MASALAH AIR BERSIH
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Air
merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat
bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu penopang hidup
bagi manusia. Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah ruah, namun yang
dapat dikonsumsi oleh manusia untuk keperluan air minum sangatlah sedikit. Dari
total jumlah air yang ada, hanya lima persen saja yang tersedia sebagai air
minum, sedangkan sisanya adalah air laut. Selain itu, kecenderungan yang
terjadi sekarang ini adalah berkurangnya ketersediaan air bersih itu dari hari
ke hari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air
minum. Sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang.
Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik
dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan
aktivitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi.
Untuk konsumsi air minum menurut departemen kesehatan, syarat-syarat air minum
adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat.
Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat risiko bahwa
air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia
coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak
air hingga 100 °C, banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat
dihilangkan dengan cara ini.
2.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian air
bersih dan syarat-syaratnya.
2.
Mengetahui sumber air bersih.
3.
Mengetahui masalah air bersih.
4. Penyalah gunaan dan pencemaran air.
5. Mengetahui tentang menanggulangi masalah
ketersediaan air bersih.
6.
Mengetahui
sebab dan dampak akibat ketiadaan air
bersih.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Air dan Syarat-syarat Air Bersih
Dalam UU RI No.7 Tahun 2004 dan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002, disebutkan beberapa
pengertian terkait dengan air, yaitu sebagai berikut :
Sumber daya air adalah air, dan daya air yang terkandung
didalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada diatas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan. Air Bersih (clean water)
adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hariyang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air Minum (drinking
water) adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sumber air adalah tempat
atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, diatas, ataupun di
bawah permukaan tanah. Dalam referensi lain disebutkan bahwa air adalah adalah zat kimia
yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi
tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi.
Saat ini kualitas air minum di
kota-kota besar di Indonesia masih memprihatinkan. Kepadatan penduduk, tata
ruang yang salah dan tingginya eksploitasi sumber daya air sangat berpengaruh
pada kualitas air. Pemerintah telah mengeluarkan Kepmenkes No
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Syarat
air minum sesuai Permenkes yaitu harus bebas dari bahan-bahan anorganik dan
organik. Dengan kata lain kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia,
racun, limbah berbahaya dan lain sebagainya.
Parameter kualitas air minum yang
berhubungan langsung dengan kesehatan sesuai Permenkes tersebut adalah
berhubungan dengan mikrobiologi, seperti bakteri E.Coli dan total koliform.
Yang berhubungan dengan kimia organik berupa arsenik, flourida, kromium,
kadmium, nitrit, sianida dan selenium. Sedangkan parameter yang tidak langsung
berhubungan dengan kesehatan, antara lain berupa bau, warna, jumlah zat padat terlarut
(TDS), kekeruhan, rasa, dan suhu. Untuk parameter kimiawi berupa aluminium,
besi, khlorida, mangan, pH, seng, sulfat, tembaga, sisa khlor dan ammonia.
4. Sumber Air Bersih
- Sungai
Rata-rata lebih dari 40.000 kilometer kubik air segar diperoleh dari
sungai-sungai di dunia. Ketersediaan ini (sepadan dengan lebih dari 7.000 meter
kubik untuk setiap orang) sepintas terlihat cukup untuk menjamin persediaan
yang cukup bagi setiap penduduk, tetapi kenyataannya air tersebut seringkali
tersedia di tempat-tempat yang tidak tepat. Sebagai contoh air bersih di lembah
sungai Amazon walupun ketersediaannya cukup, lokasinya membuat sumber air ini
tidak ekonomis untuk mengekspor air ke tempat-tempat yang memerlukan.
- Curah hujan
Dalam pemanfaatan hujan sebagai sumber dari air bersih, individu
perorangan/ berkelompok/ pemerintah biasanya membangun bendungan dan tandon air
yang mahal untuk menyimpan air bersih di saat bulan-bulan musim kering dan
untuk menekan kerusakan musibah banjir.
- Air permukaan dan air bawah tanah.
Air permukaan adalah semua air yang
terdapat pada permukaan tanah.
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah
atau batuan di bawah permukaan tanah.
5. Masalah Air Bersih
Pengadaan air bersih di Indonesia khususnya untuk skala yang besar masih
terpusat di daerah perkotaan, dan dikelola oleh Perusahan Air Minum (PAM) kota
yang bersangkutan. Namun demikian secara nasional jumlahnya masih belum
mencukupi dan dapat dikatakan relatif kecil yakni 16,08 % ( Supas 1995). Untuk
daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM umumnya mereka
menggunakan air tanah (sumur), air sungai, air hujan, air sumber (mata air) dan
lainnya. Dari hasil survey penduduk antar sensus (SUPAS) 1995, prosentasi
banyaknya rumah tangga dan sumber air minum yang digunakan di berbagai daerah
di Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi geografisnya. Secara
nasional yakni sebagai berikut :
Permasalahan yang timbul yakni sering dijumpai bahwa kulaitas air
tanah maupun air sungai yang digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat
sebagai air minum yang sehat bahkan di beberapa tempat bahkan tidak layak untuk
diminum. Air yang layak diminum, mempunyai standar persyaratan tertentu yakni
persyaratan fisis, kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan
satu kesatuan. Jadi jika ada satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat
maka air tesebut tidak layak untuk diminum. Pemakaian air minum yang tidak
memenuhi standar kualitas tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan, baik
secara langsung dan cepat maupun tidak langsung dan secara perlahan.
Masalah air bersih yang memenuhi syarat kesehatan tidak hanya
dialami oleh masyarakat umum, tetapai juga sering dialami oleh masyarakat
industri khususnya industri kecil dan menengah yang bergerak di dalam industri
proses khususnya proses pengolahan makanan dan minuman serta proses yang
berhubungan dengan senyawa kimia. Masalah air bersih yang kurang memenuhi
syarat tersebut sangat berpengarauh terhadap kualitas produk. Sebagai contoh di
dalam industri makanan dan minuman jika air yang digunakan kurang baik maka
produk yang dihasilkan juga kurang baik, apalagi jika air yang digunakan tidak
steril maka produk yang dihasilkan dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme
patogen yang mana dapat membayakan konsumen.
Data dari kementerian kesehatan
menyatakan bahwa 60% sungai di Indonesia tercemar, mulai dari bahan organic
sampai bakteri-bakteri penyebab diare seperti coliform dan Fecal coli.
Padahal, air sungai seharusnya bisa menjadi sumber kehidupan warga sekitar.
Namun, justru malah tercemar dan berubah warnanya menjadi hitam pekat, sehingga
tidak layak untuk dijadikan air minum, mandi, serta mencuci. Kondisi ini
tentunya menyebabkan pencemaran lingkungan dan berimbas pada buruknya kesehatan
pada warga.
Belum selesai masalah akses terhadap air
bersih, masalah buruknya sanitasi juga semakin besar. Sebab, kedua hal tersebut
juga berkaitan. Sebuah penelitian bahkan menunjukkan bahwa masih sekitar 70
juta masyarakat Indonesia buang air besar sembarangan setiap harinya. Itu
berarti, setiap hari ada 14.000 ton tinja dan 176.000 meter kubik air seni yang
mencemari lingkungan. Bakteri E.Coli juga dijumpai pada 75% air sumur
dangkal di perkotaan Hal itu tentu menyebabkan akses air bersih semakin sulit.
Ini dibuktikan dengan sebuah data yang menunjukkan dari 1000 orang penduduk
Indonesia, 411 diantaranya terkena penyakit diare, yang itu artinya hampir 50%
penduduk Indonesia.
Menurut penelitian sebuah lembaga yang
bernama MDGs (Millenium Development Goals) Asia Pasifik, Bahwa untuk
sektor sanitasi di Indonesia cakupan akses nasionalnya, rata-rata memang telah
mencapai 80%, dan itu artinya telah melampaui target dari MDGs yang hanya 74%.
Namun, hal itu baru sebatas kuantitas. Bukan kualitas. Dengan bukti di atas
yang menunjukkan bahwa banyaknya bayi yang meninggal akibat diare, hal itu
telah cukup membuktikan bahwa secara kualitas, sanitasi di Indonesia masih
sangat-sangat buruk.
Sedangkan bila ditinjau dari kuantitas dan
kualitas, data terbaru yang dilansir MDGs, baru 51,02% keluarga di Indonesia
yang memiliki akses sanitasi yang memadai. Targetnya, pada tahun 2015 akses
sanitasi dapat naik hingga di angka 60% hingga 70%.
Melihat data-data di atas tentu
kita sangat prihatin terhadap kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini
ditinjau dari faktor ketersediaan akses terhadap air bersih serta sanitasi. Hal
itu tentunya memunculkan tanda tanya besar. Apa penyebab buruknya kualitas air
dan sanitasi di Indonesia ?
Masalah yang pertama adalah
rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap lingkungan tempat tinggalnya.
Dari data di atas saja sudah dapat dibuktikan, dengan masih banyaknya penduduk
Indonesia yang buang air besar sembarangan tentu menyebabkan buruknya kualitas
air di Indonesia terutama pada sumber-sumber air yang seharusnya menjadi sumber
penghidupan warga. Dengan tingkat populasi yang tinggi, namun kesadaran akan
lingkungan yang rendah semakin memperparah kondisi tersebut. Masyarakat
Indonesia masih sering membuang limbah rumah tangga, sampah, dst. Padahal
sungai-sungai itulah yang menjadi sumber penghidupan mereka. Belum juga
eksploitasi air tanah untuk kepentingan fasilitas hotel, apartemen, dan
perkantoran yang menyebabkan semakin berkurangnya debit air bersih.
Masalah yang kedua, adalah rendahnya alokasi APBD tiap daerah yang
digunakan untuk memperbaiki layanan air bersih dan sanitasi. Berdasarkan data
dari Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementrian Dalam Negeri, pada tahun 2010
yang lalu, rata-rata alokasi belanja sanitasi seluruh kota dan kabupaten di
Indonesia masih di angka 1,5% dari total belanja APBD. Dibandingkan pada saat
tahun 2006 yang alokasi rata-ratanya hanya 0.5%, hal itu tentu mengalami
kenaikan yang signifikan. Namun, berkaca dari kondisi Indonesia saat ini, hal
itu tentu jauh dari kata layak, karena kondisi sanitasi dan air bersih di
Indonesia telah mencapai taraf yang sangat memprihatinkan.
6. Penyalah Gunaan Dan Pencemaran Air
Sumber-sumber
air bersih ini biasanya terganggu akibat penggunaan dan penyalahgunaan sumber
air seperti:
1.
Pertanian. Penghamburan air
akibat ketiadaannya penyaluran air yang baik pada lahan yang diairi dengan
irigasi (untuk penghematan dalam jangka pendek) dapat berakibat terjadinya
kubangan dan penggaraman yang akhirnya dapat menyebabkan hilangnya
produktivitas air dan tanah.
2.
Industri. Walaupun industri
menggunakan air jauh lebih sedikit dibandingkan dengan irigasi pertanian, namun
penggunaan air oleh bidang industri mungkin membawa dampaknya yang lebih parah
dipandang dari dua segi. Pertama, penggunaan air bagi industri sering tidak
diatur dalam kebijakan sumber daya air nasional, maka cenderung berlebihan.
Kedua, pembuangan limbah industri yang tidak diolah dapat menyebabkan pencemaran
bagi air permukaan atau air bawah tanah, seihingga menjadi terlalu berbahaya
untuk dikonsumsi. Air buangan industri sering dibuang langsung ke sungai dan
saluran-saluran, mencemarinya, dan pada akhirnya juga mencemari lingkungan
laut, atau kadang-kadang buangan tersebut dibiarkan saja meresap ke dalam
sumber air tanah tanpa melalui proses pengolahan apapun. Kerusakan yang
diakibatkan oleh buangan ini sudah melewati proporsi volumenya. Banyak bahan
kimia modern begitu kuat sehingga sedikit kontaminasi saja sudah cukup membuat
air dalam volume yang sangat besar tidak dapat digunakan untuk minum tanpa
proses pengolahan khusus.
3.
Eksploitasi sumber-sumber air
secara masal oleh rumah tangga.
* Di negara berkembang: Di beberapa tempat di negara
bagian Tamil Nadu di India
bagian selatan yang tidak memiliki hukum yang mengatur pemasangan penyedotan
sumur pipa atau yang membatasi penyedotan air tanah, permukaan air tanah anjlok
24 hingga 30 meter selama tahun 1970-an sebagai akibat dari tak
terkendalikannya pemompaan atau pengairan. Pada sebuah konferensi air di tahun
2006 wakil dari suatu negara yang kering melaporkan bahwa 240.000 sumur pribadi
yang dibor tanpa mengindahkan kapasitas jaringan sumber air mengakibatkan
kekeringan dan peningkatan kadar garam.
* Di negara maju seperti Amerika Serikat seperlima dari
seluruh tanah irigasi di AS tergantung hanya pada jaringan sumber air (Aquifer)
Agallala yang hampir tak pernah menerima pasok secara alami. Selama 4 dasawarsa
terakhir terhitung dari tahun 2006, sistem jaringan yang tergantung pada sumber
ini meluas dari 2 juta hektar menjadi 8 juta, dan kira-kira 500 kilometer kubik
air telah tersedot. Jaringan sumber ini sekarang sudah setengah kering
kerontang di bawah sejumlah negara bagian. Sumber-sumber air juga mengalami
kemerosotan mutu, di samping pencemaran dari limbah industri dan limbah
perkotaan yang tidak diolah, seperti pengotoran berat dari sisa-sisa dari lahan
pertanian. Misalnya, di bagian barat AS, sungai Colorado bagian bawah sekarang
ini demikian tinggi kadar garamnya sebagai akibat dari dampak arus balik
irigasi sehingga di Meksiko sudah tidak bermanfaat lagi, dan sekarang AS
terpaksa membangun suatu proyek besar untuk memurnikan air garam di Yuma,
Arizona, guna meningkatkan mutu sungainya. Situasi di wilayah perkotaan jauh
lebih jelek daripada di daerah sumber dimana rumah tangga yang terlayani
terpaksa merawat WC dengan cara seadanya karena langkanya air, dan tanki septik
membludak karena layanan pengurasan tidak dapat diandalkan, atau hanya dengan
menggunakan cara-cara lain yang sama-sama tidak tuntas dan tidak sehat. Hal ini
tidak saja mengakibatkan masalah bagi penggunanya sendiri, tetap juga sering
berbahaya terhadap orang lain dan merupakan ancaman bagi lingkungan karena
limbah mereka lepas tanpa proses pengolahan.
7. Kontroversi Air Bersih
Walaupun air meliputi 70% permukaan bumi dengan jumlah
kira-kira 1,4 ribu juta kilometer kubik, namun hanya sebagian kecil saja dari
jumlah ini yang dapat benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003%.
Sebagian besar air, kira-kira 97%, ada dalam samudera atau laut, dan kadar
garamnya terlalu tinggi untuk kebanyakan keperluan. Dari 3% sisanya yang ada,
hampir semuanya, kira-kira 87 persennya,tersimpan dalam lapisan kutub atau
sangat dalam di bawah tanah.
Keributan masalah air bersih bisa terjadi dalam suatu
negara, kawasan, ataupun berdampak ke benua luas karena penggunaan air secara
bersama-sama. Di Afrika, misalnya, lebih dari 57 sungai besar atau lembah danau
digunakan bersama oleh dua negara atau lebih; Sungai Nil oleh sembilan, dan
Sungai Niger oleh 10 negara. Sedangkan di seluruh dunia, lebih dari 200 sungai,
yang meliputi lebih dari separo permukaan bumi, digunakan bersama oleh dua
negara atau lebih. Selain itu, banyak lapisan sumber air bawah tanah membentang
melintasi batas-batas negara, dan penyedotan oleh suatu negara dapat
menyebabkan ketegangan politik dengan negara tetangganya.
Di seluruh dunia, kira-kira 20 negara, hampir semuanya
di kawasan negara berkembang, memiliki sumber air yang dapat diperbarui hanya
di bawah 1.000 meter kubik untuk setiap orang, suatu tingkat yang biasanya
dianggap kendala yang sangat mengkhawatirkan bagi pembangunan, dan 18 negara
lainnya memiliki di bawah 2.000 meter kubik untuk tiap orang.
Penduduk dunia yang pada 2006 berjumlah 5,3 miliar
diperkirakan akan meningkat menjadi 8,5 miliar pada tahun 2025 akan didera oleh
ketersediaan air bersih. Laju angka kelahiran yang tertinggi justru terjadi
tepat di daerah yang sumber-sumber airnya mengalami tekanan paling berat, yaitu
di negara-negara berkembang.
8. Penyebab dan Akibat Ketiadaan Air Bersih
a. Sebab-sebab Terjadinya Krisis Air Bersih
·
Perilaku Manusia
Kodoatie dalam bukunya yang berjudul
Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu mengungkapkan bahwa faktor utama krisis air
adalah perilaku manusia guna mencukupi kebutuhan hidup yaitu perubahan tata
guna lahan untuk keperluan mencari nafkah dan tempat tinggal. Sebagian besar
masyarakat Indonesia, menyediakan air minum secara mandiri, tetapi tidak
tersedia cukup informasi tepat guna hal hal yang terkait dengan persoalan air,
terutama tentang konservasi dan pentingnya menggunakan air secara bijak. Masyarakat
masih menganggap air sebagai benda sosial.
Masyarakat pada umumnya tidak
memahami prinsip perlindungan sumber air minum tingkat rumah tangga, maupun
untuk skala lingkungan. Sedangkan sumber air baku (sungai), difungsikan
berbagai macam kegiatan sehari hari, termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan
pembuangan kotoran/sampah. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa air hanya
urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi
masalah air minum secara bersama.
Populasi yang terus bertambah dan
sebaran penduduk yang tidak merata.
Pemanfaatan sumberdaya air bagi
kebutuhan umat manusia semakin hari semakin meningkat. Hal ini seirama dengan
pesatnya pertumbuhan penduduk di dunia, yang memberikan konsekuensi logis
terhadap upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disatu sisi kebutuhan akan
sumberdaya air semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan dan pencemaran
sumberdaya air semakin meningkat pula sebagai implikasi industrialisasi dan
pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang merata sehingga
menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air
bersih dan sanitasi dasar.
Selain itu meningkatnya jumlah
populasi juga berdampak pada sanitasi yang buruk yang akan berpengaruh besar
pada kualitas air. Sekitar 60 rumah di Jakarta memiliki sumur yang berjarak
kurang dari 10 meter dari septic tank. Jumlah septic tank di Jakarta lebih dari
satu juta. Melimpahnya jumlah septic tank yang terus bertambah tanpa ada
regulasi yang baik mengakibatkan pencemaran air tanah dan membahayakan jutaan
penduduk.
- Kerusakan Lingkungan
- Penggundulan Hutan
Kerusakan lingkungan yang makin parah
akibat penggundulan hutan merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air
bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment
area) telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan di semua wilayah
sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu maupun pencemaran di
sepanjang DAS. Kondisi itu akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air
sebagai penyedia air bersih.
Berdasarkan data di Departemen
Kehutanan hingga tahun 2000 saja diketahui luas lahan kritis yang mengalami
kerusakan parah di seluruh Indonesia mencapai 7.956.611 hektare (ha) untuk
kawasan hutan dan 14.591.359 ha lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan pada
tahun yang sama rehabilitasi atau penanaman kembali yang dilakukan pemerintah
hanya mampu menjangkau 12.952 ha kawasan hutan dan 326.973 ha di luar kawasan
hutan.
- Global Warming
Pemanasan global telah memicu
peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub,
berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk
lainnya. Seiring dengan semakin panasnya permukaan bumi, tanah tempat di mana
air berada juga akan cepat mengalami penguapan untuk mempertahankan siklus
hidrologi. Air permukaan juga mengalami penguapan semakin cepat sedangkan
balok-balok salju yang dibutuhkan untuk pengisian kembali persediaan air tawar
justru semakin sedikit dan kecil. Ketika salju mencair tidak menurut musimnya
yang benar, maka yang terjadi bukanlah salju mencair dan mengisi air ke danau,
salju justru akan mengalami penguapan. Danau-danau itu sendiri akan menghadapi
masalahnya sendiri ketika airnya tidak lagi membeku.
Air akan mengalami penguapan yang
jauh lebih lambat ketika permukaannya tertutup es, sehingga ada lebih banyak
air yang tersisa dan meresap ke dalam tanah. Ketika terjadi pembekuan yang
lebih sedikit, artinya semakin banyak air yang dilepaskan ke atmosfir. Maka,
ketika gletser yang tersisa dari zaman es mencair semua, sungai-sungai akan
kehilangan sumber air.
- Pencemaran Air
Saat ini pencemaran air sungai, danau
dan air bawah tanah meningkat dengan pesat. Sumber pencemaran yang sangat besar
berasal dari manusia, dengan jumlah 2 milyar ton sampah per hari, dan diikuti
kemudian dengan sektor industri dan perstisida dan penyuburan pada pertanian
(Unesco, 2003). Sehingga memunculkan prediksi bahwa separuh dari populasi di
dunia akan mengalami pencemaran sumber-sumber perairan dan juga penyakit
berkaitan dengannya.
Hilman Masnellyarti, Deputi Bidang
Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup mengungkapkan bahwa kelangkaan air bersih
disebabkan pula oleh pencemaran limbah di sungai. Diperkirakan, 60 persen
sungai di Indonesia, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar
berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri coliform dan fecal
coli penyebab diare.
Sungai-sungai di Pulau Jawa umumnya
berada pada kondisi memprihatinkan akibat pencemaran limbah industri dan limbah
domestik. Padahal sebagian besar sungai itu merupakan sumber air bagi
masyarakat, untuk keperluan mandi, cuci, serta sumber baku air minum olahan
(PAM).
Di Jakarta misalnya, dari hasil
penelitian oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI
Jakarta pada 2006, 13 sungai yang mengalir melewati ibukota sudah tercemar
bakteri Escherchia coli (E-coli). Bakteri yang berasal dari sampah organik dan
tinja manusia ini juga mencemari hampir 70 persen tanah di kawasan ibukota,
sehingga berpotensi mencemari sumber air tanah. Salah satu sungai yang tingkat
pencemarannya paling parah adalah Sungai Ciliwung. Kadar bakteri E-coli pada
sungai itu mencapai 1,6-3 juta individu per 100cc, jauh di atas baku mutu 2.000
individu per 100cc. Padahal sungai ini menjadi bahan baku air minum di Jakarta.
Sedangkan penelitian lain menyebutkan, 76,2 persen dari 52 sungai di
Pulau-pulau Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi tercemar berat oleh zat organik,
termasuk 11 sungai-sungai utama di Indonesia yang tercemar unsur amonium.
Sungai-sungai yang mengalir di pulau Jawa, seperti Jakarta, cenderung lebih
tercemar oleh bakteri E-coli akibat pencemaran tinja yang menyebabkan penyakit
diare pada manusia.
- Manajemen Pengelolaan Air yang Kurang Baik
- Kurangnya koordinasi antara institusi terkait
Departemen Pekerjaan Umum bertanggung
jawab terhadap infrastruktur air, Departemen Dalam Negeri mengurusi pentarifan
air, Departemen Kehutanan bertanggung jawab terhadap konservasi sumber daya
air, sedangkan masalah kualitas air oleh Departemen Kesehatan. Banyaknya
institusi yang terlibat dan tumpang-tindihnya pengambilan kebijakan tentang air
oleh berbagai departemen yang ada ditambah lagi dengan kurangnya koordinasi
antara institusi tersebut menyebabkan kegagalan program pembangunan Indonesia
di sektor air.
-
Anggaran yang tidak mencukupi
Menurut Depkes, selama 30 tahun
terakhir, anggaran yang dialokasikan untuk perbaikan sanitasi (termasuk
penyediaan air bersih) hanya sekitar 820 juta dolar AS atau setara Rp 200 per
orang per tahun. Padahal kebutuhannya mencapai Rp 470 per rupiah per tahun.
Versi Bank Pembangunan Asia perlu RP 50 triliun untuk mencapai target MDGs 2015
dengan 72,5% penduduk akan terlayani oleh fasilitas air bersih dan sanitasi
dasar.
Dalam APBN tahun 2008, anggaran untuk
sanitasi itu hanya 1/214 dari anggaran subsidi BBM. Dari anggaran tersebut
terlihat pemerintah belum melihat anggaran untuk perbaikan sanitasi sebagai
investasi tetapi mereka melihatnya sebagai biaya. Padahal menurut perhitungan
WHO dan sejumlah lembaga lain setiap US$ 1 investasi di sanitasi dan air bersih
akan memberikan manfaat ekonomi sebesar US$ 8 dalam bentuk peningkatan
produktivitas dan waktu, berkurangnya angka kasus penyakit dan kematian.
- Buruknya Kinerja PAM/PDAM
Air minum perpipaan sebagai sistem
pelayanan air minum yang paling ideal hingga saat ini baru dapat dinikmati oleh
sebagian kecil masyarakat Indonesia. Secara nasional, cakupan air perpipaan
baru sekitar 17%, meliputi 32% di perkotaan dan 6,4% di perdesaan. Pada umumnya
PDAM secara rata rata nasional mempunyai kinerja yang belum memenuhi harapan.
Seperti tingkat pelayanan yang rendah (32%), kehilangan air tinggi (41%),
konsumsi air yang rendah (14 m3/bulan/RT).
Sebagian besar PDAM mengalami kendala dalam memberikan
pelayanan yang baik akibat berbagai persoalan, baik aspek teknis (air baku,
unit pengolah dan jaringan distribusi yang sudah tua, tingkat kebocoran, dan
lain lain) maupun aspek non teknis (status kelembagaan PDAM, utang, sulitnya
menarik investasi swasta, pengelolaan yang tidak berprinsip kepengusahaan,
tarif tidak full cost recovery, dan lain lain).
Biaya produksi tergantung dari sumber air baku yang
digunakan oleh PDAM. Namun secara umum biaya produksi untuk sernua jenis air
baku ternyata lebih tinggi daripada tarif. PDAM yang menggunakan mata air
sebagai sumber air baku, biaya produksi rata rata Rp 787/m3, sedangkan tarif
rata-rata Rp 61 8/m3. PDAM yang menggunakan mata air, sumur dalam dan sungai
sekaligus, biaya produksi rata rata Rp 1.188/m3 , dan tarif rata rata Rp
1.112/m3. Sedangkan PDAM yang mengandalkan sungai sebagai sumber air baku,
biaya produksi rata rata Rp 1.665/m3 , dan tarif rata rata Rp 1.175/m3.
PDAM belum mandiri karena campur
tangan pemilik (Pemda) dalam manajemen dan keuangan, cukup membebani PDAM.
Sumber daya manusia pengelola PDAM umumnya kurang profesional sehingga
menimbulkan inefisiensi dalam manajemen. Dari segi keuangan, tarif air saat ini
tidak bisa menutup biaya operasi PDAM, sehingga PDAM mengalami defisit kas, dan
tidak mampu lagi menyelesaikan kewajibannya. PDAM masih mempunyai hutang jangka
panjang yang cukup besar dan tidak terdapat penyelesaian yang memuaskan.
Di awal tahun 2007 misalnya, banyak
warga di kawasan Jakarta mengeluhkan kelangkaan air bersih. Tingginya
permintaan secara otomatis mengakibatkan terjadinya lonjakan harga air bersih.
Diantara sebab kelangkaan air bersih adalah tidak beroperasinya beberapa
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) secara ideal.
Fakta yang ada menunjukkan bahwa dari
sekitar 400 PDAM yang tersebar di seluruh Indonesia, hanya sekitar 10 persen
yang dapat beroperasi dengan prima. Kondisi PDAM pada tahun 2007 adalah 80
perusahaan sehat, 116 kurang sehat, 139 sakit, dari total 335 PDAM. PDAM saat
ini juga terbelit utang kurang lebih sekitar Rp 5,66 triliun. Selain kapasitas
produksi nasional air yang belum terpenuhi, PDAM hingga kini masih mengalami masalah
kebocoran air hingga 40-50 persen.
b. Akibat Ketiadaan Air Bersih
1)
Penyakit diare. Di Indonesia
diare merupakan penyebab kematian kedua terbesar bagi anak-anak dibawah umur
lima tahun. Sebanyak 13 juta anak-anak balita mengalami
diare setiap tahun. Air yang terkontaminasi dan pengetahuan yang kurang tentang
budaya hidup bersih ditenggarai menjadi akar permasalahan ini. Sementara itu
100 juta rakyat Indonesia tidak memiliki akses air bersih.
2)
Penyakit cacingan.
3)
Pemiskinan. Rumah tangga yang
membeli air dari para penjaja membayar dua kali hingga enam kali dari rata-rata
yang dibayar bulanan oleh mereka yang mempunyai sambungan saluran pribadi untuk
volume air yang hanya sepersepuluhnya.
9. Menanggulangi Masalah Ketersediaan Air Bersih
Langkah pertama dan yang paling mendasar di sini adalah pemerintah terus
menggalakkan upaya penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan
sekitarnya. Hal itu sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah melalui program
PHBS, yaitu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang mengupayakan untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melakukan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat. Sasaran penyuluhan program ini adalah kelas IV dan V
SD/sederajat. Namun, di sini, saya ingin menggarisbawahi, bahwa hendaknya
penyuluhan tentang PHBS sebaiknya lebih dimulai dari dini. Bahkan sejak taman
kanak-kanak pun, pemerintah harus memberikan penyuluhan juga. Mulai dari
hal-hal kecil seperti mencuci tangan sebelum makan, gosok gigi dua kali sehari,
dan lainnya. Sehingga, penanaman perilaku hidup sehat dapat teraplikasikan
sejak anak didik berada di pendidikan dasar.
PHBS seharusnya juga tidak hanya diberikan kepada anak-anak. Orang
tua pun juga perlu diberi pengetahuan tentang ini. Sebab, orang tua-lah yang
membentuk pribadi dan perilaku anak tersebut. Secara tidak langsung, orang tua
juga menjadi pengawas bagi anak saat di rumah, apakah anak tersebut mampu
melaksanakan perilaku hidup sehat ataukah tidak.
Selain itu, instansi - instansi pemerintah, masyarakat, pendidikan
dan lainnya juga harus diberi penyuluhan tentang ini. Dengan begitu, fasilitas
di lembaga mereka tentu harus memenuhi standar, bahkan di atas standar. Misal
fasilitas tempat cuci tangan yang memadai serta fasilitas MCK yang bersih dan
layak
Selain digalakkan melalui penyuluhan, pemerintah juga sebenarnya
telah menggalakkan PHBS melalui demonstrasi atau peragaan langsung. Misalnya
demonstrasi cuci tangan yang benar, klinik sanitasi, dan lain sebagainya.
Namun, upaya pemerintah mengadakan sosialisasi semacam itu terlihat belum
menyeluruh ke seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah-daerah yang masuk ke
dalam daerah dengan kualitas air dan sanitasi yang buruk. Ketidakterjangkauan
itulah yang menyebabkan masyarakat tidak tahu bagaimana berperilaku hidup
sehat. Oleh karena itu, pelaksanaan PHBS hendaknya dipetakan secara maksimal
sehingga dapat menjangkau daerah-daerah yang membutuhkan.
Program lainnya yang telah dilaksanakan pemerintah adalah PPSP yaitu
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman. Melalui program ini
pembangunan sanitasi untuk permukiman yang membutuhkan diharapkan dapat
dipercepat. Namun, minimnya anggaran yang dimiliki, menyebabkan program ini
jauh dari kata maksimal. Sehingga, dibutuhkan anggaran yang lebih besar untuk
mewujudkannya.
Langkah kedua yang harus dilaksanakan, setelah kesadaran masyarakat
dapat ditumbuhkan, maka pemerintah menaikkan anggaran untuk meningkatkan
fasilitas untuk mengakses air bersih serta sanitasi yang layak. Berdasarkan
data yang telah saya tulis di atas, rata-rata daerah di Indonesia masih
mengalokasikan 1,5% dari APBD-nya untuk pembangunan di bidang sanitasi. Hal itu
tentu sangat kecil, dan seharusnya bisa ditambah untuk tahun-tahun ke depannya.
Langkah yang ketiga, apabila di rasa APBD telah mencapai titik
maksimum, sehingga tidak dapat dinaikkan lagi, pemerintah juga dapat menjalin
kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional yang berkaitan dengan hal ini.
Misalnya lembaga PBB, seperti WHO atau World Health Organization. Di tingkat
nasional, langkah Danone untuk membantu ketersediaan air bersih di NTT patut
diacungi jempol. Dan itu, tentu akan semakin dapat menjangkau daerah lainnya
bila kerja sama itu dilakukan dengan lembaga-lembaga Internasional lainnya.
BAB III
PENUTUP
10.
KESIMPULAN
Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia.
Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah ruah, namun yang dapat dikonsumsi
oleh manusia untuk keperluan air minum sangatlah sedikit. Dari total jumlah air
yang ada, hanya lima persen saja yang tersedia sebagai air minum, sedangkan
sisanya adalah air laut. Selain itu, kecenderungan yang terjadi sekarang ini
adalah berkurangnya ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari. Semakin
meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum. Sehingga
ketersediaan air bersih pun semakin berkurang. Potensi air permukaan Di
Indonesia sendiri lebih kurang 1.789 milyar m3/tahun. Sekitar 119 juta rakyat
Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih (Suara Pembaruan – 23 Maret
2007). Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan
sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia. Itupun yang
dominan adalah akses untuk perkotaaan Penyebab dari terjadinya krisis air
bersih ini antara lain: perilaku manusia yang kurang, Populasi yang terus
bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata, kerusakan lingkungan,
manajemen pengelolaan air yang buruk, global warming, anggaran yang tidak
mencukupi, serta buruknya kinerja PAM PDAM. Kemudian krisis air bersih ini juga
memberikan dampak yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat diantaranya
dampak bagi kesehatan yaitu timbulnya berbagai macam penyakit dan dampak
ekonomi yaitu sulitnya air bersih didapatkan terutama bagi rakyat miskin.
- SARAN
Setelah membaca makalah yang kami
buat, penyusun mengharapkan supaya kita semua dapat bersama-sama mencegah
terjadinya pencemaran yang dapat membuat kebersiha air menjadi tercemar oleh
sampah maupun kotoran yang dapat menimbulkan penyebaran bakteri
- DAFTAR PUSTAKA
1.
M. Aris Marfai, Krisis Air,
Tantangan Manajemen Sumberdaya Air
(Mar 20 2012 ).
8.
Andi Iqbal Burhanuddin, Fenomena Pemanasan Global dan Dampaknya
(Maret 19 2012).
makasih gan
BalasHapus