Dr. Suparyanto, M.Kes
SEKILAS
TENTANG OSTEOPOROSIS
1.
Pengertian
Osteoporosis
adalah suatu penyakit tulang yang ditandai dengan adanya penurunan masa tulang
dan perubahan struktur pada jaringan tulang yang menyebabkan kerentanan tulang
meningkat disertai kecenderungan terjadinya fraktur, terutama pada proksimal
femur, tulang belakang dan tulang radius. Kata osteoporosis berasal dari bahasa
Yunani yang artinya ‘tulang’ dan ‘lubang’, menunjukkan pada kita bahwa tulang
yang terkena menjadi berlubang-lubang pada strukturnya. Meskipun ukuran tulang
ini tetap sama dan dari luar tampak normal, kecuali pada vertebra yang hancur,
sebenarnya bahan tulang sudah berkurang di dalam komposisinya. Ini membuat
tulang menjadi rapuh dan mudah patah ( Lane, 2003).
Osteoporosis
yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit skeletal
sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas
tulang dan meningkatnya kerentanan terhadap patah tulang (
http://saksibuletin.com).
Menurut Endang Purwoastuti (2009), penyakit
osteoporosis adalah penyakit tulang yang dapat menyebabkan berkurangnya
kepadatan tulang, yang disertai dengan penurunan kualitas jaringan tulang yang
pada akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan pada tulang.
Osteoporosis
adalah penyakit tulang metabolik yang ditandai oleh penurunan densitas tulang
yang parah sehingga mudah terjadi fraktur tulang. Osteoporosis terjadi apabila
kecepatan resorpsi tulang sangat melebihi kecepatan pembentukan tulang. Tulang
yang terbentuk normal, akan tetapi, jumlah tulang terlalu sedikit, tulang
menjadi lemah. Semua tulang dapat mengalami osteoporosis, walaupun osteoporosis
biasanya terjadi di tulang pangkal paha, panggul, pergelangan tangan, dan
kolumna vertebralis (Elizabeth, 2009). Jadi, osteoporosis adalah penurunan
massa tulang yang membuat tulang menjadi tidak padat dan rawan akan keretakan.
2.
Jenis
Osteoporosis
a.Osteoporosis
Primer
Osteoporosis
primer adalah osteoporosis yang terjadi akibat penuaan. Jenis ini ada dua tipe,
yaitu osteoporosis post menopause dan osteoporosis senilis.
1).Tipe
I (Osteoporosis Post Menopausal)
Pada
masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi hormon estrogen dan
progesteron juga menurun. Estrogen berperan dalam proses mineralisasi tulang.
Ketika kadar hormon estrogen dalam darah menurun, proses pengeroposan tulang
dan pembentukan tulang mengalami ketidakseimbangan. Pengeroposan tulang menjadi
dominan.
2).Tipe
II (Osteoporosis Senilis pada Pria)
Seperti
halnya osteoporosis tipe I, pada tipe II juga disebabkan oleh berkurangnya
hormon endokrin, dalam hal ini hormon testosteron. Testosteron dilaporkan
mempunyai peranan untuk meningkatkan densitas masa tulang.
b.Osteoporosis
Sekunder
Osteoporosis
sekunder terjadi karena adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi
kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Contohnya yaitu kanker,
penyakit saluran pencernaan yang menyebabkan absorbsi zat gizi (kalsium,
fosfor, vitamin D, dan lain-lain) menjadi terganggu, gaya hidup yang tidak sehat
(merokok, minum minuman beralkohol, kurang olah raga, dan lain-lain) (http://marhenyantoz.wordpress.com).
3.
Etiologi
Terdapat
banyak faktor yang mempengaruhi keadaan tulang. Semua hal yang mengurangi
kekuatan tulang akan turut berperan dalam terjadinya osteoporosis, antara lain:
a.Peningkatan
Usia
Di
atas usia sekitar 35 tahun, kepadatan tulang menurun. Osteoporosis terutama
dialami oleh pria dan wanita diatas usia 50 tahun.
b.Menopause
Saat
kadar estrogen menurun setelah menopause, kepadatan tulang juga menurun. Wanita
pascamenopause mewakili kelompok terbesar orang dengan osteoporosis.
c.Kadar
Testosterone Rendah
Pada
pria, hormon testosterone memperlambat resorpsi tulang dengan cara yang sama
seperti estrogen pada wanita. Kadar testosterone yang rendah pada pria dapat
menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan dapat menyebabkan osteoporosis.
d.Kecenderungan
Genetik
Riwayat
keluarga dan kelompok etnik dapat meningkatkan resiko mengalami osteoporosis.
Orang dari ras Kaukasia dan Asia lebih beresiko mengalami osteoporosis.
e.Penyakit
lain
Beberapa
penyakit dapat mempengaruhi regenerasi tulang normal sehingga meningkatkan
resiko osteoporosis. Misalnya, rematik (reumatik/ rheumatoid athritis),
pengapuran (osteoarthritis/ OA), asam urat (arthritis gout), encok (pegal linu) dan hernia nucleus
pulposus, sakit lutut (dengkul), sakit bahu (pundak), sakit pinggang (pinggul/
pangkal paha), sakit punggung (tulang belikat), sakit leher, sklerosis (tulang
punggung), sakit tumit (mata kaki).
f.Obat-obatan
Beberapa
obat yang digunakan untuk mengobati kondisi lain juga dapat mempengaruhi
regenerasi tulang sehingga menyebabkan osteoporosis ( misalnya hormon steroid
dan hormon tiroid).
g.Berat
Badan Rendah
Orang
yang sangat kurus memiliki kecenderungan osteoporosis. Karena perawakan kurus
dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg,
padahal tulang akan giat membentuk sel asal, ditekan oleh bobot yang berat.
Karena posisi tulang menyangga bobot, maka tulang akan terangsang untuk
membentuk massa pada area tersebut, terutama pada daerah pinggul dan panggul.
Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna.
h.Perilaku/
Kebiasaan
1.Pola
Makan Buruk
Kurang
mengkonsumsi makanan yang kaya kalsium dan vitamin D misalnya susu, keju, dan
ikan, dalam pola makanan dapat berperan dalam osteoporosis.
2.Merokok/
Menkonsumsi Alkohol Secara Berlebihan
Kedua
faktor ini mempengaruhi kekuatan tulang dan berpotensi menyebabkan
osteoporosis. Karena alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan
massa tulang dan selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan
aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang
tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat
penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya
aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses
pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis
baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada
tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus
terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai
terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
3.Kurang
Olah Raga
Tulang
harus diberikan tekanan dengan memberikan latihan beban, terutama saat tulang
tumbuh, untuk memperoleh kekuatan tulang. Gaya hidup yang tidak aktif
meningkatkan resiko osteoporosis (http://www.farmasiku.com).
Faktor
resiko osteoporosis digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu resiko yang
tidak dapat dikendalikan dan resiko yang dapat dikendalikan.
a.Faktor
Resiko yang Dapat tidak Dikendalikan
1.Jenis
kelamin
Wanita
mempunyai resiko osteoporosis lebih besar dari pada pria. Sekitar 80% diantara
penderita osteoporosis adalah wanita. Secara umum, wanita menderita
osteoporosis empat kali lebih banyak dari pada pria. Satu dari tiga wanita
memiliki kecenderungan osteoporosis. Hal ini terjadi antara lain Karena masa
tulang wanita lebih kecil disbanding dengan pria ( hanya sekitar 800 gram lebih
kecil dibandingkan pria yaitu sekitar 1.200 gram).
2.Umur
Semakin
tua umur seseorang, resiko terkena osteoporosis semakin besar. Proses densitas
tulang hanya berlangsung sampai seseorang berusia 25 tahun. Selanjutnya,
kondisi tulang akan konstan hingga usia 40 tahun. Setelah umur 40 tahun,
densitas tulang mulai berkurang secara perlahan. Seiring dengan pertambahan
usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki
risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang
trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon
paratiroid meningkat.
3.Ras
Semakin
terang kulit seseorang maka resiko terkena osteoporosis menjadi semakin tinggi.
Ras Kaukasia dan Asia memiliki insiden terkena osteoporosis yang lebih besar
dibandingkan dengan ras Afrika –Amerika. Antara masa tulang dan masa otot
terdapat kaitan yang erat. Semakin besar otot, tekanan pada tulang semakin
tinggi dan tulang semakin besar. Ditambah lagi kadar hormon estrogen ras
Afrika-Amerika lebih tinggi dari ras yang lain sehingga wanita Afrika-Amerika
cenderung lebih lambat menua dari pada kuliit putih. Pigmentasi kulit dan
tempat tinggal juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Wanita Afrika bekulit
gelap dan bertempat tinggal dekat dengan garis khatulistiwa memiliki resiko
osteoporosis yang lebih rendah dari pada wanita berkulit putih yang tinggal
jauh dari garis khatulistiwa.
4.Riwayat
Keluarga
Jika
ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti
kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga
pasti punya struktur genetik tulang yang sama. Bila salah seorang anggota
keluarga memiliki massa tulang rendah atau mengalami osteoporosis maka ada
kecenderungan seseorang mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mengalami hal
yang sama.
5.Tipe
Tubuh
Semakin
kecil rangka tubuh maka semakin besar resiko terkena osteoporosis. Demikian
pula dengan wanita yang mempunyai tubuh kurus cenderung mempunyai resiko yang
lebih tinggi terkena osteoporosis dari pada yang mempunyai berat badan lebih
besar.
6.Menopause
Osteoporosis
pada menopause terjadi akibat jumlah estrogen dan progesterone menurun. Hormon
tersebut diperlukan untuk pembentukan tulang dan mempertahankan masa tulang.
b.Faktor
Resiko yang Dapat Dikendalikan
1.Kurang
Aktivitas
Semakin
rendah aktivitas fisik, semakin besar resiko terkena osteoporosis. Hal ini
terjadi karena aktivitas fisik (olah raga) dapat membangun tulang dan otot
menjadi lebih kuat, juga meningkatkan keseimbangan metabolisme.
2.Diet
yang Buruk
Bila
makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi akan berpengaruh buruk terhadap
kesehatan tulang. Makanan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin D yang dikonsumsi
cukup sejak usia dini dapat membantu memperkuat massa tulang.
3.Merokok
Ternyata
rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan
terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan
tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas
hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak
kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat
penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya
aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses
pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis
baik secara langsung atau tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin
pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus
terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai
terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
Pada
wanita perokok ada kecenderungan kadar estrogen dalam tubuhnya lebih rendah dan
kemungkinan memasuki masa menopause lima tahun lebih awal dibandingkan dengan
bukan perokok. Asap rokok dapat menghambat kerja ovarium. Di samping itu,
nikotin juga mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyerap dan menggunakan
kalsium.
4.Minum-minuman
Beralkohol
Alkohol
dapat menyebabkan luka-luka kecil pada lambung yang terjadi beberapa saat
setelah minum minuman beralkohol. Banyaknya luka kecil akibat minum minuman
beralkohol menyebabkan tubuh kehilangan kalsium karena kalsium banyak terdapat
dalam darah.
Resiko
Khusus untuk Lanjut Usia
Seseorang
yang telah memasuki lanjut usia perlu berhati-hati dengan tulangnya, terutama
jangan sampai terjatuh. Sepertiga dari kelompok usia ini telah mengalami
sedikitnya satu kali terjatuh pertahun, dimana 6 persen diantaranya mengalami
fraktur. Tiga perempat kejadian jatuh yang berakibat fatal terjadi pada mereka
yang berusia di atas 65 tahun dan 99 persen di antaranya disebabkan oleh
osteoporosis. Kerentanan untuk terjatuh antara lain disebabkan oleh
osteoporosis.
a.Kerentanan
untuk jatuh
Penyebabnya
antara lain :
1.
Terganggunya
keseimbangan
2.
Buruknya
kendali otot
3.
Waktu
reaksi yang lambat dan otot yang lemah
4.
Obat-obatan
yang menyebabkan kebingunan dan pusing terutama obat tidur, obat penenang,
sedatif. Antidepresi dan setiap obat benzodiazepine
5.
Alkohol
6.
Tekanan
darah rendah, kadang-kadang disebabkan oleh obat yang diberikan untuk
menurunkan tekanan darah tinggi
7.
Sendi
yang tidak seimbang, terutama lutut
8.
Artritis
(peradangan sendi)
9.
Penyakit
Parkinson
10. Terganggunya
penglihatan, pendengaran dan organ keseimbangan di dalam telinga
b.Kadar
kalsium yang rendah
1)
Kalsium
kurang diserap dengan baik pada usia lanjut
2)
Asupan
produk susu pada usia lanjut lebih sedikit
3)
Diet
yang secara umum tidak memadai, terutama pada mereka yang tinggal dipanti jompo
c.Pertimbangan
lain
1)
Lansia
jarang berolahraga
2)
Lebih
sedikit kegiatan diluar rumah sehingga semakin sedikit terkena sinar
ultraviolet
3)
Kurangnya
respon kulit terhadap sinar matahari sehingga produksi vitamin D lebih sedikit
4)
Depresi,
buruknya ingatan menyebabkan sering lupa meminum suplemen vitamin
d.Tindakan
Pengamanan Bagi Lansia
1)
Tindakan
pencegahan terhadap jatuh antara lain, lantai yang empuk (menyerap tumbukan),
tidak ada permadani yang tidak direkatkan pada lantai, pegangan tangan di kamar
mandi dan tangga, penggunaan perlindungan pinggul, pencahayaan yang baik,
sepatu yang baik.
2)
Diet
yang dirancang untuk memasok semua gizi, vitamin dan mineral.
3)
Tambahan
kalsium dan vitamin D
4)
Jadwal
olah raga harian, terutama berjalan kaki, tetapi apapun jenis olah raga yang
bisa dilakukan, tambahan kalsium tidak bisa menggantikan kurangnya aktivitas
otot menahan beban
5)
Perawatan
depresi
6)
Mengkaji
kembali obat-obatan yang digunakan
4.
Tanda
dan Gejala Osteoporosis
Mengungkapkan
gejala terjadinya osteoporosis agak sulit untuk dilakukan sebab penyakit
osteoporosis terjadi secara diam-diam. Berkurangnya massa tulang dan tulang
menjadi rapuh baru disadari setelah timbul dampak seperti :
1)
Tinggi
badan berkurang
2)
Tiba-tiba
terjadi rasa nyeri pada tulang
3)
Sakit
punggung
4)
Sakit
pinggang yang parah
5)
Kelainan
bentuk tulang belakang yang menyebabkan postur tubuh bungkuk ( Djoko Roeshadi,
2001 ).
5.
Patofisiologi
Osteoporosis
Struktur
tulang pada penderita osteoporosis menjadi rapuh. Pengeroposan terjadi baik
pada tulang kompak maupun tulang spons. Kerja osteoklas ( sel penghancur
struktur tulang ) melebihi osteoblas (sel pembentuk tulang) sehingga kehilangan
massa tulang tidak dapat dihindari dan kepadatan tulang menjadi berkurang.
Akibatnya tulang menjadi keropos, tipis dan mudah mengalami patah, terutama
pada tulang pergelangan, tulang belakang, dan lain sebagainya.
Secara
garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari adanya massa puncak tulang
(massa tulang bertambah dan mencapai puncak) yang rendah disertai adanya penurunan
massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan
faktor genetik, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah
proses penuaan, menopause, faktor lain seperti obat obatan atau aktifitas fisik
yang kurang. Akibat massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan
massa tulang menyebabkan densitas tulang menurun yang merupakan faktor resiko
terjadinya fraktur.
Kejadian
osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah
akibat terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan.
Insidensi osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki. Hal
ini di duga berhubungan dengan adanya fase masa menopause dan proses kehilangan
pada wanita jauh lebih banyak.
Setelah
usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulai akhirnya akan lebih
dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilangan massa tulang menjadi
cepat pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada
beberapa tahun kemudian pada masa post menopause. Proses ini terus berlangsung
pada akhirnya secara perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepatan
osteoporosis tergantung dari hasil pembentukan tulang sampai tercapainya massa
tulang puncak. Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai
dewasa muda. Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjadi solid.
Pada usia rata–rata 25 tahun tulang mencapai pembentuk massa tulang puncak.
Walaupun
demikian massa puncak tulang ini secara individual sangat bervariasi dan pada
umumnya pada laki-laki lebih tinggi dibanding pada wanita. Massa puncak tulang
ini sangatlah penting, yang akan menjadi ukuran seseorang menjadi risiko
terjadinya fraktur pada kehidupannya. Apabila massa puncak tulang ini rendah maka
akan mudah terjadi fraktur, tetapi apabila tinggi maka akan terlindung dari
ancaman fraktur. Faktor faktor yang menentukan tidak tercapainya massa tulang
puncak sampai saat ini belum dapat dimengerti sepenuhnya tetapi diduga terdapat
beberapa faktor yang berperan, yaitu genetik, asupan kalsium, aktifitas fisik,
dan hormon seks.
6.
Pencegahan
Osteoporosis
Nutrisi
yang tepat berfungsi menjaga tulang dan mencegah osteoporosis, antara lain :
a.Kalsium
Asupan
kalsium yang cukup dapat membantu melindungi tulang sepanjang hidup kita. Pada
orang dewasa ( sampai awal empat puluh tahun), asupan kalsium yang cukup dapat
membantu mempertahankan kepadatan tulang khususnya di bagian pinggul, tulang
yang rawan terjadi pengeroposan.
b.Vitamin
D
Vitamin
D berfungsi sebagai penyerap kalsium dan dapat berdampak langsung pada tulang.
Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak sehingga dapat disimpan lama
dalam tubuh. Seperti telur, bayam, ikan salmon, ikan tongkol.
c.Olahraga
Olahraga
berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi tulang. Selain itu, olahraga akan
memberikan manfaat jangka panjang jika dilakukan secara berkelanjutan. Jenis
olahraga sebaiknya yang bersifat weight-bearing yaitu olahraga yang menggunakan
beban untuk kelompok otot- otot besar seperti jalan kaki. Frekuensi per minggu
adalah 3 kali, dengan durasi ( lama- waktu) > 30 menit. Waktu berolahraga
paling baik dilakukan pagi hari, mengingat kondisi udara pagi yang relatif
bersih dibandingkan waktu siang atau sore. Selain itu, suhu udara pagi yang
agak sejuk akan menghindarkan tubuh dari kelelahan akibat suhu panas.
7.
Pemeriksaan
Penunjang Osteoporosis
a.Pemeriksaan
Radiologik
Pada
Pemeriksaan radiologic ini digunakan X-ray konvensional sehingga osteoporosis
baru akan terlihat apabila massa tulang sudah berkurang hingga 30% atau lebih.
b.Pemeriksaan
Radiosotop
Pemeriksaan
ini menggunakan sinar foton radionuklida yang dapat mendeteksi densitas tulang
dan kekebalan korteks tulang.
c.Pemeriksaan
Quantitative Computerized Tamography (QCT)
Salah
satu cara yang dipakai untuk mengukur mineral tulang karena dapat menilai
secara volumetrik trabekulasi tulang radius, tibia, dan vertebra.
d.Magnetic
Resonance Imaging (MRI)
Cara
ini mengukur struktur trabekuler tulang dan kepadatannya.
e.Quantitative
Ultra Sound (QUS)
Cara
ini menggunakan kecepatan gelombang suara ultra yang menembus tulang.
f.Densitometer
Menggunakan
radiasi sinar X rendah. Pengukuran dilakukan pada tulang yang kemungkinan mudah
patah seperti tulang belakang, pinggul, dan pergelangan tangan.
g.Tes
Darah dan Urine
Tes
ini masih mungkin dilakukan untuk mengetahui dan melihat kondisi lain yang
terkait dengan hilangnya massa tulang.
8.
Penatalaksanaan
Pencegahan
osteoporosis dimulai sejak masa kanak- kanak dan remaja dengan pembentukan
kebiasaan berolahraga dan nutrisi yang baik sepanjang hidup untuk memperkuat
tulang. Olahraga menahan beban, bahkan pada usia yang sanagt tua (>85
tahun), terbukti meningkatkan densitas tulang dan massa otot, dan memperbaiki
daya tahan fisik dan keseimbangan. Efek olahraga dengan kekuatan tinggi,
seperti melompat dan berlari ( Elizabeth, 2009).
Pengobatan
osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih menekankan
pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tulang. Selain itu,
juga dilakukan terapi hormon pengganti (THP) atau hormon replacement therapy
(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi
non hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Alimiul,
Aziz. 2009. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika :
Jakarta.
2.
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, edisi revisi.
Rineka Cipta : Jakarta.
3.
Budiarto,
E. (2003). Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta :
EGC.
4.
Dewi
M dan A Wawan, 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Nuha Medika : Yogyakarta.
5.
Effendy
& Makhfudli, 2009. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, EGC,
Jakarta.
6.
Lane,
N, 2003. Lebih lengkap tentang : Osteoporosis ; Petunjuk untuk penderita dan
langkah- langkah penggunaan bagi keluarga. Raja Gravindo Persada : Jakarata.
7.
Maryam,
S dkk, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika : Jakarta.
8.
Mubarok,
2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam
Pendidikan. Graha Ilmu : Jakarta.
9.
Mubarok.
2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam
Pendidikan. Graha Ilmu : Jakarata.
10. Notoadmodjo, 2003.
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
11. Notoadmojo. 2007.
Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineke Cipta : Jakarata.
12. Nugroho, W 2000.
Perawatan Lanjut Usia. EGC : Jakarta.
13. Nugroho, W. 2008.
Gerontik dan Geriatik. EGC: Jakarta.
14. Nursalam. 2009.
Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika :
Jakarta.
15. Osteoporosis.http://www.bethesda.or.id/pelayanan_detail.php?act=view&id=33
/2010.diakses pada tanggal 26 Maret 2012.
16. Vedder, Teguh, 2008.
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1747370-upaya-pencegahan-osteoporosis/.
Diakses pada tanggal 26 Maret 2012.