SEKILAS
TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU (TB / TBC)
1.
Pengertian
Tuberkulosis
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan
gejala yang sangat bervariasi (Arif Mansjoer, 2001).
Tuberkulosis
adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis
dapat juga ditularkan kebagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang
dan nodus limfe. Agens infeksius utama, mycobacterium tuberculosis, adalah
batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas
dan sinar ultraviolet. (Suzanne, 2001).
Definisi
lain dari TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya (Depkes,2007).
Beberapa
definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa TBC adalah penyakit infeksius
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan organ yang paling sering
diserang adalah paru, dapat pula menyebar ke organ lainnya. Penyakit ini dapat
menyerang semua golongan umur dan penularannya melalui transmisi udara.
2.
Penyebab
TBC
Penyebab
tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang.
Kuman mempunyai sifat khusus yaitu tahan asam pada pewarnaan. Oleh karena itu
disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati dengan
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang
gelap dan lembap. Dalam jaringan tubuh manusia kuman dapat tahan hidup beberapa
tahun. Hal ini disebabkan karena kuman
bersifat dormant. Sifat dormant kuman adalah sifat dapat bangkit kembali dan
menjadi tuberkulosis aktif. Sifat lain dari kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya, seperti pada apikal paru.
3.
Faktor
– faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru
Menurut
Depkes RI, Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2001 ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kejadian TB paru
1).Faktor
Umur.
Beberapa
faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis
kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian
yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan
menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat
secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru
biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB
Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2).Faktor
Jenis Kelamin.
Di
benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996
jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah
penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada
wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat
sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru
Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki
sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB
paru
3).Tingkat
Pendidikan
Tingkat
pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang
diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan
penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan
mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu tingkat
pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
4).Pekerjaan
Jenis
pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu.
Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah
terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan
kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya
gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis
pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan
mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan,
pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan
rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR
akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan
bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan
akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal
jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi
rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah
terjadinya penularan penyakit TB Paru.
5).Kebiasaan
Merokok
Merokok
diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan
kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker
kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru
sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per
tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di
Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di
Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara
berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita
perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk
terjadinya infeksi TB Paru.
6).Kepadatan
hunian kamar tidur
Luas
lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya
agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan
kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas
minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan
fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang.
Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah
penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan
yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua
orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin
volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75
m.
7).Pencahayaan
Untuk
memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum
20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka
dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah
yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas
pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux. kecuali
untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup.
Semua
jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama apabila dipancarkan
melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat
dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan
pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta
sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat
berkurang.
8).Ventilasi
Ventilasi
mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara
didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang
diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kelembapan udara di dalam ruangan naik karena terjadinya
proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembapan ini akan merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab
penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi
kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran
udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.
Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di
dalam kelembapan (humiditiy) yang optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan
paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas
ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil
(dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk
menjaga temperatur dan kelembapan udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar
22° – 30°C dari kelembapan udara optimum kurang lebih 60%.
9).Kondisi
rumah
Kondisi
rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,
dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman.Lantai dan
dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan
dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium
tuberculosis.
10).Kelembapan
udara
Kelembapan
udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum
berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati
bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
11).Status
Gizi
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko
37 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status
gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh
terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
12).Keadaan
Sosial Ekonomi
Keadaan
sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan,
gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan
kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan
menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB
Paru.
4.
Cara
Penularan
Sumber
penularan adalah pasien tuberkulosis Basil Tahan Asam (TBC BTA) positif. Pada
waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya
penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman
tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut, Depkes RI (2007).
Menurut
Suzanne (2001), Individu yang beresiko tinggi untuk tertular Tuberkulosis
adalah:
1)
Mereka
yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif
2)
Individu
Imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi
kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
3)
Pengguna
obat-obat IV dan alkoholik
4)
Setiap
individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat ( tunawisma, tahanan, etnik,
dan ras minoritas, terutama anak-anak dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda
antar yang berusia 15 sampai 44 tahun.)
5)
Setiap
individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (mis, diabetes, gagal
ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau
yeyunoileal )
6)
Imigran
dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tengara, Afrika, Amerika Latin,
Karibia )
7)
Setiap
individu yang tinggal di institusi (mis, fasilitas perawatan jangka panjang,
institusi psikiatrik, penjara)
8)
Individu
yang tinggal didaerah perumahan substandart kumuh
9)
Petugas
kesehatan. Resiko untuk tertular tuberkulosis juga tergantung pada banyaknya
organisme yang terdapat di udara.
5.
Patofisiologi
Individu
rentan yang menghirup basil Tuberkulosis
dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli,
tempat dimana mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga
dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah kebagian tubuh lainnya
(ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem
imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik-Tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jarigan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.
Massa
jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk
dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian
sentral dari massa fibrosa ini disebut Tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan
makrofag ) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat
mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa
perkembangan penyakit aktif.
Setelah
pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif
dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam
kasus ini, Tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju kedalam bronki.
Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara, mengakibatkan penyebaran penyakit
lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru
yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan Tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali
proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah
ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin
berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya
supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10%
individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif (Suzanne,2001).
Menurut
Sudoyo (2007), proses perjalanan penyakit dibagi menjadi dua, yaitu :
1).Tuberkulosis
primer
Mycobacterium
tuberculosis masuk kejaringan paru melalui saluran nafas sampai alveoli
dinamakan tuberkulosis primer. Penularannya terjadi karena kuman dibatukkan
atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam tergantung ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi dan kelembapan. Dalam keadaan lembab dan gelap kuman
dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila
partikel infeksi terhisap oleh orang yang sehat, ia akan menempel pada jalan
nafas atau paru-paru. Kebanyakan kuman ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofagkeluar dari cabang tracheobronchial
beserta gerakan silia dengan sekret. Bila kuman menetap dalam paru ia
tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Disini dapat terbawa
masuk kedalam organ tubuh lain. Kuman yang bersarang dijaringan paru akan
membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer, dan
selanjutnya timbul peradangan yang disebut komplek primer.
Kompleks
primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1)
Sembuh
sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2)
Sembuh
denganmeninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi
dihilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumoniayang luasnya >5mm dan
kurang lebih (±) 10% diantaranya terdapat reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant.
3)
Berkomplikasi
dan menyebar secara :(1) per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya, (2)
secarabronkogen pada paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama
sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, (3) secara limfogen, ke organ tubuh
lainnya, (4) secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
2).Tuberkulosis
pasca primer (sekunder)
Kuman
yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (post-primer). Tuberkulosis
primer dimulai dengan serangan dini yang berlokasi di regio atas paru.
Invasinya kearah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. Serangan dini ini
mula-mula juga berbentuk serangan pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu serangan ini
menjadi tuberkel yakni suatu granuloma.
TB
pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB
usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan
imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi:
1)
Direabsorbsi
kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2)
Sarang
yang mula2 meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis.
Ada
yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang
meluas sebagai granulomaberkembang menghancurkan jaringan granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis,
menjadi lembek membentuk jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah
kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal
karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi
kavitas skerotik (kronik). Terjadinya perkijauan dan kavitas adalah karena
hidrolisis protein lipid dan asma nukleat oeh enzim yang diproduksi oleh
makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijauan
lain yang jarang adalah cryptic disseminate tuberkulosis yang terjadi pada
imunodefisiensi dan usia lanjut.
Disini
lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak kavitas dapat :
1)
Meluas
kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk
kedalam peradaran darah arteri, maka akan terjadi tuberkulosis milier. Dapat
juga masuk keparu sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya keusus
menjadi tuberkulosis usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti
yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi tuberkulosis endobronkial dan
tuberkulosis endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura.
2)
Memadat
dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat
mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas
lagi. Komplikasi kronikkavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti
aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma.
3)
Bersih
dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan
membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas
terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara
keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni : a) sarang yang sudah sembuh.
Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi, b) sarang aktif eksudatif.
Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna, dan c) sarang
yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh dengan
spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya
diberi pengobatan yang sempurna juga.
6.
Respon
Imun Terhadap M. Tuberkulosis
Igm
akan terbentuk 4-6 minggu setelah
terjadinya infeksi Tb kemudian menurun, di ikuti oleh munculnya IgG dan IgA.
Selanjutnya bakteri yang telah di ikat oleh imunoglobulin akan mengalami
fagositosis oleh magrofag. Pada pasien Tb paru yang belum pernah mendapatkan
pengobatan, kadar anti bodi terhadap bakerium tuberkulosis ini seringkali tidak
begitu tinggi bila di bandingkan dengan
1-2 bulan setelah pengobatan atau bila di bandingkan dengan pasin yang kambuh.
Puncak pembentukan anti bodi terjadi pada bulan ke dua setelah pengobatan yang
berhasil, kemudian menurun sampai terjadi batas normal bila pasien telah
sembuh.
7.
Gejala
Klinis
Gejala
utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka
setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis langsung (Depkes RI, 2007).
Menurut
Arif Mansjoer (2001), pasien TB Paru menampakkan gejala klinis, yaitu tahap
asimtomatis, gejala TB Paru yang khas kemudian stagnasi dan regresi,
eksaserbasi yang memburuk, dan gejala berulang dan menjadi kronik.
Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda seperti 1) infiltrat (redup,
bronkial, ronki basah, dan lain-lain), 2) tanda-tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum, 3) sekret di saluran nafas dan ronki, dan 4) suara
nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus (
Arif Mansjoer, 2001 : 472 ).
Keluhan
yang dirasakan penderita TBC dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan.
Keluhan yang terbanyak adalah :
1).Demam
Biasanya
subfebril menyerupai demam influensa. Serangan demam pertama dapat sembuh
kembali, begitu seterusnya hilang timbul. Penderita tidak pernah bebas dari
serangan demam. Keadaan ini dipengaruhi oleh daya tahan tubuh dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
2).Batuk
Gejala
ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin batuk setelah penyakitnya
berkembang dalam jaringan paru. Batuknya terjadi setelah berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan. Sifat batuk dimulai dengan batuk nonproduktif dan setelah
timbul peradangan jadi produktif. Keadaan lanjut berupa batuk darah karena
pembuluh darah pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada
kavitas.
3).Sesak
nafas
Pada
keadaan yang ringan sesak nafas belum dirasakan. Sesak nafas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian
paru-paru.
4).Nyeri
dada
Gejala
ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5).Malaise
Gejala
malaise sering ditemukan berupa : anoreksia, badan kurus, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari. Gejala ini makin lama makin
berat dan hilang timbul secara tidak teratur.
8.
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau
kulit yang pucat karena anemia, suhu demam(febris), badan kurus atau berat
badan menurun.
Pada
pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan kelainanpun terutama pada
kasus – kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.demikian
juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada
pemeriksaan fisis, karena hantaran getran suara yang lebih dari 4 cm ke dalam
paru sulit di nilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis
dan pemeriksaan fisis, Tb paru sulit di bedakan dengan pnemonia biasa.
Tempat
kelainan lesi Tb paru yang paling di curigai adalah bagian apeks atau puncak
paru. Bila di curigai adanya infiltrat yang agak luas, maka di dapatkan perkusi
yang redup dan auskultasi nafas bronkial. Akan di dapatkan juga suara nafas
tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini di
liputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vasikular melemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau
timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.
Pada
tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan reaksi otot – otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru
lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik
amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru – paru, akan terjadi
pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan
arteri pulmonalis di ikuti terjadinya
korpulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan di dapatkan tanda – tanda
korpulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, taki kardi, sianosis,
right ventrikular lift, right atrial gallop, murmur graham – steel, bunyi P2
yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan
edema.
Bila
tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit
terlihat agak tertinggal dalam pernafasan. Perkusi memberikan suara pekak.
Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali. Dalam penampilan klinis Tb paru sering di curigai asimtomatik dan
penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.
9.
Pemeriksaan
Radiologis
pada
saat ini pemeriksaan radiologis dada
merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini
membutuhkan biaya yang lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam
beberapa hal ia memeberikan keuntungan seperti pada tuberkulosis anak –
anak dan tuberkulosis miller. Pada kedua
hal di atas diagnosis dapat di peroleh melalui pemeriksaan radiologis dada,
sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Lokasi
lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru, tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah atau didaerah hilus
menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang –
sarang pneumoni, gambaran radiologis berupa bercak – bercak seperti awan dan
dengan batas – batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan
terlihat berupa bulatan dengan
batas yang tegas. Lesi ini dikenal
sebagai tuberkuloma.
Pada
kavitas bayanganya berupa cincin yang mula – mula berdinding tipis. Lama – lama
dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat
bayangan yang bergaris – garis. Pada klasifikasi bayangannya tampak sebagai
bercak – bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti
fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau
satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran
tuberkulosis miller terlihat berupa bercak – bercak halus yang umumnya tersebar
merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering
menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura, massa cairan di bagian
bawah paru, bayangan hitam radiolusen di pinggir paru.
Tuberkulin
sering memberikan gambaran yang aneh – aneh, terutama gambaran radiologis,
sehingga dikatakan tuberkulosis is the greates imitator .gambaran infiltrasi
dan tuberkuloma sering di artikan sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma
bronkus atau karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering di artikan sebagai
abses paru. Disamping itu perlu di ingatkan juga faktor kesalahan dalam membaca
foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnostik
radiologi sering dilakukan juga foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi
dan foto dengan proyeksi densitas keras.
Adanya
bayangan lesi pada foto dada, bukanlah menunjukkan aktifitas penyakit, kecuali
suatu ilfitrat yang betul – betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non aktif
sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, klasifikasi,
kavitas, dll sering dijumpai pada orang tua. Pemeriksaan khusus yang kadang –
kadang juga di perlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan
bronkus atau paru yang di sebabkan oleh tuberkulosis. Pemeriksaan dada yang lebih
canggih dan saat ini sudah banyak di pakai di rumah sakit rujukan adalah
computet tomogrpy scanning (CT scan). Pemeriksaan ini lebih superior dari pada
radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan
dapat di buat transfersal.Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi denga MRI
(magnetic resonance imaging).
10. Pemeriksaan
Laboratorium
1).Darah
Pemeriksaan
ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang – kadang meragukan,
hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik. Pada saat tuberkulosis baru dimulai (aktif) akan didapatkan jumlah
leokosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran kekiri, jumlah
limfosit masih dibawah normal, laju endap darah mulai meningkat.bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit mulai normal dan jumlah limfosit masih tinggi.
Laju endap darah mulai normal lagi.
Hasil
pemeriksaan darah lain di dapatkan juga :
1)
anemia
ringan dengan gambaran normokrom dan normositer
2)
gama
globulin meningkat
3)
kadar
natrium darah menurun
Pemeriksaan
tersebut di atas juga nilainya kurang spesifik. Pemeriksaan serologis yang
pernah dipakai adalah reaksi takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di
indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian
karena angka – angka poitif palsu dan negatif palsunya masih besar.
Belakangan
ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni peroksidase
anti peroksida (PAP-Tb) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilai
sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa
peneliti lain meragukannya karena mendapatkan angka – angka yang lebih rendah.
Prinsip dasar uji PAP-Tb ini adalah menentukan adanya imunoglobulin G yang
spesifik terhadap antigen
M.tuberkulosis. sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma M.tuberkulosis var
bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara
ultrasentrifus, hasil uji PAP-Tb dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 di dapatkan hasil uji PAP-Tb positif, hasil positif palsu kadang – kadang
masih didapatkan pada pasien reumatik. Kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi
BCG.
2).Sputum
Pemeriksaan
sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis
tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan
ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi
kadang – kadang tidak mudah mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk
atau batuk yang non produktif. Hal ini di anjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien di anjurkan minum air sebanyak kurang lebih 2 liter
dan di ajarkan untuk melakukan reflek batuk. Dapat juga memberikan tambahan
obat – obatan mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam
hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat juga diperoleh
dengan bronkoskopi di ambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL
(broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara
bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak – anak karena mereka sulit
mengeluarkan dahaknya. Sputum yang hendak diperiksa hendaknya sesegar mungkin.
Bila
sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang – kadang sulit ditemukan, kuman
dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat penyakit ini terbuka keluar,
sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di
indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan
dalam sputum mereka.
Kriteria
sputum BTA positif adalah sekurang – kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 mL sputum.
Untuk pewarnaan sediaan dianjukan memakai cara tan thiam hok yang merupakan modifikasi
gabungan cara pulasan kinyoun dan gabbet.
Cara
pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
1)
Pemeriksaan
sediaan langsung dengan mikroskop biasa
2)
Pemeriksaan
sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus)
3)
Pemeriksaan
dengan biakan
4)
Pemeriksaan
dengan resistensi obat
Pemeriksaan
dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultra violet walaupun sensitivitasnya
tinggi sangat jarang dilakukan karena pewarna yang dipakai (auramin-rhodamin)
dicurigai bersifat karsinogenik. Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6
minggu penanaman sputum dalam medium biakan, koloni kuman tuberkulosis mulai
tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni masih belum tampak, biakan
dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu Lowenstein Jensen, Kudoh
atau Ogawa.
Saat
ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara bactec (bactec
400 radiometric system), dimana kuman dapat di deteksi dalam 7-10 hari.
Disamping itu dengan tehnik polymerase chain reaction (PCR) dapat dideteksi
kuman Tb dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M.tuberculosis yang tidak
tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan juga dilakukan pemeriksaan
terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.
Kadang
– kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA positif,
tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli
atau non culturable obat anti tuberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan
kuman BTA dalam waktu yang pendek. Untuk pemeriksaan sediaan mikroskopis biasa
dan sediaan biakan, bahan – bahan selain sputum dapat juga di ambil dari
bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan
kelenjar, cairan serebrospinal, urin, tinja.dll.
11. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan
ini masih dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama
pada anak – anak balita. Biasanya dipakai tes mantoux yakni dengan menyuntikkan
0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified protein derivative) intrakutan berkekuatan 5
T.U (intermediate strenght). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U. dapat
diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strenght). Kadang – kadang bila dengan 5 T.U
masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U. masih memberikan
hasil negatif, berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes
mantoux dengan 5 T.U. saja sudah cukup
berarti.
Tes
tuberkolin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi
M.tuberkulosis, M.bovis, vaksinasi
BCG dan mycobakterium patogen lainnya.
Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan
dengan kuman patogen baik yang virulen
ataupun tidak tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya
antibodi seluler pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi
humoral yang dalam perannya akan menekankan antibodi seluler.
Bila
pembentukan antibodi seluler cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang
sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana
pembentukan antibodi humoral amat berkurang, maka akan mudah terjadi penyakit
sesudah penularan. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan , akan timbul
reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni
reaksi persenyawaan antara antibodi seluler
dan antigen tuberkulin . banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi
seluler dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besarnya pengaruh
antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan
hal – hal tersebut di atas, hasil tes mantaux ini dibagi dalam :
1)
Indurasi
0-5 mm : mantaux negatif = golongan no sensitivity. Disini peran antibodi
humoral menonjol.
2)
Indurasi
6-9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran
antibodi humoral masih menonjol
3)
Indurasi
10-15 mm : mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini peran kedua
antibodi seimbang.
4)
Indurasi
lebih dari 15 mm : mantoux positif kuat = golongan hipersensitivity. Di sini
peran anti bodi seluler menonjol.
Biasanya
hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi mantouk yang positif
(99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG
atau terinfeksi dengan Mycobakterium lain. Negatif palsu banyak ditemui dari pada positif palsu.
Hal
– hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni :
(1)
Pasien
yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis
(2)
Alergi,
penyakit sistemik berat
(3)
Penyakit
eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air.
(4)
Reaksi
hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular
(5)
Pemberian
kortikosteroid yang lama, pemberian obat – obatan imunosupresi
(6)
Usia
tua, mal nutrisi, uremia, penykit keganasan
12. Diagnosis
Depkes
RI (2007) menetapkan diagnosis TB menjadi 2, yaitu :
Diagnosis
TB Paru :
(1)
Semua
suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS).
(2)
Diagnosis
TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada
program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
(3)
Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.
(4)
Gambaran
kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
(5)
Untuk
lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Diagnosis
TB ekstra paru
(1)
Gejala
dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
(2)
Diagnosis
pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya
uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
13. Klasifikasi TB Paru
Manfaat
dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah
1)
Menentukan
paduan pengobatan yang sesuai
2)
Registrasi
kasus secara benar
3)
Menentukan
prioritas pengobatan TB BTA positif
4)
Analisis
kohort hasil pengobatan
Menurut
Dep Kes RI (2007), klasifikasi TB Paru terdiri dari :
1).Klasifikasi
berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a)
Tuberkulosis
paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b)
Tuberkulosis
ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2).Klasifikasi
berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a).Tuberkulosis
paru BTA positif.
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b).Tuberkulosis
paru BTA negatif
Kasus
yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3).Klasifikasi
berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
a)
TB
paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
b)
TB
ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a.
TB
ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b.
TB
ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
Catatan:
1)
Bila
seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan
pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB Paru.
2)
Bila
seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai
TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Alimul
H.Aziz.(2007).Metode Penelitian Dan Teknik Analisis Data . salemba medika : Jakarta.
2.
Arikunto,
Suharsini. (2006).Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta :
Jakarta.
3.
Brooks
geof.(2001).Mikrobiologi kedokteran. Jakarta : salemba medika
4.
David.
P.(2009).TBC di Jawa Timur. Tersedia dalam : http://www.korantempo.com.[Diakses
30 oktober 2010].
5.
Dinkes
RI.(2002).Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis: Jakarta.
6.
Dinkes
RI.(2007).Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis: Jakarta. Graha Ilmu
7.
Gunawan
rudy.(2009) Rencana rumah sehat.KANISIUS ( anggota IKAPI ) : Yogyakarta
8.
Mukono
H.J.(2000).Prinsip dasar kesehatan lingkungan.air langga university : surabaya.
9.
Mulyadi
asep.(2006).geografi untuk SMA kelas X. CV Alfabeta : bandung.
10. Mansjoer,
A.(2001).Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. FKUI: Media Aeskulapius.
11. Nursalam, (2003).konsep
& penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan : pedoman skripsi, tesis
dan instrumen penelitian keperawatan.salemba medika : jakarta.
12. Ratih, (2004).TBC di
Indonesia (Tempo 10 Maret 2004). Tersedia dalam : www.tempointeraktif.com.
[Diakses 3 november 2010]
13. Sarwono, Jonathan.(2009).Statistik
Itu Mudah: Panduan Lengkap Untuk Belajar Komputerisasi Statistik Menggunakan
SPSS 16.Edisi: 1. ANDI : yogyakarta.
14. Saryono, (2008).Metodologi
Penelitian Kesehatan (Penuntun Praktis Bagi Pemula).Mitra cendikia Press :
yogyakarta.
15. Setiadi.(2007).
Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan Edisi Pertama. GRAHA ILMU : Jogjakarta.
16. Smeltzer, S.C., dan
Bare, B.G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner& Suddarth. EGC
: Jakarta.
17. Subaruddin Arief, (2008).Membangun
rumah sederhana sehat tahan gempa. penebar swadaya : Jakarta.
18. Sudoyo. A, dkk, (2007).Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV. FKUI : Jakarta.
19. Sugiono
.(2003).Statistik Untuk Penelitian. CV Alfabeta : Bandung.
20. Sugiyono.(2003).
Metode Penelitian Administrasi. CV Alfabeta : Bandung.
21. Tjokronegoro Arjatmo,
Utama Hendra.(2001).Buku ajar penyakit dalam jilid 11.FKUI : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar