2010. Prevalensi Gout Arthritis. Https://docs.google.com. Diakses pada
tanggal 2 Januari 2014
Dinas Kesehatan
Jombang, 2013. Profil Dinas Kesehatan
Jombang
Dahlan, L. 2009.
Pengaruh Back Exercise Pada Nyeri Punggung Bawah. Surakarta: UNS
Fatkuriyah, L.
2013. Pengaruh Senam Rematik Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia di
Desa Sudimoro Sidoarjo. Surabaya
Junaidi, I.
2013. Rematik dan Asam Urat. Jakarta:
Bhuana Ilmu Populer
Lingga, L. 2012.
Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat.
Jakarta: Agro Media Pustaka
Maryam, S. Dkk.
2010. Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Jakarta:
Trans Info Media
Maryam, S, Dkk. 2010. Posbindu lansia. Jakarta: CV. Trans Info Media
Maryam, S, Dkk.
2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Millar, L. 2013.
Progam Olahraga Arthritis. Klaten:
Intan Sejati
Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Padila,
2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Yogyakarta: Nuha Medika
Pamungkas, 2010.
Pengaruh Latihan Gerak Kaki Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi Ekstrimitas Bawah Pada Lansia di Posyandu Lansia
Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri. Kediri: STIKES RS Baptis
Sa’addah, D.
2013. Pengaruh Latihan Fleksi William (Stretching) Terhadap Tingkat Nyeri
Punggung Bawah Pada Lansia di Posyandu Lansia RW 2 Desa Kadungkandang Malang. Tuban:
STIKES NU Tuban
Saputra, K.
2013. Pemberian Latihan Peregangan Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien
Dengan Ischialgia. Denpasar: UNUD
Smeltzer dan
Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Sudoyo, W. Dkk.
2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: FKUI
Sugiyono, 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung:
Alfabeta
Suroto, 2004. Pengertian Senam, Manfaat Senam Dan Urutan
Gerakan. Semarang: UNDIP