MASALAH DERAJAT KESEHATAN: APA DAN BAGAIMANA SOLUSINYA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Salah satu ukuran yang sering digunakan untuk
membandingkan keberhasilan pembangunan
sumber daya manusia antar negara
adalah Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Indeks tersebut merupakan indikator komposit yang terdiri dari: indikator
kesehatan (umur harapan hidup waktu lahir), pendidikan (angka melek huruf dan
sekolah) serta ekonomi (pengeluaran riil per kapita). Selama ini IPM Indonesia
selalu menempati rangking di atas 100, tertinggal dibanding beberapa negara
tetangga di ASEAN (anonim,2008)
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung
pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain
pendidikan dan pendapatan.Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
Kondisi pembangunan kesehatan secara umum dapat
dilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi,
kematian ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan umur angka harapan hidup.
Angka kematian bayi menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup
(2002–2003) dan angka kematian ibu melahirkan menurun dari 334 (1997) menjadi
307 per 100.000 kelahiran hidup (2002-2003). Umur harapan hidup meningkat dari
65,8 tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003). Umur harapan hidup meningkat dari
dari 65,8 tahun (Susenas 1999) menjadi 66,2 tahun (2003).Prevalensi gizi kurang
(underweight) pada anak balita, telah menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi
27,5 persen (2004). Bila dilihat permasalahan gizi antar provinsi terlihat
sangat bervariasi yaitu terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang
diatas 30% dan bahkan ada yang diatas 40% yaitu di provinsi Gorontalo, NTB, NTT
dan Papua. Kasus gizi buruk umumnya menimpa penduduk miskin/tidak mampu. Di
sisi lain masalah baru gizi seperti kegemukan, terutama di wilayah perkotaan
cenderung meningkat karena perubahan gaya hidup masyarakat.Angka kesakitan yang
tinggi terjadi pada anak-anak dan usia di atas 55 tahun, dengan tingkat
morbiditas lebih tinggi pada wanita dibanding pria.
Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan di
atas dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan
pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan
kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan
manajemen kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang
diperkuat dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di
hampir seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, jumlah Puskesmas di seluruh
Indonesia adalah 7.550 unit, Puskesmas Pembantu 22.002 unit dan Puskesmas
keliling 6.132 unit. Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan dasar tersebut
terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum sepenuhnya dapat dijangkau
oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi.
1.2.
Rumusan
Masalah
1) Mengapa
derajat kesehatan negara Indonesia yang digambarkan dengan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) masih rendah di bandingkan dengan negara ASEAN yang lain?
2) Bagaimana
agar Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia bisa meningkat dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya?
1.3.
Tujuan
·
Tujuan
Umum
Untuk
mencari solusi dari masalah rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
menggambarkan derajat kesehatan negara Indonesia
·
Tujuan
Khusus
1. Untuk
mengetahui penyebab mengapa derajat kesehatan negara Indonesia yang digambarkan dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) masih rendah di bandingkan dengan negara ASEAN yang
lain
2. Untuk
mengetahui solusi agar Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia bisa
meningkat
1.4.
Manfaat
Agar dapat mengetahui masalah dan cara mengatasi
masalah rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia, karena IPM
menggambarkan derajat kesehatan suatu negara.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Pengertian IPM
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM)
atau Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari
harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup
untuk semua negara seluruh dunia. Indeks
ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel dari India Amartya Sen
dan Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari
Yale University dan Lord Meghnad
Desai dari London School of Economics dan sejak itu dipakai oleh program
pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. Digambarkan sebagai
pengukuran (vulgar) oleh Amartya Sen
karena batasanya. Indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dibandingkan
menggunakan indikator pendapatan perkapita yang
selama ini digunakan dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi
peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat
laporan pembangunan manusianya. (anonim,2008)
Gambar 1.1 Peta
Dunia Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (2004).
Suatu negara yang dikatakan maju dapat tercermin
jika yang dijadikan acuan salah satunya adalah
masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang tentu saja menjelaskan seberapa
besar perkembangan manusia disuatu negara. Indonesia memiliki sumber daya
manusia yang bisa dieksplorasi dan digali sehingga menunjukan Indeks
Pembangunan Manusia yang signifikan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan
indeks komposit yang dipengaruhi
oleh indikator kesehatan yang diwakili
oleh Umur Harapan Hidup (UHH), indikator pendidikan yang diwakili oleh Angka
Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan indikator ekonomi yang
diwakili oleh Daya Beli masyarakat (PPP). (anonim,2008)
United Nations Development Program (UNDP)
memilih indikator angka harapan
hidup waktu lahir (life expectancy at birth) yang biasa dinotasikan dengan e0
dari sektor kesehatan, indikator utama
yang diukur adalah Umur Harapan Hidup
(UHH) waktu lahir (e0), yang dipengaruhi oleh indikator yaitu Angka Kematian
Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKABA) dan
Angka Kematian Kasar (AKK). (anonim,2008)
Berdasarkan Teori H.L. Blum, derajat kesehatan
masyarakat dengan indikatornya angka kematian (mortalitas) dan angka kesakitan
(morbiditas) sangat dipengaruhi oleh empat faktor yaitu faktor lingkungan,
faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Indikator utama dari pencapaian visi tersebut
adalah tingkat kesehatan. (anonim,2008)
Indeks pembangunan kesehatan menjadi pilar utama
karena dengan tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, yakni di
mana setiap orang memiliki kemauan, kesadaran, dan kemampuan hidup sehat,
diharapkan akan tercipta SDM yang tangguh, cerdas, mandiri, dan produktif
sehingga mampu bersaing untuk menghadapi semua tantangan yang akan dihadapi
dalam pembangunan di segala bidang, selaras dengan tujuan pembangunan milenium
(Millenium Development Goals), MDGs 2000 yaitu komitmen global 189
negara-negara di dunia, dalam upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang ingin dicapai pada 2015. Sasaran umum program MDGs meliputi 8
tujuan, yaitu: (1) Memberantas kelaparan dan kemiskinan, (2) Memperoleh
pendidikan dasar, (3) Mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan, (4) Mengurangi jumlah kematian anak, (5) Meningkatkan kesehatan
maternal, (6) Memerangi infeksi HIV dan AIDS, malaria, dan penyakit menular
lainnya, (7) Menjamin kelangsungan lingkungan hidup, dan (8) Mengembangkan
kerja sama global untuk pembangunan. Dimana 5 dari 8 goals MDGs (goals No.1, 4,
5, 6, 7) berkaitan langsung dengan bidang kesehatan, bertujuan mempercepat pencapaian
pembangunan derajat kesehatan masyarakat. (Muhafilah,2013)
Selama ini IPM Indonesia selalu menempati rangking
di atas 100, tertinggal dibanding beberapa negara tetangga di ASEAN, seperti tampak pada Tabel 1. (KEMENKES
RI, 2010)
Tabel 1. IPM Indonesia dibandingkan negara tetangga,
tahun 2006
Sumber: UNDP.
Human development report 2006.
HDI : Human Development Index
LE : Life Expectancy at birth
LR : Adult Literacy Rate (> 15 year)
ER : Combine Gross Enrolment Ratio
GDP : Gross Domestic Product
LEI : Life Expectancy Index
EI : Education Index
GDPI : Gross Domestic Product Index
Laporan Pembangunan Manusia 2013 yang dikeluarkan
badan PBB untuk program pembangunan, UNDP, baru-baru ini memperlihatkan bahwa
Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang kuat dalam setiap indikator Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dalam 40 tahun terakhir. Nilai IPM Indonesia pada
2012 meningkat menjadi 0,629, menjadikannya naik tiga posisi ke peringkat 121
dari peringkat 124 pada 2011 (0,624), dari 187 negara.
Antara 1980 dan 2012, nilai IPM Indonesia meningkat
dari 0,422 menjadi 0.629, atau meningkat 49 persen, dikarenakan kenaikan angka
harapan hidup pada periode yang sama, dari 57,6 tahun menjadi 69,8 tahun saat
ini. Tingkat ekspektasi lamanya bersekolah meningkat dari 8,3 tahun pada 1980
menjadi 12,9 tahun pada 2012, artinya, anak usia sekolah di Indonesia memiliki
harapan mengenyam bangku pendidikan selama 12,9 tahun atau mencapai tingkat
pertama jenjang perguruan tinggi. Meski naik tiga peringkat, IPM Indonesia
masih di bawah rata-rata dunia 0,694 atau regional 0,683. Indonesia
dikategorikan sebagai “Negara
Pembangunan Menengah” bersama 45 negara lainnya. Peringkat Indonesia masih
jauh di bawah beberapa negara anggota ASEAN, termasuk Singapura, Brunei Darussalam,
Malaysia, Thailand dan Filipina. Singapura memiliki IPM tertinggi di antara
negara-negara ASEAN dengan 0,895 dan peringkat 18 di seluruh dunia. Negara yang
menduduki peringkat pertama adalah Norwegia, diikuti oleh Australia dan Amerika
Serikat. Sementara IPM terendah dicatat oleh Republik Demokratik Kongo dan
Nigeria. (VOA/UNDP:19/03/13)
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi
salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) dan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam pengukuran IPM, kesehatan adalah
salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga
merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki
peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Dalam pelaksanaan
pembangunan kesehatan dibutuhkan perubahan cara pandang (mindset) dari
paradigma sakit ke paradigma sehat, sejalan dengan visi Indonesia Sehat 2010.
Namun demikian, dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, beberapa masalah dan tantangan baru muncul sebagai akibat dari
perubahan sosial ekonomi serta perubahan lingkungan strategis global dan
nasional. Tantangan global antara lain adalah pencapaian sasaran Millennium
Development Goals (MDGs), sedangkan pada lingkup nasional adalah penerapan desentralisasi
bidang kesehatan. (Presiden RI,2009)
2.2. Program Pembangunan
Arah kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat tersebut dijabarkan dalam program-program
pembangunan sebagai berikut. (Presiden RI,2009)
1.
Program
Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat
Program
ini ditujukan untuk memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat agar mampu
menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber
masyarakat. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain
meliputi:
1.
Pengembangan media promosi kesehatan dan
teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE);
2.
Pengembangan upaya kesehatan bersumber
masyarakat, (seperti pos pelayanan terpadu, pondok bersalin desa, dan usaha
kesehatan sekolah) dan generasi muda; dan
3.
Peningkatan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat.
2.
Program
Lingkungan Sehat
Program
ini ditujukan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan
sistem kesehatan kewilayahan untuk
menggerakkan pembangunan lintas-sektor berwawasan kesehatan.
Kegiatan
pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:
1.
Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi
dasar;
2.
Pemeliharaan dan pengawasan kualitas
lingkungan;
3.
Pengendalian dampak resiko pencemaran
lingkungan; dan
4.
Pengembangan wilayah sehat.
3.
Program
Upaya Kesehatan Masyarakat
Program
ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah, pemerataan, dan kualitas pelayanan
kesehatan melalui puskesmas dan jaringannya meliputi puskesmas pembantu,
puskesmas keliling dan bidan di desa.
Kegiatan
pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi:
1.
Pelayanan kesehatan penduduk miskin di
puskesmas dan jaringannya;
2.
Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan
sarana dan prasarana puskesmas dan
jaringannya;
3.
Pengadaan peralatan dan perbekalan
kesehatan termasuk obat generik esensial;
4.
Peningkatan pelayanan kesehatan dasar
yang mencakup sekurang-kurangnya promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit
menular, dan pengobatan dasar; dan
5.
Penyediaan biaya operasional dan
pemeliharaan.
4.
Program
Upaya Kesehatan Perorangan
Program
ini ditujukan untuk meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan perorangan.
Kegiatan
pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:
1.
Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin
di kelas III rumah sakit;
2.
Pembangunan sarana dan prasarana rumah
sakit di daerah tertinggal secara selektif;
3.
Perbaikan sarana dan prasarana rumah
sakit;
4.
Pengadaan obat dan perbekalan rumah
sakit;
5.
Peningkatan pelayanan kesehatan
rujukan;
6.
Pengembangan pelayanan dokter
keluarga;
7.
Penyediaan biaya operasional dan
pemeliharaan; dan
8.
Peningkatan peran serta sektor swasta
dalam upaya kesehatan perorangan.
5.
Program
Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit
Program
ini ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit
tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah
malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta, tuberkulosis
paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit
jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes mellitus, dan kanker.
Kegiatan
pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:
1.
Pencegahan dan penanggulangan faktor
resiko;
2.
Peningkatan imunisasi;
3.
Penemuan dan tatalaksana penderita;
4.
Peningkatan surveilens epidemiologi dan
penanggulangan wabah; dan
5.
Peningkatan komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit.
6.
Program
Perbaikan Gizi Masyarakat
Program
ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya
meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan anak
balita.
Kegiatan
pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi:
1.
Peningkatan pendidikan gizi;
2.
Penanggulangan kurang energi protein
(KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat
kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro
lainnya;
3.
Penanggulangan gizi lebih;
4.
Peningkatan surveilens gizi; dan
5.
Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian
keluarga sadar gizi.
7.
Program
Sumber Daya Kesehatan
Program
ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan,
sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain
meliputi:
1.
Perencanaan kebutuhan tenaga
kesehatan;
2.
Peningkatan keterampilan dan
profesionalisme tenaga kesehatan melalui pendidikan dan
3.
Pelatihan tenaga kesehatan;
4.
Pemenuhan kebutuhan tenaga
kesehatan, terutama untuk pelayanan kesehatan
di
5.
Puskesmas dan jaringannya, serta rumah
sakit kabupaten/kota;
6.
Pembinaan tenaga kesehatan termasuk
pengembangan karir tenaga kesehatan; dan
7.
Penyusunan standar kompetensi dan
regulasi profesi kesehatan.
8.
Program
Obat Dan Perbekalan Kesehatan
Program
ini ditujukan untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan
obat dan perbekalan kesehatan termasuk obat tradisional, perbekalan kesehatan
rumah tangga, dan kosmetika.
Kegiatan
pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:
1.
Peningkatan ketersediaan obat dan
perbekalan kesehatan;
2.
Peningkatan pemerataan obat dan
perbekalan kesehatan;
3.
Peningkatan mutu penggunaan obat dan
perbekalan kesehatan;
4.
Peningkatan keterjangkauan harga obat
dan perbekalan kesehatan terutama untuk penduduk miskin; dan
5.
Peningkatan mutu pelayanan farmasi
komunitas dan rumah sakit.
9.
Program
Pengawasan Obat Dan Makanan
Program
ini ditujukan untuk menjamin terpenuhinya persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan/khasiat produk terapetik/obat, perbekalan kesehatan rumah tangga,
obat tradisional, kosmetika, produk komplemen dan produk pangan dalam rangka
perlindungan konsumen/masyarakat.
Kegiatan
pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:
1.
Peningkatan pengawasan keamanan pangan
dan bahan berbahaya;
2.
Peningkatan pengawasan penyalahgunaan
narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA);
3.
Peningkatan pengawasan mutu, khasiat dan
keamanan produk terapetik/obat, perbekalan
4.
kesehatan rumah tangga, obat
tradisional, suplemen makanan dan produk kosmetika; dan
5.
Penguatan kapasitas laboratorium
pengawasan obat dan makanan.
10.
Program
Pengembangan Obat Asli Indonesia
Program
ini ditujukan untuk meningkatkan pemanfaatan tanaman obat Indonesia.
Kegiatan
pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi:
1.
Penelitian dan pengembangan tanaman
obat;
2.
Peningkatan promosi pemanfaatan obat
bahan alam Indonesia; dan
3.
Pengembangan standardisasi tanaman obat
bahan alam Indonesia.
11.
Program
Kebijakan Dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
Program
ini ditujukan untuk mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
guna mendukung penyelenggaraan sistem kesehatan nasional.
Kegiatan
pokok yang dilakukan dalam program antara lain meliputi:
1.
Pengkajian dan penyusunan kebijakan;
2.
Pengembangan sistem perencanaan dan
penganggaran, pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan dan penyempurnaan
administrasi keuangan, serta hukum kesehatan;
3.
Pengembangan sistem informasi
kesehatan;
4.
Pengembangan sistem kesehatan daerah;
dan
5.
Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan
masyarakat secara kapitasi dan pra upaya terutama bagi penduduk miskin yang
berkelanjutan.
12.
Program
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Program
ini ditujukan untuk meningkatkan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan dan program
pembangunan kesehatan.
Kegiatan
pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:
1.
Penelitian dan pengembangan;
2.
Pengembangan tenaga peneliti, sarana dan
prasarana penelitian; dan
3.
Penyebarluasan dan pemanfaatan hasil
penelitian dan pengembangan kesehatan.
2.3. Program dan kebijakan pemerintah
tentang Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Indonesia, Departemen Kesehatan pada periode 2005-2009 memprioritaskan
pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai urutan pertama dalam pembangunan
kesehatan. Prioritas berikutnya adalah pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin, pendayagunaan tenaga kesehatn, penanggulangan penyakit menular, gizi buruk
dan krisis kesehatan akibat bencana serta peningkatan pelayanan kesehatan
daerah terpencil, tertinggal, daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar.
Visi dan Misi Departemen Kesehatan yaitu
meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas,
maka untuk mencapai upaya tersebut adalah :
1. Pelayanan
Kesehatan Dasar yang terdiri dari
a. Pelayanan
Kesehatan ibu dan anak :
Kebijakan tentang KIA secara khusus berhubungan
dengan pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir
yang diberikan di semua fasilitas kesehatan, dari posyandu sampai rumah sakit
pemerintah maupun fasilitas kesehatan swasta.
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan
oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter
umum, bidan dan perawat) seperti pengukuran berat badan dan tekanan darah,
pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian
tablet besi kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai pedoman pelayanan
antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif.
Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan ibu hamil K1 dan
K4.
b. Pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi Kebidanan
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru
lahir sebagian besar terjadi pada masa di sekitar persalinan. Hal ini antara
lain disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai kompetensi kebidanan (profesional). Cakupan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan sebesar 70,62 % - 77,21 %.
c. Deteksi
Resiko, Rujukan Kasus Resti dan Penanganan Komplikasi
Kegiatan deteksi dini dan penanganan ibu hamil
berisiko/komplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik di fasilitas
pelayanan KIA maupun di masyarakat. Deteksi risiko oleh tenaga kesehatan pada
tahun 2007 sebesar 46,17% sedangkan deteksi risiko oleh masyarakat (kader,
tokoh masyarakat,dll) sebesar 22,08%.
Resti komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari
normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.
Resti/komplikasi kebidanan meliputi Hb <> 140 mmHg, diastole > 90
mmHg). Oedeme nyata, ekslampsia, perdarahan pervaginam, ketuban pecah dini,
letak lintang pada usia kehamilan > 32 minggu, letak sungsang pada
primigravida, infeksi berat/sepsis, persalinan prematur.
d. Kunjungan
Neonatus (KN1 dan KN2)
Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan
golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya
kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan
melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan
pada neonatus (0-28hari) minimal dua kali, satu kali pada umur 0-7 hari (KN1)
dan satu lagi pada umur 8-28 hari (KN2).
Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan
disamping melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling
perawatan bayi pada ibu. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan
neonatal dasar (tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini
dan eksklusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan
pemberian imunisasi);pemberian vitamin K; manajemen terpadu balita muda (MTBM);
penyuluhan perawatan neonatus di rumah menggunakan buku KIA. Cakupan kunjungan
neonatal (KN2) pada tahun 2007 sebesar 77,16%.
2. Pelayanan
Keluarga Berencana (KB)
Masa subur seorang wanita memiliki peranan penting
bagi terjadinya kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup
tinggi. Menurut hasil penelitian, usia subur seorang wanita terjadi antara usia
15-49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan
kelahiran, wanita/ pasangan lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat/cara
KB.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun
2007, persentase wanita berumur 10 tahun keatas yang pernah kawin dengan jumlah
anak yang dilahirkan hidup terbesar adalah 2 orang (23,02%), 1orang (19,52%)
dan 3 orang (17,11%). Sedangkan rata-rata jumlah anak lahir hidup per wanita
usia 15-19 tahun adalah 1,79 untuk daerah perkotaan dan 1,98 di pedesaan.
3. Pelayanan
Imunisasi
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian
imunisasi untuk bayi 0-1 tahun (BCG,DPT, Campak, Polio, HB), imunisasi untuk
wanita usia subur/ibu hamil TT dan imunisasi untuk anak SD (kelas 1; DT dan
kelas 2-3; TT), sedangkan kegiatan imunisasi tambahan dilakukan atas dasar
ditemukannya masalah seperti desa non UCI, potensial/resti KLB,
ditemukan/diduga adanya virus polio liar atau kegiatan lainnya berdasarkan
kebijakan teknis.
Pencapaian UCI pada dasarnya merupakan proksi
terhadap cakupan atas imunisasi secara lengkap pada kelompok bayi. Bila cakupan
UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu, berarti eilayah tersebut
tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi (herd immunity)
terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31). Dalam
hal ini pemerintah menargetkan pencapaian UCI pada wilayah administrasi desa
dan kelurahan. Pencapaian UCI pada tahun 2007 sebesar 71,18 % dengan target
nasional UCI 80%.
Program-program
kebijakan pemerintah terhadap kesehatan ibu dan anak di Indonesia yang sedang berlangsung
diantara meliputi :
·
Perawatan Penyakit Anak yang Terpadu
(IMCI)
·
Rencana Kesehatan Remaja Nasional
·
Kebijakan dan rencana untuk mencegah
malaria dalam kehamilan dan malaria bawaan, penularan vertikal HIV dan syphilis
dalam kehamilan
·
Making Pregnancy Safer
·
Peningkatan kesadaran akan HIV/AIDS
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1. Penyebab Munculnya Masalah
Munculnya masalah rendahnya dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Bangsa Indonesia dibanding beberapa negara tetangga di ASEAN disebabkan
oleh belum terlaksananya dengan baik progran-program yang telah dicanangkan
oleh pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat. Dan hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu dari lingkungan, perilaku, maupun
pelayanan kesehatan yang ada. Diantaranya adalah :
1.
Disparitas
status kesehatan.
Meskipun secara nasional kualitas kesehatan
masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar
tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih
cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada golongan
termiskin hampir empat kali lebih tinggi dari golongan terkaya. Selain itu,
angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan, di kawasan timur
Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat
pendidikan rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan
buruk di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan.
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih dan cakupan imunisasi
pada golongan miskin lebih rendah dibanding dengan golongan kaya.
2.
Beban
ganda penyakit.
Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian
besar adalah penyakit infeksi menular seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA),
malaria, diare, dan penyakit kulit.
Namun demikian, pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak
menular seperti penyakit jantung dan
pembuluh darah, serta diabetes mellitus dan kanker. Selain itu Indonesia juga
menghadapi emerging diseases seperti
demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, chikunguya, Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS). Dengan demikian telah terjadi
transisi epidemiologi sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang
bersamaan (double burdens). Terjadinya beban ganda yang disertai dengan
meningkatnya jumlah penduduk, serta perubahan struktur umur penduduk yang
ditandai dengan meningkatnya penduduk
usia produktif dan usia lanjut, akan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan masyarakat di masa datang.
3.
Kinerja
pelayanan kesehatan yang rendah.
Faktor utama penyebab tingginya angka kematian bayi
di Indonesia sebenarnya dapat dicegah dengan intervensi yang dapat terjangkau
dan sederhana. Oleh karena itu kinerja pelayanan kesehatan merupakan salah satu
faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk. Masih
rendahnya kinerja pelayanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa indikator,
seperti proporsi pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan, proporsi bayi yang mendapatkan imunisasi campak, dan
proporsi penemuan kasus (Case Detection Rate) tuberkulosis paru. Pada tahun 2002, cakupan persalinan oleh
tenaga kesehatan baru mencapai 66,7 persen, dengan variasi antara 34,0 persen di
Propinsi Sulawesi Tenggara dan 97,1 persen di Propinsi DKI Jakarta. Pada tahun
2002, cakupan imunisasi campak untuk
anak umur 12-23 bulan baru mencapai 71,6 persen, dengan variasi antara 44,1
persen di Propinsi Banten dan 91,1 persen di Propinsi D.I. Yogyakarta.
Sedangkan proporsi penemuan kasus penderita tuberkulosis paru pada tahun
2002 baru mencapai 29 persen.
4.
Perilaku
masyarakat yang kurang mendukung pola hidup
bersih dan sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat
merupakan salah satu faktor penting
untuk mendukung peningkatan status kesehatan penduduk. Perilaku masyarakat yang tidak sehat dapat dilihat
dari kebiasaan merokok, rendahnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif,
tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi lebih pada anak balita, serta
kecenderungan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS, penderita penyalahgunaan
narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA) dan kematian akibat kecelakaan.
Proporsi penduduk dewasa yang merokok sebesar 31,8 persen. Sementara itu,
proporsi penduduk perokok yang mulai merokok pada usia di bawah 20 tahun
meningkat dari 60 persen (1995) menjadi 68 persen (2001). Pada tahun 2002, persentase bayi usia 4-5 bulan
yang memperoleh ASI eksklusif baru mencapai 13,9 persen. Persentase gizi kurang
pada anak balita 25,8 persen (2002) sementara gizi-lebih mencapai 2,8 persen (2003). Penderita AIDS pada tahun 2004
tercatat sebanyak 2.363 orang dan HIV sebanyak 3.338 orang, sedangkan penderita
akibat penyalahgunaan NAPZA meningkat
dari sekitar 44,5 ribu orang (2002)
menjadi 52,5 ribu orang (2003). Kecelakaan termasuk sepuluh besar penyebab
kematian umum, yaitu penyebab ke-8 pada tahun 1995 dan meningkat menjadi
penyebab ke-6 tahun 2001.
5.
Rendahnya
kondisi kesehatan lingkungan.
Salah satu faktor penting lainnya yang berpengaruh
terhadap derajat kesehatan masyarakat adalah kondisi lingkungan yang tercermin
antara lain dari akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Pada
tahun 2002, persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air yang
layak untuk dikonsumsi baru mencapai 50 persen, dan akses rumah tangga terhadap
sanitasi dasar baru mencapai 63,5 persen.
Kesehatan lingkungan yang merupakan kegiatan lintas-sektor belum
dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan.
6.
Rendahnya
kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
Pada tahun 2002, rata-rata setiap 100.000 penduduk
baru dapat dilayani oleh 3,5 puskesmas. Selain jumlahnya yang kurang, kualitas,
pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan di puskesmas masih menjadi
kendala. Pada tahun 2003 terdapat
1.179 Rumah Sakit (RS), terdiri dari 598 RS milik pemerintah dan 581
RS milik swasta. Jumlah seluruh tempat tidur (TT) di RS sebanyak 127.217 TT
atau rata-rata 61 TT melayani 100.000 penduduk. Walaupun rumah sakit terdapat
di hampir semua kabupaten/kota, namun kualitas pelayanan sebagian besar RS pada
umumnya masih di bawah standar. Pelayanan kesehatan rujukan belum optimal dan
belum memenuhi harapan masyarakat. Masyarakat merasa kurang puas dengan mutu pelayanan rumah sakit dan puskesmas, karena
lambatnya pelayanan, kesulitan administrasi dan lamanya waktu tunggu.
Perlindungan masyarakat di bidang obat dan makanan masih rendah. Dalam era perdagangan bebas, kondisi kesehatan masyarakat
semakin rentan akibat meningkatnya kemungkinan konsumsi obat dan makanan yang
tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan.
7.
Terbatasnya
tenaga kesehatan dan distribusi tidak
merata.
Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua
jenis tenaga kesehatan yang diperlukan.
Pada tahun 2001, diperkirakan per 100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh
7,7 dokter umum, 2,7 dokter gigi, 3,0
dokter spesialis, dan 8,0 bidan. Untuk tenaga kesehatan masyarakat, per 100.000
penduduk baru dilayani oleh 0,5 Sarjana Kesehatan Masyarakat, 1,7 apoteker, 6,6
ahli gizi, 0,1 tenaga epidemiologi dan 4,7 tenaga sanitasi (sanitarian). Banyak
puskesmas belum memiliki dokter dan tenaga kesehatan masyarakat. Keterbatasan
ini diperburuk oleh distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata. Misalnya,
lebih dari dua per tiga dokter spesialis
berada di Jawa dan Bali. Disparitas rasio dokter umum per 100.000
penduduk antar wilayah juga masih tinggi dan berkisar dari 2,3 di Lampung
hingga 28,0 di DI Yogyakarta.
8.
Rendahnya
status kesehatan penduduk miskin.
Angka kematian bayi pada kelompok termiskin adalah
61 dibandingkan dengan 17 per 1.000 kelahiran hidup pada kelompok terkaya.
Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak
balita, seperti ISPA, diare, tetanus neonatorum dan penyulit kelahiran, lebih
sering terjadi pada penduduk miskin. Penyakit lain yang banyak diderita
penduduk miskin adalah penyakit tuberkulosis paru, malaria dan HIV/AIDS.
Rendahnya status kesehatan penduduk miskin terutama disebabkan oleh terbatasnya
akses terhadap pelayanan kesehatan karena kendala geografis dan kendala biaya
(cost barrier). Data SDKI 2002-2003 menunjukkan bahwa sebagian besar (48,7
persen) masalah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan adalah karena kendala
biaya, jarak dan transportasi. Utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh
golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di
puskesmas. Demikian juga persalinan oleh tenaga kesehatan pada penduduk miskin,
hanya 39,1 persen dibanding 82,3 persen pada penduduk kaya. Penduduk miskin
belum terjangkau oleh sistem jaminan/asuransi kesehatan. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial
hanya menjangkau 18,74 persen (2001) penduduk, yang sebagian besar di antaranya
adalah pegawai negeri dan penduduk mampu. Walaupun Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah
ditetapkan, pengalaman managed care di
berbagai wilayah menunjukkan bahwa keterjangkauan penduduk miskin terhadap pelayanan
kesehatan belum cukup terjamin.
Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan dasar
terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum sepenuhnya dapat dijangkau
oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi.
3.2. Solusi Masalah
UPTD (Unit Pelayanan Kesehatan Dasar) Puskesmas
sebagai unit pelaksana teknis daerah (di suatu dinas kesehatan kabupaten/kota)
merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan, mempunyai andil yang besar
untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal. Visi pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah tercapainya “masyarakat sehat
yang mandiri dan berkeadilan”, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata. Masyarakat sebagai konsumen berhak menuntut
profesionalisme pelayanan di semua sarana pelayanan publik dengan adanya UU
Pelayanan Publik No. 25/ 2009, UU Praktek Kedokteran No. 29/2004, dan UU No.
8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berhak menentukan jenis, mutu, aneka
layanan kesehatan yang diperlukan, yang aman, dan sesuai kebutuhan,
berkesinambungan, paripurna, memanfaatkan teknologi tepat guna, akses yang
mudah terjangkau, non diskriminatif, mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
pelayanan kesehatan.
Adapun peran tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas
dalam pencapaian IPKM adalah optimalisasi peran sinergis antar profesi di
Puskesmas dan antar-lintas sektoral kesehatan sejalan dengan misi reformasi
kebijakan dasar Puskesmas yang mengamanahkan 4 fungsi pokok Puskesmas yaitu
Puskesmas sebagai:
1.
Pusat pembangunan wilayah berwawasan
kesehatan,
2.
Pusat pemberdayaan masyarakat,
3.
Pusat pelayanan kesehatan strata
pertama/primer, public goods and
4.
privat goods melalui upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan mendayagunakan seluruh potensi sumber
daya kesehatan yang ada.
Tenaga kesehatan di Puskesmas adalah para stakeholders
program pokok, diantaranya yaitu:
1. Upaya
kesehatan wajib (berdasarkan komitmen nasional, regional dan global, program
yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan, terdiri
dari program: Promkes, Kesehatan lingkungan, KIA/KB, UPGM, P2P, Pengobatan dan
penanganan kegawatdaruratan), dan
2. Upaya
kesehatan pengembangan (berdasarkan masalah kesehatan yang ada di masyarakat,
disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas, terdiri dari program: UKS, UKGS, PHN,
Lansia).
Dalam upaya mewujudkan tupoksi tersebut, perlu
direkomendasikan suatu transformasi dinamika peran perubahan. Tenaga kesehatan
di Puskesmas selaku agent of change, melakukan upaya penggerakan, pemberdayaan,
dan peningkatan kapasitas agar individu, kelompok dan masyarakat berperan aktif
dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
Ø TRANSFORMASI PERAN
Dinamika peran
perubahan tersebut sebagai berikut:
1.
As
Health Modelling
Sebagai role model kesehatan, pencitra konsep sehat
dalam setiap segi kehidupan, memproyeksikan wawasan masyarakat pada orientasi
kesehatan dengan implementasi penerapan life health style sebagai bagian dari
HAM yang patut dihargai dan diperjuangkan seluruh masyarakat dan menjadi
tanggung jawab semua pihak. Contoh: Penerapan PHBS di tatanan lingkungan tempat
kerja (instansi kesehatan/Puskesmas), Membangun etos kerja profesional dengan
kredibilitas seorang tenaga kesehatan yang menampakkan image “Manusia Indonesia
Prima” yang sehat, cerdas, tangguh, dan produktif di bidangnya.
2.
Fasilitator,
Penggerak Pemberdayaan Masyarakat
Mendorong kemandirian masyarakat sebagai subyek
pembangunan kesehatan, selain sebagai objek yang diintervensi, agar setiap
individu, masyarakat mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatannya.
Identifikasi faktor resiko kesehatan yang terjadi di masyarakat, mencari
problem solving dengan prioritas pada upaya promotif dan preventif yang lebih
bermakna, hemat dan efektif, karena cost pengeluaran lebih ditujukan untuk
peningkatan taraf hidup bukan untuk biaya pengobatan. Membina UKBM, upaya
mandiri kesehatan diselenggarakan oleh, dari dan dampaknya untuk masyarakat itu
sendiri.
Contoh: Posyandu, Posbindu, Poskesdes, Desa Siaga,
Survailans berbasis masyarakat untuk deteksi dini penemuan kasus penyakit, dan
KLB.
3.
Koordinasi
Vertikal Dan Horizontal
Network. Tenaga kesehatan harus bisa membangun
jejaring dan bermitra dengan pihak lain guna mendapatkan advokasi, dukungan
maupun pendanaan program/kegiatan. Menggali dan memanfaatkan potensi yang
dimiliki masing-masing sektor untuk dipergunakan demi kemajuan bersama. Contoh:
Program UKS adalah upaya terpadu lintas sektoral, lintas program dan antar
profesi di Puskesmas.
4.
Pemberi
Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Memberikan pelayanan primer sebagai garda kesehatan
terdepan, terdekat di masyarakat, sesuai profesi ketenagaan di Puskesmas,
mengutamakan pelayanan yang bersifat (1) publik (public goods) berupa promotif
dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif, contoh: Gerakan PHBS
di 4 tatanan, Pembentukan forum desa sehat, dan (2) individual (privat goods)
berupa kuratif dan rehabilitatif tanpa mengabaikan promotif dan preventif,
contoh: Pelayanan di BP umum, BP Gigi, KIA dan Klinik Konseling yang ada di
Puskesmas.
Pencapaian IPKM adalah “kerja besar” yang hanya akan menjadi suatu keniscayaan jika tidak segera, akan, sedang, dan terus dilakukan bersama-sama seluruh komponen. Kalau belum mencapai target yang ditentukan, setidaknya kita sudah dan sedang “On the track” sekarang.
Pencapaian IPKM adalah “kerja besar” yang hanya akan menjadi suatu keniscayaan jika tidak segera, akan, sedang, dan terus dilakukan bersama-sama seluruh komponen. Kalau belum mencapai target yang ditentukan, setidaknya kita sudah dan sedang “On the track” sekarang.
Sehingga diharapkan dengan adanya transformasi peran
di tingkat Pelayanan Dasar, dapat membantu memperlancar terealisasinya
program-program yang sudah dicanangkan oleh Pemerintah dalam rangka
meningkatkan derajat kesahatan masyarakat. Dan untuk mencapainya adalah dengan
cara meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang antara
lain tercermin dari indikator dampak (impact) yaitu:
1.
Meningkatnya umur harapan hidup dari
66,2 tahun menjadi 70,6 tahun;
2.
Menurunnya angka kematian bayi dari 35
menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup;
3.
Menurunnya angka kematian ibu melahirkan
dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup; dan
4.
Menurunnya prevalensi gizi kurang pada
anak balita dari 25,8 persen menjadi 20,0 persen.
Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan
pembangunan kesehatan haruslah terutama diarahkan pada :
1.
Peningkatan jumlah, jaringan dan
kualitas puskesmas;
2.
Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga
kesehatan;
3.
Pengembangan sistem jaminan kesehatan
terutama bagi penduduk miskin;
4.
Peningkatan sosialisasi kesehatan
lingkungan dan pola hidup sehat; Peningkatan pendidikan kesehatan pada
masyarakat sejak usia dini; dan
5.
Pemerataan dan peningkatan kualitas
fasilitas
6.
kesehatan dasar.
Pembangunan kesehatan harus memprioritaskan upaya
promotif dan preventif yang dipadukan secara seimbang dengan upaya kuratif dan
rehabilitatif. Peran promosi Kesehatan dalam kesehatan adalah mengintervensi berbagai
faktor derajat kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Notoatmodjo,
2005). Perhatian khusus diberikan kepada pelayanan kesehatan bagi penduduk
miskin, daerah tertinggal dan daerah bencana, dengan memperhatikan kesetaraan
gender.
Selain itu, dengan mengetahui peran masing-masing setiap
orang akan memiliki kemauan, kesadaran, dan kemampuan hidup sehat, dan diharapkan
akan tercipta SDM yang tangguh, cerdas, mandiri, dan produktif sehingga mampu
bersaing untuk menghadapi semua tantangan yang akan dihadapi dalam pembangunan
di segala bidang, selaras dengan tujuan pembangunan milenium (Millenium
Development Goals), MDGs 2000 yaitu komitmen global 189 negara-negara di dunia,
dalam upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ingin
dicapai pada 2015. Dan diharapkan untuk tahun-tahun selanjutnya nilai Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia bisa terus meningkat dan tidak
tertinggal dari Negara-negra ASEAN lainnya.
BAB
IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Munculnya masalah rendahnya dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Bangsa Indonesia dibanding beberapa negara tetangga di ASEAN
disebabkan oleh belum terlaksananya dengan baik progran-program yang telah
dicanangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat.
Seperti : Program Promosi, Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat, Program
Lingkungan Sehat, Program Upaya Kesehatan Masyarakat, Program Upaya Kesehatan
Perorangan, Program Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit, Program Perbaikan
Gizi Masyarakat, Program Sumber Daya Kesehatan, Program Obat Dan Perbekalan
Kesehatan, Program Pengawasan Obat Dan Makanan, Program Pengembangan Obat Asli
Indonesia, Program Kebijakan Dan Manajemen Pembangunan Kesehatan, Program
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Dan
hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu dari lingkungan, perilaku,
maupun pelayanan kesehatan yang ada. Diantaranya adalah : Disparitas status
kesehatan, Beban ganda penyakit, Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah,
Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat, Rendahnya kondisi kesehatan
lingkungan, Rendahnya kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan, Terbatasnya tenaga kesehatan
dan distribusi tidak merata dan Rendahnya status kesehatan penduduk
miskin.
Dan untuk mengatasi permasalahan tersebut harus di
mulai dari UPTD (Unit Pelayanan Kesehatan Dasar) Puskesmas sebagai unit
pelaksana teknis daerah (di suatu dinas kesehatan kabupaten/kota) yang
merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan, pelayanan kesehatan dasar
mempunyai andil yang besar untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara
optimal. Dan Tenaga kesehatan di Puskesmas adalah para stakeholders program
pokok, baik itu Upaya kesehatan wajib maupun Upaya kesehatan pengembangan.
Dalam hal ini perlu direkomendasikan suatu transformasi dinamika peran
perubahan. Tenaga kesehatan di Puskesmas selaku agent of change, melakukan
upaya penggerakan, pemberdayaan, dan peningkatan kapasitas agar individu,
kelompok dan masyarakat berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Selain Puskesmas juga Pelayanan
Kesehatan Dasar untuk kesehatan Ibu dan Anak, seperti posyandu, karena Indeks
Pembangunan Manusia sendiri di tentukan berdasarkan Umur Harapan Hidup (UHH), dengan
indikatornya yaitu: Angka Kematian Bayi
(AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka
Kematian Kasar (AKK). Di harapkan dengan adanya transformasi peran
tersebut IPM Indonesia dilihat dari
indikator kesehatannya bisa meningkat untuk tahun yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Budi, Daniel
Setyo, 2010, “Efisiensi Relatif”,
Jakarta : FE UI(Universitas Indonesia)
Cahyadi, Putu
Eka. 2005. Pelacakan Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi
Bali. Tesis. www. google.com
KEMENKES
RI, 2010, “Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat”, [pdf], Jakarta: Bakti Husada
Kusmiran,Eny,
“Masalah Kesehatan Ibu dan Anak”, (http://masalah-kesehatan-ibu-dan-anak.html,
di akses tanggal 14 Maret 2014; 21.00)
Muhafilah,eva,
2013, “Peran Tenaga Kesehatan di
Puskesmas dalam Pencapaian IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat)”,
[online], (http://peran-tenaga-kesehatan-di-puskesmas.html,
di akses tanggal 16 Maret 2014;14.11)
PRESIDEN
RI, 2009, “Peningkatan Akses Masyarakat
Terhadap Akses Kesehatan Yang Berkualitas”,[pdf], Bag IV.28-4,(di akses
tanggal 16 Maret 2014;14.47)
, 2008. “Analisis
pengaruh dimensi kesehatan terhadap indeks
pembangunan manusia (ipm) provinsi jawa barat pada dinas kesehatan provinsi jawa barat”.
UNDP,
2013, Human Development Report, (www. google.com, di akses tanggal 19
Maret 2014; 06.33)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar