HUBUNGAN
TINGKAT ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN STROKE
DI PAVILIUN FLAMBOYAN RSUD JOMBANG
Ernia
Rosita1, Suparyanto2, Farida Kusumawati1
1 Program Studi S1 Keperawatan STIKES Pemkab
Jombang
2 Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana Jombang
ABSTRAK
Tingginya
depresi pasien stroke mencapai hampir 79% baik di awal atau pada tahap akhir
setelah stroke. Depresi pasien stroke dilaporkan memiliki efek yang buruk
terhadap fungsi afek, perbaikan kognitif, penarikan diri setelah serangan, dan
peningkatan angka kematian. Depresi pada pasien stroke adalah keadaan sedih
yang berkepanjangan pada pasien stroke sebagai respon terhadap situasi yang
dianggap tidak menyenangkan, dimana salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
depresi pada pasien stroke adalah tingkat ADL. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui apakah ada hubungan tingkat ADL dengan tingkat depresi pada pasien
stroke di paviliun flamboyan RSUD Jombang. Desain penelitian ini menggunakan
analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional dan populasinya adalah
semua pasien stroke yang ada di paviliun flamboyan RSUD Jombang dengan jumlah
120 orang. Pengambilan sampel dengan
simple random sampling sehingga jumlah sampel sebanyak 30 responden.
Variabel independent tingkat ADL dan variabel dependent tingkat depresi pada
pasien stroke. Pengumpulan data dengan check list/quesioner dan observasi
kemudian diolah dengan editing, coding, scoring, tabulating, dan analisisnya
dengan uji statistik Spearman Rank dengan signifikan 0,05.Hasil penelitian
menunjukkan ADL dependen berat 60%, depresi berat 53,3%, α = 0,000 < 0,05,
nilai korelasi 0,752 sehingga Ho ditolak dan H1 diterima yaitu ada hubungan
tingkat Activity Daily Living (ADL) dengan tingkat depresi pada pasien stroke
di paviliun flamboyan RSUD Jombang dengan tingkat keeratan kuat. Dengan
demikian, terdapat hubungan tingkat ADL dengan tingkat depresi pada pasien
stroke. Oleh karena itu, diharapkan pasien yang mengalami ketergantungan ADL
atau yang memiliki stressor tinggi mampu
beradaptasi dengan tingkat ketergantungan ADL yang dimilikinya sehingga
memiliki cara untuk menurunkan atau beradaptasi dengan tingkat depresi.
Kata kunci :
tingkat ADL, tingkat depresi
THE
RELATION OF DAILY LIVING ACTIVITY LEVEL WITH DEPRESSION LEVEL FOR STROKE
PATIENT IN THE FLAMBOYAN PAVILIUN ROOM - RSUD JOMBANG
Ernia
Rosita1, Suparyanto2, Farida Kusumawati1
1 Study Program S1 Nursery STIKES Pemkab
Jombang
2 Women Empowerment Department and Family
Planning Jombang
ABSTRACT
The
height of depression at stroke patient reaches almost 79% in the beginning or
in the last step after stroke. Depression of stroke patient reported have bad
effect to afek function, cognitive improvement, withdrawness after the attack,
and the increasing of death number.
Depression of stroke patient is sad condition that happened for a long time at
the stroke patient as a response to the
unfunny situation. Where the one of factors which influences the depression
level at the stroke patient is daily living activity level. The purpose of this
research is used to know whether there is any relation of ADL level with
depression level for stroke patient in the flamboyan paviliun room - RSUD
Jombang.This research design uses corelation analytic with cross sectional approach
and the population is all of stroke patients at the flamboyan paviliun room -
RSUD Jombang with the total 120 people. Taking sample with simple random
sampling so that the total sample of 30
repondents. Independent variable of daily living activity level and the
dependent variable of depression level. The collecting of data with check
list/questionnaire and observation and then being processed with editing, coding, scoring, tabulating, and
the analyse with Spearman Rank statistic test with significant 0,05.The
research result showed the heavy dependent of ADL is 60%, heavy depression is
53,3%, α = 0,000 < 0,05, corelation value 0,752 so that Ho is refused and H1
is accepted that there is relation of
daily living activity level with depression level for stroke patients in the
flamboyan paviliun room - RSUD Jombang with the strong tightening level.So
that, there is relation of daily living
activity level with depression level for stroke patients. Therefore, being
hoped patients who have dependences of ADL or have high stressor can adapt with
dependences of ADL level whose they have so they have a way to decrease or
adapt with depression level.
Keywords
: ADL Level, Depression Level
A.PENDAHULUAN
Saat
ini, depresi pada pasien stroke memiliki prevalensi yang tinggi.1 Gejala ini
dapat muncul kapan saja setelah kejadian stroke.1 Menurut penelitian
epidemiologi, hampir 79% pasien stroke mengalami depresi, baik di awal atau
pada tahap akhir setelah stroke.2 Depresi dilaporkan memiliki efek yang buruk
pula terhadap fungsi afek, perbaikan kognitif, penarikan diri setelah serangan,
dan peningkatan angka kematian.1 Banyak penelitian mengatakan bahwa pada pasien
stroke yang mengalami depresi, akan terjadi peningkatan persentase mortalitas.
Depresi pasca stroke juga dapat terjadi sebagai hasil ketidakmampuan pasien
melakukan Activity Daily Living. Kondisi ini membuat pasien secara fisik dan
mental tidak berdaya dan dapat mengarah ke perasaan tidak kompeten dan
tertekan.3 Meskipun depresi dapat mempengaruhi pemulihan fungsional dan
kualitas hidup pada pasien stroke, kondisi seperti ini sering diabaikan. Pada
kenyataannya, hanya sebagian kecil pasien yang didiagnosis dan bahkan lebih
sedikit yang dirawat di praktek klinis umum.
Menurut
World Health Organization (WHO) pada tahun 2001 terdapat lebih dari 20,5 juta
penderita stroke di seluruh dunia, 3,3 juta diantaranya menyebabkan kematian
dan 12,7 juta penderita stroke mengalami depresi. Di Eropa insiden depresi pada
stroke mencapai 65%. Sebagian sampai 65% depresi akan membaik dalam tahun
pertama, tetapi ada sebagian penderita stroke yang erkembang menjadi depresi
kronik. Di Indonesia sebanyak 15%-25% pasien stroke yang dirawat di rumah
menderita depresi, pasien stroke yang dirawat di rumah sakit sekitar 30%-40%
menderita depresi. Prevalensi penderita stroke selama hidup, pada wanita
10%-25% dan laki-laki 5%-12%. Sekitar 15% penderita depresi melakukan usaha
bunuh diri.
Pasien
stroke sering ditandai dengan adanya sebagian kelemahan tubuh (hemiplegi),
mulut mencong, bicara pelo dan gangguan psikologis seperti depresi atau
perubahan tingkah laku.6 Pasien stroke menjadi depresi karena mengalami
kelumpuhan sehingga tidak bisa melakukan Activity Daily Living dan penderita
stroke sangat tergantung kepada keluarganya dalam meningkatkan kemampuan pasien
untuk mandiri, meningkatkan rasa percaya diri pasien, meminimalkan kecacatan
pada stroke.
Untuk
mencapai hasil optimal, faktor-faktor yang memberikan konstribusi terhadap
depresi pada pasien stroke perlu diidentifikasi dengan jelas.1 Bila gangguannya
ringan, maka keadaan depresi, irritabilitas atau ansietas dapat diobati dengan
psikoterapi. Selain itu,depresi pada pasien stroke bisa dikurangi dengan
meningkatkan kegiatan yang menyenangkan atau meningkatkan kegiatan aktifitas
sehari-hari atau Activity Daily Living yang dapat dilakukan mandiri oleh
pasien. Keluarga yang merupakan tumpuan utama harus diberi konseling atau
penerangan mengenai keterbatasan serta masalah yang dialami penderita.
Hipotesis
dalam penelitian ini adalah ada hubungan tingkat Activity Daily Living (ADL)
dengan tingkat depresi pada pasien stroke di Paviliun Flamboyan RSUD Jombang
tahun 2012. Peneliti meakukan penelitian ini dengan tujuan untuk
Mengidentifikasi tingkat Activity Daily Living (ADL) pada pasien stroke yang
dirawat di Paviliun Flamboyan RSUD Jombang tahun 2012, mengidentifikasi tingkat
depresi pada pasien stroke yang dirawat di Paviliun Flamboyan RSUD Jombang
tahun 2012 dan menganalisa hubungan tingkat Activity Daily Living (ADL) dengan
tingkat depresi pada pasien stroke di Paviliun Flamboyan RSUD Jombang tahun
2012.
B.METODE
PENELITIAN
Dalam
penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik
korelasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Pavilliun
Flamboyan RSUD Jombang bulan Februari dan Maret 2012. Populasinya sebanyak 120
orang dan sampelnya sebanyak 30 orang dengan tehnik pengambilan sample simple
random sampling. Kriteria inklusi sampel yang diambil adalah pasien stroke yang
bersedia menjadi responden, yang kooperatif, mengalami hemiparese, hemiplegi
dan tidak afasia. Kriteria ekslusi samplenya adalah pasien stroke yang tingkat
kesadarannya menurun (stupor, koma ringan, koma) dan pasien stroke
pendarahan/hemoragik. Untuk mengukur tingkat Activity Daily Living (ADL),
peneliti menggunakan alat ukur lembar observasi berupa check list Indeks
Barthel. Sedangkan untuk mengetahui tingkat depresi pada pasien stroke,
digunakan alat ukur berupa check list / quesioner HDRS atau Hamilton Rating
Scale for Depression pada responden. Analisis datanya menggunakan Uji Statistik
Spearman Rank.
C.HASIL
PENELITIAN
Hasil
yang didapatkan adalah hampir seluruh responden berumur 25-65 tahun sebanyak 27 responden (90%), sebagian
besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 responden (63,3%) dan
sebagian besar responden berpendidikan SD sebanyak 22 responden (73,3%).
Tabel
1 Distribusi Frekuensi Tingkat Activity Daily Living Pasien Stroke di Pavilliun
Flamboyan Februari 2012
Tingkat Activity Daily Living Pasien Stroke Non-Hemoragik
|
ƒ
|
%
|
Mandiri
Dependen Ringan
Dependen Sedang
Dependen Berat
Dependen Total
|
0
0
12
18
0
|
0
0
40
60
0
|
Total
|
30
|
100
|
Sumber
: Data Primer Februari 2012
Tabel
2 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Pasien Stroke di Pavilliun Flamboyan
Februari 2012.
Insomnia
|
ƒ
|
%
|
Tidak ada depresi
Depresi ringan
Depresi sedang
Depresi berat
Depresi berat sekali
|
0
3
11
16
0
|
0
10
36,7
53,3
0
|
Total
|
30
|
100
|
Sumber
: Data Primer Februari 2012
Tabel
3 Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Activity Daily Living Dengan Tingkat
Depresi Pasien Stroke Non-Hemoragik di
Pavilliun Flamboyan Februari 2012.
Tingkat ADL
|
Tingkat
Depresi
|
Total
|
||||||||||
Tidak
ada depresi
|
Depresi
ringan
|
Depresi
sedang
|
Depresi
berat
|
Depresi
berat sekali
|
||||||||
ƒ
|
%
|
ƒ
|
%
|
ƒ
|
ƒ
|
%
|
ƒ
|
%
|
ƒ
|
|
|
|
Mandiri
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
D.Ringan
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
D.Sedang
|
0
|
0
|
3
|
25
|
8
|
66,7
|
1
|
8,3
|
0
|
0
|
12
|
100
|
D.Berat
|
0
|
0
|
0
|
0
|
3
|
16,7
|
15
|
83,3
|
0
|
0
|
18
|
100
|
D.Total
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Total
|
0
|
0
|
3
|
10
|
11
|
36,7
|
16
|
53,3
|
0
|
0
|
30
|
100
|
Sumber
: Data Primer Februari 2012
Tabel
3 di atas menunjukkan bahwa tingkat ADL pada pasien stroke dengan dependen
berat terjadi depresi berat sebanyak 15
responden (83,3%). Hal itu berarti semakin berat tingkat ADL pasien stroke
semakin berat pula depresi yang dimilikinya.
Tabel
4 Uji Statistik Hubungan Tingkat Activity Daily Living Dengan Tingkat Depresi
Pasien Stroke Non-Hemoragik di Pavilliun Flamboyan Februari 2012.
|
|
|
Tingkat
ADL
|
Tingkat
Depresi
|
Spearman's rho
|
Tingkat ADL
|
Correlation
Coefficient
|
1.000
|
.752**
|
Sig. (2-tailed)
|
.
|
.000
|
||
N
|
30
|
30
|
||
Tingkat
Depresi
|
Correlation
Coefficient
|
.752**
|
1.000
|
|
Sig. (2-tailed)
|
.000
|
.
|
||
N
|
30
|
30
|
||
**.
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
|
|
|
Sumber
: Data Primer Februari 2012
Tabel
4 menunjukkan hasil uji statistik Spearman’s rho, angka korelasi 0,752 dengan
angka signifikan atau nilai probabilitas (0,000) jauh lebih rendah standart
signifikan 0,05 atau (ρ < α), dengan membanding rshitung dengan rstabel,
Jmaka didapat hasil rshitung (0,752) > rstabel (0,364) maka berarti ada
hubungan tingkat Activity Daily Living
(ADL) dengan tingkat depresi pada pasien stroke di Pavilliun Flamboyan RSUD Jombang. Dari hasil uji
tersebut juga diketahui tingkat hubungan antara dua variabel, dengan
ditunjukkan nilai korelasi 0,752 yang terletak antara angka 0,60-0,80 kategori
tinggi 9 sehingga hubungan tingkat Activity Daily Living (ADL) dan tingkat
depresi pada pasien stroke keeratannya kuat.10
D.PEMBAHASAN
Tingkat
Activity Daily Living (ADL) Pasien Stroke Di Pavilliun Flamboyan RSUD Jombang
Tahun 2012
Hasil
yang diperoleh peneliti tentang tingkat Activity Daily Living didapatkan
sebagian besar responden memiliki
tingkat Activity Daily Living dependen berat sebanyak 18 responden
(60%).
Stroke
adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
tiba-tiba terganggu. Bila dapat diselamatkan, kadang-kadang si penderita
mengalami kelumpuhan pada anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau
kemampuan bicaranya.
Stroke ringan memiliki gejala kelemahan atau
kelumpuhan tangan dan kaki dan stroke berat memiliki gejala sisa kelemahan atau
kelumpuhan tangan dan kaki. Kelumpuhan sebelah bagian tubuh (hemiplegia) adalah
cacat yang paling umum terjadi setelah seseorang terkena stroke. Bagaimanapun,
pasien stroke hemiplegia atau hemiparesis akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan
Activity Daily Living.
ADL dipengaruhi oleh ROM sendi, kekuatan otot,
tonus otot, propioseptif, persepti visual, kognitif, koordinasi, keseimbangan.
Selain itu, menurut Hadiwynoto (2005)
faktor yang mempengaruhi penurunan Activity Daily Living bukan masalah fisik
saja, namun juga dapat karena kapasitas mental, status mental seperti kesedihan
dan depresi, penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh dan dukungan anggota
keluarga.
Pada
pasien stroke, hal-hal yang berkaitan dengan fungsi system sensorik dan motorik
mengalami disfungsi dan akhirnya dapat membuat ROM terbatas, tonus otot
menurun, gangguan kognitif. Menurunnya fungsi gerak pada pasien stroke akan
memberikan dampak pada Activity Daily Living. Hal itu mengarah pada kemunduran
fisik dan membuat pasien menjadi tergantung pada orang lain baik sebagian
dibantu (dependen ringan atau sedang) maupun ketergantungan seluruhnya
(dependen total atau berat).
Tingkat
Depresi Pasien Stroke Di Pavilliun Flamboyan RSUD Jombang Tahun 2012
Hasil
yang diperoleh peneliti tentang tingkat depresi
pada pasien stroke didapatkan sebagian besar responden mengalami depresi
berat sebanyak 16 responden (53,3%). Dimana sebagian besar responden
berpendidikan SD sebanyak 22 responden (73,3%).
Tingkat
pendidikan memiliki dampak yang signifikan terhadap gejala depresi. Tingkat
pendidikan yang lebih tinggi memiliki efek perlindungan terhadap depresi,
tingkat pendidikan yang lebih rendah secara signifikat terkait erat dengan
depresi.
Menurut
penelitian epidemiologi, hampir 79% pasien stroke mengalami depresi, baik di
awal atau pada tahap akhir setelah stroke.2 Depresi pada pasien stroke sendiri
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor biologis dan psikososial.
Kedua faktor tersebut berinteraksi satu sama
lain. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului
episode pertama depresi. Mundurnya mobilitas, kekuatan fisik dan kemampuan
kognitif merupakan stressor yang dapat
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan
tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
neurotransmitter dan system pemberi sinyal intraneuronal. Hal itu membuat orang
beresiko menderita episode depresi selanjutna bahkan tanpa stressor eksternal.
Pasien
stroke pasti akan mengalami ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, kondisi tersebut membuat pasien tergantung kepada orang lain.
Perasaan tertekan akan muncul karena kondisi fisik, ketergantungan,
ketidakmampuan dan lama perawatan atau proses pemulihan. Hal tersebut akan
membuat pasien merasa berduka dan akhirnya mengalami depresi. Selain itu,
depresi pada pasien stroke juga dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman.
Seseorang yang berpendidikan tinggi akan memiliki lebih banyak pengalaman dan
lebih banyak informasi sehingga orang tersebut akan memiliki mekanisme koping
yang lebih baik dalam mengatasi stressor. Hal itu dapat menurunkan angka
kejadian depresi atau dapat mencegah terjadinya depresi pada pasien stroke.
Begitu pula sebaliknya, seseorang yang memiliki pendidikan rendah memiliki
pengalaman dan informasi yang sedikit.
Hubungan
Tingkat Activity Daily Living Dengan Tingkat Depresi Pasien Stroke di Pavilliun
Flamboyan RSUD Jombang Tahun 2012
Hasil
yang diperoleh peneliti tentang hubungan tingkat Activity Daily Living dengan
tingkat depresi pada pasien stroke didapatkan
bahwa tingkat ADL pada pasien stroke dengan dependen berat terjadi depresi berat sebanyak 15 responden
(50%).
Tabel
4 menunjukkan hasil uji statistik Spearman’s rho, angka korelasi 0,752 dengan
angka signifikan atau nilai probabilitas (0,000) jauh lebih rendah standart
signifikan 0,05 atau (ρ < α), dengan membanding rshitung dengan rstabel,
maka didapat hasil rshitung (0,752) > rstabel (0,364) maka berarti ada
hubungan tingkat Activity Daily Living
(ADL) dengan tingkat depresi pada pasien stroke di Pavilliun Flamboyan RSUD Jombang. Dari hasil uji
tersebut juga diketahui tingkat hubungan antara dua variabel, dengan
ditunjukkan nilai korelasi 0,752 yang terletak antara angka 0,60-0,80 kategori
tinggi 9 sehingga hubungan tingkat Activity Daily Living (ADL) dan tingkat
depresi pada pasien stroke keeratannya kuat.
Hal
ini sesuai dengan teori dan penelitian yang mengemukakan bahwa setelah
mengalami stroke didapatkan bahwa tingkat kemampuan pasien dalam melakukan
Activity Daily Living berpengaruh terhadap
tingkat depresi yang dialaminya.
Menurunnya
fungsi gerak pada pasien stroke, akan memberikan dampak pada kemampuan Activity
Daily Living. Penurunan Activity Daily Living
tersebut juga terjadi saat proses pemulihan seperti yang tercantum dalam
penelitian Melcon pada 2006 yang mengungkapkan bahwa pasien yang pulih dengan
tingkat kecacatan yang berat tidaklah dapat mandiri. Sebagian besar aktivitas
kehidupannya memerlukan bantuan, bahkan sampai aktivitas kehidupan yang paling
dasar sekalipun.
Salah
satu penyebab depresi pada pasien stroke adalah faktor psikososial yang
meliputi faktor ekstrinsik yaitu : peristiwa kehidupan yang dapat menyebabkan
harga diri rendah dan tidak dapat dihadapi dengan efektif, kehilangan seseorang
atau dukungan, tekanan sosial; dan faktor intrinsik meliputi sifat kepribadian
yaitu narcissistic, obsessive – compluse, dan dependen personality, konflik
dari diri sendiri yang tidak terselesaikan, perasaan bersalah, evaluasi diri
yang negatif, pemikiran pesimis, kurang pertolongan, penyakit fisik serta
penggunaan obat – obatan dan pendekatan/ persepsi terhadap kematian,18
ketidakmampuan dalam melakukan Activity
Daily Living.
Pasien
stroke biasanya melewati serangkaian reaksi emosional terhadap ketidakmampuan
yang baru saja didapatnya. Reaksi ini dapat berkembang dari diorganisasi dan
kebingungan hingga menyangkal ketidakmampuan, berduka terhadap kehilangan
fungsi atau bagian tubuh, marah, depresi dan akhirnya menerima ketidakmampuan
tersebut. Tidak semua pasien stroke melalui semua tahapan ini dan tahap
tersebut dapat terjadi pada berbagai waktu dan beberapa tahap yang mungkin
tidak tampak sama sekali. Perawat harus mengenali saat pasien menampakkan
koping tidak efektif dan kerusakan penyesuaian terhadap ketidakmampuan.
Mekanisme koping ini sangat diperlukan sebagai suatu upaya perubahan kognitif
dan perilaku untuk mengatasi tuntutan internal dan eksternal yang melebihi
kemampuan individu. Berbagai strategi koping dapat digunakan pasien stroke
antara lain dengan meningkatkan kegiatan yang menyenangkan atau meningkatkan
kegiatan aktifitas sehari-hari atau Activity Daily Living yang dapat dilakukan
mandiri oleh pasien. Depresi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, oleh
karena itu dukungan dan support dari keluarga sangat penting agar pasien mampu
meningkatkan kemandiriannya dalam Activity Daily Living secara bertahap.
E.KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian di pavilliun flamboyan RSUD Jombang Februari 2012 dapat
dirumuskan kesimpulan sebagian besar pasien stroke memiliki tingkat Activity
Daily Living dependen berat, sebagian besar pasien stroke mengalami depresi berat, ada hubungan tingkat
Activity Daily Living dengan tingkat depresi pada pasien stroke dengan keeratan
kuat.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Dharmady,
Agus. 2009. Stroke dan Depresi Pasca Stroke Majalah Kedokteran Damianus Vol.8 No.1.
Ja,karta : FK Unika Atma Jaya
2.
Paolucci,
Steffano. 2008. Epidemiologi Dan Pengobatan Depresi Pasca Stroke Neuropsychiatr
Disorder. Roma : Fondazione Santa Lucia
3.
Mardi
Susanto. 2008. Tatalaksana Depresi Pasca Stroke Majalah Kedokteran Indonesia
Volum: 58, nomor: 3, Maret. Jakarta : Departemen Psikiatry RS Persahabatan
4.
Bethesda
Stroke. 2005. Stroke Depression. Portugal : Journal of Psychiatry Neuroscience
Vol.31(6)
5.
Amir.
2005. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Depresi Pasca Stroke. Jakarta: Cermin Dunia
Kedokteran
6.
Auryn.2007.
Mengenal Dan Memahami Stroke. Yogyakarta: Ar Ruzz Media
7.
Indriyati.
2009. Hubungan Tingkat Activity Daily Living (ADL) Dengan Tingkat Depresi Pada
Pasien Stroke Di Bangsal Anggrek 1 Rs.Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta : UMS.
8.
Lumbantobing.
2004. Neurogeriatri. Jakarta:FKUI
9.
Arikunto.
2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
10. Sugiyono. 2007.
Statistik Penelitian Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
11. Farida, Ida. 2009.
Mengantisipasi Stroke. Yogjakarta: Buku Biru.
12. Sugiarto, Andi. 2005.
Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari Pada Lansia Dip
Anti Werdha Pelkris Elim Semarang Dengan Menggunakan Berg Balance Scale Dan
Indeks Barthel. Semarang : UNDIP
13. Hardywinoto,
Setiabudi. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta : Gramedia.
14. Linda, Debra. 2006.
Pengaruh Status Pekerjaan Pada Simtomatologi Depressive. Texas: Texas A & M
University
15. Bjelland, Krokstad.
2008. Apakah Tingkat Pendidikan Yang Lebih Tinggi Melindungi Terhadap Kecemasan
Dan Depresi ?. Norwegia: Soc Science Med
16. Kaplan, Saddock.
2003. Sinopsis Psikiatry, Ilmu Pngetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta:
Binarupa Aksara
17. Riwanti Yuliami.
2006. Pengaruh Depresi Pada Awal Stroke (Minggu I) Terhadap Waktu Perbaikan
Deficit Neurologi Penderita Stroke Non Hemoragik Di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Semarang : UNDIP
18. Faisal, Idrus. 2007.
Depresi Pada Penyakit Parkinson Cermin Dunia Kedokteran No.156. Makassar : FK
Hasanuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar