MASALAH PENYAKIT TB (TUBERKULOSIS)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tuberkulosis
(TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium
Tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat juga
menyerang organ lainya. Indonesia merupakan Negara berkembang sebagai penderita
TBC terbesar ketiga di dunia setelah India dan Cina (Depkes RI, 2006).
Menurut
hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 TBC di Indonesia
merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit cardiovascular
yang merupakan penyakit nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.
Kemataian akibat TBC pada wanita lebih banyak dari pada kematian karena
kehamilan, persalinan, dan nifas. Setiap tahun terjadi 583.000 penderita baru
dan kematian karena TBC sekitar 140.000. Selain itu setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita TBC dengan BTA (+) (Barmawi, 2004).
Pada
tahun 2005 Indonesia telah berhasil mancapai angka kesembuhan sesuai dengan
target global yaitu sebesar 85% yang tetap dipertahankan dalam lima tahun
terakhir ini. Penemuan kasus TBC di Indonesia pada tahun 2005 baru mencapai
angka 67%. Angka ini belum mencapai target yang diharapkan yaitu sebesar 70%,
tapi angka penemuan kasus TBC mengalami peningkatan hingga melewati target yang
diharapkan yaitu sebesar 76% pada tahun 2006 (Depkes RI, 2007).
World
Health Organization (WHO) merekomendasikan
strategi Directly Observed Treatment Short–Cours) (DOTS) sebagai upaya
pendekatan kesahatan yang paling tepat saat ini untuk menanggulangi masalah TBC
di Indonesia khususnya keberhasilan dalam penemuan kasus TBC yang diharapkan
dapat mencapai target. Beberapa fokus utama dalam pencapain target yaitu
pengawasan minum obat, memperkuat mobilisasi, dan advokasi serta memperkuat
kemitraan dan kolaborasi dengan berbagai tingkat (Anonim, 2008).
Target
yang digunakan dalam penanggulangan TBC di Indonesia mengacu pada target global
penanggulangan TBC yang ditentukan oleh The Global Plant to Stop TBC dari
inisiatif stop TBC partnership dengan bantuan WHO antara lain
pertama, pada akhir tahun 2005–2015 diharapkan tingkat penemuan kasus mencapai
70%. Kedua, pada tahun 2015 prevalensi dan kematian akibat TBC berkurang hingga
50% dibanding tahun 1990. Ketiga, pada tahun 2050 TBC tidak lagi menjadi
masalah kesehatan dunia.
1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat
untuk menyelesaikan tugas keperawatan komunitas pada khususnya dan untuk
membantu mahasiswa mengetahui masalah yang muncul pada kasus TBC serta cara
penanganannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Tuberkulosis
paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis tipe Humanus. Kuman tuberkulosis pertama kali ditemukan
oleh Robert Koch pada tahun 1882. Jenis kuman tersebut adalah Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium africanum dan Mycobacterium bovis.
Basil
tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari
family dan termasuk ke dalam ordo Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis
menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan juga penyebab
terjadinya infeksi tersering .
Basil–basil
tuberkel di dalam jaringan tampak sebagai mikroorganisme berbentuk batang,
dengan panjang berfariasi antara 1 – 4 mikron dan diameter 0,3 – 0,6 mikron.
Bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik – manik atau bersegmen.
Basil tuberkulosis dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam sputum
kering, ekskreta lain dan mempunyai resistensi tinggi terhadap antiseptik,
tetapi dengan cepat menjadi inaktif oleh cahaya matahari, sinar ultraviolet
atau suhu lebih tinggi dari 60 0C.
Mycobacterium
tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru
melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, terjadilah
infeksi primer. Selanjutnya menyebar ke getah bening setempat dan terbentuklah
primer kompleks. Infeksi primer dan primer kompleks dinamakan TB primer, yang
dalam perjalanan lebih lanjut sebagian besar akan mengalami penyembuhan.
2.2 Tuberkulosis dan Permasalahannya
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh Mycrobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada
9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia.
Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada
negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak
dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang
paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut
berakibat terhadap kehilangan pendapat tahunan
rumah tangga sekitar 20 – 30%. Jika meninggal akibat TB, maka akan
kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB
juga memberikan dampak buruk lainnya secara social – stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara
lain adalah :
·
Kemiskinan pada
berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara0negara yang sedang
berkembang.
·
Kegagalan program TB
selama ini. Hal ini diakibatkan oleh :
-
Tidak memadainya
komitmen politik dan pendanaan
-
Tidak memadainya
organisasi pelayanan TB ( kurang terakses oleh masyarakat, penemu
kasus/diagnose yang tidak stadar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak
dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang stadar, gagal menyembuhkan
kasus yang telah didiagnosis)
-
Salah persepsi terhadap
manfaat dan efektifitas BCG
-
Infrastruktur kesehatan
yang buruk pada Negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan
masyarakat.
·
Perubahan demografik
karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan.
·
Dampak pandemic infeksi
HIV
Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB
meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada Negara yang
dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993,
WHO mencanagkan TB sebagai kedaruratan
dunia ( global emergency).
Munculnya pandemic HIV/AIDS di dunia menambah
permasalahan TB. Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB
secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat
anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang
tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya epidemic TB yang sulit ditangani.
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia
setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien
TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru
dan kematian 101.000 orang. Insiden kasus TB BTA positif sekitar 110 per
100.000 penduduk.
Selain itu masalah yang sangat sering dijumpai
disekitar kita mengenai TB adalah sebagai berikut :
• Penjaringan
suspek kurang sehingga penemuan BTA positif juga kurang
• Belum
semua kasus TB di RS dicatat dan dievaluasi
• Belum
semua kasus TB di RS ditatalaksana dengan strategi DOTS.
• Pemeriksaan
dahak ulang pada akhir pengobatan sering tidak dilakukan
2.3 penanggulangan TB
Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah
mengembangkan strategi penanggulangaan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly observed Treatment Short-course)
dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling
efektif ( cost-efective). Strategi
ini dikembangkan dari berbagai studi, clinical
trials, best practices, dan hasil implementasi program penanggulangan TB
selama lebih dari dua decade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara
cepat merubah kasus menular menjadi tidak menular, juga mencegah berkembangnya
MDR-TB.
Focus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan
pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di
masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalan
upaya pencegahan penularan TB.
Pada tahun 1995, WHO telah merekomendasikan strategi
DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB. Bank Dunia menyatakan strategi
DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi
strategi DOTS ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi
efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost
benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa dengan
menggunakan strategi DOTS, setipa dolar yang digunakan untuk menbiayai program
penaggulangan Tb, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci :
1. Komitmen
politis
2. Pemeriksaan
dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan
jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang
tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan
4. Jaminan
ketersediaan OAT yang bermutu
5. System
pencatatan dan pelaporan yang mampu menberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Dalam perkambangannya dalam upaya ekspansi
penanggulangan TB, kemitraan global dalam penanggulangan TB (stop TB partnership) mengembangkan
strategi sebagai berikut :
1. Mencapai,
mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2. Merespon
masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi
dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan
semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta
5. Memberdayakan
pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan
dan mengembangkan riset
Komitmen politis untuk menjamin keberlangsungan
program penanggulangan TB adalah sangat penting bagi keempat komponen lainnya
agar dapat dilaksanakan secara terus menerus dan untuk menjamin bahwa program
penanggulangan TB adalah prioritas serta menjadi bagian yang esensial dalam
system kesehatan nasional.
Penanggulangan tuberculosis (TB) di Indonesia sudah
berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok
tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan
Penyakit Paru-Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara
nasional melalui Puskesmas. Obat anti tuberculosis (OAT) yang digunakan adalah
panduan standar standar INH, PAS dan streptomisin selama satu sampai dua tahun.
Para Amino Acid (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977mulai
digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin dan
Ethambutol selama 6 bulan.
Sejak tahun 1995, program nasional penanggulangan TB
mulai melaksanakan strategi DOTS dan menerapkan pada Puskesmas secara bertahap.
Sampai tahun 2000, hamper seluruh Puskesmas telah komitmen dan melaksanakan strategi DOTS yang
diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar
Di
Indonesia,TB masih merupakan Negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia
setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10%
dari total jumlah pasien TB didunia.
Tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) menunjukkan bahwa penyakit Tb merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua
kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi
Sampai tahun 2005 program Penaggulangan TB dengan
Strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4/RSP baru
sekitar 30%
Organisasi
Pelaksana Penanggulangan TB
a. Tingkat
pusat
Upaya
penanggulangan Tb dilakukan melalui Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis (Gerdunas-TB) yang merupakan forum lintas sector dibawah
koordinasi Menko Kesra. Menteri Kesehatan RI sebagai penanggung jawab teknis
upaya penanggulangan TB
b. Tingkat
propinsi
Di
tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang terdiri dari Tim pengarah
dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan
daerah.
c. Tingkat
Kabupaten/ Kota
Di
tingkat kabupaten / kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten / kota yang terdiri
dari Tim pengarah dan Tim teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan
dengan kebutuhan kabupaten / kota
d. Unit
Pelayanan Kesehatan
Dilaksanakan
oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/Klinik dan Praktek Dokter Swasta
·
Puskesmas
Dalam
pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP) yang
terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan dikelilingi oleh
kurang lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS)
Pada keadaan
geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) yang
dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA
·
Rumah Sakit Umum, Rumah
Sakit Paru (RSP) dan BP4
Rumah Sakit dan
BP4 dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana pasien TB. Rumah Sakit dan
BP4 dapat merujuk pasien kembali ke puskesmas yang terdekat dengan tempat
tinggal pasien untuk mendapat pengobatan dan pengawasan selanjutnya.
·
Balai Pengobatan dan
Dokter Praktek Swasta (DPS)
Secara umum konsep
pelayanan di Balai pengobatan dan DPS sama dengan pelaksanaan pada rumah sakit
dan BP4. Klinik dan DPS dapat merujuk pasien dan specimen ke puskesmas, rumah
sakit atau BP4.
2.4 Kerangka Kerja
Strategi Penanggulangan Tuberkulosis 2006-2012
Rencana strategi 2001-2005 telah meletakkan
dasar-dasar strategi DOTS yang telah membawa program Pengendalian Tuberkulosis
menuju akselerasi dalam pencapainnya. Diharapkan dalam 5 tahun kedepan
Indonesia dapat menurunkan angka prevalensi kasus BTA (+). Untuk itu diperlukan
suatu strategi dalam pencapaian target yang telah ditetapkan.
Strategi ini terbagi strategi umum dan strategi
khusus
a. Strategi
umum
Strategi
ini meliputi :
1. Ekspasi
Program Pengandalian Tuberkulosis
Strategi dapat
berupa konsolidasi lebih lanjut untuk mempertahankan cakupan dan mutu strategi
DOTS
• Memperluas
dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu. Pelayanan harus menjangkau semua
orang tanpa membedakan latar belakang. Kelompok masyarakat rentan umumnya
memiliki keterbatasan dalam hal akses pelayanan. Pemanfaatan pelayanan dan
pengobatan yang bermutu adalah hak semua lapisan masyarakat.
• Menghadapi
tantangan TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
Epidemic HIV
merupakan ancaman bagi program kedepan yang harus diantisipasi. Sedangkan
MDR-TB merupakan resiko dari upaya ekspansi strategi DOTS, dimana keadaan ini
bile tidak diantisipasi dengan baik akan menyebabkan meningkatkan biaya yang
diperlukan untuk mengendalikan pasien MDR TB, yang pada akhirnya tidak
terjangkau dalam pembiayaan system kesehatan nasional
• melibatkan
seluruh penyediaan pelayanan kesehatan
masih banyak
penyedia pelayanan kesehatan belum menerapkan strategi DOTS sehingga kedepan
dalam upaya mencapai target dan meningkatkan akses mesyarakat terhadap
pengobatan maka keterlibatan seluruh penyedia pelayanan kesehatan menjadi
penting dengan tetap mempertahankan mutu
2. Melibatkan
Masyarakat dan mantan pasien
Permasalahan
yang berkaitan dengan akses, pembiayaan pengobatan TB bagi pasien, optimalisasi
infrakstruktur dan sumber daya manusia yang tersedia dapat dikurangi dengan
pelayanan DOTS berbasis masyarakat
b. Strategi
Fungsional
1.
Memperkuat kebijakan
dan membangun kepemilikan daerah terhadap program
2.
Memberikan kontribusi
dalam penguatan system kesehatan dan pengelolaan program
3.
Memperkuat penelitian
operasional
2.5
Kemitraan
dalam Penanggulangan TB
Kemitraan
program penanggulangan tuberculosis adalah suatu upaya melibatkan berbagai
sector, baik dari pemerintahan, swasta maupun kelompok organisasi masyarakat,
mengingat :
1. Beban
maslah TB yang tinggi
2. Keterbatasan
sector pemerintah
3. Potensi
melibatkan sector lain
4. Keberlanjutan
program
5. Akuntabilitas,
mutu dan transparasi
Tujuan kemitraan tuberculosis adalah terlaksananya
upaya percepatan penanggulangan tuberculosis secara efektif dan efisien dan berkesinambungan
Untuk tujuan diatas perlu diwujudkan melalui :
• Meningkatkan
koordinasi
• Meningkatkan
komunikasi
• Meningkatkan
sumber daya, kemampuan dan kekuatan bersama dalam upaya mencapai target program
nasional dalam penanggulangan tuberculosis
• Meningkatkan
komitmen
• Membuka
peluang untuk saling membantu
Mitra dalam penanggulangan TB antara lain terdiri
dari : sector pemerintah, legislative, sector swasta, organisasi pengusaha dan
organisasi pekerja, kelompok media massa, organisasi profesi, lembaga swadaya
masyarakat, perguruan tinggi/kelompok akademis, organisasi keagamaan,
organisasi internasional dan sector lain yang terkait.
Peran dan Tanggung Jawab dalam Kemitraan
a. Tanggung
Jawab Pemerintah
Pemerintah,
baik di tingkat Pusat maupun daerah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat, termasuk penanggulangan tuberculosis dan
membangun kemitraannya
b. Peran
Mitra
Peran
utama mitra adalah mendukung program nasional penanggulangan tuberculosis.
Melaksanakan kegiatan penanggulangan sesuai dengan kapasitas dan kompetensi
dari mitra, antara lain :
• Penyediaan
sumber daya (SDM, sarana dan prasarana, dana, dll)
• Memberikan
pelayanan
• Pemberdayaan
masyarakat
• Menyediakan
tenaga ahli
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diperkirakan sekitar sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycrobacterium tuberculosis. Sekitar 75%
pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50
tahun). Hal tersebut berakibat terhadap kehilangan pendapat tahunan rumah tangga sekitar 20 – 30%.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara
lain adalah :
·
Kemiskinan pada
berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara0negara yang sedang
berkembang.
·
Kegagalan program TB
selama ini.
·
Perubahan demografik
karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan.
·
Dampak pandemic infeksi
HIV
Selain itu masalah yang sangat sering dijumpai
disekitar kita mengenai TB adalah sebagai berikut :
• Penjaringan
suspek kurang sehingga penemuan BTA positif juga kurang
• Belum
semua kasus TB di RS dicatat dan dievaluasi
• Belum
semua kasus TB di RS ditatalaksana dengan strategi DOTS.
• Pemeriksaan
dahak ulang pada akhir pengobatan sering tidak dilakukan
3.2 Saran
·
Karena program TB masih
belum terlaksanan dengan tepat, maka seyogyanya pemerintah bekerjasama dengan
berbagai lintas sector untuk menyukseskan program penanggulangan TB agar dapat
meminimalkan angka kejadian TB di Indonesia
·
Selain itu masyarakat
sendiri harus menyadari tentang pentingnya melakukan pemeriksaan secara dini
apabila dicurigai terjangkit penyakit TB, serta melaporkan pengembangan
kesehatannya, agar masalah tersebut dapat terselesaikan dengan tuntas
DAFTAR
PUSTAKA
Manaf, Abdul . dkk. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Depertemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2006
http://medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm
http://medicastore.com/tbc/pengobatan_tbc.htm
http://www.suyotohospital.com/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=3&Itemid=2
TBC,
http:// www.mediacastore.com/tbc/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar