KEADAAN DARURAT DAN PENGECUALIANNYA
Yan Karta Sakamira
3 Januari 2018
Semua binatang yang diharamkan dimakan, berlaku dalam kondisi normal,
adapau dalam kondisi darurat, hukumnya tersendiri yaitu: halal.
Allah berfirman:
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا
ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ
بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
“Allah telah menerangkan kepadamu, apa-apa yang telah Dia haramkan atas
kamu, kecuali kamu dalam keadaan darurat (terpaksa)”. (QS. al-An’am: 119)
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ
الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ
ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Barangsiapa terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melampui batas,
maka tidak ada dosa atasnya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha
Pengasih”. (QS. al-Baqarah: 173)
Darurat yang disepakati oleh semua ulama, yaitu darurat dalam masalah
makanan, karena di tahan oleh kelaparan. Sementara ulam memberikan batas
darurat itu berjalan sehari semalam, sedang dia tidak mendapatkan makanan
kecuali makanan yang diharamkan itu. Waktu itu boleh makan sekedarnya sesuai
dengan dorongan darurat itu, guna menjaga dari bahaya.
Imam Malik memberikan suatu pembatas, yaitu sekedar kenyang, dan boleh
menyimpannya sampai mendapat makanan yang lain.
Ahli fiqih yang lain berpendapat: dia tidak boleh makan, melainkan
sekedar dapat mempertahankan hidupnya.
Perkataan ghairah baghin maksudnya: tidak mencari-cari alas an karena
untuk memenuhi keinginan (seleranya), sedangkan yang dimaksud wala ‘adin, yaitu
tidak melewati batas ketentuan darurat, sedangkan apa yang dimaksud dengan
daruratnya lapar, yaitu seperti yang dijelaskan Allah dalam fiman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ
وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا
أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ
تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ
لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ
دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat
dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.
al-Maidah:3)
Sumber: Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, PT.
Bina Ilmu, 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar