KAPAN WAKTU SHOLAT ISYRAQ? APAKAH BEDANYA DENGAN SHOLAT
DHUHA?
Pertanyaan:
- Kalau waktu Syuruq jam 5.45 kapan kita sholat Isyraqnya?
Khawatirnya kita sholat di waktu yang terlarang (matahari terbit).
- Bolehkah kita setelah sholat sholat Subuh di rumah duduk
ibadah sampai waktu Syuruq, terus sholat Isyraq, walaupun tidak dapat pahala
seperti umrah, tetapi bolehkah sholat Isyraq di rumah?
Jawaban:
_Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma
ba’du_,
Syariat sholat Isyraq datang pada hadis Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ
ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ.
“_Barang siapa sholat Subuh berjamaah (di masjid), lalu
duduk berzikir hingga terbit matahari, kemudian sholat dua rakaat, adalah hal
itu berpahala seperti pahala satu haji dan satu umrah yang sempurna, sempurna,
sempurna_.” (HR. at-Tirmidzi)
Kata at-Tirmidzi: “Ini adalah hadis Hasan Gharib. Aku telah
bertanya kepada Muhammad bin Isma’il (yakni al-Imam al-Bukhari, pen) prihal Abu
Zhilal. Ia menjawab: ‘Muqaribul hadis (riwayat hadisnya mendekati).’ Kata
Muhammad: ‘Namanya adalah Hilal’.”
Kata al-Albani, “Akan tetapi, jumhur ahli hadis menvonis Abu
Zhilal sebagai rawi yang Dha’if (lemah riwayatnya). Oleh karena itu,
adz-Dzahabi menyatakan dalam kitabnya yang berjudul al-Mughni, ‘Mereka
mendha’ifkan Abu Zhilal’.”
Namun menurut al-Albani, terdapat beberapa Syahid (Penguat)
dari riwayat yang lain. Hal itu beliau sebutkan dalam kitab ash-Shahihah (no.
3403) dan menghukuminya sebagai hadis Hasan dalam kitab Shahih Sunan
at-Tirmidzi (no. 586) dan Hasan Lighairih (Hasan karena penguatnya) dalam kitab
Shahih at-Targhib wat Tarhib (no. 464).
Di antara penguatnya adalah hadis Abu Umamah radhiallahu
‘anhu dengan lafadz:
مَنْ صَلَّى صَلاَةَ الصُّبْحِ فِيْ
مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيْهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سَبْحَةَ الضُّحَى كَانَ
كَأَجْرِ حَاجٍّ أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ.
“Barang siapa sholat Subuh berjamaah di masjid jami’,
kemudian tetap tinggal di tempatnya hingga melaksanakan sholat Dhuha (dua
rakaat), adalah hal itu berpahala seperti pahala orang berhaji atau berumrah
dengan haji dan umrah yang sempurna.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam
al-Kabir)
Abul Hasan ‘Ubaidullah al-Mubarakfuri menukil dalam kitab
Mir’atul Mafatih Syarhu Misykatil Mashabih [Pada Kitab ash-Shalah, Bab
adz-Dzikri ba’da ash-Shalah, al-Fashlu ats-Tsani (3/328)] bahwa ath-Thibi
berkata: “Maknanya adalah lalu sholat setelah matahari meninggi seukuran batang
tombak agar waktu terlarang telah berakhir. Sholat ini dinamakan sholat Isyraq
dan merupakan awal sholat Dhuha.”
Begitu pula keterangan imam-imam ahli fikih di masa ini,
seperti Ibnu ‘Utsaimin dan Ibnu Baz.
Kata asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin: “Sholat Isyraq adalah sholat
Dhuha. Namun, jika kamu menunaikannya di awal waktu saat matahari terbit dan
telah meninggi (dari ufuk) seukuran batang tombak (menurut pandangan kasat
mata), itu dinamakan sholat Isyraq. Apabila ditunaikan di akhir waktu atau di
pertengahan waktu, itu dinamakan sholat Dhuha.
*Akan tetapi, sholat Isyraq tergolong sholat Dhuha*, karena
ulama –rahimahumullah– mengatakan, bahwa waktu sholat Dhuha dimulai sejak
matahari meninggi seukuran batang tombak, sampai menjelang Zawal (matahari
bergeser ke ke arah Barat).” [Lihat kitab Liqa’ Bab al-Maftuh (141/25)].
Ibnu ‘Utsaimin juga berkata: “Sholat Isyraq adalah sholat
yang dilaksanakan setelah matahari meninggi seukuran batang tombak. Lamanya
menurut perhitungan jam sekitar lima belas menit atau semisal itu. Itu adalah
sholat Isyraq dan merupakan sholat Dhuha, karena pelaksanaan sholat Dhuha
dimulai sejak matahari meninggi seukuran batang tombak hingga menjelang Zawal.
Sholat Dhuha lebih utama dilaksanakan di akhir waktu daripada di awal waktu.
*Kesimpulannya, dua rakaat sholat Isyraq adalah dua rakaat
sholat Dhuha*. Hanya saja, jika disegerakan pelaksanaannya di awal waktu, yaitu
saat matahari meninggi seukuran batang tombak, itu adalah sholat Isyraq dan Dhuha.
Jika diakhirkan pelaksanaannya di akhir waktu, itu adalah sholat Dhuha, bukan
sholat Isyraq.” [Lihat kitab Majmu’ al-Fatawa war Rasa’il (14/305)].
Ibnu ‘Utsaimin menerangkan perbedaan istilah Syuruq dan
Isyraq. Syuruq artinya terbitnya matahari tanpa meninggi seukuran batang
tombak. Isyraq artinya terbitnya matahari dengan meninggi seukuran batang
tombak [Lihat kitab Majmu’ al-Fatawa war Rasa’il (14/298-299)].
Kata asy-Syaikh Ibnu Baz: “Sholat Isyraq adalah sholat Dhuha
di awal waktu. Yang lebih utama adalah dilaksanakan ketika waktu Dhuha telah
meninggi dan terik matahari amat panas. Hal itu sebagaimana sabda Rasul ﷺ:
صَلاَةُ الْأَوَّابِيْنَ حِيْنَ
تَرْمَضُ الْفِصَالُ
“Sholat orang-orang yang gemar bertobat adalah ketika
anak-anak onta kepanasan dari teriknya matahari.” (HR. Muslim)
Maknanya adalah ketika panas terik matahari menyengat
anak-anak onta. Inilah makna hadis tersebut. Sholat Dhuha setidaknya dua
rakaat.” [Lihat kitab Majmu’ al-Fatawa li Ibni Baz (11/400-401)]
Kata asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazamul dalam kitabnya
yang bertajuk Bughyatul Mutathawwi’ fi Sholatit Tathawwu’, Sholatul Isyraq,
“Telah tsabit (tetap) penamaan sholat Dhuha yang dilaksanakan di awal waktu
sebagai sholat Isyraq dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma. ‘Abdullah bin
Harits bin Naufal meriwayatkan:
أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ لَا
يُصَلِّي الضُّحَى. فَأَدْخَلْتُهُ عَلَى أُمِّ هَانِئٍ، فَقُلْتُ: أَخْبِريْ
هَذَا بِمَا أَخْبَرْتِنِيْ
بِهِ. فَقَالَتْ أُمُّ هَانِئٍ: دَخَلَ
عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ يَوْمَ الْفَتْحِ فِيْ بَيْتِيْ، فَأَمَرَ بِمَاءٍ،
فَصَبَّ فِيْ قَصْعَةٍ، ثُمَّ أَمَرَ بِثَوْبٍ، فَأَخَذَ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُ،
فَاغْتَسَلَ، ثُمَّ رَشَّ نَاحِيَةَ الْبَيْتِ، فَصَلَّى ثَمَانِ رَكَعَاتٍ،
وَذَلِكَ مِنَ الضُّحَى، قِيَامُهُنَّ وَرُكُوعُهُنَّ وَسُجُودُهُنَّ
وَجُلُوسُهُنَّ سَوَاءٌ، قَرِيبٌ بَعْضُهُنَّ مِنْ بَعْضٍ.
فَخَرَجَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَهُوَ
يَقُولُ: لَقَدْ قَرَأْتُ مَا بَيْنَ اللَّوْحَيْنِ، مَا عَرَفْتُ صَلاَةَ
الضُّحَى إِلَّا الْآنَ: { يُسَبِّحۡنَ بِٱلۡعَشِيِّ وَٱلۡإِشۡرَاقِ }، وَكُنْتُ
أَقُولُ: أَيْنَ صَلاَةُ الْإِشْرَاقِ؟ ثُمَّ قَالَ بَعْدُ: هُنَّ صَلاَةُ الْإشْرَاقِ.
Sesungguhnya Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma tidak pernah
sholat Dhuha. Lantas aku membawanya masuk ke Ummu Hani’, aku berkata:
“Beritakan padanya apa yang kamu beritakan padaku.”
Ummu Hani’ berkata: “Rasulullah ﷺ menemui aku di rumahku pada Hari Penaklukan kota Mekah, lalu
memerintahkan agar disiapkan air. Lalu beliau menuangnya ke dalam bejana, lalu
memerintahkan disiapkan pakaian. Lalu mengambil tempat terpisah antara dirinya
dan aku, lalu beliau mandi. Lalu memerciki salah satu sudut rumah, lalu sholat
delapan rakaat. Itu adalah sholat Dhuha. Lama berdirinya, rukuknya, dan
sujudnya hampir sama.”
Kemudian Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma keluar seraya
berkata: “(Demi Allah) sungguh aku telah membaca di mushaf, tetapi tidaklah aku
mengetahui sholat Dhuha kecuali sekarang. (Allah berfirman):
يُسَبِّحۡنَ بِٱلۡعَشِيِّ وَٱلۡإِشۡرَاقِ
١٨
“Gunung-gunung itu bertasbih di pagi hari dan petang hari.”
(Shad: 18)
Adalah aku sebelumnya bertanya-tanya: ‘Mana sholat Isyraq
itu?’ Ternyata itulah sholat Isyraq.” (Dikeluarkan oleh ath-Thabari dalam
Tafsir-nya dan al- Hakim [Kata guru besar kami al-Imam al-Muhaddits Muqbil bin
Hadi al-Wadi’i dalam Tatabbu’ Auham al-Hakim (4/142, no. 6952), “Asal hadis ini
dalam Shahih Muslim dari riwayat Ummu Hani’.”].
Dari keterangan di atas tampaklah jawaban untuk pertanyaan
pertama, bahwa kita bisa melaksanakan SHOLAT ISYRAQ ketika telah berlalu
SEKITAR LIMA BELAS MENIT (seperempat jam) dari waktu Syuruq (terbitnya
matahari).
Adapun jawaban pertanyaan kedua, dinukil dari Fatwa al-Imam Ibnu Baz ketika
ditanya dengan pertanyaan yang teksnya sebagai berikut: “Apakah tinggal di
rumah setelah Sholat Fajar untuk membaca Alquran hingga matahari terbit,
kemudian sholat dua rakaat Syuruq, akan mendapat pahala yang sama yang diraih
dengan berdiam menunggu di masjid? Kami berharap dari kemuliaan Anda, agar
memberi faidah dalam masalah ini. Semoga Allah memanjangkan umur Anda di atas
ketaatan kepada-Nya.”
*Asy-Syaikh Ibn Bazz menjawab*:
“Amal ini memiliki banyak keutamaan dan pahala yang besar.
Namun teks hadis yang ada menunjukkan, orang yang tinggal di rumah tidak
mendapatkan pahala sebagaimana orang yang duduk di tempat sholatnya di masjid.
Tetapi jika orang itu sholat Subuh di rumah karena sakit atau karena takut,
kemudian duduk di tempat sholatnya sambil berzikir dan membaca Alquran sampai
matahari meninggi, kemudian sholat dua rakaat, maka orang ini mendapatkan
pahala sebagaimana yang disebutkan dalam hadis. Karena orang ini memiliki uzur
untuk sholat di rumahnya. Demikian pula wanita. Jika seorang wanita sholat
Subuh (di rumahnya), kemudian duduk berzikir di tempat sholat di dalam rumahnya
sampai matahari meninggi, maka dia juga mendapat pahala sebagaimana yang
dijanjikan dalam hadis-hadis itu, bahwa Allah ‘azza wa jalla menuliskan bagi
orang yang melakukannya, pahala berhaji dan umrah yang sempurna (Majmu’ Fatawa
wa Maqalat Syaikh Ibn Bazz, 11:218)
Hadis-hadis dalam hal itu jumlahnya banyak, saling
menguatkan satu sama lainnya dan tergolong dalam jenis hadis Hasan Lighairih
(Hasan karena penguatnya). Hanya Allah yang memberi taufik.” [Lihat kitab
Majmu’ al-Fatawa li Ibni Baz (11/403-404)].
Wallahu a’lam.
Dijawab oleh al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad as-Sarbini
http://asysyariah.com/waktu-sholat-Isyraq/
_________
Website : Dakwahsunnah.com
Fan Page Facebook : http://bit.ly/FB-dakwahsunnah
Tune in Radio : Dakwahsunnah
http://bit.ly/Tunein-dakwahsunnah
Youtube : http://bit.ly/youtube-ds
Telegram : http://bit.ly/telegram-dakwahsunnah
IG : @dakwahsunnah
Streaming Kajian Islam Ilmiah dakwahsunnahdotcom:
http://bit.ly/appdakwahsunnahofficial
Daftar Broadcast dakwahsunnahdotcom WA: Ketik Nama#L/P#asal
kirim ke 0853-8884-8444 http://bit.ly/wa-dakwahsunnah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar