BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) di
Indonesia dikenal dengan istilah Demam Berdarah Dengue. Penyakit ini mulai
ditemukan pertama kali di Surabaya pada tahun 1968, namun kepastian
virologiknya baru diperoleh pada tahun 1970.
Alasan mengapa penulis ingin menulis
tentang DHF karena saat ini DHF masih merupakan masalah kesehatan yang ditakuti
masyarakat karena sering menimbulkan kematian pada anak-anak bahkan orang
dewasa.
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Jawa Timur tahun 2000 dari bulan Januari s/d Desember jumlah penderita DHF
sebanyak 3.634 jiwa. Dari jumlah tersebut terbanyak pada usia 1-14 tahun dengan
jumlah 2079 jiwa. Angka kematian yang diperoleh dari seluruh penderita yaitu 33
jiwa. Data yang diperoleh dari unit perawatan anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya
periode Januari sampai dengan Juni 2000 kasus DHF sebanyak 292 anak. Dari
jumlah kasus tersebut terbanyak pada usia lebih dari 5 tahun sebanyak 202 anak.
Semua kasus yang dirawat tersebut tidak ada yang meninggal di Rumah Sakit.
|
Kondisi yang mendukung berkembang biaknya
vektor lain karena perilaku hidup masyarakat yang mendukung kearah itu. Prilaku
tersebut, tidak menutup tempat-tempat penampungan air bersih dan membiarkan
begitu saja kaleng-kaleng bekas berserakan pada musim hujan. Selain itu
lingkungan pemukiman yang padat ikut membiarkan kontribusi yang besar terhadap
berkembang biaknya vektor.
Keistimewaan lain dari nyamuk ini yaitu
nyamuk betinanya cenderung menggigit manusia pada pagi hari antara jam 09.00 –
10.00 dan sore hari antara jam 16.00 – 17.00, sehingga resiko mengalami gigitan
lebih banyak pada anak-anak. Karena pada saat itu anak-anak yang paling banyak
tidur. (Warta Posyandu, 1998/1999)
1
Kondisi penyakit DHF di Indonesia yang
sering menimbulkan wabah dengan angka kesakitan yang masih cukup tinggi, sangat
membutuhkan penanganan yang serius . Pengetahuan dari individu, keluarga dan
masyarakat tentang penyakit DHF dan cara penanggulangannya sangat penting untuk
menurunkan angka kesakitan yang terjadi di masyarakat.
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh
kepada prilaku sebagai hasil jangka menengah dari pendidikan kesehatan,
sedangkan prilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator
kesehatan dimasyarakat. Karena prilaku masyarakat sendiri juga dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan. (Notoatmodjo, S. 1997)
Oleh karena itu upaya penanggulangan
penyakit ini tidak hanya bergantung pada sektor kesehatan semata tetapi
kerjasama lintas program, lintas sektoral dan peran serta masyarakat sangat
penting dilakukan secara terpadu.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah
dipaparkan di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
cara pencegahan DHF ?
2.
Bagaimana
cara pemberantasan DHF ?
3.
Bagaimana
cara pengobatan DHF ?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum :
Untuk mengetahui cara pencegahan,
pemberantasan, dan pengobatan DHF.
1.3.2 Tujuan Khusus :
1.3.2.1
Untuk
mengetahui definisi dari DHF.
1.3.2.2
Untuk
mengetahui penyebab DHF.
1.3.2.3
Untuk
mengetahui klasifikasi DHF.
1.3.2.4
Untuk
mengetahui patofisiologi DHF.
1.3.2.5
Untuk
mengetahui tanda dan gejala DHF.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
1. Konsep
dasar Dengue
Haemoragic Fever (DHF)
A.Definisi
Dengue Haemoragic
Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya
manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 419).
DHF adalah penyakit menular yang disebabkan olah
virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty.
(dr.Suparyanto,M.Kes, (2011), DHF,
dr-Suparyanto.blogspot.com. di kutip
tanggal 12 Mei 2011)
B. Etiologi
1. Faktor Agent
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke
dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat
berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun
sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui
vektor yaitu nyamuk aedes aegypti,
nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief
Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan
(Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan
dalam penularan. Nyamuk Aedes
3
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat
bejana – bejana yang
terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat
di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun
dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih
menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi
hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
2. Faktor Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya
maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi
jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi
pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika ia
telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38).
3. Faktor Port Of Entery and Exit
Permukaan kulit tubuh.
4. Faktor Envoronment
Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat tinggal
nyamuk ini adalah daerah
tropis,dengan lingkungan yang
kurang pencahayaan dan sinar matahari, banyak genangan air, vas bunga yang
jarang diganti airnya, kaleng bekas tempat penampungan air, botol dan ban bekas.
5. Transmisi
Cara Penularan adalah melalui prantara nyamuk Aedes Aegpty dan Aedes Albopictus yang betina setiap 2 hari sekali menggigit/mengisap darah manusia untuk memperoleh protein guna mematangkan telurnya agar dapat membiakkan keturunannya. Waktu menggigit orang yang darahnya mengandung virus dengue, virus masuk dan berkembang biak dengan cara membelah diri dalam tubuh nyamuk. Dalam waktu kurang dari 1 minggu virus sudah berada di kelenjar liur dan siap untuk dipindahkan bersama air liur nyamuk kepada orang sehat. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang itu dapat menderita penyakit demam berdarah.
C. KLASIFIKASI DHf
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever
(DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
a. Derajat I
Panas 2 – 7
hari , gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya positif
b. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah
dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa,
epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
c. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh
gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120
/ menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 /
80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah
tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg) anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF
menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis
lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif,
trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah
dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan
peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi
sempit ( £
120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 ® 120/100 ®
120/110 ®
90/70 ®
80/70 ®
80/0 ®
0/0 )
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah
tidak teatur (denyut jantung ³ 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan
kulit tampak biru.
Derajat (WHO
1997):
a.
Derajat I :
Demam dengan test rumple leed positif.
b.
Derajat II :
Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau
perdarahan
lain.
c.
Derajat III :
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi
gelisah.
d.
Derajat IV :
Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
A. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi
komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan
zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang
PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu
hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun
antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan
fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi
terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis
metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi
perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak
teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan
sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi
terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit
menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi
trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan
permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh
vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
6
Infeksi
Virus Dengue Perbanyak diri di
hepar
Terbentuk
komplek antigen-antibodi
Hepatomegali
Mengaktivasi
sistem komplemen Mual-Muntah
PGE2 Hipotalamus Dilepaskan C3a dan C5a
(peptida) Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Melepaskan histamin
Peningkatan suhu Permeabilitas membran meningkat
tubuh Kebocoran
plasma
Hipovolemia
Renjatan
hipovolemi dan hipotensi Kerusakan
endotel
pembuluh
darah
- Kekurangan volume cairan
Agregasi Trombosit
Ke ekstravaskuler Trombositopenia Merangsang dan Mengaktivasi faktor pembekuan
Efusi pleura dan asites
Dalam jangka waktu lama menurun dan terjadi DIC
- Gangguan pertukaran gas Perdarahan
- Intoleransi activity Gangguan perfusi jaringan
Hipoksia jaringan
Asidosis Metabolik Kematian
B. Tanda dan Gejala
-
Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama
2-7 hari.
-
Manifestasi perdarahan termasuk setidak-tidaknya uji
bendung positif dan bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi), hematemesis atau melena.
-
Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan
reaksi perabaan.
-
Syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai
tekanan nadi (menjadi 20 mmHg/ kurang), TD menurun (tekanan sistolik menurun
sampai 80 mmHg/ kurang) disertai kulit yang teraba dingin atau lembab terutama
pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis
disekitar mulut.
-
Cairan dalam rongga pleura ( kanan )
-
Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah,
diare maupun obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto, 1995 ; 39).
BAB III
PEMBAHASAN
a. PENCEGAHAN
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF (Sumarmo, 1998 ; 57)
1)
manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh
alamiah dengan melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit terdapatnya DHF /
DSS
2)
memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan
vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita
veremia.
3)
Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah
pengambaran yaitu sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4)
Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah
berpotensi penularan tinggi
b. PEMBERANTASAN
Pemberantasan Dengue
Haemoragic Fever (DHF) seperti juga penyakit menular laibn didasarkan atas
meutusan rantai penularan, terdiri dari virus, aedes dan manusia. Karena sampai
saat ini belum terdapat vaksin yang efektif terdapat virus itu maka
pemberantasan ditujukan pada manusia terutama pada vektornya. (Soemarmo, 1998 ;
56)
Menurut Rezeki S, 1998 : 22,
Pemberantasan penyakit Dengue
Haemoragic Fever (DHF) ini yang paling penting adalah upaya membasmi jentik
nyamuk penularan ditempat perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu
1)
Menguras tempat – tampet penampungan air secara teratur
sekurang – kurangnya sxeminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya
2)
Menutup rapat – rapat tempat penampung air dan
3)
Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang
dapat menampung air hujan seperti ® dilanjutkan di baliknya.
c. PENGOBATAN
Pengobatan pada penderita DHF sebenarnya bersifat
symptomatic dan supportif
o
Pada anak yang hiperpireksia (suhu 400C
atau lebih) diberikan antipiretik dan kompres dingin atau alcohol 70%
o
Kejang yang mungkin timbul diatasi dengan
pemberian anti convulsan : anak > 1
9
tahun diberikan luminal 75 mg
dan anak dibawah 1 th diberikan 50 mg IM. Bila dalam waktu 15 menit kejang
tidak berhenti pemberian luminal diulang dengan dosis 3 mg/kg BB/hari atau anak
umur > 1 th diberikan 50 mg sedang anak <1 30="30" adanya="adanya" dan="dan" dengan="dengan" depresi="depresi" diberikan="diberikan" fungsi="fungsi" jantung="jantung" memperhatikan="memperhatikan" mg="mg" p="p" pernafasan="pernafasan" th="th" vital="vital">
1>
o
Pemberian Inta Venous Fluid Drip (IVFD). Pada
pemberian cairan perlu diperhatikan beberapa hal antara lain:
Sebagai pedomannya : Kebutuhan
cairan/hari sesuai BB
BB Hari I Hari
II Hari III
<7 kg="kg" span="span" style="mso-tab-count: 2;"> 7>
7-11 Kg 165 ml 132
ml 88 ml
11-18 Kg 132 ml 88
ml 88 ml
>18 Kg 88 ml 88
ml 88 ml
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah
penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang
bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF (Sumarmo, 1998 ; 57)
1.) Manfaatkan
perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan
pemberantasan pada saat sedikit terdapatnya DHF / DSS
2.) Memutuskan
lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah
untuk memberikan kesempatan penderita veremia.
3.) Mengusahakan
pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran yaitu sekolah dan RS, termasuk
pula daerah penyangga sekitarnya.
4.) Mengusahakan
pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Menurut Rezeki S, 1998 : 22,
Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic
Fever (DHF) ini yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk
penularan ditempat perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu
1.) Menguras
2.) Menutup
3.) Menguburkan
Pengobatan pada penderita DHF sebenarnya bersifat
symptomatic dan supportif
o
Pada anak yang hiperpireksia (suhu 400C
atau lebih) diberikan antipiretik dan kompres dingin atau alcohol 70%
o
Kejang yang mungkin timbul diatasi dengan
pemberian anti convulsan.
o
Pemberian Inta Venous Fluid Drip (IVFD).
4.3
Saran
4.3.1 Supaya masyarakat lebih mawas diri guna
pencegahan,pemberantasan dan pengobatan terhadap penyakit DHF.
4.3.2
Supaya masyarakat dapat menerapkan lingkungan hidup yang sehat.
11
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,
Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta
HTTP//: dr-Suparyanto.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar