PERINGATAN

Dilarang meng-copy materi dari blog ini, tanpa mencantumkan nama penulis dan alamat web (URL). Terima Kasih

Selasa, 26 Februari 2019

NIKMATNYA BEPERGIAN DENGAN BEKAL YANG CUKUP


NIKMATNYA BEPERGIAN DENGAN BEKAL YANG CUKUP

Oleh:
Yan Karta Sakamira
26 Februari 2019

Saudaraku sesama muslim, kajian kita kali ini tentang bekal. Bekal adalah sesuatu yang disediakan (seperti makanan, uang) untuk digunakan dalam perjalanan. Pada saat kita bepergian ke tempat wisata dengan bekal yang cukup, maka kita akan menjalaninya dengan nikmat dan nyaman.

Pada saat kita perlu transportasi, tinggal pilih saja, mau naik kereta, bus atau pesawat terbang, kita tinggal pilih saja, karena bekal uang kita cukup. Pada saat kita perlu makan atau minum, tinggal pilih makan di restaurant mana saja, karena bekal uang kita cukup. Pada saat masuk di tempat wisata kita juga bisa menikmati semua wahana di tempat itu, berapapun harga tiketnya tidak masalah karena bekal uang kita cukup.

Sangat berbeda jauh pada saat seseorang (si Fulan) yang ingin bepergian tetapi tidak punya bekal. Pada saat dia perlu transportasi, si Fulan harus ikut (numpang) kendaraan orang lain (jika dijinkan), jika tidak diijinkan berarti dia harus berjalan kaki ke tempat wisata itu, betapa susahnya. Pada saat si Fulan lapar dan haus, dia tidak bisa makan dan minum, karena tidak punya bekal (uang), kecuali si Fulan mau meminta-minta kepada orang lain, betapa susahnya (malunya). Pada saat si Fulan ingin menikmati wahana di tempat wisata, dia juga tidak bisa menikmatinya, hanya melihat saja, karena si Fulan tidak punya bekal (tidak bisa beli tiket), betapa sedihnya.

Saudaraku sesama muslim, sebentar lagi (setelah kita mati), kita juga akan bepergian ke tempat yang jauh, namanya akhirat. Sama seperti cerita diatas, kita perlu bekal yang cukup untuk pergi ke akhirat nanti, agar perjalannya kita lancar sampai ke tempat tujuan yang namanya surga. Jangan seperti si Fulan, tidak punya bekal nekat bepergian. Jika kita tidak membawa bekal, kita bisa tersesat dan terlunta-lunta.

Bekal ke akhirat yang diperlukan bukan uang, perhiasan emas permata ataupun harta benda lainnya, semua itu akan kita tinggal di dunia, namun bekal yang bisa kita bawa ke akhirat namanya amal shalih. Hanya amal shalih yang bisa memudahkan kita menikmati perjalanan ke akhirat, dan sebaik-baik bekal adalah takwa, maka bertakwalah kepada Allah.

Allah berfirman:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (QS. Al Baqarah: 197)

Seseorang yang tidak membawa bekal ke akhirat akan menyesal, seperti yang dinyatakan Allah dalam firman-Nya:

يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي

“Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (Qs. Al Fajr: 24)

Pada saat kita kehausan di akhirat nanti, setiap muslim (umat Nabi Muhammad) dapat minum air di telaga Al Kautsar, jika telah minum air telaga itu, kita tidak akan kehausan lagi, namun tidak semua muslim boleh (bisa) meminumnya.

Dalam hadits Abu Dzarr disebutkan,

عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا آنِيَةُ الْحَوْضِ قَالَ « وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لآنِيَتُهُ أَكْثَرُ مِنْ عَدَدِ نُجُومِ السَّمَاءِ وَكَوَاكِبِهَا أَلاَ فِى اللَّيْلَةِ الْمُظْلِمَةِ الْمُصْحِيَةِ آنِيَةُ الْجَنَّةِ مَنْ شَرِبَ مِنْهَا لَمْ يَظْمَأْ آخِرَ مَا عَلَيْهِ يَشْخُبُ فِيهِ مِيزَابَانِ مِنَ الْجَنَّةِ مَنْ شَرِبَ مِنْهُ لَمْ يَظْمَأْ عَرْضُهُ مِثْلُ طُولِهِ مَا بَيْنَ عَمَّانَ إِلَى أَيْلَةَ مَاؤُهُ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ »

Dari Abu Dzarr, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan bejana yang ada di al-haudh (telaga Al-Kautsar)?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya. Wadah untuk minum yang ada di telaga Al-Kautsar banyaknya seperti jumlah bintang dan benda yang ada di langit pada malam yang gelap gulita. Itulah gelas-gelas di surga. Barang siapa yang minum air telaga tersebut, maka ia tidak akan merasa haus selamanya. Di telaga tersebut ada dua saluran air yang tersambung ke Surga. Barang siapa meminum airnya, maka ia tidak akan merasa haus. Lebarnya sama dengan panjangnya, yaitu seukuran antara Amman dan Ailah. Airnya lebih putih dari pada susu dan rasanya lebih manis dari pada manisnya madu.” (HR. Muslim, no. 2300)

Sedang umat Nabi Muhammad yang tidak bisa minum air telaga al Kautsar adalah seseorang yang melakukan bid’ah.

Dari Abu Wail, dari ‘Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari, no. 7049)


Pada saat seseorang mendapat kesulitan selama di akhirat nanti, ada pertolongan (syafa’at) yang akan menolongnya. Syafa’at itu hanya diberikan kepada seseorang yang membaca Al Qur’an selama hidup di dunia.

Rasulullah bersabda:

عَنْ أَبي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىُّ رضى الله عنه قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

“Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).

Pada saat kita sampai di depan surga, ada delapan pintu untuk masuk surga. Untuk memasukinya perlu amalan tertentu untuk bisa membeli “kunci” surga tersebut.


Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ.”

“Sesungguhnya di Surga itu ada sebuah pintu yang disebut ar-Rayyaan. Pada hari Kiamat nanti orang-orang yang suka berpuasa akan masuk Surga lewat pintu itu. Tidak ada seorang pun selain mereka yang diperkenankan (untuk masuk Surga) lewat pintu itu.” (HR: Bukhari – Muslim)

Seseorang yang selama hidup di dunia selalu melaksanakan shalat fardhu, dengan thuma’ninah juga dijamin surga oleh Allah.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَافَظَ عَلَى الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ: رُكُوْعِـهِنَّ، وَسُجُوْدِهِنَّ، وَمَوَاقِيْتِهِنَّ ، وَعَلِمَ أَنَّهُنَّ حَقٌّ مِنْ عِنْدِ اللهِ؛ دَخَلَ الْـجَنَّةَ ، أَوْ قَالَ : وَجَبَتْ لَهُ الْـجَنَّـةُ ، أَوْ قَالَ : حَرُمَ عَلَى النَّارِ

Barangsiapa menjaga shalat lima waktu: ruku’nya, sujudnya (dengan thuma’ninah), pada waktu-waktunya, kemudian ia mengetahui bahwa perintah ini benar-benar datangnya dari Allâh, maka ia akan masuk surga,” atau Beliau bersabda, “Wajib atasnya surga,” atau Beliau bersabda, “Ia diharamkan masuk neraka.”(HR: Ahmad (IV/267)

Saudaraku sesama muslim, sebelum ajal memangil kita, kita manfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mengumpulkan bekal (amal shalih), agar perjalanan kita ke akhirat nanti aman dan lancar sampai masuk surga.

Semoga bermanfaat. Aamiin.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar