PERINGATAN

Dilarang meng-copy materi dari blog ini, tanpa mencantumkan nama penulis dan alamat web (URL). Terima Kasih

Rabu, 06 Juli 2011

PRE-MENSTRUAL SYNDROME

Dr. Suparyanto, M.Kes

PRE-MENSTRUAL SYNDROME

PENGERTIAN
  • Premenstrual syndrome (PMS) merupakan permasalahan “wajib” yang sering dialami oleh kaum wanita setiap bulan menjelang masa haidnya (Nurchasanah, 2009: 187).
  • Premenstrual syndrome (PMS) adalah suatu kondisi yang terdiri atas beberapa gejala fisik, emosi dan perilaku yang dialami oleh seorang perempuan sebelum datangnya siklus menstruasi, yang menyebabkan ia mengalami gangguan dalam fungsi dan aktifitas sehari-hari, gejala-gejala tersebut akan menghilang saat menstruasi tiba (Sylvia, 2010: 5).
  • Premenstrual syndrome merupakan gangguan siklus yang umum terjadi pada wanita muda dan pertengahan, ditandai dengan gejala fisik dan emosional yang konsisten, terjadi selama fase luteal dalam siklus menstruasi (Saryono, 2009: 1).
  • Premenstrual syndrome (PMS) adalah sekumpulan gejala yang muncul akibat perubahan hormon yang terjadi dalam tubuh perempuan menjelang menstruasi (Andira , 2010: 36).

PENYEBAB
  • Penyebab PMS sampai saat ini belum dapat dipaparkan dengan jelas, tetapi pendapat sementara penyebab PMS ini adalah sebagai berikut:
  1. Perubahan hormonal dan neurotransmitter.
  2. Pola makan yang buruk dan konsumsi obat-obatan tertentu.
  3. Gaya hidup yang kurang baik, misalnya kurang melakukan aktivitas fisik.
  4. Kadar hormon estrogen dalam darah meningkat sehingga menimbulkan gejala depresi.
  5. Kadar hormon serotonin menurun karena adanya perubahan jumlah hormon estrogen.
  6. Adanya keterkaitan antara PMS dan status gizi seorang wanita yang akan mengalami haid, 2 minggu menjelang haid, rata-rata setiap wanita mengalami 2 hal yang dianggap bisa mempengaruhi metabolisme energinya. Hal tersebut adalah meningkatnya laju metabolik dasar pada saat tidur dan meningkatnya selera makan. Hal ini pernah dibuktikan melalui suatu penelitian yang menunjukkan bahwa wanita yang akan mengalmi masa haid, mengonsumsi 300 kalori lebih banyak pada waktu 10 hari menjelang masa haidnya ( Nurchasanah, 2009: 188).
  • Penyebab munculnya gejala PMS belum diketahui dengan pastii. Banyak teori yang menyebutkan mengenai penyebab PMS, diantaranya teori hormonal (ketidakseimbangan estrogen dan progesteron, adapula yang mengatakann karena terlalu tingginya kadar estrogen), atau kadar serotonin yang tidak proporsional. Adanya peran faktor genetik, dan lingkungan sosial diduga juga bermakna (Sylvia, 2010: 14)
  • Menurut (Fairus, 2011: 23) Pola hidup yang tidak sehat terutama faktor nutrisi diduga turut berperan dalam menyebabkan PMS. Pola nutrisi yang tidak seimbang berupa diet tinggi lemak, tinggi garam dan gula, rendah vitamin B (terutama vitamin B6, vitamin E dan vitamin C) dan mineral (magnesium, zat besi, zink, mangan, makanan sedikit serat dapat menimbulkan PMS. Konsumsi kafein (terdapat dalam kopi, teh) serta alkohol yang berlebihan dapat memperberat gejala yang ada. Kurang berolahraga dan kurang aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS.
  • Penyebab yang pasti dari sindroma premenstruasi belum diketahui, dapat bersifat kompleks dan multifaktorial. Namun dimungkinkan berhubungan dengan faktor-faktor hormonal, genetik, sosial, perilaku, biologi, dan psikis (Saryono, 2009: 17)
  • Penyebab pre-menstruasi syndrome masih belum jelas atau dapat dikatakan tidak diketahui, diantara hipotesis penyebab yang paling sering dipertimbangkan adalah :
  1. Defisiensi progesterone
  2. Kelebihan prolaktin
  3. Kelebihan prostaglandin
  4. Defisiensi diet. (Bobak, 2004)

GEJALA PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS)
  • Tanda-tanda klinik dapat dibagi dengan baik menjadi fisik, psikologis dan perilaku.
1. Gejala fisik
  1. Kembung perut
  2. Edema pada ekstremitas bawah
  3. Nyeri tekan payudara
  4. Kenaikan berat badan
  5. Nyeri kepala
  6. Nyeri punggung

2. Gejala psikologis
  1. Depresi
  2. Tiba-tiba menangis
  3. Iritabilitas
  4. Sering panik
  5. Tidak mampu berkonsentrasi
  6. Keletihan. Bobak, 2004 )
  • Sebetulnya gejala dan tanda-tanda PMS amatlah banyak; lebih kurang terdapat 200 gejala, namun yang paling menonjol terdiri atas 3 (tiga) gejala, yaitu mudah tersinggung (irritable), tegang dan merasa tidak nyaman atau tidak bahagia (dysphoria) (Sylvia, 2010: 9).
  • Adapun gejala-gejala PMS mencakup:
1. Gejala fisik, terdiri atas:
  1. payudara membengkak dan terasa nyeri,
  2. perut membengkak dan menggembung, serta mengalami sembelit atau diare,
  3. nyeri kepala dan migren,
  4. membengkaknya tangan dan kaki,
  5. bertambahnya berat badan,
  6. otot menjadi kaku dan nyeri,
  7. sendi-sendi kaku dan nyeri,
  8. mual dan muntah

2. Gejala emosi dan perilaku:
  1. depresi,
  2. cemas dan serangan panik,
  3. sulit tidur,
  4. perubahan minat dan gairah seksual,
  5. mudah tersinggung,
  6. bermusuhan dan marah yang meledak-ledak
  7. meningkatnya selera makan trehadap makanan-makanan tertentu (terutama garam dan gula)
  8. meningkat dan menurunnya mood,
  9. sulit konsentrasi,
  10. merasa lemah dan lelah. (Sylvia, 2010: 10)
  • Menurut (Saryono, 2009: 28) kriteria yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis PMS adalah adanya gejala selama fase premenstruasi dan hilang setelah menstruasi. Gejala harus ada dalam 5 hari sebelum periode menstruasi sedikitnya dalam 3 siklus menstruasi, berakhir dalam 4 hari setelah menstruasi mulai, dan mempengaruhi beberapa aktivitas normal.
  • Salah satu gejala yang harus ada (Group A) adalah:
  1. Depresi alam perasaan, perasaan putus asa.
  2. Cemas, tegang
  3. Perubahan mood secara tiba-tiba
  4. Marah, irritable
  • Sedangkan gejala tambahan (Group B) adalah:
  1. Penurunan ketertarikan pada aktivitas sehari-hari
  2. Kesulitan dalam konsentrasi
  3. Kelemahan, kurang energi
  4. Perubahan rasa, banyak makan, pilih-pilih makan
  5. Gangguan tidur
  6. Gejala fisik seperti : payudara menegang, bengkak, sakit kepala, sakit sendi atau otot, bengkak, penambahan berat badan.
  • Gejala klinis yang dialami oleh penderita PMS meliputi gejala fisik seperti, kelemahan umum (lelah, letih, pegal-linu), akne, nyeri kepala, punggung dan perut bagian bawah, nyeri pada payudara, rasa penuh/kembung, konstipasi, diare, perubahan nafsu makan serta sering merasa lapar. Sedangkan gejala mental berupa mood menjadi labil, iritabilitas, depresi, ansietas, gangguan konsentrasi dan insomnia (Prasetyowati, 2011: 23)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS)
  • Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya PMS, antara lain: kebiasaan minum kopi dalam jumlah banyak, stres, meningkatnya usia, riwayat dalam keluarga, faktor diet yaitu rendahnya beberapa vitamin dan mineral, terutama magnesium, vitamin E dan vitamin B.
  • Faktor psikologik dan sosio-kultural yang mungkin mempunyai kontribusii terhadap PMS antara lain kepribadian, serta dukungan orang-orang terdekat. Kepribadian seseorang turut berkontribusi, terutama pada yang bersifat tidak fleksibel (cenderung kaku) atau disebut sebagai gangguan kepribadian. Individu dengan gangguan kepribadian akan lebih rentan dan sulit beradaptasi dengan PMS, serta tidak mudah menerima saran dan terapi.
  • Terlalu sedikit makan juga merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya siklus menstruasi yang tidak teratur. (Sylvia, 2010: 18)
  • Wanita-wanita yang beresiko tinggi terkena atau mengalami sindrom premenstruasi antara lain:
1. Riwayat keluarga
  • Riwayat keluarga selama hamil atau waktu lain sebelumnya sangat mempengaruhi seorang wanita terkena PMS.
2. Wanita yang pernah melahirkan
  • PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima.
3. Status perkawinan
  • Kesulitan untuk menikah cenderung mengalami PMS.
4. Usia
  • PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45 tahun.
5. Stres
  • Faktor stres akan memperberat gangguan PMS. Hal ini sangat mempengaruhi kejiwaan dan koping seseorang dalam menyelesaikan masalah.
6. Diet
  • Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat gejala PMS. Kekurangan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi,seng, mangan, serta asam lemak linoleat.
7. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat memperberat gejala PMS.

8. Kegiatan fisik
  • Kurang berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS. (Saryono, 2009: 41)

TIPE-TIPE GEJALA PMS
  • Tipe dan gejala PMS bermacam-macam. Dr.Guy E. Abraham, ahli kandungan dan kebidanan dari fakultas kedokteran UCLA, AS, membagi PMS menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Delapan puluh persen gangguan PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%. PMS tipe C 40%, dan PMS tipe D 20%. Kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan, misalnya tipe A dan D secara bersamaan. Setiap tipe memiliki gejalanya sendiri.
1. PMS tipe A anxiety
  • Ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron ; hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti mengatakan, pada penderita PMS bisa jadi kekurangan vitamin B6 dan magnesium. Penderita PMS A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan membatasi atau mengurangi minum kopi.
2.PMS tipe H hyperhydration
  • Tipe ini memiliki gejala edema (pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan pada tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS yang lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.
3. PMS tipe C craving
  • Tipe ini ditandai dengan rasa lapar ingin mengkonsumsi makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.
4. PMS tipe D depression
  • Tipe ini ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemahh, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya PMS tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari seluruh tipe PMS benar-benar murni tipe D.
  • PMS tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, dimana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya.
  • Kombinasi PMS tipe D dan TIPE A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, lkekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penyimpanan timbal di tubuh, atau kekuranagn magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi bersamaan dengan PMS tipe A.

PENANGANAN PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS)
  • Menurut (Sylvia, 2010: 26), terapi PMS dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Terapi Obat
  • Menggunakan analgesik (yang dapat dibeli bebas). Pengobatan PMSS dapat menggunakan anagesik (obat penghilang rasa sakit) dan bersifat simptomatis, hanya membantu mengatasi rasa nyeri dan gejala sedang lainnya serta bersifat sementara. Analgesik yang dijual bebas seperti paracetamol, asetaminofen dapat digunakan untuk mengatasi nyeri. Nmaun analgesik yang dijual bebas tidak efektif terhadap beberapa gejala fisik atau emosional yang lebih parah.
2.Menggunakan Anti depresi
  • Obat anti depresi seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs) dapat digunakan setiap hari atau selama 14 ahri sebelum menstruasi. SSRIs membantu mengurangi dampak perubahan hormon pada zat kimiawi otak (neurotransmitter), misalnya serotonin. Selain itu, anti depresi non SSRIs juga dapat digunakan untuk pengobatan PMS. Penggunaan kedua obat jenis ini harus dengan pengawasan dan resep dokter.
3. Vitamin B6
  • Vitamin B6 berperan sebagai kofaktor dalam proses akhir pembentukan neurotransmitter, yang akan mempengaruhi sistem endokrin otak agar menjadi lebih baik.
4.Menggunakn kontrasepsi Oral
  • Pil kontrasepsi oral yang mengandung kombinasi progestin-drospirenon dapat membantu mengatasi berbagai gejala pra-menstruasi yang parah atau berat
5,Psikoterapi
  • Psikoterapi, merupakan suatu pengobatan yang diberikan dengan cara-cara psikologik. Untuk PMS dapat diberikan berupa
  1. Terapi relaksasi
  2. Terapi kognitif perilaku
  3. Psikoterapi dinamik
  • Terapi relaksasi bermanfaat meredakan secara relatif cepat ketegangan yang dialami seorang perempuan saat mengalami PMS, namun hal itu dapat dicapai bagi yang telat berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu memngeluarkannya dengan lambat pula), mmengendurkan seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan membimbing seorang perempuan melakukan ini secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung 20-30 menit atau lebih lama lagi. Setelah itu, perempuan tersebut diminta untuk melakukannya sendiri dirumah setiap hari, sehingga bila PMS muncul kembali, tubuh sudah siap bila “diajak” untuk rileks atau santai.
  • Selain itu, diberikan pula salah satu dari terapi kognitif perilaku atau psikoterapi dinamik. Pemilihan jenis ini berdasarkan kondisisaat itu, motivasi individu, kepribadiannya, serta tentunya pertimbangan dokter yang akn melakukannya. Kedua jenis terapi ini akan berhasil bila motivasi individu yang akan dibantu itu tinggi serta bersedia bekerja sama dengan terapis atau dokternya.
  • Pada terapi kognitif perilaku, individu diajak untuk bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali poal perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya berlangsung 30-45 menit. Individu kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari. Pekerjaan rumah ini akan dibahas pada kunjungan konsultasi berikutnya. Biasanya terapi ini memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang dari itu namun dapat pula lebih, tergantung pada kondisi individu yang mengalaminya.
  • Pada psikoterapi dinamik, individu diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya individu lebih banhyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar, kecuali pada individu yang benar-benar pendiam, maka dokter yang lebih aktif. Terapi bulan bahkan bertahun. Hal ini tentu memrlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta kesabaran kedua belah pihak.

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PRE-MENSTRUAL SYNDROME (PMS)

1. Edukasi dan konseling
  • Tatalaksana pertama kali adalah meyakinkan seorang wanita bahwa wanita lainnya pun ada yang memiliki keluhan yang sama ketika menstruasi. Pencatatan secara teratur siklus menstruasi setiap bulannya dapat memberikan gambaran seorang wanita mengenai waktu terjadinya pre-menstrual syndrome. Sangat berguna bagi seorang wanita dengan pre-menstrual syndrome untuk mengenali gejala yang akan terjadi sehingga dapat mengantisipasi waktu setiap bulannya ketika ketidakstabilan emosi sedang terjadi.
2. Modifikasi gaya hidup
  • Wanita dengan gejala ini sebaiknya mendiskusikan masalahnya dengan orang terdekatnya, baik pasangan, teman, maupun keluarga. Terkadang konfrontasi atau pertengkaran dapat dihindari apabila pasangan maupun teman mengerti dan mengenali penyebab dari kondisi tidak stabil wanita tersebut.
3. Diet (pola konsumsi)
  • Penurunan asupan garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat mencegah edema (bengkak) pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein (kopi) juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia (sulit tidur). Pola makan disarankan lebih sering namun dalam porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa selama periode premenstruasi terdapat gangguan pengambilan glukosa untuk energi. Menjaga berat badan, karena berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita pre-menstrual syndrome (PMS).
4. Olahraga /latihan fisik
  • Olahraga berupa lari dikatakan dapat menurunkan keluhan premenstrual syndrome. Berolahraga dapat menurunkan stress dengan cara memiliki waktu untuk keluar dari rumah dan pelampiasan untuk rasa marah atau kecemasan yang terjadi. Beberapa wanita mengatakan bahwa berolah raga ketika mereka mengalami pre-menstrual syndrome dapat membantu relaksasi dan tidur di malam hari.
5. Obat-obatan
  • Apabila gejala premenstrual syndrome begitu hebatnya sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, umumnya modifikasi hidup jarang berhasil dan perlu dibantu dengan obat-obatan.
  • Asam mefenamat (500 mg, 3 kali sehari) berdasarkan penelitian dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti dismenorea dan menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak) namun tidak semua. Asam mefenamat tidak diperbolehkan pada wanita yang sensitif dengan aspirin atau memiliki risiko ulkus peptikum.
  • Kontrasepsi oral dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti dismenorea dan menoragia, namun tidak berpengaruh terhadap ketidakstabilan mood. Pada wanita yang sedang mengkonsumsi pil KB namun mengalami gejala premenstrual syndrome sebaiknya pil KB tersebut dihentikan sampai gejala berkurang.
  • Obat penenang seperti alparazolam atau triazolam, dapat digunakan pada wanita yang merasakan kecemasan, ketegangan berlebihan, maupun kesulitan tidur.
  • Obat anti depresi hanya digunakan bagi mereka yang memiliki gejala premenstrual syndrome yang parah.(Waluyo, 2009: 49)

DAFTAR PUSTAKA

  1. Azzuhairi, Hisyam A. 2010. Buku Pintar Wanita. Solo : Pustaka Iltizam
  2. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2002. Pendalaman Materi: Membantu Remaja Memahami Dirinya. Jakarta: Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi Remaja BKKBN
  3. Efendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika
  4. Elvira, Sylvia. D. 2010. Sindrom Pra-Menstruasi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
  5. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.
  6. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
  7. Llewellyn, Derek. 2009. Setiap Wanita. Yogyakarta : Delapratasa Publishing.
  8. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
  9. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
  10. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
  11. Nurchasanah. 2009. Ensiklopedi Kesehatan Wanita. Yogyakarta: A + Plusbooks
  12. Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
  13. Pernoll, Martin. L. 2009. Buku Saklu Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.
  14. Potter, Patricia. A. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
  15. Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
  16. Sejati Waluyo.2009. Sindrom Premenstruasi. Yogyakarta : Milestone
  17. Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar