Dr. Suparyanto, M.Kes
KONSEP DASAR MASA NIFAS
1.
Definisi Masa Nifas
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,
serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti
sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009).
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai
alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2010).
Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah partus selesai sampai
pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil. Lamanya masa nifas
ini yaitu kira-kira 6-8 minggu (Abidin, 2011).
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya placenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Saifuddin, 2009).
2.
Tahapan Masa Nifas
1)
Puerperium dini: Kepulihan
dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam
dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2)
Puerperium intermedial: Kepulihan
menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3)
Remote puerperium: Waktu
yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu,
bulanan, tahunan.
(Ambarwati, 2010).
Tahapan yang terjadi pada masa nifas
adalah sebagai berikut:
1)
Periode immediate postpartum: Masa
segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena
itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus,
pengeluaran lochea, tekanan darah, dan suhu.
2)
Periode early postpartum (24 jam-1 minggu): Pada
fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3)
Periode late postpartum (1 minggu-5 minggu): Pada
periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.
(Saleha, 2009).
3.
Program dan Kebijakan Teknis
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai
status ibu dan BBL, untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah
yang terjadi dalam masa nifas.
Tabel 2.1 Asuhan Kunjungan Masa Nifas Normal
Kunjungan
|
Waktu
|
Asuhan
|
I
|
6-8 jam PP
|
-
Mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri
-
Pemantauan keadaan umum ibu
-
Melakukan hubungan antara bayi dan ibu (Bonding
Attachment)
-
ASI eksklusif
|
II
|
6 hari PP
|
-
Memastikan involusi uterus berjalan normal,
uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, dan tidak ada tanda-tanda
perdarahan abnormal.
-
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi,
dan perdarahan abnormal
-
Memastikan ibu mendapat istirahat yang
cukup
-
Memastikan ibu mendapat makanan yang
bergizi
-
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
|
III
|
2 minggu PP
|
-
Memastikan involusi uterus berjalan normal,
uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, dan tidak ada tanda-tanda
perdarahan abnormal.
-
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi,
dan perdarahan abnormal
-
Memastikan ibu mendapat istirahat yang
cukup
-
Memastikan ibu mendapat makanan yang
bergizi
-
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
|
IV
|
6 minggu PP
|
-
Menanyakan pada ibu tentang
penyulit-penyulit yang ia alami
-
Memberikan konseling untuk KB secara dini,
imunisasi, senam nifas, dan tanda-tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi
|
(Ambarwati, 2010)
4.
Perubahan Fisiologis Masa Nifas
a.
Perubahan sistem reproduksi
1)
Involusi Uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini
dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus
(Ambarwati, 2010).
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum dapat dilihat
di bawah ini:
Tabel 2.2
Perubahan Uterus Masa Nifas
Involusi
Uteri
|
TFU
|
Berat
Uterus
|
Diameter
Uterus
|
Palpasi
cervix
|
Placenta lahir
|
Setinggi pusat
|
1000 gr
|
12,5 cm
|
Lembut/
lunak
|
7 hari
|
Pertengahan antara simpisis dan pusat
|
500 gr
|
7,5 cm
|
2 cm
|
14 hari
|
Tidak teraba
|
350 gr
|
5 cm
|
1 cm
|
6 minggu
|
Normal
|
60 gr
|
2,5 cm
|
Menyempit
|
(Ambarwati, 2010)
Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa fundus
uteri dengan cara:
a)
Segera setelah persalinan, tinggi fundus
uteri 2 cm di bawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm di atas pusat dan
menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
b)
Pada hari kedua setelah persalinan tinggi
fundus uteri 1 cm di bawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm di
bawah pusat. Pada hari ke 5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada
hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba.
Bila uterus tidak mengalami atau terjadi
kegagalan dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi dapat
disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta/perdarahan lanjut (postpartum
haemorrhage).
2)
Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung
darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea
mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih
cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau
amis/anyir seperti darah menstruasi, meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau tidak sedap
menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai perubahan karena proses involusi.
Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan, yaitu:
a)
Lochea Rubra/Merah (Kruenta)
Lochea ini muncul pada hari ke 1 sampai hari
ke 4 masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah
segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi), dan mekonium.
b)
Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan
dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum.
c)
Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit dan robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7
sampai hari ke 14 postpartum.
d)
Lochea Alba/Putih
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung selama 2-6 minggu
postpartum.
(Ambarwati, 2010).
3)
Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasi, dan
nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5
mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin.
Setelah 3 hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada
bekas implantasi plasenta. (Saleha, 2009).
4)
Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna serviks
sendiri merah kehitam-hitaman karena pembuluh darah. Konsistensinya lunak,
kadang-kadang terdapat laserasi/perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang
terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah kembali pada keadaan sebelum
hamil.
Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup
secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim,
setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari, pada minggu ke 6 postpartum serviks
menutup (Ambarwati, 2010).
5)
Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8 minggu
postpartum. Penurunan hormon estrogen pada masa postpartum berperan dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada
sekitar minggu ke 4 (Ambarwati, 2010).
6)
Payudara (mamae)
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara
alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu sebagai
berikut:
a)
Produksi susu
b)
Sekresi susu atau let down
Selama 9 bulan kehamilan, jaringan
payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi
baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak
ada lagi untuk menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin
(hormon laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada
payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi
darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan rasa sakit. Sel-sel acini yang
menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap puting, refleks
saraf merangsang lobus posterior pituitari untuk menyekresi hormon oksitosin.
Oksitosin merangsang refleks let down (mengalirkan), sehingga
menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat
pada puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa
sel-sel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks ini dapat
berlanjut sampai waktu yang cukup lama
(Saleha, 2009).
b.
Perubahan sistem pencernaan
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah
melahirkan anak. Hal ini disebabkan
karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan
colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan,
haemorrhoid, laserasi jalan lahir. Supaya buang air besar kembali teratur dapat
diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang
cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong
dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau diberikan obat laksan yang
lain (Ambarwati, 2010).
c.
Perubahan sistem perkemihan
Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya.
Kadang-kadang puerperium mengalami sulit buang air kecil, karena sfingter
uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sphingter ani
selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi
selama persalinan. Kadang-kadang oedema dari trigonium menimbulkan obstruksi
dari uretra sehingga sering terjadi retensio urine. Kandung kemih dalam
puerperium sangat kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung
kemih penuh atau sesudah buang air kecil masih tertinggal urine residual
(normal ± 15 cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi. Urine biasanya berlebihan (poliurine) antara
hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai
akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan (Ambarwati, 2010).
d.
Perubahan sistem muskuloskeletal
Ligamen-ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang sewaktu
kehamilan dan persalinan berangsur-angsur kembali seperti sediakala. Tidak
jarang ligamen rotundum mengendur, sehingga uterus jatuh ke belakang. Fasia
jaringan penunjjang alat genitalia yang
mengendur dapat diatasi dengan latihan-latihan tertentu. Mobilisasi sendi
berkurang dan posisi lordosis kembali secara perlahan (Saleha, 2009).
e.
Perubahan sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
1)
Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap
ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus
kembali ke bentuk normal (Saleha, 2009).
2)
Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari
bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui
bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel
dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat
sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga
merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium ke arah permulaan
pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel,
ovulasi, dan menstruasi (Saleha, 2009).
3)
Hipotalamik Pituitary Ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya
ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi
yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita
laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12
minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu, 65%
setelah 12 minggu, dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80%
menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus
pertama an ovulasi (Ambarwati, 2010).
4)
Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara
penuh belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi
memperbesar hormon antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Disamping itu,
progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal,
usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina. (Saleha,
2009).
f.
Perubahan tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang harus dikaji pada masa nifas adalah sebagai
berikut:
1)
Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 0C. Sesudah
partus dapat naik kurang lebih 0,5 0C dari keadaan normal, namun
tidak akan melebihi 38 0C. Sesudah dua jam pertama melahirkan
umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38 0C,
mungkin terjadi infeksi pada klien (Saleha, 2009).
2)
Nadi dan pernapasan
Nadi berkisar antara 60-80 denyutan
per menit setelah partus, dan dapat terjadi bradikardia. Bila terdapat
takikardia dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau
ada vitium kordis pada penderita. Pada masa nifas umumnya denyut nadi labil
dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernapasan akan sedikit meningkat
setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula (Saleha, 2009).
3)
Tekanan darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan
menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang
menyertainya dalam ½ bulan tanpa pengobatan (Saleha, 2009).
g.
Perubahan sistem hematologi dan
kardiovaskuler
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sampai
sebanyak 15.000 selama masa persalinan. Leukosit akan tetap tinggi jumlahnya
selama beberapa hari pertama masa postpartum. Jumlah sel-sel darah putih
tersebut masih bisa naik lebih tinggi lagi hingga 25.000-30.000 tanpa adanya
kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Akan tetapi,
berbagai jenis kemungkinan infeksi harus dikesampingkan pada penemuan semacam
itu. Jumlah hemoglobin dan hematokrit serta eritrosit akan sangat bervariasi
pada awal-awal masa nifas sebagai akibat dari volume darah, volume plasma, dan
volume sel darah yang berubah-ubah. Sering dikatakan bahwa jika hematokrit pada
hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2% atau lebih tinggi daripada
saat memasuki persalinan awal, maka klien dianggap telah kehilangan darah yang
cukup banyak. Titik 2% tersebut kurang lebih sama dengan kehilangan 500 ml
darah. Biasanya terdapat suatu penurunan besar kurang lebih 1.500 ml dalam
jumlah darah keseluruhan selama kelahiran dan masa nifas. Rincian jumlah darah
yang terbuang pada klien ini kira-kira 200-500 ml hilang selama masa
persalinan, 500-800 ml hilang selama minggu pertama postpartum, dan terakhir
500 ml selama sisa masa nifas (Saleha, 2009).
5.
Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
a.
Nutrisi dan cairan
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius,
karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat
mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi
tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan.
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai berikut:
1)
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
2)
Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan
protein, mineral, dan vitamin yang cukup.
3)
Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.
4)
Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat
gizi, setidaknya selama 40 hari pascapersalinan.
5)
Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar
dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
(Saleha, 2009).
b.
Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat
mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidurnya dan
membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan.
Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu postpartum terlentang di tempat
tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan. Ibu postpartum sudah
diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum.
Keuntungan early ambulation adalah sebagai berikut:
1)
Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan early
ambulation.
2)
Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
3)
Early ambulation memungkinkan kita
mengajarkan ibu cara merawat anaknya selama ibu masih di rumah sakit. Misalnya
memandikan, mengganti pakaian, dan memberi makan.
4)
Lebih sesuai dengan keadaan indonesia (sosial
ekonomis). Menurut penelitian-penelitian yang seksama, early ambulation
tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan yang
abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka di perut,
serta tidak memperbesar kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri.
Early ambulation tentu tidak
dibenarkan pada ibu postpartum dengan penyulit, misalnya anemia, penyakit
jantung, penyakit paru-paru, demam, dan sebagainya.
Penambahan kegiatan dengan early
ambulation harus berangsur-angsur, jadi bukan maksudnya ibu segera setelah
bangun dibenarkan mencuci, memasak, dan sebagainya (Saleha, 2009).
c.
Eliminasi
1)
Buang Air Kecil
Ibu diminta buang air kecil (miksi) 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam
postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih belum melebihi 100 cc,
maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh,
tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi.
Berikut ini sebab-sebab terjadinya kesulitan berkemih (retensio urine)
pada ibu postpartum.
a)
Berkurangnya tekanan intraabdominal
b)
Otot-otot perut masih lemah
c)
Edema dan uretra
d)
Dinding kandung kemih kurang sensitif
(Saleha, 2009).
2)
Buang Air Besar
Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar (defekasi) setelah hari
kedua postpartum. Jika hari ketiga belum juga BAB, maka perlu diberi obat
pencahar per oral atau per rektal. Jika setelah pemberian obat pencahar masih
belum bisa BAB, maka dilakukan klisma (huknah) (Saleha, 2009).
d.
Personal hygiene
Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh
karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi.
Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk
tetap dijaga.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan diri ibu
post partum adalah sebagai berikut:
1)
Anjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama
perineum.
2)
Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah
kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan
daerah disekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, kemudian
membersihkan daerah sekitar anus. Nasehati ibu untuk membersihkan vulva setiap
kali selesai buang air kecil atau besar.
3)
Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau
kain pembalut setidaknya 2 kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah
dicuci dengan baik dan dikeringkan dibawah matahari dan disetrika.
4)
Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan
sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kemaluannya.
5)
Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau
laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah tersebut.
(Saleha, 2009).
Apabila setelah buang air besar atau
buang air kecil perineum dibersihkan secara rutin akan membantu mengurangi
risiko terjadinya infeksi. Caranya dibersihkan dengan sabun yang lembut minimal
sekali sehari. Biasanya ibu merasa takut pada kemungkinan jahitannya akan
lepas, juga merasa sakit sehingga perineum tidak dibersihkan atau dicuci.
Cairan sabun atau sejenisnya sebaiknya dipakai setelah buang air kecil atau
buang air besar. Membersihkan dimulai dari simpisis sampai anal sehingga tidak
terjadi infeksi. Ibu diberitahu caranya mengganti pembalut yaitu bagian dalam
jangan sampai terkontaminasi oleh tangan. Pembalut yang sudah kotor harus
diganti paling sedikit 4 kali sehari. Ibu diberitahu tentang jumlah, warna, dan
bau lochea sehingga apabila ada kelainan dapat diketahui secara dini. Sarankan
ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan
daerah kemaluannya. Apabila ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi,
sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka. (Ambarwati, 2010).
e.
Istirahat dan tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi kebutuhan istirahat
dan tidur adalah sebagai berikut:
1)
Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk
mencegah kelelahan yang berlebihan.
2)
Sarankan ibu untuk kembali pada
kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang
atau beristirahat selagi bayi tidur.
3)
Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam
beberapa hal:
a)
Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
b)
Memperlambat proses involusi uterus dan
memperbanyak perdarahan.
c)
Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk
merawat bayi dan dirinya sendiri.
f.
Aktivitas seksual
Aktivitas seksual yang dapat dilakukan oleh ibu masa nifas harus
memenuhi syarat berikut ini:
1)
Secara fisik aman untuk memulai hubungan
suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua
jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri, maka ibu aman untuk memulai melakukan
hubungan suami istri kapan saja ibu siap.
2)
Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda
hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau
6 minggu setelah persalinan. Keputusan ini bergantung pada pasangan yang
bersangkutan.
g.
Latihan senam nifas
Setelah persalinan terjadi involusi pada hampir seluruh organ tubuh
wanita. Involusi ini sangat jelas terlihat pada alat-alat kandungan. Sebagai
akibat kehamilan dinding perut menjadi lembek dan lemas disertai adanya striae
gravidarum yang membuat keindahan tubuh akan sangat terganggu. Oleh karena itu,
mereka akan selalu berusaha untuk memulihkan dan mengencangkan keadaan dinding
perut yang sudah tidak indah lagi. Cara untuk mengembalikan bentuk tubuh
menjadi indah dan langsing seperti semula adalah dengan melakukan latihan dan
senam nifas (Saleha, 2009).
6.
Komplikasi Masa Nifas
Patologi yang sering terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut:
a.
Infeksi nifas: Infeksi nifas
adalah infeksi luka pada jalan lahir setelah melahirkan, yang kadang kala
meluas, menyebabkan flebitis atau peritonitis (Reeder, 2011).
b.
Perdarahan dalam masa nifas
c.
Infeksi saluran kemih
d.
Patologi menyusui.
(Saleha, 2009).
7.
Konsep Dasar Perawatan Luka
1.
Definisi
Merawat luka merupakan suatu usaha untuk
mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang
disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak
permukaan kulit (Ismail, 2012).
2.
Fase-fase Penyembuhan Luka
a.
Fase inflamasi, berlangsung selama 1-4 hari
b.
Fase proliferatif, berlangsung 5-20 hari
c.
Fase maturasi, berlangsung 21 hari sampai
sebulan atau tahunan.
(Ismail, 2012)
3.
Perawatan Luka Perineum
Perawatan luka perineum menurut APN
adalah sebagai berikut:
a. Menjaga agar perineum selalu bersih
dan kering.
b. Menghindari pemberian obat
trandisional.
c. Menghindari pemakaian air panas
untuk berendam.
d. Mencuci luka dan perineum dengan air
dan sabun 3-4 x sehari.
e. Kontrol ulang maksimal seminggu
setelah persalinan untuk pemeriksaan penyembuhan luka.
4.
Penghambat Keberhasilan Penyembuhan Luka
a.
Malnutrisi
Malnutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka,
meningkatnya dehisensi luka, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan
parut dengan kualitas yang buruk.
b.
Merokok
Nikotin dan karbon monoksida diketahui memiliki pengaruh yang dapat
merusak penyembuhan luka, dan bahkan merokok yang dibatasi pun dapat mengurangi
aliran darah perifer. Merokok juga mengurangi kadar vitamin C yang sangat
penting untuk penyembuhan.
c.
Kurang tidur
Gangguan tidur dapat menghambat penyembuhan luka, karena tidur
meningkatkan anabolisme (sintesis molekul kompleks dari molekul sederhana), dan
penyembuhan luka termasuk ke dalam proses anabolisme. Jarang kita temukan
wanita baru melahirkan dapat menikmati waktu tidur sepenuhnya setiap malam.
Oleh karena itu semua klien bidan tersebut berisiko mengalami hambatan
penyembuhan luka.
d.
Stres
Diduga bahwa ansietas dan stres dapat mempengaruhi sistim imun sehingga
menghambat penyembuhan luka.
e.
Kondisi medis dan terapi
Berbagai kondisi medis dapat mempengaruhi kemampuan penyembuhan luka
pada wanita. Tanggap imun yang lemah karena sepsis atau malnutrisi, penyakit
tertentu seperti AIDS, ginjal, atau penyakit hepatik, atau obat seperti
kortikosteroid dapat menyebabkan menurunnya kemampuan untuk mengatur faktor
pertumbuhan, inflamasi, dan sel-sel proliferatif untuk perbaikan luka.
f.
Asuhan kurang optimal
Berbagai aktifitas yang dilakukan pemberi asuhan dapat menghambat
penyembuhan luka yang efisien. Melakukan apusan atau pembersihan luka dapat
mengakibatkan organisme tersebar kembali di sekitar area, kapas, atau serat
kasa yang lepas ke dalam jaringan granulasi, dan mengganggu jaringan yang baru
terbentuk.
(Boyle, 2008)
5.
Waktu Perawatan Perineum
Menurut
Feerer (2001), waktu perawatan perineum adalah:
a.
Saat mandi
b.
Setelah buang air kecil
c.
Setelah buang air besar
6.
Dampak Perawatan Luka Perineum
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat
menghindarkan hal berikut ini:
a.
Infeksi
b.
Komplikasi
c.
Kematian ibu post partum
7.
Tujuan Perawatan Luka
a.
Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam
kulit dan membran mukosa
b.
Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
c.
Mempercepat penyembuhan dan mencegah perdarahan
d.
Membersihkan luka dari benda asing atau debris
e.
Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
(Ismail, 2012).
8.
Konsep Dasar Luka Perineum
1.
Definisi
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi
normal pada kulit. Luka adalah
kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain
(Ismail, 2012).
Perineum adalah daerah antara kedua
belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus (Danis, 2007).
2.
Bentuk Luka Perineum
Bentuk luka
perineum setelah melahirkan ada 2 macam, yaitu:
a.
Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang
diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala
janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya
tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan.
b.
Episiotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan
bedah pada perineum untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum
keluarnya kepala bayi.
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.
(Wiknjosastro, 2008).
Tipe
episiotomi yang sering dijumpai, yaitu: Episiotomi medial dan Episiotomi
mediolateral
3. Komplikasi Episiotomi
Kurang dari 1% episiotomi atau laserasi
mengalami infeksi. Laserasi derajat empat memiliki risiko infeksi serius yang
paling tinggi. Tepi-tepi luka yang berhadapan menjadi kemerahan, seperti daging
dan membengkak. Benang sering merobek jaringan edematosa sehingga tepi-tepi
luka nekrotik menganga yang menyebabkan keluaarnya cairan serosa,
serosanguinosa, atau jelas purulen. Lepasnya jahitan episiotomi paling sering
berkaitan dengan infeksi.
(Leveno, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
- Abidin, Muhammad Zainal. 2011. Asuhan Postnatal Care. www.masbied.com/search/pembagian-umur-menurut-masa-reproduksi diakses tanggal 04/06/2012, jam 5:57
- Ambarwati, Eny Retna. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Nuha Medika
- Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
- Boyle, Maureen. 2008. Pemulihan Luka. Jakarta: EGC
- Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
- Hidayat, Aziz Alimul. 2010. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika
- Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams: Panduan Ringkas, Edisi 21. Jakarta: EGC
- Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
- Mubarak, Wahit Iqbal. 2011. Promosi Kesehatan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
- Nazir, Moh. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghhalia Indonesia
- Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
- Nugroho, Taufan. 2010. Kasus Emergency Kebidanan untuk Kebidanan dan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika
- Reeder, Sharon j. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi & Keluarga. Jakarta: EGC
- Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
- Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
- Saryono, Ari Setiawan. 2010. Metodologi Penelitian KEBIDANAN D-III, D-IV, S1, dan S2. Yogyakarta: Nuha Medika
- Wawan, A. 2010. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika
- Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
terima kasih banyak atas artikel ini,,
BalasHapusdengan ini saya bisa bantu calon istri saya mengerjakan tugas,,