KONTRASEPSI
MOP (METODE OPERASI PRIA) SELAYANG PANDANG
PENGERTIAN
KONTRASEPSI
Kontrasepsi
adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat
sementara, dapat pula bersifat permanen (Prawirohardjo, 2005).
Kontrasepsi
adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan dapat bersifat sementara
maupun permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat
atau obat - obatan (Atikah dkk, 2010).
Kontrasepsi
adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya
pertemuan antara sel telur dengan sel sperma (Suratun dkk, 2008).
TUJUAN
KONTRASEPSI
1.
Tujuan umum
Pemberian
dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB yaitu dihayatinya Norma Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).
2.
Tujuan pokok
Penurunan
angka kelahiran yang bermakna, untuk mencapai tujuan tersebut maka ditempuh
kebijaksanaan mengkategorikan tiga fase untuk mencapai sasaran:
a.
Fase menunda perkawinan atau kesuburan
Fase
menunda kehamilan pertama, sebaiknya dilakukan oleh pasangan yang istrinya
belum mencapai usia 20 tahun. Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu
kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan
dapat terjamin 100%. Kontrasepsi yang cocok adalah pil KB, AKDR, dan cara
sederhana.
b.
Fase menjarangkan kehamilan
Umur
terbaik bagi ibu untuk melahirkan adalah usia antara 20 - 30 tahun. Kriteria
kontrasepsi yang diperlukan yaitu efektivitas tinggi, reversibilitas tinggi
karena pasangan masih mengharapkan punya anak lagi. Kontrasepsi yang cocok
yaitu AKDR, KB suntik, pil KB, atau implant.
c.
Fase menghentikan atau mengakhiri kehamilan
Sebaiknya
keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih 30 tahun tidak hamil
lagi. Dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektivitas tinggi, kerena
jika terjadi kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan
resiko tinggi bagi ibu dan anak. Kontrasepsi yang cocok adalah metode kontap,
AKDR, implant, KB suntik, dan pil KB (Suratun dkk, 2008).
MACAM-
MACAM METODE KONTRASEPSI
1.
Metode sederhana
1)
Tanpa
alat atau obat: Metode kalender, metode suhu basal, metode lendir serviks,
metode simpto - termal, coitus interuptus.
2)
Dengan
alat : Kondom pria, diafragma atau kap, tablet berbusa (vaginal tablet), jelli
dan cairan berbusa.
2.
Metode modern
1)
Pil
2)
Suntikan
3)
Implant
4)
AKDR
(alat kontasepsi dalam rahim)
3.
Metode mantap dengan cara operasi (Kontrasepsi Mantap)
1)
Pada
wanita : metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi.
2)
Pada
pria : metode operasi pria (MOP) / vasektomi (Hanafi, 2004).
4.
Ciri - ciri kontrasepsi yang ideal :
1)
Berdaya
guna
2)
Aman
3)
Murah
4)
Mudah
didapatkan
5)
Efek
samping minimal
5.
Syarat-syarat kontrasepsi :
1)
Aman
pemakaiannya dan dipercaya.
2)
Tidak
ada efek samping yang merugikan.
3)
Lama
kerjanya dapat diatur menurut keinginan.
4)
Tidak
menganggu hubungan persetubuhan.
5)
Tidak
memerlukan bantuan medis atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya.
6)
Cara
penggunaannya sederhana dan tidak rumit.
7)
Harga
murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
8)
Dapat
diterima oleh pasangan suami istri (Atikah dkk, 2010).
6.
Faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan kontrasepsi :
a.
Faktor sosial - budaya
Tren
saat ini tentang jumlah keluarga, dampak jumlah keluarga tempat individu tumbuh
dan berkembang terhadap individu tersebut, pentingnya memiliki anak laki - laki
dimata masyarakat karena akan meneruskan nama keluarga, apakah masyarakat
menghubungkan secara langsung antara jumlah anak yang dimiliki seorang laki -
laki dan kejantanannya, nilai dalam masyarakat tentang menjadi seorang
"wanita" hanya bila ia dapat "memberi" anak kepada
pasangannya.
b.
Faktor pekerjaan dan ekonomi
Kemungkinan
perpisahan yang lama karena melakukan wajib militer, kebutuhan untuk
mengalokasi sumber - sumber ekonomi untuk pendidikan atau sedang memulai suatu
pekerjaan atau bidang usaha, kemampuan ekonomi untuk menyediakan calon anak -
anaknya dengan makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dimasa depan.
c.
Faktor keagamaan
Pembenaran
terhadap prinsip - prinsip pembatasan keluaraga dan konsep dasar tentang
keluarga berencana oleh semua agama.
d.
Faktor hukum
Peniadaan
semua hambatan hukum untuk pelaksanaan keluaraga berencana sejak
diberlakukannya undang - undang negara Connecticut tentang pembatasan
penggunaan alat kontrasepsi, yang bertujuan mencegah konsepsi dinyatakan tidak
sesuai konstitusi oleh Majelis Tertinggi pada tahun 1965.
e.
Faktor fisik
Kondisi
- kondisi yang membuat wanita tidak bisa hamil karena alasan kesehatan, usia
dan waktu "jam biologis" yang akan habis, gaya hidup tidak sehat,
penggunaan obat teratogenik.
f.
Faktor hubungan
Stabilitas
hubungan, masa krisis, dan penyesuaian yang panjang dengan hadirnya anak.
g.
Faktor psikologis
Kebutuhan
untuk memiliki anak untuk dicintai dan mencintai orang tuanya, pemikiran bahwa
kehamilan dianggap bukti bahwa kita dicintai, keyakinan yang salah bahwa anak
akan menyatukan kembali hubungan yang retak, rasa takut untuk mengasuh dan
membesarkan anak, ancaman terhadap gaya hidup yang dijalani jika menjadi orang
tua.
h.
Status kesehatan saat ini dan riwayat genetik
Adanya
keadaan atau kemungkinan munculnya kondisi atau penyakit yang dapat ditularkan
terhadap bayi misalnya HIV, AIDS (Varney, 2006).
7.
Faktor - faktor yang mempengaruhi penilaian individu atau pasangan terhadap pemilihan metode
kontrasepsi :
1)
Keinginan
untuk mengendalikan kehamilan secara permanen atau sementara.
2)
Efektivitas
metode yang digunakan, keefektifan metode kontrasepsi sangat beragam. Jumlah
wanita yang tidak menginginkan kehamilannya kemudian mengalami kehamilan selama
bulan pertama penggunaan metode kontrasepsi adalah 53%.
3)
Pengaruh
media (penekanan pada aspek positif dan negatif atau efek samping metode
kontrasepsi).
4)
Efek
samping dan pertanyaan yang mungkin muncul tentang keamanan suatu metode.
5)
Kemungkinan
manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dari setiap metode.
6)
Kemampuan
suatu metode untuk mencegah penyakit (HIV, penyakit menular seksual, kanker).
7)
Perkiraan
lamanya penggunaan metode kontrasepsi.
8)
Biaya.
9)
Frekuensi
hubungan seksual.
10)
Jumlah
pasangan seksual.
11)
Faktor
sosial (tren sosial saat ini terkait penggunaan berbagai metode).
12)
Faktor
keagamaan (apakah metode tertentu dikenakan sanksi oleh badan - badan keagamaan
yang dianut individu atau pasangan) (Varney, 2006).
KONSEP
DASAR METODE OPERASI PRIA (MOP)
1.
Pengertian Metode Operasi Pria (MOP)
MOP
merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman,
sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak
memerlukan anastesi umum (Hanafi, 2004).
MOP
adalah metode sterilisasi dengan cara mengikat saluran sperma (vas deferens)
pria (Atikah dkk, 2010).
MOP
merupakan tindakan pada kedua saluran bibit pria yang mengakibatkan orang atau
pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi (Prawirohardjo,
2005).
MOP
adalah alat kontrasepsi jenis sterilisasi melalui pembedahan dengan cara
memotong saluran sperma yang menghubungkan testikel (buah zakar) dengan kantung
sperma sehingga tidak ada lagi kandungan sperma di dalam ejakulasi air mani
pria (Verawati, 2012).
2.
Profil MOP
1)
Sangat
efektif, merupakan metode kontrasepsi pria yang permanen.
2)
Tidak
ada efek samping jangka panjang, sehingga tidak berpengaruh terhadap kemampuan
maupun kepuasan hubungan seksual.
3)
Tindakan
bedah yang aman dan sederhana, hanya memerlukan beberapa menit dan menggunakan
bius lokal.
4)
Efektif
setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan, sebelum itu pasangan harus menggunakan kondom.
5)
Konseling
dan informed consent mutlak diperlukan (Saifuddin, 2006).
3.
Keuntungan MOP
Efektif,
karena tingkat kegagalannya kecil dan merupakan metode kontrasepsi yang permanen.
1)
Aman,
morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas (kesakitan).
2)
Sederhana,
sehingga pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit.
3)
Cepat,
hanya memerlukan waktu 5 - 10 menit.
4)
Menyenangkan
bagi akseptor karena memerlukan anastesi lokal saja.
5)
Biaya
rendah, yang paling penting adalah persetujuan pasangan.
6)
Secara
kultural, sangat dianjurkan di negara - negara dimana wanita merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita dan paramedis
wanita (Hanafi, 2004).
4.
Kerugian MOP
1)
Diperlukan
suatu tindakan operatif, harus dilakukan pembedahan dan harus menunggu sampai
sel mani menjadi negatif.
2)
Kadang
- kadang menyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau infeksi.
3)
Kontrasepsi
mantap pria belum memberikan perlindungan total sampai semua spermatozoa yang
sudah ada di dalam sistem reproduksi
distal dari tempat oklusi vas deferens dikeluarkan.
4)
Problem
psikologis yang berhubungan dengan perilaku seksual mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif yang
menyangkut sistem reproduksi pria (Hanafi, 2004).
5.
Indikasi MOP
MOP
merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi reproduksi
merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta
melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Saifuddin, 2006).
6.
Kontraindikasi MOP
a.
Infeksi kulit lokal, misalnya scabies.
b.
Infeksi traktus genetalia.
c.
Kelainan skrotum dan sekitarnya :
1)
Varicocele,
yaitu pembesaran vena di dalam skrotum.
2)
Hydrocele
besar (penumpukan cairan).
3)
Hernia
inguinalis, yaitu prolaps sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di atas
kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat
kongenital.
4)
Orchiopexy,
yaitu fiksasi testis yang tidak turun pada skrotum.
5)
Luka
parut bekas operasi hernia.
6)
Skrotum
yang sangat tebal.
d.
Penyakit sistemik :
1)
Penyakit
- penyakit perdarahan.
2)
Diabetes
mellitus.
3)
Penyakit
jantung koroner yang baru.
4)
Riwayat
perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil (Hanafi, 2004).
7.
Syarat MOP :
1)
Harus
secara sukarela artinya klien telah mengerti da memahami segala akibat
prosedur vasektomi selanjutnya
memutuskan pilihannya atas keinginan sendiri dengan mengisi dan menandatangani
persetujuan tindakan.
2)
Bahagia
artinya klien terikat dalam perkawinan yang syah dan telah mempunyai anak
minimal 2 orang dengan umur anak terkecil minimal 2 tahun.
3)
Sehat
artinya melalui pemeriksaan oleh dokter klien di anggap sehat dan memenuhi
persyaratan medis untuk dilakukan prosedur tindakan vasektomi (Anggraini,
2012).
8.
Perawatan pra MOP
Dilakukan
pemeriksaan untuk mengetahui indikasi, kontraindikasi dan hal - hal lain yang
diperlukan untuk kepentingan calon peserta kontap, sebaiknya dilakukan oleh
yang akan melakukan pembedahan:
a.
Anamnesis
1)
Identitas
calon peserta serta pasangannya.
2)
Umur
peserta.
3)
Jumlah
anak hidup dan umur anak terkecil yang ada.
4)
Metode
kontrasepsi yang pernah digunakan istri serta metode kontrasepsi yang saat ini
digunakannya.
5)
Riwayat
penyakit yang pernah diderita.
6)
Perilaku
seksual calon peserta dan pasangannya.
7)
Adakah
pengalaman perdarahan yang terlalu lama apabila luka.
b.
Pemeriksaan fisik
Lakukan
pemeriksaan fisik dengan lengkap termasuk tanda vital, kardiovaskuler, paru -
paru, ginjal, serta genetalia. Apabila ditemukan keadaan yang abnormal lakukan
rujukan sesuai dengan keluhan dan kelainan yang ditemukan.
c.
Pemeriksaan laboraturium
1)
Pemeriksaan
urine lengkap (minimal protein dan reduksi).
2)
Pemeriksaan
darah lengkap minimal hemoglobin, leukosit, blooding time dan closing time.
Hasil
pemeriksaan pra operasi harus disimpulkan, untuk menetapkan ada tidaknya
kontraindikasi tindakan pembedahan.
9.
Persiapan pra operasi
1)
Jelaskan
secara lengkap mengenai tindakan MOP termasuk mekanisme dalam mencegah
kehamilan dan efek samping yang mungkin terjadi.
2)
Berikan
nasehat untuk perawatan luka bekas pembedahan kemana minta pertolongan bila
terjadi kelainan atau keluhan sebelum waktu kontrol.
3)
Berikan
nasehat tentang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah tindakan
pembedahan.
4)
Klien
dianjurkan membawa celana khusus untuk menyangga skrotum.
5)
Anjurkan
calon peserta puasa sebelum operasi atau sekurang - kurangnya 2 jam sebelum
operasi.
6)
Datang
ke klinik dengan diantar anggota keluarga atau teman yang telah dewasa.
7)
Rambut
pubis yang cukup panjang digunting pendek dan dibersihkan dengan sabun dan air
serta dilanjutkan dengan cairan antiseptik.
10.
Perawatan pasca operasi
a.
Akseptor diminta untuk beristirahat dengan berbaring selama 15 menit sebelum dibenarkan pulang.
b.
Amati perdarahan dan rasa nyeri pada luka.
c.
Beri nasehat sebelum pulang :
1)
Istirahat
selama 1 - 2 hari dengan tidak bekerja berat dan naik sepeda.
2)
Menjaga
bekas luka operasi jangan basah dan kotor, gunakan celana dalam yang bersih.
3)
Anjurkan
untuk menghabiskan obat yang diberikan sesuai dengan petunjuk dokter.
4)
Datang
ke klinik 1 minggu kemudian, 1 bulan dan 3 bulan kemudian untuk pemeriksaan.
5)
Segera
kembali apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat atau ada
muntah dan sesak nafas.
6)
Boleh
berhubungan seksual dengan istri tetapi harus menggunakan alat kontrasepsi
kondom, paling tidak 15 kali senggama atau sampai hasil pemeriksaan sperma nol.
Setelah itu boleh berhubungan bebas tanpa kondom.
d. Komplikasi yang Terjadi
Komplikasi
atau gangguan yang mungkin timbul pasca operasi adalah:
1)
Perdarahan,
apabila perdarahan sedikit cukup diobservasi aja tetapi bila perdarahan agak
banyak segera dirujuk ke RS yang memiliki fasilitas lengkap. Setiap ada
pembengkakan di daerah skrotum harus dicurigai adanya perdarahan.
2)
Hematoma,
biasanya terjadi bila di daerah skrotum diberi beban yang terlalu berat seperti
naik sepeda, duduk terlalu lama, naik kendaraan dijalan yang rusak.
3)
Infeksi
bisa terjadi pada kulit, epididimis atau orkitis.
4)
Granuloma
sperma, dapat terjadi 1 - 2 minggu
setelah operasi dirasakan adanya benjolan kenyal dan agak nyeri yang terjadi
pada ujung proksimal vas deferen atau pada epididimis. Terjadi sekitar 0,1%
dari kasus.
5)
Kegagalan
masih mungkin dijumpai 0 - 2,2%, umumnya <1 span="">1>
11.
MOP dianggap gagal bila :
1)
Pada
analisa sperma setelah 3 bulan pasca operasi atau 10- 15 kali ejakulasi masih dijumpai spermatozoa.
2)
Dijumpai
spermatozoa setelah sebelumnya azosperma.
3)
Istri
(pasangan) hamil (Saifuddin, 2006).
12.
Kondisi yang memerlukan perhatian khusus bagi tindakan MOP
1)
Infeksi
kulit pada daerah operasi.
2)
Infeksi
sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien.
3)
Hidrokel
atau varikokel yang besar, yaitu pembesaran vena di dalam skrotum.
4)
Hernia
inguinalis, yaitu prolaps sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di atas
kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat
kongenital.
5)
Undesensus,
yaitu gangguan perkembangan yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu
atau kedua testis secara komplit kedalam skrotum.
6)
Anemia
berat, gangguan pembekuan darah atau sedang menggunakan anti koagulansia
(Saifuddin, 2006).
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PARTISIPASI SUAMI DALAM MOP.
1.
Faktor pribadi
Faktor-faktor
pribadi yang masuk ke pengambilan keputusan seseorang berkaitan dengan
pemilihan metode kontrasepsi meliputi minat, usia, usia anak terkecil, frekuensi
hubungan kelamin.
1)
Motivasi:
Motivasi adalah kecenderungan hati ataukeinginan yang tinggi untuk melakukan
sesuatu.
2)
Usia:
Usia seorang pria dapat mempengaruhi kecocokan dan akseptabilitas metode-metode
kontrasepsi tertentu (Pendit, 2007).
3)
Usia
anak terkecil: Usia anak terkecil suatu pasangan dapat mempengaruhi pemilihan
metode dalam dua cara.
4)
Frekuensi
hubungan kelamin: Frekuensi seseorang dapat memengaruhi dirinya atau
pasangannya untuk menggunakan metode kontrasepsi tertentu (Pendit, 2007).
2.
Faktor kesehatan umum
Klien
dan penyedia layanan harus secara bersama-sama menilai kesehatan umum, riwayat
reproduksi ( termasuk riwayat pemakaian kontrasepsi ), riwayat infeksi PMS
serta penyakit radang panggul, dan kontraindikasi klien terhadap berbagai
metode.
1)
Infeksi
pemakaian kontrasepsi: seseorang yang telah terinfeksi virus hubungan kelamin
memiliki pertimbangan khusus dalam memilih metode. Seseorang tersebut bisa
menularkan virus kepada pasangannya (Pendit, 2007)
3.
Faktor ekonomi dan aksesibilitas
1)
Biaya:
walaupun pengelola program dan para pembuat keputusan sering mempertimbangkan
biaya kontrasepsi berdasarkan biaya penyediaan suatu metode per tahun
perlindungan yang diberikan oleh metode tersebut untuk setiap pasangan, pemakai
individual lebih memperhatikan keterbatasan anggaran harian mereka sendiri
(Glasier dan Gebbie, 2005).
4.
Faktor budaya
Sejumlah
faktor budaya dapat memengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi.
2)
Kesalahan
persepsi mengenai suatu metode: Banyak klien membuat keputusan mengenai berdasarkan
informasi yang salah yang diproleh dari teman dan keluarga atau dari kampanye
pendidikan yang membingungkan.
3)
Kepercayaan
religius dan budaya: Di beberapa daerah, kepercayaanreligius atau budaya dapat
memengaruhi kliendalam memilih metode.
4)
Tingkat
pendidikan: Tingkat pendidikan tidak saja memengaruhi kerelan menggunakan
keluarga berencana, tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi (38-40)
tlah memperlihatkan bahwa metode kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan
yang lebih berpendidikan (Pendit, 2007).
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Anggraini,
Yetti, dkk. 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta : Rohima Pres
2.
Arikunto,
Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta.
3.
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta.
4.
Aunillah,
Nurla Isna. 2011. Cara Menjadi Istri Yang Pintar Memuliakan Suami.Sabil.
Yogyakarta.
5.
Budiarto,
Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta :
EGC.
6.
Budisantoso,
Saptono Iman. 2008. Faktor - faktor Yang Berhubungan Dengan Partisipasi Pria
Dalam Keluarga Berencana.
http://eprints.undip.ac.id/18622/1/SAPTONO_IMAN_BUDISANTOSO.pdf. diakses pada
tanggal 16 Januari 2013.
7.
BKKBN.2011.
Laporan Hasil Pelayanan Kontrasepsi. http://prov.static.bkkbn.go.id/bali.bkkbn.go.id/program/Resume%20Laporan%20Final%20(Hasil%20Penelitian%20KTD).pdf.
di akses pada tanggal 16 Januari 2013.
8.
BKKBN.2005.
PENCAPAIAN 2010 02 PER KABKOTA.
http://jatim.bkkbn.go.id/cms_bkkbn/files/PENCAPAIAN-2010_02-PER_KABKOTA.pdf.
diakses pada tanggal 17 Januari 2013.
9.
BKKBN.2006.
Kelebihan dan Kekurangan Kontrasepsi.
10. http://
jatim.bkkbn.go.id/2009/05/kb-kontrasepsi/. Diakses pada tanggal 17 Januari
2013.
11. BKKBN.Vasektomi.
http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/vasek.htm.
12. diakses pada tanggal
17 Januari 2013.
13. Ekarini, Madya Bakti.
2008. Rendahnya Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana. http://eprints.undip.ac.id/18291/1/1.pdf.
diakses pada tanggal 17 Januari 2013.
14. Glasier, A dan Ailsa,
G. 2006. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
15. Hartanto, Hanafi.
2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
16. Hidayat, Aziz Alimul.
2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
17. Hidayat, Aziz Alimul.
2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Surabaya: Health Books
Surabaya.
18. Manuaba, Ida Bagus
Gede. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta: EGC.
19. Mubarak, Wahit Iqbal.
2011. PromosiKesehatan Untuk Kebidan. Jakarta : Salemba Medika.
20. Notoatmodjo,
Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
21. Notoatmodjo,
Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
22. Nursalam. 2009.
Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
23. Nursalam, 2007.
Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
24. Pendit, B. 2007. Ragam
Metode Kontrasepsi. Jakarta: ECG.
25. Prawirohardjo,
Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP – SP.
26. Prawirohardjo,
Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP – SP.
27. Proverawati, Atikah,
dkk. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta : Nuha Medika.
28. Saifuddin, Abdul
Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: YBP - SP.
29. Suratun, dkk. 2008.
Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info
Medika.
30. Suyanto. 2011.
Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
31. Varney, Helen, dkk.
2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC.
32. Verawaty, Sri Noor
& Rahayu, Lisdyawati. 2012. Merawat dan Menjaga Kesehatan Seksual Wanita.
Bandung : Grafindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar