2.2 Bakteri Echerichia
coli
2.2.1.
Klasifikasi
Klasifikasi bakteri menurut
(Karsinah, dkk. 1994) sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma
Proteobackteria
Order : Enterobakteriales
Family : Enterobacteri aceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
2.2.2. Morfologi dan Identifikasi
Genus Escherichia
coli berbentuk batang pendek (kokobasil), negatif Gram, ukuran 0,4-0,7 µm x
1,4 µm, sebagian besar gerak positif dan beberapa strain mempunyai kapsul. Escherichia
coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa dipakai di laboratorium
Mikrobiologi.
Escherichia coli mempunyai antigen O, H,
dan K. Pada saat ini telah ditemukan: 150 tipe antigen O, 90 tipe antigen K dan
50 tipe antigen H. Antigen K dibedakan lagi berdasarkan sifat-sifat fisiknya menjadi
3 tipe; L, A dan B
2.2.3. Patogenitas
Escherichia
coli dihubungkan
dengan tipe penyakit usus (diare) pada manusia: Enteropathogenic Escherichia coli menyebabkan diare,
terutama pada bayi dan anak-anak di negara-negara sedang berkembang dengan
mekanisme yang belum jelas diketahui. Frekuensi penyakit diare yang disebabkan
oleh strain kuman ini mengeluarkan
toksin LT atau ST. Faktor-faktor permukaan untuk perlekatan sel kuman ada
mukosa usus penting di dalam patogenesis diare, karena sel kuman harus melekat
dulu pada sel epitel mukosa usus sebelum kuman mengeluarkan toksin.
Enteroinvasive Escherichia
coli menyebabkan penyakit diare seperti disentri yang disebabkan oleh
Shigella. Kuman menginvasi sel mukosa, menimbulkan kerusakan sel dan
terlepasnya lapisan mukosa. Strain Escherichia
coli ini menghasilkan substansi yang
bersifat sitotoksik terhadap sel Vero dan Hela, identik dengan toksin dari Shigella dysenteriae. Toksin merusak sel
endotel pembuluh darah, terjadi pendarahan yang kemudian masuk ke dalam kuman
usus.
2.2.4. Diagnosa Laboratorium
Untuk isolasi dan identifikasi kuman Escherichia coli dari bahan pemeriksaan
klinik dipakai metode dan media sesuai dengan metode untuk kuman enterik lain.
Diagnosis laboratorium penyakit diare
yang disebabkan Escherichia coli
masih sulit dilakukan secara rutin, karena pemeriksaan secara tradisional dan
serologi seringkali tidak mampu mendeteksi kuman penyebabnya. Deteksi sebagian
besar strain Escherichia coli patogen memerlukan
metose khusus untuk mengidentifikasi toksin yang dihasilkan. Sampai saat ini
metode yang ada masih memerlukan tes dengan binatang percobaan dan kultur
jaringan yang cukup mahal dan kurang praktis. Beberapa metode baru berdasarkan
tes imunologi dan teknik hibridasi DNA sudah dikembangkan, tetapi belum beredar
di pasaran luas, misalnya: tes Elisa (enzyme-linked
immunosorbent assay) particle agglutination methods Co-agglutination dengan
protein A staphyloccus aureus yang
telah berikatan dengan antibodi terhadap enterotoksin Escherichia coli, hibridasi DNA-DNA pada koloni kuman atau langsung pada spesimen
tinja.
2.3
Fermentasi
Fermentasi
berasal dari bahasa Latin dari kata fervere
yang berarti mendidih. Hal ini ternyata merujuk pada ktivitas khamir pada
ekstrak buah-buahan atau serealia. Selama fermentasi dihasilkan
sehingga kondisinya menjadi anaerob. Pada
umumnya, produk yang dihasilkan proses fermentasi berasal dari substrat yang
mengangung karbon. Bermacam-macam produk antara yang dihasilkan dari glukosa
adalah asam piruvat yang berperan sebagai senyawa kunci. Kemudian, asam piruvat
akan direduksi menjadi asam laktat, etil alkohol (etanol), dan sebagainya
(Setiwati dan Furqonita, 2007 hal 35).
Prinsip pengawetan dengan fermentasi, fermentasi merupakan proses
perubahan karbohidrat menjadi alcohol. Zat-zat yang bekerja pada proses ini
ialah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya proses peragian tergantung
dari bahan yang akan diragikan. Fermentasi terbagi dua tipe, tipe berdasarkan
tipe kebutuhan akan oksigen yaitu tipe aerobic atau butuh oksigen dan anaerobic
atau tanpa oksigen. Tipe aerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya
memerlukan oksigen. Hasil proses fermentasi antara lain etanol, asam laktat,
hidrogen, asam butirat, dan aseton. Penggunaan ragi dalam mproses fermentasi
antara lain pada proses menghasilkan etanol dalamm bir, pikel, sawi asin, tapr,
dan minuman anggur (Saptoningsih dan Jatnika, 2012 hal 22).
Proses fermentasi dapat dilakukan secara
alami, dimana mikroba yang secara alami yang terdapat pada bahan dibiarkan
berkembang dengan pengaturan faktor lingkungan yang sesuai untuk mikroba yang
diinginkan. Fermentasi dengan menggunakan kultur murni menghasilkan produk yang
lebih seragam. Fermentasi pangan kan berhasil bila dilakukan pengaturan
terhadap pertumbuhan mikroba, antara lain suhu, kelembaban, pH, jenis dan
komposisi bahan baku yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba yang diinginkan.
Setiap mikroba memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga untuk
menghasilkan suatu produk yang diinginkan,pengetahuan terhadap karakteristik
mikroba serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhannya sangat
diperlukan untuk menghasilkan suatu produk fermentasi yang diinginkan dan aman
untuk di konsumsi.
Secara umum, fermentasi adalah salah
satu bentuk respirasi anaerobik, Respirasi anaerob dikenal juga dengan istilah
fermentasi. Fermentasi merupakan cara pengawetan dengan
menggandakan jumlah mikroba dan mengaktifkan metabolismenya dalam makanan.
Reaksi dalam proses fermentasi berbeda-beda, tergantung pada jenis gula yang
digunakan dan jenis olahan yanng akan dihasilkan. Fermentasi adalah perubahan glukosa
secara anaerob yang meliputi glikolisis dan pembentukan NAD. Fermentasi
menghasilkan energi yang relatif kecil dari glukosa. Glikolisis berlangsung dengan
baik pada kondisi tanpa oksigen. Fermentasi dibedakan menjadi dua tipe reaksi,
yakni fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat.
Fermentasi alkohol maupun fermentasi
asam laktat diawali dengan proses glikolisis. Pada glikolisis, diperoleh 2 NADH
+
+ 2 ATP + asam piruvat. Pada reaksi aerob,
hodrogen dari NADH akan bereaksi dengan
pada transfer elektron. Pada reaksi anaerob,
ada akseptor hidrogen permanen berupa asetildehida atau asam piruvat.
1) Fermentasi
Alkohol
Pada
fermentasi alkohol, asam piruvat diubah menjadi etanol atau etil alkohol
melalui dua langkah reaksi. Langkah pertama adalah pembebasan
dari asal piruvat yang kemudian diubah menjadi
asetildehida. Langkah kedua adalah reaksi reduksi asetildehida oleh NADH
menjadi etanol. NAD yang terbentuk akan digunakan untuk glikolisis (Gambar
2.2).
O
Asam Piruvat
dekarboksilase
|
Alkohol
dehidrogenase
|
C▬ O O
│ ║
▬ OH
C═ O
C ▬ H NADH
│
│ │
CH
Asam
piruvat asetaldehid Etanol
Gambar 2.3
Bagan Fermentasi alkohol (Abdurahman, 2008 hal 66)
Sel ragi dan bakteri melakukan respirasi
secara anaerob. Hasil fermentasi berupa
dalam industri roti dimanfaatkan untuk
mengembangkan adonan roti sehingga pada roti terdapat pori-pori.
2) Fermentasi
Asam Laktat
Fermentsi asam laktat adalah
fermentasi glukosa yang menghasilkan asam laktat. Fermentasi asam laktat
dimulai dengan glikolisis yang menghasilkan asam piruvat, kemudian berlanjut
dengan perubahan asam piruvat menjadi asam laktat (Gambar 2.3). Pada fermentasi
asam laktat, asam piruvat bereaksi secara langsung dengan NADH membentuk asam
laktat. Fermentasi asam laktat dapat berlangsung ketika pembentukan keju dan
yoghurt.
Gambar 2.4 Fermentasi asam laktat
Sebagai hasil dari fermentsi, setiap molekul glukosa
akan menghasilkan 2 molekul ATP. Sementara itu, dari respirsi aerobik akan
dihasilkan 36 molekul ATP.
Tabel 2.1
Produk Respirasi Seluler dan Fermentsi
Fermentasi
|
Respirasi Seluler
|
|
Asam laktat Alkohol
|
Glukosa Asam piruvat Asam Laktat + 2 ATP
Glukosa Asam piruvat Karbon dioksida + Etanol + 2 ATP
|
|
Respirasi seluler
|
|
Sumber : Oman karmana, hal 41
Ferrmentasi mulai menjadi ilmu pada tahun
1875 ketika Louis Pateur menemukan bahwa fermentasi merupakan sebuah hasil dari
sebuha aksi mikroorganisme yang spesifik. Fermentasi sebagai industri dimulaia
awal 1900, dengan produksi dari ensim mikroba, asam organik, dan yeast. Saat
ini fermentais memiliki arti yang berbeda bagi seorang ahli biokimia dan bagi
seorang “industrial mocrobiologist:.
1). Dari sisi arti biokimia : fermentasi berhubungan
dengan pembangkitan energi dengan proses katabolisme senyawa-senyawa organik,
yang berfungsi sebagai donor elektron dan terminal
electron acceptor.
2). Dari sisi “indutrial microbiologist” : fermentasi
berhubungan dengan proses produksi produk dengan menggunakan mikroorganisme
sebagai biokatalis.
Proses fermentasi dapat dibedakan fermentasi “submerged culture” dan
fermentasi “solid state”. Kondisi fermentasinya dapat berupa kondisi aerob,
mikroaerophilik, maupun anaerob. Seperti yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya. Fermentasi “submerged culture” adalah proses fermentasi yang
mikroorganisme dan substrat berada menjadi satu dalam “submerged state” dalam
media cair dalam jumlah yang besar. Mikroorganisme ditumbuhkan pada media cair
dan sel yang tumbuh berada dalam kondisi tercelup dalam media cairan. Tujuannya
adalah untuk pembentukan produk yang dihasilkan oleh pertumbuhan mikroorganisme.
Pertumbuhan yang terjadi umumnya cepat, dan menjadi tampak setelah 24 jam.
Fermentasi “solid state” secara ringkas dapat didefinisikan sebagai proses
fermentasi yang pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan produk terjadi pada
permukaan subtrat padatan. Fermentasi “solid state” adalah metode menumbuhkan
mikroorganisme di kondisi yang kandungan airnya terbatas tanpa memiliki aliran
air yang mengalir bebas. Mikroorganismenya tumbuh pada permukaan padatan yang
lembab, tetapi juga dapat berhubungan dengan udara secara langsung. Fermentasi
“solid state” banyak diaplikasikan di negara-negara Cina, jepang dan Korea,
yang dikenal dengan fermentasi “Koji”, untuk terobosan baru untuk fermentasi
“solid state” yang mengurangi biaya manufaktur karena menggunakan limbha
pertanian padat dan juga mengurangi biaya aerasi (Riadi, 2013).
Ruang lingkup proses fermentasi :
1. Fermentasi
yang menghasilkan sel (biomas) sebagai produk
Contoh :
Yeast, Single cell protein
2. Fermentasi
yang memproduksi enzim
Contoh : enzyme
glucomilase
3. Fermentasi
yang menghasilkan hasil metabolisme mikroba
Primasry metabolite products dan secondary metabolite products
4. Fermentasi
yang memodifikasi senyawa (proses transformasi)
2.4 Bahan
Antibakteri
Mikroorganisme dapat dibunuh atau dihambat
pertumbuhannya secara fisika atau kimia. Bahan kimia yang mengganggu
pertumbuhan dan metabolisme mikroba disebut bahan antimikroba. Mikroba yang
dimaksudkan bisa berupa bakteri, fungi, virus, dan protozoa. Dalam penggunaan
umum, istilah antimikroba menyatakan penghambatan pertumbuhan, dan bila
dimaksudkan untuk kelompok-kelompok organisme yang khusus, maka seringkali
digunakan istilah-istilah seperti antibakteri atau antifungi (Pelczar &
Chan, 1988 dikutip dari Monalisa, 2010).
Antibiotika adalah senyawa kimia yang
dihasilkan oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau
dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan
bakteri fan organisme lain (Staf pengajar FK, 2008)
Cara kerja antibiotik sama halnya dengan pembunuuh
hama pestisida dalam menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme.
Perbedaannya ada pada sasarannya, yaitu bakteri. Antibiotik berbeda dengan
disinfektan dalam hal cara kerja. Cara disinfektan membunuh bakteri adalah
menciptakan lingkungan tidak wajar bagi kehidupan bakteri, sedangkan cara kerja
antibiotik adalah menghentikan proses metabolisme suatu bakteri (Utami, 2012).
Suatu antimikroba (AM) memperlihatkan
toksisitas selektif, obat ini lebih toksik terhadap organisme daripada terhadap
sel-sel hospes. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh obat yang
selektif terhadap mikroba, atau karena kerja obat pada reaksi biokimia penting
dalam sel pararsit lebih unggul di bandingkan dengan pengaruhnya pada sel
hospes (Staf pengajar FK, 2003)
.Berdasarkan sifat atau daya hancurnya, antibiotik
dibagi menjadi dua sebagai berikut.
a. Antibiotik
bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif atau merusak
suatu bakteri.
b. Antibiotik
bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat pertumbuhan
atau perkembangbiakan suatu bakteri.
Mekanisme
kerja yang dilakukan suatu antibiotik dalam menekan pertumbuhan bakteri melalui
bermacam-macam cara, tetapi memiliki tujuan yang sama, yaitu menghambat
perkembangan bakteri. Berdasarkan mekanisme kerja dalam menghambat proses
biokimia di dalam organisme, antibiotik dibedakan menjadi lima, sebagai
berikut.
a. Antimetabolit.
Antimikroba
bekerja memblok tahap metabolik spesifik mikroba. Termasuk dalam hal ini ialah
(1) Sulfonamida, dan (2) Trimetoprim. Sulfonamida menghambat pertumbuhan sel
dengan menghambat sintesis asam folat oleh bakteri. Sulfonamida bebas secara
struktur mirip dengan asa folat, para-amino asam benzoat (PABA), dan bekerja
sebagai penghambat kompetitif unutk enzim-enzim yang langusng mempersatukan
PABA dan sebagai pteridin menjadi asam dihidropteroat. Trimetoprim secara
struktur analog pteridin yang dibagi oleh enzim dihidrofolat reduktase dan
bekerja sebagai penghambat kompetitif enzim tersebut yang dapat mengurangi
dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
b. Penghambat
sintesis dinding sel
Antimikroba menghambat sintesis dinding sel bakteri
atai mengaktivasi enzim yang dapat merusak dinding sel bakteri.
c. Penghambatan
fungsi membran sel
Antimikroba bekerja secara langusng pada membran sel
yang memengaruhi permeabilitas dan menyebabkan keluarknya senyawa intraselular
bakterii. Dalam hal ini antimikroba dapat (1) berinteeraksi dengan sterol
membran sel pada jamur; (2) merusak membran sel bakteri gram negatid
d. Penghambatan
sintesis protein
Antimkroba memengaruhi fungsi ribosom bakteri yang
menyebabkan sintesis protein dihambat (Staf pengajar FK, 2003).
e. Penghambatan
terhadap sintesis asam nukleat
Mekanisme obat antibakteri yang berfungsi menghambat
sintesis asam nukleat yaitu dengan cara menghambat DNA polymerase, DNA helicase
atau RNA polymerase, sehingga menghalangi proses replikasi ataupun transkripsi
dan dengan jelas menghambat pertumbuhan dan pembelahan sel (Willey et al.,
2008; Volk & Wheeler, 1988 dikutip dari Monalisa, 2010). Obat ini tidak
menunjukkan toksisitas selektif seperti antibiotik lainnya karena tidak
membedakan respon sintesis asam nukleat antara prokariot dan eukariot.
Bahan antibakteri dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme dengan
cara kerja yang berbeda-beda. Berbagai proses serta substansi yang terdapat
dalam bahan antibakteri bekerja menurut salah satu dari cara di atas. Contohnya
adalah senyawa fenol yang dapat mendenaturasikan protein dan merusak membran
sel. Senyawa ini banyak terdapat dalam tumbuhan dan salah satunya adalah buah
mengkudu yang mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri seperti Preutus morganii, Sthapylococes auereus,
Bacillus subtilis dan Escherichi coli (Monalisa, 2010).
2.5
Uji Antibakteri
Penentuann efektifitas antibakteri
terhadap patogen yang spesifik penting untuk mengetahui memtode terapi yang
tepat. Pengujian dapat menunjukkan agenmana yang paling efektif melawan patogen
dan dapat memberikan perkiraan dosis terapeutik yang tepat (Willey et al.,2008 Dikutip dari Monalisa, 2010).
Ada dua metode umum yang dapat digunakan, yaitu metode difusi dan metode
dilusi.
2.5.1. Metode Difusi
Metode difusi atau metode difusi
agar (Kirby-Bauer method) adalah
metode yang paling sering digunakan. Hal ini dimungkinkan karena dengan metode
ini lebih dapat menghemat waktu dan media. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor fisik, kimia serta faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat
media dan kemampuan difusi, ukuran molekuler serta stabilitas obat).
Prinsip kerja dari metode ini sangat
sederhana, yaitu ketika kertas cakram yang berisi sejumlah obat tertentu
ditempatkan pada permukaan media padat yang sebelumnya telah diinokulasi
bakteri uji pada permukaannya, obat tersebut akan berdifusi secara radial
melalui agar, setelah diinkubasi dan bakteri tersebut tumbuh, maka akan
terbentuk zona jernih sekitar cakram. Adanya zona jernih yang melingkar di
sekitar cakram menunjukkan agen obat menghambat pertumbuhan bakteri. Makin
besar zona jernih (zona hambat) di sekitar cakram, maka semakin peka bakteri
tersebut. Zona hambat tersebut diukur dalam satuan milimeter dan dibandingkan
dengan antibiotik standar untuk menentukan isolat bakteri yang digunakan
sensitif atau resisten terhadap obat tersebut (Monalisa, 2010). Keuntungan dari
metode ini yaitu hasil kualitatif, mudah
dilakukan, peralatan cukup sederhana, pemilihan antibiotik lebih fleksibel.
2.5.2. Metode Dilusi
Metode dilusi dapat digunakan untuk
menentukan KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) dan KBM (Konsentrasi Bunuh
Minimum). Pada metode ini menggunakan antibakteri dengan kadar yang menurun
secara bertahap, baik dengan media cair maupun padat. Kemudian media
diinokulasi bakteri uji dan diinkubasikan. Tahap akhir dilarutkan antibakteri
dengan kadar yang menghambat dan memamatikan. Uji kepekaan cara dilusi agar
memakan waktu dan penggunaanya dibatasi pada keadaan tertentu saja. Uji
kepekaan cara dilusi cair dengan menggunakan tabung reaksi. Metode uji ini
tidak praktis sehingga jarang digunakan. Namun, sekarang ada cara yang lebih
sederhana dan banyak digunakan, yaitu microdilution
plate. Keuntungan uji mikrodilusi cair adalah bahwa uji ini memberi hasil
kuantitatif yang menunjukkan jumlah antibakteri yang dibutuhkan untuk mematikan
bakteri (Monalisa, 2010). Kelemahan daripada metode difusi adalah tidak dapat
menentukan apakah obat (agen chemoterapi) sebagai bactericidal dan bukan hanya
bakteriostatik.