HUBUNGAN KESEHATAN DAN PEMBANGUNAN
2.5.1. Problematika Kesehatan di Indonesia
Hal utama yang
diperbincangkan dalam cara pandang aktual seputar pembangunan kesehatan di
Indonesia akan kita kaji meliputi beberapa hal di bawah ini.
a. Problem Kematian Ibu
Kematian maternal yaitu kematian wanita
sewaktu hamil, melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan,
yang disebabkan oleh apapun yang berhubungan
dengan kehamilan atau penanganannya dan tidak tergantung pada lamanya
dan lokasi kehamilan. (Sarwono, 1994 ).
Kematian maternal sangat berkaitan dengan
kematian bayi. Hal itu menjadi penting apabila kita menyadari setiap tahun
berapa banyak wanita yang bersalin dan berapa banyak ibu dan bayi yang mati
setiap tahun karena persalinan. Hal ini berkaitan dengan tujuan obstetri (ilmu
kebidanan) yaitu membawa ibu dan bayi dengan selamat melalui masa kehamilan,
persalinan dan nifas dengan kerusakan yang seminimal mungkin (Bagian obsgin
UNPAD, 1983).
Dengan tingginya angka kematian ibu, tentu
sangat menyedihkan karena yang meninggal adalah anggota masyarakat yang masih
muda dan menjadi pusat kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga. Penyebab
kematian ibu hamil merupakan suatu hal yang cukup kompleks, dan dapat
digolongkan menjadi beberapa faktor, antara lain :
·
Reproduksi. Pada
reproduksi kita akan dihadapkan oleh beberapa persoalan pada usia, paritas
serta kehamilan yang tidak normal
· Komplikasi Obstetrika. Sedangkan untuk komplikasi
kebidanan sering dihadapkan adanya perdarahan sebelum dan sesudah anak lahir, kehamilan
ektopik, infeksi nifas serta gestosis
· Pelayanan Kesehatan. Pada tingkat pelayanan
adanya kelemahan dalam upaya memudahkan bagi upaya memajukan kesehatan
maternal, asuhan medik yang kurang baik, kurangnya tenaga terlatih serta obat –
obat kedaruratan yang minimal
· Sosio Budaya. Apalagi dalam bidang sosial budaya,
persoalan kemiskinan, bagaimana status pendidikannya (tertinggal atau memang
bodoh), transportasi yang sulit serta terjadinya mitologi pantangan makanan tertentu pada ibu
hamil.
Dari banyak faktor tersebut maka sebab –
sebab kematian ibu hamil yang terpenting
antara lain meliputi pendarahan, penyakit kehamilan dan persalinan,
eklampsia serta kehamilan ektopik.
Beberapa pengalaman ilmiah faktor – faktor
tersebut tampaknya dari kebanyakan kematian ibu
hamil dapat dicegah. Upaya yang dapat kita lakukan untuk menurunkan
angka kematian ibu hamil dan anak adalah dengan pengawasan sempurna dan
paripurna, yang terdiri dari 3 hal penting, yaitu :
· Prenatal care, Pengawasan
ibu sewaktu hamil. Pertolongan dalam masa ini terutama bersifat profilaksis /
pencegahan.
· Pertolongan sewaktu
persalinan, Pimpinan persalinan yang tepat dapat membantu mengurangi
terjadinya kelainan dalam persalinan.
· Postpartum care, Upaya
pengawasan setelah melahirkan, untuk menghindari dan mengetahui lebih dini
terjadinya kelainan postpartum.
Sehingga harus dipahami bahwa bukan hanya
pertolongan waktu persalinan saja yang penting, tetapi juga harus didahului
oleh prenatal care (ANC : Ante Natal Care) yang baik dan disusul dengan
perawatan postpartum yang baik.
b. Problem Kematian Bayi
Kematian Perinatal adalah kematian janin yang
terjadi pada usia kehamilan diatas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gr
sampai dengan 4 minggu setelah lahir.
Lahir mati (Stillbirth) bayi lahir mati dengan berat 500 gr atau
lebih yang saat dilahirkan tidak menunjukkan tanda kehidupan. Kematian Neonatal
adalah bayi lahir dengan berat 500 gr atau lebih yang mati dalam 28 hari
setelah dilahirkan (Mochtar, 1994)
Angka kematian perinatal, angka kematian
bayi, kematian maternal dan kematian balita merupakan parameter dari keadaan
kesehatan, pelayanan kebidanan dan kesehatan yang mencerminkan keadaan sosek
dari suatu negara.
Setiap wanita dalam kehamilan dan persalinan
tidak luput dari kemungkinan penyebab dari resiko kematian perinatal.
Morbiditas dan mortalitas perinatal mempunyai kaitan erat dengan kehidupan
janin dalam kandungan dan waktu persalinan. Jika digolongkan secara garis besar
maka penyebab utama kematian perinatal menurut (Mochtar, 1994) adalah:
· Faktor
resiko Hipoksia/asfiksia.
· Faktor
resiko Berat Badan Lahir Rendah.
· Faktor
resiko Cacat bawaan dan Infeksi.
· Faktor
resiko Trauma Persalinan.
Sebenarnya dengan menyediakan pelayanan
kesehatan dan pelayanan kebidanan yang bermutu akan bisa menekan faktor-faktor
utama tersebut guna menurunkan angka kematian perinatal selain faktor-faktor
yang lain harus ditingkatkan seperti menaikkan tingkat sosial dan ekonomi
masyarakat.
2.5.2. Strategi
Percepatan Pembangunan Kesehatan
Untuk memasuki pada wilayah penjelajahan
menuju strategi percepatan (crass strategy) terhadap problematika yang
ada kita gunakan Standar Pelayanan Prima (SPP) sebuah pedoman pelayanan aktual
yang dipergunakan oleh Pemerintah RI maupun lembaga-lembaga non pemerintah. SPP
ini sangat terkait dengan pembangunan pelayanan mandiri atau kemandirian
pelayanan sehingga terwujudnya keadaan lingkungan dan perilaku publik.
Mengenai SPP ini kita akan menjelaskan secara
detail dibawah ini. SPP merupakan pelayanan publik yang dianggap terbaik karena
selalu berangkat dari pemikiran, perasaan dan kontekstualisasi kebutuhan publik
yang meliputi :
a) Standar
Pelayanan Prima (SPP) dibutuhkan dalam menejemen publik karena, kepercayaan pelanggan sebuah
kemutlakan dalam menghadapi persaingan bebas di era global
b) Agar
tercipta sebuah “kepercayaan publik” baik di lembaga kesehatan maupun publik
maka diperlukan sebuah pemberdayaan SDM, SDA dan menejemen publiknya secara
kokoh dan sistemik melalui berbagai program keberdayaan yang meningkatkan
kualitas.
c) Adapun legalitas hukum bagi gerak SPP melalui :
salah satu sikap Pemerintah Republik Indonesia yang telah menerbitkan dengan SK
Men-PAN No.81 Tahun 1993 tentang : Pelayanan Publik; lalu diperkuat dengan
Inpres No.1 Tahun 1995 tentang perintah pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan
kepada men-pan serta pada tahun 1998 melalui menko wasbang menerbitkan surat
edaran menko wasbang no.145 tahun 1999 tentang rincian pelayanan publik dengan
SPP.
d) Dalam
SPP sendiri memiliki prinsip yaitu : mengutamakan pelanggan, sistem efektif,
pelayanan berbasis merebut hati, pola perbaikan layanan terus menerus /
berkelanjutan dan pelanggan terberdayakan
e) Sedangkan
konseptualisasi SPP melalui : prokreasi berdasarkan inisiatif, kreatif dan
bertanggung jawah / amanah dalam segala hal
f) Poros
gerakan yang dikembangkan melalui SPP terhadap strategi aksi dengan menggunakan
gerakan katalitik, adanya kepemilikan publik, bergaung secara kompetitif dan
mempunyai misi suci (keterlibatan seimbang antara dimensi provan dan
eskatologik)
g) Hasil
akhir dari sebuah pelaksanaan SPP ialah menjadikan pelanggan mendapat
keuntungan setara, terwujudnya sistem desentralisasi operasional, berkemampuan
dalam mendongkrak pasar bisnis baru karena menjadi perhatian yang sangat
menguntungkan pasar konsumen
h) Pola
menejemen SPP dalam pelaksanaannya menggunakan pola TQM (Total Quality
Management) yang telah lebih dahulu populer digunakan dalam berbagai kebijakan
publik maupun spesialisasi tertentu
i)
Metode akuntansi untuk pelaksanaan SPP selalu
melibatkan publik
j)
Unsur-unsur penting yang mempengaruhi
keberhasilan SPP di lapangan ialah bagaimana SPP diimplementasikan dalam bentuk
yang sederhana, jelas dan pasti (terhitung), kondisi kegiatan menjadi
aman, baik
publik dan perangkat kelembagaan hukumnya, selalu bernuansa terbuka, ekonomis,
berkeadilan serta dijalankan tepat waktu
k) Ketika
SPP dioperasionalkan diperlukan kelembagaan yang terorganisir untuk menjalankan SPP diperlukan wadah organisasi
sistemik dalam kategori sebagai media Learning Organization – organisasi
pembelajaran, hal ini akan berguna bagi analisis dampak kesejahteraan publik (public
welfare). Jadi peran masyarakat secara terbuka untuk berpartisipasi dalam
keberlanjutan sistem layanan yang makin kredibel (terpercaya)
l)
SPP dalam memenuhi pelaksanaan di masyarakat menggunakan
berbagai jenis atau model yakni: Pelayanan Eksternal, Pelayanan Internal,
Pelayanan Utama, Pelayanan Pendukung serta terakhir yakni munculnya beberapa
Pelayanan Tambahan
m) Secara
aplikatif SPP sangat membutuhkan fragmentasi kepribadian dari para SDM yang
terlibat untuk komitmen, profesional dalam keahliannya serta selalu konsisten
dalam bertindak
n) Untuk
meluncurkan SPP diperlukan siklus
aplikatif sebagai berikut :
1). Pembaharuan
desain yang meliputi :
- Roh
pelayanan, jenis SPP secara detail, penghayatan kemauan publik, perancangan
publik
- Memperjelas
pembagian kegiatan, unit pelaksana dan sikap serta sarana dan prasarana juga
alur giat.
2). Sosialisasi
serta koordinasi meliputi :
- Civitas
stakeholders harus faham,
- Semua
layanan terkoordinir,
- Adanya
Dialog antara pemasok dan penerima.
3). Langkah
tepat mengenai penyusunan berbagai hal meliputi :
- Visi
dan Misi,
- Jenis
yang dipublikkan,
- Spesifikasi,
- Prosedur,
- Pengawasan
dan Pengendalian Kualitas,
- Lampiran
lengkap (denah lokasi, formulir, hasil MoU dan lain-lain).
4). Persiapan
Aksi yang ditandai adanya:
- Tersedinya
sarana dan prasarana dengan syarat tiadanya konflik antara asumsi dan realitas
serta kokohnya PDCA (Plan – Do – Check –
Action) dari menejemen TQM.
- Tersedia
tenaga terlatih.
- Adanya
Uji Coba telah final melalui Model Mutu yang dicapai dengan tehnik SQGM (service
quality gap model) yaitu teknik untuk peta kesenjangan mutu pelayanan serta
melalui Gap Model untuk melihat letak kelemahannya.
- Efektifitas
pemasaran.
5). Antara
Aksi dan Evaluasi berjalan stimulatif.
2.5.3. Strategi Baru Pembangunan Kesehatan
Mengacu pada visi dan misi yang telah ditetapkan, selanjutnya telah pula
dirumuskan Strategi baru Pembangunan Kesehatan. Strategi baru Pembangunan
Kesehatan yang telah dirumuskan oleh Departemen Kesehatan adalah: 1)
pembangunan nasional berwawasan kesehatan, 2) profesionalisme, 3) jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM), dan 4) desentralisasi.
Dalam upaya melancarkan strategi tersebut maka setiap strategi telah pula
dirumuskan faktor-faktor kritis keberhasilannya (critical success factors). Faktor-faktor kritis untuk melancarkan
strategi dapat dijelaskan berikut.
Strategi ke-1: Pembangunan nasional
berwawasan kesehatan. Faktor-faktor yang menentukan
keberhasilannya adalah: 1) visi kesehatan sebagai landasan bagi pembangunan
nasional, 2) paradigma sehat sebagai komitmen gerakan nasional, 3) sistem
advokasi untuk upaya promotif dan preventif dalam program kesehatan yang
paripurna, 4) dukungan sumberdaya yang berkelanjutan, 5) sosialisasi internal
maupun eksternal, dan 6) restrukturisasi dan revitalisasi infrastruktur dalam
kerangka desentralisasi.
Strategi ke-2: Profesionalisme. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilannya
adalah: 1) konsolidasi manajemen sumberdaya manusia, 2) perkuatan aspek-aspek
ilmu pengetahuan dan teknologi, semangat pengabdian, dan kode etik profesi, 3)
perkuatan konsep profesionalisme kesehatan dan kedokteran, dan 4) aliansi
strategis antara profesi kesehatan dengan profesi lain terkait.
Strategi
ke-3: Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Faktor-faktor yang
menentukan keberhasilannya adalah: 1) komitmen bersama dan gerakan mendukung
paradigma sehat, 2) dukungan peraturan perundang-undangan, 3) sosialisasi
internal maupun eksternal, 4) intervensi pemerintah pada tahap-tahap awal
penghimpunan dana, 5) kebijakan
pengembangan otonomi dalam manajemen pelayanan kesehatan.
Strategi ke-4: Desentralisasi. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilannya
adalah: 1) perimbangan dan keselarasan antara desentralisasi, dekonsentrasi,
dan tugas pembantuan, 2) kejelasan jenis dan tingkat kewenangan, 3)
petunjuk-petunjuk yang jelas tentang manajemen berikut indikator kinerjanya, 4)
pemberdayaan, 5) sistem dan kebijakan keberlanjutan di bidang sumber daya
manusia, 6) infrastruktur lintas sektor yang kondusif, serta, 7) mekanisme
pembinaan dan pengawasan yang efektif.
REFERENSI:
Bapeda Pemkab Jombang, 2012, Penyusunan Indeks
Pembangunan Manusia Kabupaten Jombang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar